BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelum istilah “Disabilitas” mungkin
kurang akrab disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”.
Istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan ditengah masyarakat.
Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa
Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata “Disabilitas” belum tercantum. Penyandang Disabilitas
dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental atau
intelektual. Jadi, penyandang disabilitas tubuh adalah individu yang mempunyai
keterbatasan atau kekurangan fisik, seperti cacat tubuh bawaan lahir, mengidap
penyakit polio dan amputasi.
Munculnya diskriminasi dalam masalah sosial yang sering tidak bisa
dielakkan diantaranya kemampuan fisik yang berbeda antara masyarakat dengan
keadaan fisik sempurna dibandingkan masyarakat penyandang disabilitas tubuh.
Perbedaan kesempatan maupun perlakuan terhadap penyandang disabilitas dalam
kehidupan berbangsa, bermasyarakat akan menimbulkan perbedaan kehidupan sosial
maupun ekonomi pada kehidupan penyandang disabilitas yang pada akhirnya akan
mengarah pada masalah sosial yaitu kemiskinan. Selain masalah sosial seperti
kemiskinan, diskriminasi yang dihadapi oleh para masyarakat atau manusia yang
mempunyai kekurangan secara fisik atau mental yang bisa disebut disabilitas yang
secara kuantitas cenderung meningkat yang menjadi dasar pertimbangan terbitnya
disabilitas. Dimana disebutkan “bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional
yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, penyandang disabilitas merupakan bagian masyarakat
Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama”.
Perundang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 dalam pasal 1, yang dimaksud
dengan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan secara selayaknya. Disabilitas menyebabkan seseorang
mengalami keterbatasan atau gangguan yang mempengaruhi keleluasaan aktivitas
fisik, kepercayaan dan harga diri, hubungan antar manusia maupun dengan
lingkungannya. Dampak dari disabilitas tersebut menimbulkan permasalahan sosial
antara lain adalah ketidak berfungsian sosial, yaitu penyandang disabilitas kurang
mampu melaksanakan peran-peran sosialnya secara wajar dan hal ini yang semakin
meyakini pandangan masyarakat untuk meremehkan kemampuan penyandang
disabilitas dengan kekurangan fisiknya.
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas, sebagai penjabaran dari
Undang-Undang tentang penyandang disabilitas pasal 8 yang menyatakan bahwa pemerintah
dan atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang
disabilitas. Serta pasal 16 yang menyatakan bahwa pemerintah dan atau masyarakat
menyelenggarakan upaya: 1.Rehabilitasi; 2.Bantuan Sosial; 3.Pemeliharaan Taraf
Kesejahteraan Sosial.
Berdasarkan data tahun 2011, menurut Siswadi, Ketua Umum Persatuan
Penyandang Disabilitas Indonesia, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia
juta jiwa. Sementara bila mengacu pada standar yang diterapkan Organisasi
Kesehatan Dunia PBB dengan persyaratan lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas
di Indonesia mencapai 10 juta jiwa (tribunnews.com, 11 Maret 2014).
Menurut ILO, prinsip untuk mengatasi diskriminasi yang terjadi pada
penyandang disabilitas ini adalah hak, kesempatan dan perlakuan yang adil dalam
semua siklus kehidupan dan pekerjaan untuk semua orang tanpa memandang
disabilitas mereka. Semua orang bebas mengembangkan kemampuan pribadi mereka
dan melakukan pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, asumsi dan prasangka tentang
disabilitas mereka. Jadi, semua orang punya kemampuan yang sama atau harus
diperlakukan dengan cara yang sama, tapi perilaku, aspirasi dan kebutuhan
masyarakat yang berbeda perlu secara adil dipertimbangkan, dinilai dan didukung,
tanpa memandang status disabilitas mereka diperlukannya upaya pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas.
Data Depkes tahun 2011 diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
jumlah penyandang disabilitas setiap tahun. Pada tahun 2010 sekitar 5,3 juta jiwa
pada tahun 2011 sekitar 6,7 juta jiwa. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi
pemerintah maupun masyarakat agar diskriminasi terhadap penyandang disabilitas
bisa diperkecil seperti yang diharapkan oleh PP Nomor 43 tahun 1998 yang dalam
penjelasan menyatakan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang
disabilitas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi kesamaan
kesempatan, rehabilitasi, pemberian bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab bersama
Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang disabilitas sendiri dengan
memberikan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat dari penyandang disabilitas
Menangani penyandang disabilitas, dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang
manusiawi agar mereka dapat lebih mudah mengadakan penyesuaian diri dalam
kehidupan, karena penyandang disabilitas pada umnya sangat perasa, yang kadang
berlebihan seperti rendah diri dan kemudian menjadi terisolasi dari kehidupan
masyarakat.
Keadaan disabilitas yang dimiliki oleh seseorang hanyalah sekedar kelainan
belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah
sebagai sumber penghidupan bagi dirinya pribadi maupun keluarga. Hanya saja yang
mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu pembinaan dan pelayanan yang
intensif, dalam arti lebih tinggi intesitasnya dari orang yang normal, sehingga
mereka punya suatu bekal untuk dapat hidup secara mandiri tanpa perlu bergantung
pada orang lain. Disamping itu juga supaya dapat berinteraksi dengan sesama
anggota masyarakat disekelilingnya. Mereka juga sangat membutuhkan santunan
sosial dan bimbingan keterampilan, serta pertolongan medis. Dengan adanya
latihan-latihan bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan tersebut diharapkan para
penyandang disabilitas dapat memiliki kepribadian sebagai manusia yang utuh,
produktif serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
Menurut Maslow, pada dasarnya manusia mempunyai lima kebutuhan dasar
yang membentuk tingkatan-tingkatan atau hirarki yang disusun berdasarkan
kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak penting dan yang mudah hingga
yang sulit untuk dicapai atau didapat. Kebutuhan tersebut adalah a) kebutuhan
fisiologis yaitu sandang, pangan dan kebutuhan biologis; b) kebutuhan keamanan
dan keselamatan yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa
sakit, dan bebas dari teror; c) kebutuhan sosial yaitu memiliki teman, keluarga, dan
piagam, tanda jasa, dan hadiah; dan e) kebutuhan aktualisasi diri yaitu keutuhan dan
keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya (Maslow
1988:39).
Namun salah satu kebutuhan manusia yang paling penting didalam hidupnya
adalah kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan akan harga diri yang dibagi dalam dua
bagian. Pertama adalah penghormatan atau penghargaan pada diri sendiri yang
mencangkup pada rasa percaya diri, kemandirian dan kebutuhan pribadi. Kedua
adalah penghargaan dari orang lain, yang meliputi prestasi dan pengakuan dari orang
lain. (Nurdin 1990:20). Apabila kebutuhan akan harga diri pada individu itu
terpuaskan maka akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat dan
mampu serta perasaan berguana. Sebaliknya pemuasan kebutuhan akan harga diri itu
terlambat maka akan menghasilkan sikap rendah hati, rasa tak pantas, rasa lemah,
rasa tidak mampu, dan perasaan tidak berguna yang menyebabkan seseorang
mengalami kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tujuan
hidupnya, serta penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam hubungannya
dengan orang lain. Hal ini berlaku pada setiap manusia ciptaan Tuhan, tidak
terkecuali pada penyandang disabilitas tubuh.
Penyandang disabilitas sebagai individu pada hakekatnya masih mempunyai
potensi yang dapat dikembangkan. Dalam mengembangkan potensi tersebut
diperlukan adanya program khusus, yaitu Program usaha kesejahteraan sosial bagi
orang dengan kecacatan. Oleh karena itu, penanganan terhadap orang dengan
disabilitas tubuh perlu ditingkatkan dan dikembangkan serta disempurnakan baik
kuantitas maupun kualitasnya menuju kearah tercapainya tujuan rehabilitasi secara
tuntas yang tercermin pada terwujudnya peningkatan kesejahteraan sosial dan
diusahakan agar dapat berusaha secara aktif dan positif mengembangkan
kemampuan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas saat ini
diarahkan pada upaya rehabilitasi sosial, dimana secara teknis dilaksanakan oleh
Direktoriat Rehabilitasi Sosial orang dengan kecacatan Kementerian Sosial Republik
Indonesia. Dalam menangani masalah disabilitas ini Kementerian Sosial telah
melaksanakan usaha Rehabilitasi Sosial melalui sistem panti.
Panti Rehabilitasi Sosial orang dengan disabilitas tubuh sebagai unit
pelaksana teknis, mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan
kegiatan operasional dibidang rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, untuk
mempersiapkan mereka agar memiliki berbagai keterampilan dan kesiapan mental,
fisik, sosial yang dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya secara wajar sebagai warga
negara dan anggota masyarakat umumnya. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya
Panti Sosial penyandang disabilitas tubuh perlu dilengkapi dengan berbagai
perangkat , baik yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat keterampilan kerja,
tenaga pelaksanaan agar panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat
mempersiapkan para klien secara optimal. Hal ini sangat penting artinya, mengingat
program rehabilitasi sosial merupakan proses dari suatu sistem yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu dari tahap pendekatan awal sampai dengan terminasi.
Lahirnya suatu lembaga seperti Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera
Utara bagi penyandang disabilitas tubuh dimaksudkan untuk membantu para orang
tua dan masyarakat dalam membina dan melayani penyandang disabilitas tubuh
segingga mereka dapat mengembangkan potensi dan bakat dengan pengetahuan dan
keahlian yang dimilikinya. Usaha mewujudkan kesejahteraan penyandang disabilitas
seutuhnya. Para penyandang disabilitas tubuh merupakan bagian dari tunas bangsa
yang memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan tingkah lakunya dan
pemikiran intelektualnya.
Salah satu usaha dalam meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas
tubuh adalah dengan pendidikan bagian keterampilan. Akan tetapi sering
berbenturan oleh karena diri pribadi seorang penyandang disabilitas itu sendiri. Oleh
karenanya dalam mencapai taraf hidup yang sejahtera, pendidikan dan keterampilan
memiliki peran yang penting. Pendidikan merupakan faktor utama dan sekaligus
dapat dijadikan alat ukur dalam melihat maju mundurnya peradapan manusia.
Pendidikan merupakan kunci utama pemberantasan kebodihan, tanpa menempuh
proses pendidikan yang wajar agar hal tersebut dapat terwujud, disini perlu diberikan
rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas sehingga mereka mempunyai
kepercayaan diri dan mempunyai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia.
Program rehabilitasi bagi penyandang disabilitas tubuh melalui bimbingan
keterampilan mengarah pada membantu pribadi penyandang disabilitas tubuh serta
meningkatkan kualitas hidup mereka melalui bantuan-bantuan teknis dan
usaha-usaha untuk memperbaiki lingkungan hidupnya, membuka kesempatan bagi mereka,
menjamin dan menghormati hak manusia dan hak-hak mereka untuk duduk dalam
lembaga perwakilan. Disamping itu berusaha keras untuk mendapatkan pengertian
yang lebih baik dari masyarakat untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan dan
solidaritas serta tanggung jawab kepada anggotanya yang menyandang kecacatan,
dengan menciptakan suatu masyarakat untuk sema yang didukung seluruh anggota
Adapun alasan peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan ini adalah bahwa
setiap penyandang disabilitas tubuh mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
bimbingan keterampilan dalam hidupnya, namun sering kali mereka merasa tidak
mampu untuk berdiri sendiri atau melakukan segala kegiatan mereka dengan
bergantung pada orang lain. Usaha-usaha pembinaan dan pelayanan program
bimbingan keterampilan untuk meningkatkan kemandirian terhadap penyandang
disabilitas tubuh merupakan tanggung jawab bersama, orang tua, masyarakat serta
pemerintah.
Salah satu usaha dalam mewujudkan kemandirian penyandang disabilitas
tubuh tersebut adalah melalui program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina
Daksa “Bahagia” Sumatera Utara sebagai salah satu panti naungan Kementerian
Sosial Republik Indonesia. Yang khususnya melayani peyandang disabilitas tubuh di
Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Sumatera Barat. Total hasil data
penyandang disabilitas wilayah Sumatera bagian Utara pada tahun 2008-2009
sejumlah 84.121 jiwa, dan yang sudah direhabilitasi atau mendapat bimbingan
keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara dari tahun 2009
-2012 sejumlah 273 jiwa. (Propil Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara)
Program bimbingan keterampilan yang dilaksanakan dipanti meliputi
bimbingan keterampilan menjahit, servis Hp, servis Elektronik dan Otomotif Sepeda
Motor. Tapi, disaat program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara berlangsung, sering kali banyak klien penyandang
disabilitas pulang atau dipulangkan sebelum waktu pemulangan klien dilaksanakan.
Untuk itu peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh Program Bimbingan
Berdasarkan latar belakang pemasalahan diatas, penulis tertarik untuk
meneliti dan mengetahui bagaimana pengaruh program bimbingan keterampilan
terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh di Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara.
Penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup proses sedang
berjalannya program bimbingan keterampilan yang diberikan kepada klien
penyandang disabilitas tubuh. Penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum
dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Pengaruh
Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.” 1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “BagaimanaPengaruh
Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?”
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran pelaksanaan program bimbingan keterampilan terhadap kemandirian
penyandang disabilitas tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah
1. Bagi Penulis sendiri menambah pengetahuan apakah pelaksanaan program
“Bahagia” Sumatera Utara dapat mengubah kemandirian penyandang disabilitas
tubuh.
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik penelitian ini diharapkan dapat
menambah refrensi karya ilmiah dan sebagai bahan kajian yang menyangkut
Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan dalam meningkatkan Kemandirian
penyandang disabilitas tubuh.
3. Mencari strategi pemikiran untukmemberi masukan kepada pemerintah,
lembaga-lembaga masyarakat maupun instansi terkait dalam upaya
meningkatkan kemandirian penyandang disabilitas tubuh.
1.4Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam
skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan denganmasalah dan
obyek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan