RESUME
SEJARAH LISAN DI ASIA TENGGARA TEORI DAN METODE
Oleh:
DATA BUKU
Judul : Sejarah Lisan di Asia Tenggara
Sub Judul : Teori dan Metode
Pengantar : Asvi Warman Adam
Editor : P. Lim Pui Huen, James H. Morrison, Kwa Chong Guan
Penerbit : LP3ES
Cetakan : I, 2000
Tebal : xxiii+311 halaman
ISBN : 979-8391-87-X
LATAR BELAKANG
Sejarah lisan telah diakui sebagai suatu cara untuk mendokumentasikan
serta merekam suatu peristiwa dan perkembangan sejarah terutama dalam suatu
gejala sosial tertentu.
Seperti peristiwa penting dalam Perang Dunia ke II yang menjadi titik balik
dalam sejarah di Asia Tenggara. Disana terdapat banyak sekali kekosongan
terutama dari segi kearsipan. Pasalnya arsip yang tersedia sangat sedikit. Jumlah
surat kabar dan dokumen yang dapat terkumpulkan terbilang begitu minim.
Maka daripada itu, sejarah lisan mempunyai peranan penting tersendiri
dalam mengisi kekosongan tersebut, terkhusus dalam membantu kearsipan. Bahkan
sejarah lisan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan lebih menyeluruh
mengenai masa lampau yang tekait dengan rasa jati diri dan masa depan bangsa
yang bersangkutan.
Karena dengan sejarah lisan dapat tertangkap berbagai kenangan dari
mereka yang pernah berjuang dan mengalami hal-hal demikian. Seperti bagaimana
warna dan perasaan dari pengalaman mereka yang dapat memperdalam
pemahamam kita mengenai peristiwanya di masa lalu.
ULASAN BUKU
Dalam buku Sejarah Lisan di Asia Tenggara, Asvi Warman Adam sebagai
pengantar menulis ihwal perbedaan pandangan mengenai status sejarah lisan. Asvi
mempertanyakan akan status sejarah lisan apakah dapat dianggap sebagai “cabang”
sejarah layaknya sejarah sosial, sejarah pertanian, sejarah ekonomi, dan
semacamnya, atau sejarah lisan hanya sekadar teknik untuk mendapatkan data
menjadi penulis bab pertama dalam buku Sejarah Lisan di Asia Tenggara, sejarah
lisan mengesankan sebagian orang sebagai metode yang berdiri sendiri. Padahal
sumber lisan saja tidak lengkap, masih harus diperkaya dengan sumber lain, dalam
hal ini menurut Asvi lebih ke sumber tertulis. Sumber lisan hanya salah satu
diantara banyak sumber yang tersedia bagi seorang sejarawan.
Menurut Morrison penelitian lisan dirumuskan sebagai, “pengumpulan
bahan-bahan melalui perbincangan atau wawancara dengan satu orang atau lebih
mengenai satu masalah yang sedang dipelajari oleh sang pewawancara.”
Sejarah Lisan di Asia Tenggara didalam isinya memiliki 10 tulisan yang
mencangkup teori dan metode dalam penerapan sejarah lisan, ditulis oleh 10 orang
yang berbeda. Para penulisnya berasal dari kalangan praktisi sejarah lisan dan juga
para peneliti serta pakar.
Dalam resensi kali ini saya akan merangkumnya menjadi beberapa paragraf
untuk menyampaikan isi yang dianggap penitng yang terkadung dalam setiap
pembahasan tanpa bermaksud mengenyampingkan pembahasan yang lain,
diantaranya:
Sebelum memasuki teori dan metode dari sejarah lisan, James H. Morrison
menulis tentang Perspektif Global Sejarah Lisan di Asia Tenggara. Morrison
berpendapat bahwa hakikat dalam mengukur upaya manfaat dari penelitian lisan
dibagian dunia manapun setelah menerapkan tolok ukur yang digunakan seorang
peneliti, apakah itu sejarawan, ahli antropologim ahli folklore, pada apa yang telah
mereka pelajari. Metodologi wawancara, analisis teks, dan subjeks dari catatan,
serta membandingkan dengan hasil penelitian lisan lain, semuanya penting.
Teori
Secara sederhana dalam sejarah lisan, mewawancarai para saksi dengan cara
yang kritis menurut Kwa Chong Guan bisa dilakukan, seperti apa yang telah di
lakukan Thucydides dan banyak peneliti lain sesudahnya. Hal itu dapat memberikan
suatu yang diungkapkan kembali bukan sekadar kumpulan fakta yang muncul
sebagai jawaban atas sejumlah pertanyaan.
Sejarah lisan mengandung pola-pola budaya serta makna dan nilai-nilai dari
masa lampau. Hal tersebut memberi bentuk pada persepsi sejarah dari individu dan
komunitas, dan bahkan bisa menjadi dorongan bagi rasionalisasi tindakan di masa
mendatang.
Menurut Kwa Chong Guan, perubahan-perubahan teknologi dalam abad
ke-20 ini telah sangat mengurangi pentingnya catatan tertulis yang banyak itu. Kini
makin terasa penting untuk menghadapkan teks dengan kisah lisan dalam
masyarakat kini. Dalam banjir kata-kata yang di alami sekarang, yang lisan dan
yang tertulis sangat berkaitan untuk memahami masa lampau.
Metode
Salah satu penulis buku Sejarah Lisan di Asia Tenggara, Yos Santasombat.
Menjelaskan bahwa dengan kerangka konseptual hermeneutika dari Dithley,
wawancara lisan bisa digunakan untuk merekontruksi pengalaman hidup dari
seorang aktor sosial-politik kedalam bentuk ‘teks’.
Ungkapan materi-materi sejarah lisan harus selalu dilihat sebagai suatu
‘potret diri’, atau dapat pula berupa presentasi diri yang diberikan pada kita oleh
persoalan dan peristiwa sejarah yang dideskripsikan dalam bentuk ‘kisah’. Kisah disini merupakan versi sejarah dari informan yang dipilihnya dengan saksama, yang
bisa tidak sejalan dengan fakta dan interpretasi sejarah lain.
Tujuannya adalah untuk memahami dan mejelaskan pengalaman yang
dialami. Dalam hal ini kita harus berusaha memahami subjek sebagai makhluk
hidup dari apa yang mereka rasakan dari pelbagai pengalamannya di berbagai titik
waktu dari pengalaman hidup mereka.
Menurut Yos dalam melakukan wawacara sejarah lisan kita harus berusaha
memahami tidak saja apa yang mereka katakan, tetapi juga nilai-nlai budaya yang
terkandung di dalam prilaku mereka; mengapa mereka menganggap peran-peran
tertentu dan arah-arah tertentu secara psikologis lebih memuaskan daripada yang
lain; apa yang menjadi harapan dan kekhawatiran mereka; aspirasi serta frustasi;
nilai-nilai personal atau budaya mana dan harapan-harapan apa yang menjadi
motivasi mereka.
Maka daripada itu sejarah lisan harus memfokuskan perhatian pada
pengalaman hidup yang dialami setiap individu. Sejarah lisan menampilkan hasil
studi dari sejarah pengalaman hidup mereka, menceritakan kepada orang lain
bagaimana mereka itu, bagaimana mereka melukiskan potret diri mereka dan
bagaimana mereka menyajikan diri mereka sendiri. Dengan cara seperti itu, kita
dapat memperoleh pandangan yang menarik dan berharga dari persoalan dan
perhatian manusia.
TANGGAPAN
Secara garis besar, isi yang terkandung dalam buku ini begitu lengkap.
Terutama dalam kajian Sejarah Lisan, atau Morrison sendiri menyebutnya sebagai
Penelitan Lisan.
Sejarah Lisan di Asia Tenggara dapat berperan sebagai alat bantu yang
cukup penting dalam sejarah lisan, didalmnya terdapat banyak teori dan metode
yang di tulis oleh pada praktisi, sejarawan dan pakar dari sejarah lisan itu sendiri.
Sebagaimana apa yang ditulis Asvi dalam pengantar buku ini, bahwa buku
Sejarah Lisan di Asia Tenggara selain untuk praktisi sejarah juga dapat menjadi
pegangan bagi berbagai kalangan seperti peneliti sosial dan wartawan yang hendak
melakukan wawancara mendalam.
Sementara itu dari segi penulisannya buku ini begitu renyah dibaca dan
sangat mengalir. Namun, perlu menjadi catatan bagi diri saya pribadi buku ini
karena buku ini ditujukan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan
sejarah lisan dan bukan untuk bacaan halayak masyarakat umum.
SIMPULAN
Secara sederhana buku Sejarah Lisan di Asia Tenggara ingin
menyampaikan sebuah usaha dalam memberikan konsep dan metodologi terkait
pelbagai permasalahan dalam penarapan praktik lapangan Sejarah Lisan. Dalam
setiap babnya tercerminkan suatu kegiatan mulai dari penyusunan secara sistematis
dokumen sejarah lisan hingga berbagai metodologi wawancara yang digunakan
oleh orang-orang tertentu (penelitinya). Para penulisnya pun berasal dari kalangan
peneliti, praktisi sampai pakar sejarah lisan.
Akhir kata, secara garis besar buku ini sangat layak dibaca guna sebagai