BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pemasaran
2.1.1.1 Arti Pemasaran
Pemasaran (Kotler, 2009: 4) adalah seni sekaligus ilmu─ada ketegangan yang terus menerus antara sisi terformulasikannya dan sisi kreatifnya.
Inti dari pemasaran (marketing) (Kotler, 2009: 5) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu defenisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”.
2.1.1.2 Pemasar dan prospek pemasar (marketer)
Pemasar (marketer) (Kotler, 2009: 8) adalah seseorang yang mencari respons─perhatian, pembelian, dukungan, sumbangan─dari pihak lain yang disebut prospek (prospect). Jika dua pihak ingin menjual sesuatu satu sama lain, kita menyebut kedua pihak tersebut pemasar.
Ada delapan keadaan permintaan yang mungkin terjadi (Kotler, 2009: 8): 1. Permintaan negatif─Konsumen tidak menyukai produk dan mungkin
bahkan berusaha menghindarinya.
2. Permintaan yang tidak ada─Konsumen mungkin tidak sadar akan atau tidak tertarik pada produk.
4. Permintaan yang menurun─Konsumen mulai jarang membeli produk atau tidak membeli sama sekali.
5. Permintaan tidak teratur─Konsumen membeli secara musiman , bulanan, mingguan, harian, atau bahkan dalam hitungan jam.
6. Permintaan penuh─Konsumen membeli semua produk yang dilempar ke pasar.
7. Permintaan berlimpah─Konsumen mau membeli produk lebih banyak daripada produk yang ada.
8. Permintaan tak sehat─Konsumen mungkin tertarik pada produk yang memiliki konsekuensi sosial yang tidak diinginkan.
2.1.2 Komunikasi
Menurut Bovee dan Thill (Purwanto, 2006: 11- 13) proses komunikasi terdiri dari 6 tahap, yaitu:
1. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan 2. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan 3. Pengirim menyampaikan pesan
4. Penerima menerima pesan 5. Penerima menafsirkan pesan
Gambar 2.1 Proses komunikasi Sumber: Purwanto, 2006: 12
a. Tahap pertama: Pengirim Mempunyai Suatu Ide Atau Gagasan Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau audiens.
b. Tahap Kedua : Pengirim Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan
Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subyek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audiens, gaya personal, dan latar belakang budaya.
Tahap VI ide menjadi pesan
c. Tahap Ketiga : Pengirim Menyampaikan Pesan
Tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran kepada si penerima pesan.
d. Tahap Keempat : Penerima Menerima Pesan
Komunikator antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim (komunikator) mengirimkan suatu pesan dan penerima (komunikan) menerima pesan tersebut. Jika seseorang mengirim sepucuk surat, komunikasi baru bisa terjalin bila penerima surat telah membaca dan memahami isinya.
e. Tahap Kelima : Penerima Menafsirkan Pesan
Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah dimengerti dan tersimpan di dalam benak si penerima pesan.
f. Tahap Keenam : Penerima Memberi Tanggapan dan Umpan Balik ke Pengirim
Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata rantai komunikasi. Umpan balik tersebut merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. 2.1.3 Pemasaran dari Mulut ke Mulut
mulut ke mulut. Jika dilihat secara fisik kegiatan iklan ini sangat sederhana, namun merupakan jurus jitu untuk menjual produk.
Menurut Kotler (2004: 206) tidak ada sebuah iklan atau seorang penjual pun yang akan mampu meyakinkan anda secara persuasif tentang kualitas suatu produk selain teman, kenalan, pelanggan lama, atau ahli yang independen.
Perusahaan telah semakin beralih pada pemasaran (Kotler, 2004: 207) berdasarkan penyebaran dari mulut ke mulut ini. Mereka berusaha untuk dapat mengidentifikasikan orang-orang yang biasanya paling dulu membeli barang - barang model baru, banyak bicara dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, serta memiliki jaringan kenalan yang luas.
Komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication) (Mowen, 2002: 180) mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau ide - ide di antara dua konsumen atau lebih , yang tak satupun merupakan sumber pemasaran. Komunikasi dari mulut ke mulut mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku pembelian konsumen.
Salah satu temuan umum (Mowen, 2002: 180) adalah bahwa komunikasi dari mulut ke mulut mempunyai bias negativitas (negativity
bias). Yaitu, informasi negatif lebih ditekankan daripada informasi positif
Adanya komunikasi dari mulut ke mulut di mana - mana (Mowen, 2002: 180) disebabkan oleh kebutuhan pengirim dan penerima informasi. Para penerima mungkin menghendaki informasi dari mulut ke mulut karena mereka tidak percaya kepada iklan dan pesan penjualan. Atau mereka mungkin mencari informasi tambahan untuk mengurangi kecemasan mereka mengenai pembelian berisiko.
Ada tiga situasi pembelian lainnya di mana konsumen seringkali dimotivasi untuk mencari masukan dari orang lain (Mowen, 2002: 181) yaitu:
(1) bila produk sangat jelas bagi orang lain; (2) bila produk sangat kompleks; dan
(3) bila produk tidak dapat dengan mudah diuji terhadap suatu kriteria obyektif. Pada masing - masing kasus konsumen berada dalam situasi membeli dengan keterlibatan tinggi.
Bahasa lisan tidak hanya sepuluh kali lebih efektif dibanding iklan cetak atau TV, bahasa lisan juga lebih penting pada saat ini dibanding kapanpun di masa lalu karena empat alasan (Hughes, 2007: 31), yaitu:
1. Persaingan iklan meningkat ke level tak terbendung.
2. Biaya (operasional) media tradisional semakin meningkat, bercampur dengan masalah persaingan yang ada.
3. Kita sudah dibohongi berkali-kali oleh iklan, sepertinya satu - satunya pesan yang kita percaya saat ini berasal dari orang biasa seperti saya dan anda.
4. Teknologi makin mempercepat (sampainya bahasa lisan)
Faktor- faktor yang Mempromosikan Komunikasi dari Mulut ke Mulut (Mowen, 2002: 181)
1. Kebutuhan Pengirim Informasi
a. Untuk membangkitkan keberanian dan prestise.
b. Untuk menghapus kesalahan akibat pembelian (pria / wanita).
c. Untuk menciptakan keterlibatan dengan masyarakat atau kelompok yang diinginkan.
2. Kebutuhan Penerima Informasi
a. Untuk mencari informasi dari beberapa sumber yang dapat dipercaya tentang produk yang ditawarkan.
b. Untuk menurunkan keinginan tentang kemungkinan risiko pembelian. 1. Risiko dapat berasal dari produk karena kompleksitas atau
harganya.
2. Risiko dapat berasal dari perhatian pembeli tentang apa yang akan dipikirkan oleh orang lain.
3. Risiko dapat berasal dari kekurangan kriteria obyektif di mana produk telah dievaluasi.
c. Untuk menghabiskan waktu dalam pencarian informasi.
2.1.4. Persepsi Kualitas
Persepsi (Setiadi, 2010: 87) merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, di mana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan.
Persepsi kita dibentuk oleh tiga pasang pengaruh (Setiadi, 2010: 88) yaitu:
1. Karakteristik dari stimuli
2. Hubungan stimuli dengan sekelilingnya 3. Kondisi – kondisi di dalam diri kita sendiri.
keseluruhan antara apa yang diterima dan dialami dibandingkan dengan yang diharapkan. Terdapat dua faktor utama yang dijadikan pedoman konsumen, yaitu : layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan.
Peter Drucker (Kotler, 2004: 166) melihat kualitas datangnya dari pelanggan yaitu: “Kualitas dalam jasa dan produk bukanlah apa yang Anda masukkan ke dalamnya. Tetapi apa yang diperoleh klien atau pelanggan Anda.” Raksasa elektronik Siemens memiliki moto kualitas sebagai berikut: “Kualitas adalah ketika para pelanggan kami kembali, dan produk - produk kami tidak.”
Jack Welsh dari GE (Kotler, 2004: 166) dengan pintarnya menyimpulkan betapa pentingnya kualitas itu : “ Kualitas adalah garansi terbaik yang kita miliki atas dukungan dari para pelanggan, pertahanan kita yang terkuat dari persaingan asing, dan jalan satu - satunya menuju pertumbuhan dan pendapatan yang berkesinambungan.”
Menurut Aaker dalam (Simamora, 2003: 281), persepsi kualitas (perceived quality) adalah kualitas suatu produk menurut pemikiran subyektif konsumen. Dalam persepsi kualitas terkandung keyakinan terhadap performa suatu merek.
pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda terhadap suatu produk atau jasa. Maka dapat dikatakan bahwa perceived quality berarti akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan.
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011: 97), perceived quality adalah merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.
Menurut Schiffman dan Kanuk (Nitisusastro, 2012: 66), persepsi digambarkan sebagai proses dimana individu seseorang menyeleksi, mengorganisasi dan menterjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti yang koheren dengan semua kejadian dunia. Dapat juga digambarkan dengan bagaimana kita melihat dunia sekitar kita.
2.1.5 Merek
Merek (Herman Kartajaya, 2009: 121) bisa berupa nama, simbol, tanda, desain, atau kombinasi semuanya yang dapat menggambarkan segala sesuatu baik berupa barang maupun jasa yang dapat ditawarkan kepada pelanggan baik berupa barang atau jasa. Merek harus memiliki nilai yang unik dan berbeda dari pesaing.
Merek (Herman Kartajaya, 2009: 121) adalah aset yang menciptakan
value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai
2.1.5.1 Iklan
Iklan (Brotoharsojo, 2005: 29) merupakan salah satu media promosi yang efektif dalam memasarkan berbagai produk kepada konsumen karena daya jangkaunya yang luas dan masif. Tujuannya adalah agar konsumen membeli produk yang diiklankan.
2.1.5.2 Brand Awareness
David Aaker (Sian Yet, 2011 : 74) mendefinisikan brand awareness sebagai kemampuan dari pelanggan potensial untuk mengenali dan mengingat suatu merek termasuk dalam kategori produk tertentu.
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011: 97), brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.
Brand awareness memberikan banyak value (Hermawan Kartajaya,
2009: 122), antara lain: memberikan tempat bagi asosiasi terhadap merek, memperkenalkan merek, merupakan sinyal bagi keberadaan, komitmen, dan substansi merek, dan membantu memilih sekelompok merek untuk dipertimbangkan dengan serius.
Brand awareness memiliki empat tingkatan yang masing - masing
memiliki klasifikasi berbeda. Empat tingkatan itu sendiri (Hermawan Kartajaya, 2009: 122) yaitu: unaware of brand, brand recognition, brand
recall, dan top of mind.
Kedua, brand recognition, pelanggan mampu mengidentifikasi merek yang disebutkan.
Ketiga, brand recall, pelanggan mampu mengingat merek tanpa diberikan stimulus.
Keempat, top of mind, pelanggan mengingat merek sebagai yang pertama kali muncul di pikiran saat berbicara mengenai kategori produk dari merek tersebut.
Aktivitas yang dapat dilakukan untuk meningkatkan brand awareness (Hermawan Kartajaya, 2009: 123) adalah membuat pesan yang singkat agar pelanggan cepat ingat tapi sulit melupakannya. Gunakan tagline yang pendek untuk mendukung jingle yang menarik. Kembangkan symbol yang memiliki keterkaitan erat dengan merek.
Brand awareness (Brotoharsojo, 2005: 36) dipahami sebagai
kemampuan pembeli dalam mengenal suatu merek secara cukup detil dalam suatu kategori tertentu sehingga memudahkannya membeli. Ini berarti tidak hanya mengingat merek, tetapi juga kemasan, slogan, keunggulan produk, dan sebagainya.
retention dimana terjadi perpindahan interpretasi dan persuasi ke dalam
ingatan jangka panjang. Sedangkan Kotler membaginya atas 6 tahap yakni
awareness (kesadaran), knowledge (pengetahuan), liking (rasa suka),
preference (preferensi), conviction (keyakinan), dan purchase (pembelian).
Dalam Tjiptono dan Diana (2000:42) brand awareness (kesadaran merek) merupakan sejauh mana suatu merek dikenal atau tinggal dalam benak konsumen. Kesadaran dapat diukur dengan berbagai cara, tergantung pada cara konsumen mengingat suatu merek, diantaranya: a. Pengenalan merek (brand recognition)
Pengenalan merek menggambarkan sejauh mana sebuah nama merek telah akrab dikenal berdasarkan eksposur masa lalu.
b. Ingatan merek (brand recall)
Ingatan merek mencerminkan nama - nama merek yang diingat oleh konsumen bila kelas / kategori produk tertentu disebutkan.
c. Top of mind brand
Adalah nama merek yang pertama kali diingat oleh konsumen bila kategori produk tertentu disebutkan. Misalnya untuk produk pasta gigi bila Pepsodent yang paling awal diingat oleh konsumen, maka merek Pepsodent disebut merek yang menduduki posisi ‘top of mind’ brand dalam kategori pasta gigi.
d. Merek dominan (dominant brand)
terjadi apabila sebagian besar pelanggan hanya dapat menyebutkan satu nama merek bila diminta menyebutkan nama - nama merek yang ia kenal dalam kelas produk tertentu.
Brand awareness diukur dengan dua cara yang lazim yakni brand
recognition test dan brand recall test. Brand recognition test yakni tes
dimana individu diminta untuk mengenali kembali item - item suatu produk yang telah dipelajari ketika item - item itu ditampilkan bersama produk sejenis lainnya yang tidak ditayangkan. Sedangkan brand recall
test yaitu suatu tes dimana individu diminta untuk mereproduksikan
kembali item - item dari suatu produk setelah ditayangkan sejumlah iklan. 2.1.6 Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan yang rumit (Setiadi, 2003: 413) sering melibatkan beberapa keputusan. Suatu keputusan (decision) melibatkan pilihan di antara dua atau lebih alternatif tindakan (atau perilaku). Keputusan selalu mensyaratkan pilihan di antara beberapa perilaku yang berbeda.
Dalam memudahkan pembelian (Johnson, 2004: 121) terdapat 3 langkah sebagai berikut :
Langkah pertama : Mempertimbangkan semua kebijakan.
Langkah kedua : Mengubah kebijakan dan prosedur yang berpengaruh bagi pembelian pelanggan.
Beberapa peran yang dilakukan oleh masing-masing orang dalam suatu keputusan pembelian (Angipora, 1999: 115) , yaitu:
1. Inisiator (Pemrakarsa) adalah orang yang pertama-tama memberikan
pendapat atau pikiran untuk membeli produk atau jasa tertentu.
2. Influencer (Pemberi Pengaruh) adalah orang yang pandangan /
nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
3. Decider (Pengambilan Keputusan) adalah orang yang sangat
menentukan sebagian atau keseluruhan pembelian ; apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan cara bagaimana membeli, atau dimana akan membeli.
4. Buyer (Pembeli) adalah orang yang akan melakukan pembelian nyata.
5. User (Pemakai) adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan
produk atau jasa.
Dalam tahap evaluasi (Kotler, 2000: 256), konsumen membentuk preferensi di antara merek - merek dalam kelompok pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk suatu maksud pembelian untuk membeli merek yang paling disukai. Namun demikian, dua faktor dapat mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian. Faktor yang pertama adalah sikap atau pendirian orang lain, yang kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi.
2.1.6.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemecahan Masalah
Dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai suatu pemecahan masalah (Setiadi, 2003: 415) kita mengasumsikan bahwa konsumen memiliki sasaran (konsekuensi yang diinginkan atau nilai dalam rantai arti - akhir) yang ingin dicapai atau dipuaskan. Seorang konsumen menganggap sesuatu adalah “masalah” karena konsekuensi yang diinginkannya belum dapat tercapai.
Pemecahan masalah konsumen sebenarnya (Setiadi, 2003: 416) adalah suatu aliran tindakan timbal balik yang berkesinambungan di antara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan perilaku.
2.1.6.2 Tahapan–tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Tahapan- tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian adalah: (Setiadi, 2003:16)
1. Pengenalan Masalah
2. Pencarian informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Adapun sumber - sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.
2) Sumber komersil : iklan, tenaga penjualan, penyalur kemasan dan pameran.
3) Sumber umum : media massa, organisasi konsumen.
4) Sumber pengalaman : pernah menangani, menguji, menggunakan produk.
3. Evaluasi Alternatif
Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional.
Konsumen mungkin mengembangkan seperangkat kepercayaan merek tentang dimana setiap merek berada pada ciri masing - masing. Kepercayaan merek menimbulkan citra merek.
4. Keputusan membeli
5. Perilaku sesudah pembelian
Setelah pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan - tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pasar.
6. Kepuasan sesudah pembelian
Apa yang menentukan konsumen akan merasa sangat puas, cukup puas, atau tidak puas atas suatu pembelian? Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari dekatnya antara harapan dari pembeli tentang produk dan kemampuan dari produk tersebut.
7. Tindakan - tindakan sesudah pembelian
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas akan berusaha mengurangi ketidakpuasannya.
8. Penggunaan dan pembuangan sesudah pembelian
Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian (Setiadi, 2003: 11) adalah:
1. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
2. Sub - Budaya
Sub - budaya dibedakan menjadi empat jenis: Kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
3. Kelas Sosial
Kelompok sosial merupakan kelompok - kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen (Sunyoto, 2013: 82), yaitu:
1. Konsumen individual
2. Lingkungan yang memengaruhi konsumen
Pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya, ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek produk, mungkin didasari oleh banyak pertimbangan.
3. Stimuli pemasaran atau strategi pemasaran
Dalam hal ini pemasar berusaha mempengaruhi konsumen dengan menggunakan stimuli - stimuli pemasaran seperti iklan dan sejenisnya agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan.
2.2 Peneliti Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu Nama
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Metode
Pangaribuan,
Produk Es Krim Magnum Classic Sumber: Sianipar (2012), Pangaribuan (2011), dan Siregar (2011) 2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Mowen dan Minor (2002: 180) Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication) mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau ide - ide antara dua konsumen atau lebih, yang tak satupun merupakan sumber pemasaran. Komunikasi dari mulut ke mulut diharapkan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku pembelian konsumen.
Menurut Durianto (2001: 97), perceived quality dapat didefenisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi kualitas akan berpengaruh dalam keputusan pembelian.
Persepsi kualitas diharapkan mampu mempengaruhi keputusan pembelian dalam hal bagaimana produk tersebut memiliki kualitas positif yang dirasakan oleh konsumen. Jika konsumen mempersepsikan produk tersebut adalah baik walaupun sebenarnya produk tersebut tidak, maka produk tersebut akan dianggap baik, hal ini yang mengakibatkan konsumen akan menentukan keputusan pembeliannya.
Kesadaran merek (brand awareness) (Durianto, 2001: 54) adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Suatu nama merek dapat dikenal dan diingat oleh konsumen disebabkan oleh beberapa hal seperti program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, dan eksistensi yang sudah lama dalam industri.
Pengambilan keputusan konsumen (Setiadi, 2003: 416) adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran. Dalam hal ini, konsumen membuat keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk dapat mencapai sasaran mereka, dan dengan dengan demikian dapat memecahkan masalahnya.
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Sumber : Mowen dan Minor (2002), Durianto (2001), dan Setiadi (2003) (diolah) 2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah peneliti kemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah: ”Terdapat Pengaruh Pemasaran dari mulut ke mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek yang Positif dan Signifikan Terhadap Keputusan Pembelian Pasta Gigi Merek Pepsodent Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara”.
Pemasaran dari mulut ke mulut (X1)
Persepsi Kualitas (X2) Keputusan Pembelian (Y)