• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Komplikasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Komplikasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

2.1.1 Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir

di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia.

Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat

penting sebagai media pengangkut Oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi

kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana

pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jatingan tubuh

(Gunawan, 2001). Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka.

Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik),

sementara angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi

(diastolik) (Ruhyanudin, 2007).

Tekanan Darah Sistolik (TDS) menunjukkan tekanan pada arteri bila

jantung berkontraksi (denyut jantung) atau tekanan maksimum dalam arteri pada

suatu saat. TDS dinyatakan oleh angka yang lebih besar jika dibaca pada alat

pengukur tekanan darah. TDS normal 90 – 120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik (TDD) menunjukkan tekanan darah dalam arteri bila jantung berada dalam

keadaan relaksasi di antara dua denyutan. TDD dinyatakan dalam angka yang

lebih kecil jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDD normal 60 -80

mmHg. Tingginya TDS berhubungan dengan curah jantung, sedangkan TDD

(2)

Tekanan darah memiliki berbagai macam variasi tergantung pada keadaan,

akan meningkat sesuai dengan aktivitas fisik, emosi, dan stres,dan akan turun

selama tidur (Gray dkk., 2002). Stres, baik fisik maupun emosional, menyebabkan

kenaikan sementara pada tekanan darah (Marvyn, 1995).Tekanan darah dalam

satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada

saat tidur malam hari (Ruhyanudin, 2007).

Tekanan darah biasanya diukur secara tidak langsung menggunakan

sfigmomanometer raksa dan metode dengar bunyi atau metode aukultasi.

Beberapa piranti pengukur tekanan darah menggunakan aneroid sebagai pengganti

manometer raksa dan sebaikya harus selalu di kalibrasi dan dicek secara teratur.

Alat pengukur tekanan darah ini sering disebut tensi meter, dan penggunaannya

biasanya menggunakan alat bantu dengar yakni stetoskop (Laporan Komisi Pakar

WHO, 2001). Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali setiap

kesempatan dalam jarak waktu yang cukup lama yaitu 5-10 menit, dengan tidak

ada perbedaan hasil pada kedua lengan. Jika terdapat perbedaan, lengan yang

mempunyai angka yang lebih tinggi digunakan sebagai patokan untuk pengukuran

berikutnya (Gray dkk., 2002).

2.1.2 Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam

pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode (Udjianti,

2010). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,

(3)

keparahannya (Ruhyanudin, 2007). Hipertensi merupakan penyakit dari masa

dewasa tengah termasuk diatas 60 juta orang, diperkirakan bahwa 1 dari 6

individu mempunyai tekanan darah tinggi. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

Depkes, 1996)

Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal

adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥165/95 mmHg dinyatakan

sebagai hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut

borderline hypertension (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak

membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti,2010).

Batasan hipertensi dengan memperhatikan perbedaan usia dan jenis

kelamin menurut Udjianti (2010) yang mengutip pendapat Kaplan adalah sebagai

berikut :

a. Laki-laki, usia ≤ 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 130/90 mmHg,

b. Laki-laki, usia > 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 145/95 mmHg,

c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg. Hipertensi umumnya berkembang dengan lambat. Pada kebanyakan kasus

dimulai dengan tekanan darah normal yang berkembang menjadi prahipertensi

lalu akhirnya menuju hipertensi. Jika dibiarkan tidak diobati, hipertensi dapat

merusak banyak organ dan jaringan tubuh, Semakin tinggi tahap hipertensinya

dan semakin lama dibiarkan tak terkontrol, risiko cedera serangan akan makin

(4)

berlanjut ke suatu organ target tertentu seperti stroke (untuk otak), penyakit

jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan

(untuk otot jantung) (Bustan, 2007).

Klasifikasi derajat tekanan darah menurut Joint National Commite (JNC

VII) on Detection Evaluation mc and Treatment of Hight Blood Preasure tahun

2003 adalah:

a. Tekanan darah normal 120-130 mmHg TDS dan 80-89 mmHg TDD

b. Hipertensi derajat I adalah 140-159 mmHg TDS dan 90-99 mmHg TDD

c. Hipertensi derajat II adalah >160 mmHg TDS dan >100 mmHg TDD

Sementara itu, ESH (Europian Society of Hypertension) dan ESC

(Europian Society of Cardiology) tahun 2013 juga memakai batasan sebagai

berikut untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit hipertensi berdasarkan TDS

dan TDD (Mancia dkk., 2013):

Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal 120-129 80-84

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109

Hipertensi Derajat 3 >180 ≥110

Hipertensi Terisolir ≥ 140 <90

(5)

atau petugas kesehatan menjadi waspada akan risiko ini dan dapat melakukan

tindakan pencegahan (Siti dkk., 2008).

WHO menggunakan tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang

dipakai dalam kriteria diagnosis dan klasifikasi. Tekanan darah manusia meliputi

tekanan darah sistolik tekanan darah waktu jantung menguncup dan tekanan darah

diastolik yakni tekanan darah waktu jantung istirahat. (Shadine, 2010)

Pentingnya perhatian terhadap diastolik dalam manajemen hipertensi

berkaitan dengan lebih tinginya prevalensi hipertensi diastolik dibandingkan

dengan prevalensi sistolik sehingga diastolik sangat penting dalam menegakan

diagnosis hipertensi. Diastolik dapat digunakan dalam pengukuran keberhasilan

pengobatan hipertensi dan menjadi pegangan dalam melakukan prognosis serta

pedoman dalam evaluasi atau pengontrolan pengobatan. (Shadine, 2010)

2.2 Klasifikasi Hipertensi

2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi Primer atau Esensial adalah persisten tekanan arteri yang

dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa

penyebab sekunder yang jelas (Sobel, 1996). Hipertensi esensial merupakan tipe

paling umum dan termasuk 35%-95% dari individu dengan penyakit ini. Tidak

ada penyebab yang mengidentifikasi hipertensi dan onsetnya tidak tampak dan

perlahan-lahan, perkembangan meningkat tinggi pada tekanan darah dalam

periode bertahun-tahun (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes, 1996).

(6)

kemungkinannya merupakan akibat dari interaksi antara faktor lingkungan dan

genetik. Prevalensi hipertensi esensial meningkat seiring usia, dan orang dengan

tekanan darah yang relatif tinggi ketika muda berisiko lebih tinggi mengalami

hipertensi di kemudian hari.

Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari

etiologinya (Gray, dkk., 2002). Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung

meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan

aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal

sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi.

Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk

mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Peninggian tekanan darah

tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer. Bergantung pada

tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang

hipertensi primer berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (E J,

Kapojos, 2001).

b. Hipertensi Sekunder atau non Esensial

Disebut hipertensi sekunder karena hal ini disebabkan oleh penyakit atau

kelainan lain. Hipertensi sekunder biasanya terjadi lebih cepat dan menyebabkan

kenaikan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan hipertensi esnsial atau

primer, yang berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun.

(7)

kadang-tekanan darah akan menurun. Bahkan pada orang tertentu akan menjadi normal

kembali (Sheps, 2005). Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya

adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal

atau pemakain obat tertentu (misalnya pemakaian pil KB) (Depkes, 2014).

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder (Ruhyanudin, 2007):

1. Penyakit Ginjal (seperti: Stenosis arteri renalis, Pielonefritis,

Glomerulonefritis, Tumor-tumor ginjal, Penyakit ginjal polikista, Trauma

pada ginjal/luka yang mengenai ginjal, Terapi penyinaran yang mengenai

ginjal)

2. Kelainan Hormonal (seperti: Hiperaldosteronisme, Sindroma Cushing,

Feokromostioma)

3. Obat-obatan (seperti: Pil KB, Kortikosteroid, Siklosporin, Eritropoiten,

Kokain, Penyalahgunaan alkohol, Kayu manis yang dikonsumsi dalam

jumlah sangat besar)

4. Penyebab lainnya (seperti: Koartasio aorta, Preeklamsi pada kehamilan,

Porfiria intermiten akut, Keracunan timbal akut)

2.3 Gejala Klinis Hipertensi

Hipertensi disebut juga the silent killer, sebab sering tanpa dibarengi

tanda atau gejala yang memberi peringatan akan adanya masalah. tanpa dibarengi

adanya masalah (Sheps, 2005). Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak

menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi

(8)

dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan

dan kelelahan (Ruhyanundin, 2007).

Jika penyakit hipertensi tidak ditangani dengan segera akan berlanjut

menjadi hipertensi berat dan dapat menimbulkan gejala seperti sakit kepala/pusing

(dibagian belakang kepala terutama pada pagi hari), jantung berdebar-debar,

mudah marah, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat,

dunia terasa berputar (vertigo), penglihatan kabur/mata berkunang-kunang,

mimisan, rasa berat ditengkuk, sering buang air kecil terutama pada malam hari

dan telinga berdengung (tinnitus) (Kaplan dkk., 1991).

Hipertensi berat yang tidak ditangani segera dapat mengakibatkan

komplikasi dengan meningkatkan kerusakan pembuluh darah yang meliputi arteri

kecil (tahanan) dan arteriol serta arteri besar (saluran). Semua lesi ini bisa

mengakibatkan morbiditas jantung, ginjal dan pembuluh darah otak serta

kematian, (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001) Gejala lain akibat komplikasi

hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan

gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering di jumpai. Gagal jantung dan

gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang umumnya

disertai pula dengan gangguan pada ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan

cerebral akibat hipertensi dapat merupakan kejang atau gejala-gejala akibat

pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan

(9)

2.4 Epidemiologi Hipertensi

2.4.1 Berdasarkan Orang

Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta

orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan

26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi

29,2% di tahun 2025 (InaSh, 2007). Di Amerika Serikat, hipertensi dijumpai pada

15% golongan kulit putih dewasa dan 25-30% golongan kulit hitam. Golongan

kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi di bandingkan dengan yang berkulit

putih dikarenakan pada kulit hitam mengkonsumsi garam lebih tinggi, makan

makanan yang berlebihan sehingga terjadi kegemukan, mengkonsumsi alkohol

serta stress yang berlebihan dikarenakan ketidaknyamanan golongan kulit hitam

ini bergabung dan sering disepelekan oleh lingkungannya sehingga terjadi

ketegangan jiwa. Di Amerika serikat dan beberapa negara maju lainnya hipertensi

terjadi pada satu dari empat orang dewasa diatas umur 18 tahun dan satu dari dua

orang diatas 50 tahun. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan laki-laki,

ternyata tidak ada perbedaan yang nyata kejadian hipertensi antara perempuan dan

laki-laki (Sianipar, 2014).

Saat ini terdapat kecenderungan yang mengkhawatirkan. Beberapa puluh

tahun lalu, hipertensi dan berbagai komplikasi beratnya dikenal sebagai penyakit

yang hanya menyerang orang-orang tua (usia 50 tahun ke atas). Tetapi dalam

beberapa tahun terakhir ini, banyak dijumpai kasus kematian mendadak,

kelumpuhan, atau stroke yang menyerang orang-orang berusia muda (di bawah 50

(10)

Secara umum prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa

berumur lebih dari 50 tahun adalah antara 15%-20%. (InaSh, 2007). Survei faktor

risiko penyakit kardiovasculer oleh WHO di Jakarta menunjukkan di Indonesia

prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin dengan tekanan darah 160/90

mmHg pada pria tahun 1988 sebesar 13,6%, tahun 1993 sebesar 16,5% dn pada

tahun 2000 sebesar 12,1%. Sedangkan pada wanita prevalensi tahun 1988

mencapai 16%, tahun 1993 sebesar 17% dan tahun 2000 sebesar 12,2% (Tripena,

2011).

2.4.2 Berdasarkan Tempat

Prevalensi hipertensi berbeda-beda pada setiap daerah tergantung pada

pola kehidupan masyarakatnya itu sendiri. Saat ini terdapat adanya kecenderungan

bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan

masyarakat perdesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup

masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko penyakit hipertensi seperti

stress yang berlebihan, obesitas (kegemukan dikarenakan makan yang tidak

terkendali), kurangnya olah raga dikarenakan tidak adanya waktu atau kesempatan

yang digunakan hanya untuk bekerja, merokok, alkohol dan makan makanan yang

mengandung tinggi kadar lemaknya (Kaplan, 1991).

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyebutkan provinsi dengan

angka prevalensi paling tinggi ditempati provinsi Bangka Belitung dengan angka

prevalensi 30,9 % dan terendah di Papua 16,8% terdapat pada usia >18 tahun.

(11)

tertinggi ada di Natuna 53,3% dan paling rendah terletak di Jaya Wijaya 6,8%.

(Kemenkes RI, 2007).

2.4.3 Berdasarkan Waktu

Prevalensi penyakit hipertensi cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2000, hampir satu miliar orang atau kira kira 26% dari populasi

dewasa dunia mengalami hipertensi. Ini biasa terjadi baik di negara maju (333

juta) maupun di negara berkembang (639 juta). Per tahun 2006 hipertensi

menyerang 76 juta orang dewasa di Amerika Serikat (34% dari populasi) dan

kasus terbanyak terjadi pada orang dewasa ras Afrika-Amerika yakni sebesar 44%

(Napitupulu, 2014). Sementara itu, di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita

hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004 (Rahajeng, E

dkk.,2009).

2.5 Komplikasi

Hipertensi harus dikendalikan sebab semakin lama tekanan yang

berlebihan pada dinding arteri dapat merusak banyak organ vital dalam tubuh.

Tempat-tempat utama yang paling dipengaruhi hipertensi adalah pembuluh arteri,

jantung, otak, ginjal, dan mata. Beberapa komplikasi yang dijelaskan dibawah ini

kadang-kadang memerlukan penangan segera (Sheps,2005).

(12)

a. Jantung

Penyakit jantung adalah kausa tersering kematian pada pasien hipertensi.

Penyakit jantung hipertensi terjadi karena adaptasi struktural dan fungsional yang

menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, Gagal Jantung Kronik,

kelainan aliran darah karena penyakit aterosklerotik arteri koronia dan penyakit

mikrovaskular, serta aritmia jantung. Baik faktor genetik maupun haemodinamik

ikut berperan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Orang dengan hipertrofi

ventrikel kiri berisiko mengalami ,stroke, Gagal Jantung Kronik, dan kematian

mendadak (Kotchen, 2010).

Peningkatan gejala penyakit jantung pada tekanan diastolik yang rendah

mungkin disebabkan karena rendahnya tekanan perfusi koroner, yang dengan

miokard yang menebal disertai resistensi arteriol yang meninggi akibat proses

hipertensi, menyebabkan iskemia jantung terutama pada malam hari ketika

tekanan darah biasanya paling rendah (Gray dkk, 2002).

b. Ginjal

Kira-kira seperlima dari darah yang dipompa jantung akan melewati

ginjal. Ginjal mengatur keseimbangan mineral, derajat asam dan air dalam darah.

Ginjal juga menghasilkan zat-zat kimia yang mengontrol ukuran pembuluh darah

dan fungsinya, akan tetapi hipertensi dapat mempengaruhi proses yang rumit ini.

Jika pembuluh darah dalam ginjal mengalami aterosklerosis karena tekanan darah

yang terlalu tinggi, maka aliran darah ke nefron akan menurun sehingga ginjal

(13)

produk sisa akan menumpuk dari dalam darah, ginjal akan mengecil dan berhenti

fungsi (Sheps, 2005).

Jika kedua ginjal tidak berfungsi lagi, maka bisa diperlukan dialisis ginjal

(cuci darah) atau pencangkokan ginjal. Pencucian darah proses pembuangan

produk sisa dari dalam darah melalui mesin filter di luar tubuh. Sebagian fungsi

ginjal adalah membantu mengontrol tekanan darah dengan mengatur jumlah

natrium dan air dalam darah. Karena itu kerusakan ginjal dapat memperparah

hipertensi (Sheps, 2005).

Pada hipertensi hebat yang dipercepat, gagal ginjal akut sering terjadi dan

merupakan penyebab utama kematian jika hipertensi tidak diterapi dengan tepat.

Kejadian demikian merupakan suatu kedaruratan medis (Gray dkk, 2002).

Kelompok yang paling rentan terkena kerusakan ginjal akibat hipertensi adalah

orang berusia lanjut, penyandang obesitas, orang berkulit hitam, dan mereka yang

berasal dari subbenua India, terutama penyandang diabetes (O’Callaghan, 2006).

c. Otak

Hipertensi secara signifikan meningkatkan kemungkinan terserang stroke.

Penelitian yang dilakukan selama 35 tahun dalam Framingham Heart Study

menunjukan bahwa 56% stroke pada pria dan 66% stroke pada wanita

berhubungan langsung dengan hipertensi. Stroke, disebut juga dengan serangan

otak, merupakan sejenis cedera otak yang disebabkan tersumbatnya atau pecahnya

pembuluh darah dalam otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu (Sheps,

(14)

Sekitar 85% stroke disebabkan oleh infark dan sisanya disebabkan oleh

perdarahan, baik perdarahan intraserebral maupun perdarahan subaraknoid. Pada

orang berusia >65 tahun, insiden stroke meningkat progresif seiring dengan

peningkatan darah, terutama tekanan darah sistolik (Kotchen, 2010). Stroke dan

serangan iskemik transien lebih sering ditemukan pada penderita hipertensi.

Selama stroke, tekanan darah akan meningkat secara akut dan perlu kehati-hatian

untuk menurunkannya terlalu cepat atau mendadak. Resistensi vaskular serebral

akan meningkat karena efek hipertensi jangka panjang, juga kemungkinan efek

akut edema serebral, dan reduksi berlebihan tekanan perfusi arteri serebral dapat

meningkatkan iskemia serebral (Gray dkk, 2002).

2.6 Faktor Risiko Hipertensi

2.6.1 Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko

terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih

besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu

sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan

elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia,

kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan

enam puluhan (Sugiharto, 2007).

(15)

berusia 55 tahun dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg, mempunyai risiko

masalah vaskular dalam 10 tahun mendatang sekitar 14% (Gray dkk, 2002).

Risiko wanita meningkat setelah mengalami masa menopause (Laporan Komisi

Pakar WHO, 2001).

Baik pria maupun wanita hidup lebih lama dan 50% dari mereka yang

berusia diatas 60 tahun akan menderita hipertensi sistolik terisolasi (TD sistolik

160 mmHg dan diastolik 90 mmHg). Karena risiko kardiovaskular meningkat

sesuai usia maka pasien usia lanjut dengan tekanan darah seperti ini akan lebih

memerlukan terapi daripada pasien usia lebih muda (Gray dkk, 2002).

b. Jenis Kelamin

Pada usia dini tidak dapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan

darah laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, laki-laki

cenderung menunjukan arah rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas

terlihat pada orang dewasa muda dan orang setengah baya. Pada usia tua,

perbedaan itu menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik. Perubahan pada

masa tua antara lain dapat dijelaskan dengan tingkat kematian awal yang lebih

tinggi pada pria setengah baya pengidap hipertensi, sementara perubahan

pasca-menopause pada wanita dapat pula berpengaruh. Banyak penelitian sedang

dilakukan untuk mengevaluasi apakah penambahan estrogen dapat melindungi

terhadap kenaikan-relatif tekanan darah pada masa tua seorang wanita (Laporan

Komisi Pakar WHO, 2001).

Di antara penduduk AS yang berumur 18 tahun ke atas, 34% pria dan 31%

(16)

21% wanita berkulit putih yang mengidap hipertensi. Sedangkan pada orang

Hispanik terdapat 23% dan 22% wanita. Pada keturunan Asia dan suku-suku di

kepulauan Pasifik ditemukan hanya 10% pria dan 8% wanita. Sedangkan di antara

orang Indian Amerika, kira-kira 27% pria dan 27% wanitanya menderita

hipertensi (Sheps, 2005).

c. Riwayat Keluarga

Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih

sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi

(faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada

hipertensi primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki hipertensi dan

penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.

(Sugiharto, 2007) Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit

keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang

hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang

tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut

60% (Sheps, 2005).

d. Genetika

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot

(17)

alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan

hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda

dan gejala (Sugiharto, 2007).

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih

banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan lebih besar

tingkat morbiditas maupun mortalitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan

hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat

kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat

poligenik. (Gray dkk, 2002)

e. Suku

Berdasarkan hasil-hasil National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES), Amerika Serikat memiliki prevalensi 28,7% pada orang dewasa atau

sekitar 58,4 juta orang yang mengidap hipertensi. Prevalensi hipertensi adalah

33,5% pada orang berkulit hitam non Spanyol, 28,9% pada orang berkuit putih

non-Spanyol, dan 20,7% pada orang Amerika Meksiko (Kotchen, 2010). Kira-kira

23% penduduk AS yang berkulit putih berusia 18-74 tahun mempunyai hipertensi.

Pada orang berkulit hitam jumlahnya 33%, orang Indian 21%, orang Hispanik

18% dan pada keturunan Asia dan kepulauan Pasifik jumlahnya menurun menjadi

16% (Sheps, 2005). Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi

kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian

Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat

(18)

Budi Darmojo (2001) dalam tulisannya Mengamati Perjalanan

Epidemiologi Hipertensi di Indonesia, melaporkan prevalensi hipertensi pada

penduduk 20 tahun ke atas di berbagai daerah mempunyai angka berkisar 5-15%,

prevalensi terendah terdapat pada suku Lembah Bileam Jaya sedangkan yang

tertinggi terdapat ada suku Jawa 11,4%. (Darmojo, 2001)

f. Status sosioekonomi

Dinegara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan

ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukan bahwa tekanan darah dan

prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi

rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan,

penghasilan dan pekerjaan. Akan tetapi dalam masyarakat yang berada dalam

masa peralihan dan pra-peralihan dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi

ternyata terdapat pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali

menggambarkan tahap awal epidemi penyakit kardiovaskuler. Pengalaman pada

sebagian besar masyarakat telah menunjukan bahwa peningkatan epidemi

berpengaruh pada pembalikan golongan sosial ini (Laporan Komisi Pakar WHO,

2001).

2.6.2 Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

a. Obesitas

Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Makin besar

massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan

(19)

Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan

darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal

relatif sebesar 10 % mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh

karena itu, penurunan berat badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang

yang obes bisa dijadikan langkah positif untuk mencegah terjadinya hipertensi

(Khomsan, 2003; Sheps, 2005). Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT)

berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.

Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita

hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih (Nurkhalida,

2003).

Pengamatan WHO tahun 1996, menunjukan bahwa kenaikan TDS 2-3

mmHg dan TDD 1-3 mmHg utuk setiap kenaikan 10 kg bobot tubuh. Bagi

seseorang yang memiliki lemak bertumpuk pada daerah sekitar pinggang dan

perut (bentuk buah apel) lebih mungkin terkena tekanan darah tinggi bila

dibandingkan mereka yang memiliki kelebihan lemak dipaha dan pinggul. Indeks

massa tubuh digunakan untuk mengukur kadar kegemukan kombinasi atau

perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Dimana dikatakan kurus bila

IMT kurang dari 20, berat badan sehat bila IMT 20-25, kawasan peringatan bila

(20)

b. Konsumsi Garam

Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik

yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi

natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau

bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan

kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi (Sheps, 2005). Menurut

Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan

hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan

tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah (Hull, 1993).

Menurut Laporan Komisi Pakar WHO, diet garam dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah dan prevalensi hipertensi. Efek ini diperkuat dengan

diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 gr) perhari

menjadi 80-100 mmol (4,7-5,8 perhari) menurunkan tekanan darah sistolik 4-5

mmHg (Laporan Komisi Pakar WHO,2001).

c. Kebiasaan Merokok

Walaupun merokok bukan sebagai penyebab utama naiknya tekanan

darah, tidak perlu diragukan bahwa bobot bukti klinis dan laboratorium

menentang kebiasaan itu karena merupakan satu faktor penyokong bagi timbulnya

hipertensi (Marvyn, 1995). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon

monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses

(21)

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan

darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,

nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan

diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai

otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal

untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan

yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik

maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada

ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek

nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan

perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi

sepanjang hari. (Sheps, 2005).

d. Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak

memiliki tekanan yang lebihin tinggi dari pada individu yang tidak minum atau

minum sedikit (Hull, 1993) Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei

menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol

(Khomsan, 2003). Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih

belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume

sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan

(22)

Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar

5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman

berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.

Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui

dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang,

minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ

lain (Bustan, 2007;Sheps, 2005).

e. Olahraga

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita kelebihan berat

badan (Sheps, 2005). Dengan berolahraga secara teratur dapat memperlancar

peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan juga dapat

mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (Dalimartha,

2008).

Latihan fisik aerobik sedang secara teratur (jalan atau renang selama 30-45

menit 3-4 kali seminggu) lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan

dengan olahtaga berat seperti lari. Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat

meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari bagi yang berisiko terkena

hipertensi (Joewono, 2003).

f. Stress

Sejumlah penyebab dan akibat tekanan darah tinggi mungkin berhubungan

dengan stress. Bentuk stress bisa berupa situasi yang mengancam hidup, masalah

(23)

Kelenjar seperti tiroid dan adrenalin bereaksi dengan meningkatkan pengeluaran

hormon aktif mereka. Kebutuhan otak akan darah juga meningkat. Jantung

bereaksi atas tuntutan yang meningkat terhadap darah dari otak dan otot dengan

menyediakannya secara lebih cepat. Bentuk stres yang membuat tekanan darah

naik selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun akhirnya mengakibatkan suatu

komplikasi yang harus diobati (Marvyn, 1995).

2.7 Upaya Pencegahan Hipertensi

2.7.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan hipertensi secara primordial adalah upaya pencegahan

munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya

faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi

pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi mendapat

dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor lainnya, misalnya

menciptakan kondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu

kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu bersikap positif terhadap

bukan perokok, merubah pola konsumsi masyarakat yang sering mengonsumsi

makanan cepat saji (Sianipar, 2014).

2.7.2 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan awal sebelum seseorang

terkena penyakit hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko

hipertensi terutama kepada kelompok yang berisiko tinggi (Bustan,2007). Adapun

(24)

a. Mengontrol pola makan

Faktor risiko dapat dihindari dengan cara menjauhi makan makanan

berlemak dan mengandung banyak garam. American Heart Association

menyarakan konsumsi garam sebanyak satu sendok teh per hari. Sementara

kebutuhan lemak sangat kecil, disarankan kurang dari 30% dari konsumsi kalori

setiap hari. Lemak tersebut dibutuhkan untuk menjaga organ tubuh tetap berkerja

dan berfungsi dengan baik (Dalimartha, 2008).

b. Tingkatkan konsumsi potasium dan magnesium

Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu

faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan

sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut (Dalimartha, 2008). Buah-buahan dan

sayuran mengandung serat, zat-zat gizi, bebas lemak dan rendah kalori. Juga

fitokimia yaitu zat-zat yang membantu mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler

serta beberapa jenis kanker. Menggantikan makanan berlemak dan berkalori

tinggi dengan sayuran dan buah-buahan adalah salah satu cara mudah untuk

memperbaiki pola makan tanpa mengurangi jumlah yang dimakan (Sheps, 2005).

c. Makan makanan jenis padi-padian

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal Clinical

Nutrition ditemukan bahwa pria yang mengonsumsi sedikitnya satu porsi sereal

dan jenis padi-padian per hari mempunyai kemungkinan yang sangat kecil

(0-20%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin banyak konsumsi padi-padian,

(25)

salah satu langkah penting menurunkan tekanan darah dan menghindari

komplikasi akibat dari hipertensi (Dalimartha,2008)

d. Tingkatkan aktivitas fisik

Aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah sebab

membuat jantung lebih kuat. Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan

tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Setelah beraktivitas tekanan darah kita

untuk sementara akan menjadi rendah.

Latihan aerobik merupakan aktivitas fisik yang paling efektif untuk

mengendalikan tekanan darah. Suatu aktivitas fisik disebut aerobik jika

menyebabkan peningkatan kemampuan jantung, paru-paru dan otot, yang berarti

pula peningkatan kebutuhan akan oksigen. Beberapa contoh bentuk aerobik yang

lazim dilakukan antara lain joging, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang

(Dalimartha, 2008).

e. Sertakan bantuan dari kelompok pendukung

Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup

sehat. Dukungan dan partisipasi orang lain membuat lebih mudah dan lebih asyik

bagi setiap orang. Penelitian menunjukan dukungan kelompok terbukti berhasil

dalam mengubha gaya hidup untuk mencegah hipertensi (Dalimartha, 2008).

f. Berhenti merokok dan hindari konsumsi alkohol berlebih

Dengan berhenti merokok, tekanan darah sebenarnya hanya akan turun

beberapa poin saja. Namun berhenti merokok tetaplah penting bagi kesehatan.

Alasannya adalah dapat meningkatkan efektifitas obat dan mengurangi risiko

(26)

Fakta menunjukkan, mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan

tekanan. Peminum berat yang mengubah kebiasaanya menjadi peminum sedang

dapat mengalami penurunan tekanan sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan

diastolik sebesar 3 mmHg. Penurunan tekanan darah lebih banyak lagi yaitu

sebesar kira-kira 10 mmHg untuk tekanan sistolik dan 7 mmHg untuk tekanan

diastolik dapat dicapai bila pengurangan penggunaan alkohol dikombinasikan

dengan makanan yang bergizi (Sheps, 2005).

2.7.3 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan kepada individu yang memiliki risiko

untuk terjadinya hipertensi. Pencegahan sekunder dilakukan dengan pemeriksaan

dini untuk mendeteksi adanya hipertensi dan melakukan terapi bukan obat dan

terapi obat. Terapi bukan obat dilakukan dengan pengurangan berat badan pasien

hipertensi agar lemak yang didalam tubuh tidak menghambat peredaran darah

karena adanya penyempitan pada pembuluh darah. Sedangkan terapi obat

dilakukan untuk mencegah terjadinya proses penyakit yang lebih lanjut dan

komplikasi (Sobel, 1996).

Pemeriksaan yang lebih teliti perlu ditingkatkan pada organ target untuk

menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah

jantung, pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu

menegakan diagnosa komplikasi akibat hipertensi (Kaplan, 1991).

Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan data anamnese, pemeriksaan

(27)

walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi esensial. Apabila

riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi

esensial lebih besar (Kaplan dkk., 1991). Beberapa pasien akan memerlukan

pemeriksaan penunjang yang lebih kompleks dan dirujuk ke spesialis, contohnya

pasien dengan hipertensi maligna, pasien dengan dugaan hipertensi sekunder,

pasien dengan masalah terapi atau kegagalannya, dan pasien dengan keadaan

khusus (misalnya kehamilan) (Gray dkk, 2002).

Pada wanita keterangan mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat

persalinan, penggunaan pil kontrasepsi, diperlukan dalam anamnesis. Selain itu

data mengenai penyakit penyerta yang timbul bersamaan seperti diabetes melitus,

gangguan hyperthyroid, rematik, gangguan ginjal serta faktor risiko terjadinya

hipertensi seperti rokok, alkohol, stress dan data obesitas perlu diberitahukan

kepada dokter yang memeriksa (Riyadina, 2002; Kaplan dkk, 1991).

Pemeriksaan yang lebih teliti perlu dilakukan pada organ target untuk

menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah

jantung, pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu

menegakkan diagnosis komplikasi akibat hipertensi. Pemeriksaan fisik lain secara

rutin perlu dilakukan untuk mendapatkan tanda kelainan lain yang mungkin ada

hubungan dengan hipertensi (Riyadina, 2002; Kaplan dkk, 1991).

Pencegahan bagi yang terancam dan menderita hipertensi adalah dengan

(28)

a. Pemeriksaan berkala :

- Pengukuran tekanan darah secara berkala dilakukan tim medis untuk

mengetahui apakah menderita hipertensi atau tidak

- Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tidak

menggunakan obat anti hipertensi

b. Pengobatan/perawatan

- Pengobatan segera dilakukan supaya penderita hipertensi dapat segera

dikendalikan penyakit hipertensinya

- Menghindari komplikasi dengan menjaga agar tidak terjadinya

hiperkolesterolemia, diabetes melitus dan lain lain

- Menstabilkan tekanan darah agar penderita hipertensi kualitas hidupnya

tidak menurun sehingga mampu beraktivitas dengan baik

- Memperkecil efek samping pengobatan supaya tidak timbul penyakit

lainnya

- Mengobati penyakit pendamping seperti : penyakit diabetes melitus dan

(29)

2.7.4 Pencegahan Tersier

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan tersier menurut Sobel (1996)

adalah :

a. Menurunkan tekanan darah ketingkat normal

b. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan

kerusakan pada jaringan tubuh

c. Memulihkan kerusakan organ dengan obat anti hipertensi

d. Mengontrol tekanan darah sehingga tidak menimbulkan komplikasi

penyakit seperti stroke, penyakit jantung koroner

e. Melakukan penanganan cepat dan tepat, menghindari kecacatan dan

(30)

2.8 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep pada penelitian tentang Karakteristik Penderita

Hipertensi dengan Komplikasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli

Serdang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 adalah sebagai berikut.

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI DENGAN KOMPLIKASI

1. Sosiodemografi

Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan Tempat Tinggal

2. Derajat Hipertensi 3. Keluhan Utama 4. Jenis Komplikasi 5. Lama Rawatan 6. Sumber Biaya

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kepada masyarakat dan Penyedia Barang/Jasa yang akan mengajukan pengaduan dan sanggahan kami tungguselambat-lambatnya3 (tiga) hari kerja setelah pengumuman ini diterbitkan. Denpasar,

21/CV.BJ/IV/2015; Tanggal 23 April 2015 untuk Paket Pekerjaan Jasa Konstruksi Pembangunan Shelter Kantor SAR Mataram berdasarkan Hasil Evaluasi POKJA ULP Kantor SAR

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Dokumen pengadaan, dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada

[r]

[r]

Apabila Bapak/Ibu tidak hadir atau tidak dapat menunjukan dokumen yang dimaksud sampai batasan waktu tersebut diatas, maka perusahaan Bapak/Ibu dianggap mengundurkan diri

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran,