BAB II
MASA KECIL, PENDIDIKAN, DAN KEHIDUPAN RUMAH TANGGA
MOHAMMAD SAID
2.1 Masa Kecil dan Pendidikan Mohammad Said
Melihat Foto Mohammad Said di beberapa cetakan buku baik yang dituliskan oleh Mohammad Said maupun buku yang menuliskan tentang beliau, kita dapat melihat sosok yang yang berpakaian necis. Menggunakan peci yang bergaya unik dan memakai jas yang rapi adalah hal yang menjadi ciri khas dari seorang Mohammad Said dan hal ini menonjolkan kegagahan dari seorang Mohammad Said.
Mohammad Said lahir di kota kecil bernama Labuhan Bilik pada tanggal 17 agustus 1905. Masa Kecil beliau hampir sepenuhnya dihabiskan di sebuah daerah yang sering disebut sebagai Sumatera Timur (Opsskust Van Sumatra atau Sumatra’s Ooskust) tepatnya di sebuah kota kecil yang bernama Labuhan Bilik yang saat itu menjadi onderafdeling Labuhan Batu.
Sumatera Timur pada 1823 mencatat beberapa komoditas ekspor dari Labuhan Bilik diantaranya padi, rotan, budak, lilin, dan kayu celup9.
Orang tua beliau adalah seorang pedagang keliling yang mendatangi rumah-rumah, kampung-kampung dan pasar-pasar untuk menjajakan dagangangya seperti kain, batik, pelekat dan cita. Orang tuanya bernama Mohammad Hasan tetapi orang-orang memangilnya dengan nama haji Hasan. Beliau adalah anak ke empat dari tujuh orang bersaudara. Beliau memulai pendidikanya di tahun 1911 diwaktu masih berumur enam tahun. Pada masa itu usia enam tahun dipandang cukup cepat masuk sekolah dan karena sulitnya untuk mendapat sekolah pada waktu itu. Beliau memulai sekolahnya disekolah rendah yang sekarang setara dengan sekolah dasar dan menamatkan sekolah rendahnya selama tujuh tahun sebab beliau menghabiskan dua tahun di tingkat pertama, karena ukuran tubuhnya yang kecil.
Sejak dari bangku sekolah rendah ia sudah merasa tertarik kepada dunia tulis menulis. Sewaktu beliau sekolah orang tuanya biasanya menyuruhnya untuk membacakan surat kabar untuknya. Hal ini dilakukan Untuk mengetahui apakah beliau betul-betul sudah mampu membaca. Selain membacakan koran, ayahnya juga menyuruh beliau berlanggangan surat kabar Andalas yang terbit di Medan. Dengan selalu membaca berita-berita kiriman orang luar yang dimuat dalam surat kabar maka dia pun tertarik untuk mengirim. Mula-mula yang pendek dan tidak berarti. Ketika
9 John Anderson, Mission On the Cost East Of Sumatera In 1823, New York : Oxford
yang pertama kali telah dimuat mulai ia mengirim tulisan-tulisan yang kedua dan seterusnya hingga akhirnya dia ketagihan tidak dapat lepas lagi. Padahal masa-masa itu untuk suatu tulisan tidak diberi honor seperti sekarang ini, tetapi biar pun demikian dia tidak pernah jera-jera untuk mengirim berita-berita yang lebih bernilai.10
Pada tahun 1918 setelah tamat sekolah rendah Mohamamad Said diutus bersama beberapa teman sekolahnya untuk ikut ujian Kwakeling11 ke Medan, jika berhasil dalam ujian ini maka mereka akan dapat melanjutkan sekolah lanjutan yang ada di daerah Labuhan Batu tetapi Ia sendiri gagal dalam ujian tersebut.
Pada tahun yang sama ada ujian masuk sekolah yang setingkat dengan sekolah lanjutan di Medan yang sering disebut sebagai Normaalschool12,.
Normallscholl kerap kali dianggap sekolah rendahan karena menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar. Normalscholl didirikan pada awalnya di Muntilan pada tahun 1900 oleh romo Van Lith. Menurut Elizabeth E. Graves bahwa untuk masuk
Normaalschool para siswa tidak perlu tamat sekolah nagari atau Volkschool tapi mereka setidaknya berumur 14 tahun.13 Tetapi untuk masuk ke sekolah ini harus melalui ujian masuk. Normaalschool berbeda dengan Kweekschool walaupun
keduanya berbasis asrama dan dibentuk oleh pemerintah Belanda. Perbedaan itu
terlihat dari bahasa pengantar yang digunakan, dan juga gaji yang akan diperoleh jika
10 Soebagijo, Jagat Wartawan Indonesia, Jakarta : Gunung Agung, 1981. hal. 280. 11 Ujian masuk sekolah Lanjutan pada masa Kolonial.
12 Sekolah keguruan yang pada awalnya berkembang di Prancis dan Amerika Serikat yang di
adopsi oleh pemerintah Belanda dan diterapkan di Indonesia.
13 Elizabeth E. Graves. Elite Minangkabau Modern : Respons Terhadap Kolonial Belanda
sudah lulus, bahkan dahulu terdapat sebutan yang sering digunakan sebagai penanda
bagi siswa-siswa disekolah ini seperti sebutan Sego Abang bagi siswa Normaalschool
dan Sego Putih untuk sebutan siswa Kweekschool.
Setelah Mengikuti ujian masuk di Normaalschool Mohamad Said diterima menjadi murid disekolah ini. Nama Normaalschool inilah Jongens Normaalschool
yang terletak di Pematang Siantar.14 Beliau memulai tahun pertamanya tahun 1918 dan berhenti dari sekolah ini tiga tahun kemudian yaitu di tahun 1921 karena masalah ekonomi. Beliau tidak tamat dari sekolah ini karena dalam aturan sekolah menyatakan bahwa lulusan dari sekolah Normaalschool harus menempuh pendidikan selama lima tahun.
Mohammad Said dikeluarkan pada tahun ketiga oleh direktur sekolah tersebut yang pada waktu itu dijabat seorang berkebangsaaan Belanda karena sebuah masalah yang sangat klasik dikalangan anak-anak kost yang sampai sekarang masih sering terjadi dikalangan anak-anak kost yaitu berutang. Beliau memiliki sejumlah utang disebuah kedai nasi di dekat sekolah yaitu utang makan selama sebulan yang mungkin sampai akhir hanyatnya belum dibayarkan oleh beliau.
Masalah utang nasi ini dimulai dari ketika adanya krisis di sekitar tahun 1919-1920 yang sering disebut sebagai krisis malaise (krisis ekonomi dunia). Sekolah yang menyediakan makanan dan penginapan gratis bagi muridnya tidak dapat
menghindarkan diri dari krisis tersebut. Sekolah membuat kebijakan bahwa setiap murid harus mengkomsumsi ubi dan jagung sebagai makanan pokoknya yang benar-benar membuat beliau benar-benar-benar-benar harus memutar otaknya untuk bertahan hidup. Karena dengan mengkomsumsi ubi dan jagung membuat masalah pada masalah pencernaanya yaitu perutnya selalu kembung setika selesai mengkomsumsi makanan tersebut.
Secara diam-diam selama dua bulan Mohammad Said membuat sebuah trobosan penyelamatan perut yang membuat dirinya harus keluar dari sekolah
Normaalschool tersebut. Terobosan yang dia buat adalah dengan membuat utang makanan dikedai nasi. Pada bulan pertama beliau masih bisa mengatasinya tetapi setelah bulan kedua beliau harus dilaporkan oleh pemilik kedai nasi kepada direktur sekolah. Akhirnya beliau dikeluarkan dari sekolah Normaalschool tersebut dan kembali ke Labuhan Bilik.
setelah dipindahkan memulai pekerjaan sebagai Schrijver dalam bidang surat menyurat dan personalia. Setahun kemudian dipindahkan bekerja sebagai pembantu jaksa dan kemudian menjadi asisten pribadi kontrolir dan Aspiratnya. Setelah bertahun-tahun bekerja dikantor pemerintahan Belanda ia sudah cukup mengerti tentang sistem pemerintahan Belanda dan wilayah-wilayah yang menjadi jajahan Belanda.
Selain mendapat pengetahuan tentang dunia administratif, Mohammad Said juga memperoleh pengetahuan lain yang didapatnya secara Autodidak seperti pengetahuan bahasa asing dimana pada waktu itu merupakan bahasa yang wajib digunakan dikantor-kantor pemerintahan Belanda yaitu bahasa Belanda dan juga bahasa Inggris yang lazim digunakan pedagang-pedagang Inggris yang datang berdagang ke Labuhan Bilik.
Surat menyurat juga salah satu kemampuan yang dimiliki oleh Mohammad Said setelah bekerja di kantor pemerintahan Belanda. Beliau menjadi salah satu saksi tentang surat menyurat kepada kerajaan-kerajaan yang terdapat di Labuhan Bilik seperti Kerajaan Panai, kerajaan Kota Pinang, kerajaan Bilah dan kerajaan Kualuh.
mulai membuka hatinya bahwa kolonial Belanda itu memilki sifat yang tidak baik bagi bangsa ini.
Setelah bekerja di kantor kejaksaan Mohammad Said semakin mengetahui tentang proses hukum yang terjadi kepada kuli-kuli kontrak yang malas, yang lari dari majikan atau berbuat kriminal maupun yang dikriminalkan. Pencatatan setiap proses verbal persidangan adalah pekerjaan yang selalu dilakukan olehnya. Setelah menjadi asisten pribadi kontrolir, beliau melihat dan mengalami penolakan rakyat atas penindasan yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Banyak peristiwa yang dialamai oleh Mohammad Said tentang penolakan rakyat terhadap pemerintahan kolonial Belanda dan kepada raja-raja yang cukup menyengsarakan, karena pada umumnya mereka yang melakukan penolakan akan diadili dan di penjarakan. Setelah mengetahui proses hukum yang tidak begitu berpihak kepada rakyat maka beliau mulai terketuk pintu hatinya untuk membela kalangan pribumi.
Semenjak itu mulailah Mohammad Said aktif mengikuti perkembangan politik. Untuk mengetahui dan memperdalam pengetahunnya tentang pergerakan politik beliau membaca koran-koran yang pemberitaanya sampai ke Labuhan Batu.
Setelah Mohammad Said sudah cukup melek terhadap politik dan merupakan orang yang pada awalnya sudah tidak simpatik terhadap raja-raja lalim, yang memimpin tidak atas kehendak rakyat. Membuat beliau menunjukan sikapnya yang tidak bersahabat kepada kolonial Belanda dan raja-raja tersebut. Hal ini yang membuat para raja-raja dan kontrolir Belanda cukup terusik yang berujung pada pemecatan beliau dari pekerjaannya karena dianggap sudah tidak setia kepada kolonial Belanda.
Setelah berhenti bekerja dipemerintahan kolonial Belanda yaitu tahun 1927 saat Mohammad Said berusia dua puluh tiga tahun meninggalkan kota labuhan batu dan berangkat ke Medan untuk mencari pekerjaan. Karena beliau tamatan sekolah rendah maka ia tidak mudah mendapat pekerjaan di Medan walaupun telah mempunyai pengalaman yang cukup panjang di kantor pemerintahan Belanda. Setelah di Medan beliau sudah bertekat untuk tidak bekerja di kantor pemerintahan Belanda lagi.
yang bernama Djamaloedin Adi Negoro dan Jahja Jacoeb. Pendidikan latihan ini yaitu pelatihan untuk mengasah kemampuan dalam menjadi wartawan.15 Selain materi pendidikan kewartawan, mereka juga belajar tentang ilmu jiwa dan juga pengetahuan umum.
2.2 Kehidupan Rumah Tangga Mohammad Said
Langkah, pertemuan, rezeki dan maut ada ditangan tuhan ini adalah sebuah kata yang sering di perdengarkan orang tua jaman dulu dan sepertinya hal ini juga dialami oleh Mohammad Said. Beliau tidak bisa mengelak kehendak dari yang mahakuasa bahwa dia jatuh cinta kepada sosok wanita yang sangat tanguh dan banyak dikagumi oleh banyak orang. Wanita itu adalah seorang wartawan yang sangat tangguh, pintar dan penuh semangat, wanita itu bernama Ani Idrus. Walaupun pada waktu itu banyak juga wanita yang mengagumi kemampuan beliau yang sangat pandai membujuk dan merayu.16
Awal perkenalan Mohammad Said dengan Ani Idrus dimulai sejak beliau mengusahakan surat kabar Penjedar.17 Beliau mengenal Ani Idrus ketika Ani Idrus menjadi wartawan di Sinar Deli dan penulis di surat kabar Penjedar. Disinilah beliau mulai megagumi Ani Idrus yang pada waktu itu sudah berusia 21 tahun. Ani Idrus
15Ibid, hal. 284.
16 Triandah Bangun, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, CV Haji
Masagung. hal. 163.
sudah sangat mahir menulis dan juga memiliki pesona kecantikan yang melebihi wanita-wanita lainya pada waktu itu.18
Pada awalnya Ani Idrus mengangap Mohammad Said adalah teman sejawat, tetapi Ani Idrus tidak dapat menyimpan kekagumanya terhadap beliau yang memiliki keuletan serta kemampuan yang mumpuni di bidang jurnalistik. Kekaguman Ani Idrus bertambah setelah beliau menerbitkan dan memimpin majalah mingguan Soeruan Kita.
Banyak peristiwa yang terjadi ketika Mohammad Said bekerja sama dengan Ani Idrus di surat kabar Soeruan Kita yang membuat cinta mereka berdua tidak bertepuk sebelah tangan. Mereka saling mengagumi satu sama lain dan menjadi sangat dekat karena banyaknya intesintas mereka berdua bertemu dikala menjalankan roda perusahaan surat kabar Soeruan Kita.
Di usia 21 tahun, Ani Idrus mulai merasa bahwa dia harus memikirkan masa depan hidupnya. Di sekelilingnya tidak sedikit pemuda dengan berbagai watak serta tabiat, dengan aneka kemampuan dan kecakapan. Ada yang terang-terangan menyatakan rasa hati terhadapnya. Ada pula diantara kaum pria tadi yang hanya samar-samar mendekatinya karena takut19. Mohammad Said adalah pemuda20 yang bergabung di pemuda yang mendekati Ani Idrus dengan samar-samar, tetapi karena
18 Ibid. hal. 203.
19 Triandah Bangun, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, CV Haji
Masagung. hal. 169.
Ani Idrus juga memberi respon maka beliau pun terang-terangan mengagumi Ani Idrus. Ani Idrus akhirnya menerimanya karena mengangap beliau adalah seorang laki-laki yang pintar dan bercita-cita tinggi. Sayang hidupnya seperti sebutir mutiara dalam lumpur dan ingin mengakatnya menjadi mutiara yang indah.21
Pada bulan September 1939 akhirnya Mohammad Said menikahi Ani Idrus dalam upacara yang sangat sederhana. Hanya sanak kerabat yang dekat saja yang datang, sekadar menyaksikan kehadiran keluarga yang baru ditengah-tengah masyarakat.
Tanggal 6 agustus 1940 keluarga ini dikaruniai anak lelaki yang diberi nama Tribuana dan sekarang terkenal dengan Tribuana Said. Setelah mempunyai anak pertama ini Ani Idrus berhenti untuk menjadi penulis tetapi naluri menulisnya tidak hilang. Ani Idrus masih tetap membaca koran-koran yang terbit saat itu dan juga sering berdiskusi dengan Mohammad Said mengenai keadaan surat kabar yang di pegang oleh Mohammad Said dan juga mengenai kajadian-kejadian di Sumatera Timur maupun di Indonesia hingga internasional.
Selama berumah tangga ini Mohammad Said tetap aktif sebagai jurnalis dan memimpin mingguan Penjedar dan berlanjut ke Soeruan Kita. Dari sinilah beliau membiayai kehidupan keluarganya setiap hari.
Di zaman pendudukan Jepang semua surat kabar dan media massa dilarang terbit, kecuali yang diterbitkan secara resmi oleh saudara tua itu. Bukan saja pesawat radio yang ditangan rakyat didaftar, malah di kemudian hari disita. Pokoknya rakyat hanya dibenarkan membaca dan mendengar hasil siaran-siaran resmi pemerintah militer Jepang.22
Maka Mohammad Said pun berhenti bekerja sebagai orang pers. Ia dan istrinya mulai mengalami hidup baru dan berada dalam kesulitan biaya rumah tangga. Mengerjakan hal-hal yang belum pernah dikerjakan, seperti menjadi makelar, perantara sebagai jual beli barang dan berjualan apa saja yang laku. Yang Penting mendapatkan uang demi keluarga. Dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu lahirlah seorang anak perempuan yang mereka beri nama Saida sehingga Mohammad Said harus bekerja lebih ekstra lagi.
Setahun setelah kelahiran Saida, maka lahirlah adik Saida yang mereka beri nama Indra Buana Said. Dengan lahirnya anak laki-laki kedua ini, membuat mereka harus lebih giat lagi untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.23 Beliau bekerja keras mencari uang dengan ngobyek sini-ngobyek sana atau sering disebut di Medan dengan ucapan mocok-mocok, disamping ini mereka menggarap sebidang tanah dengan tanaman ubi atau sejenis tanaman pangan lainya. Sebagai keluarga yang belum pernah bertani sawah maupun bertani ladang mereka cukup kewalahan,
22Ibid, hal. 60.
canggung tetapi lambat laun jadi biasa juga. Seperti kata pepatah ala bisa karena biasa. Kehidupan keluarga ini seperti petani yang sering tergambar dalam cerita sehari-hari. Bahwa sehari-hari seorang petani membawa dedaunan untuk dimasak sebagai pauk dan menanam padi hingga menuai padi juga dijalanii oleh keluarga Mohammad Said ini. Pekerjaan ini lah yang membuat keluarga Mohammad Said benar-benar menyatu dan semakin harmonis ditambah lagi dengan kehadiran ketiga anaknya yang benar-benar pada usia yang masih lucu-lucu.
Pekerjaan sebagi tukang mocok-mocok dan orang tani pada jaman Jepang itu kemudian berakhir dengan masuknya Mohammad Said menjadi pegawai Jepang di BUNKAKA24 dengan bantuan seorang kenalan yang sangat dekat dengan Jepang yang bernama Abdul Xarim. Setelah beliau bekerja sebagai pegawai BUNKAKA, maka perolehan gajinya sudah cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya walaupun sederhana. Hal demikian tidak mengherankan, karena selama penjajahan Jepang pada umumnya kehidupan rakyat Indonesia sangat susah. Namun bagaimanapun keadaan itu telah telah memberi napas kepada istrinya dan dirinya untuk mengurus ketiga anaknya.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, tiga hari kemudian pemimpin utama bangsa Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu pada hari jumat 17 agustus 1945. Suasana tak menentu, lebih-lebih setelah tentara Inggris/ NICA memasuki kota Medan menyebabkan roda
kehidupan rakyat juga dalam keadan prihatin. Tidak terkecuali dalam keluarga Mohammad Said, tetapi mereka tetap tabah dan kuat menyandang segala kesulitan. Apalagi setelah beliau dan wartawan lain seperti Amarullah Ombak Lubis bulan september 1947 menerbitkan surat kabar Pewarta Deli, padahal waktu itu sumber dana sulit sekali. Begitu cintanya keluarga ini terhadap kemerdekaan Indonesia mereka selalu mengedepankan tujuan mempertahankan kemerdekaan daripada masalah rumah tangga.
Pasangan ini memilki saling pengertian yang dalam. Dengan saling pengertian itulah pula dan dibantu oleh beberapa tenaga muda wartawan, pada tanggal 11 januari 1947 mereka menerbitkan harian Republiken dikota Medan bernama Waspada.
Antara Mohammad Said dan Ani Idrus sebagai suami istri dan sama-sama berpropesi sebagai wartawan, ternyata bukan hanya mengerti dalam urusan rumah tangga. Lebih jauh dari itu mereka berpandangan sama dalam pendirian politik. Mereka berdua adalah Republikan. Sama-sama mempelopori kongres rakyat Sumatera Timur bulan april 1950, menuntut pembubaran negara Sumatera Timur sampai berhasil. Berpaham kebangsaan, sama-sama sebagi pengurus PNI dan masih banyak lagi aktivitas yang mereka lakukan berdua secara bersama-sama.
bernama Prabudi Said.25 Selama empat puluh tahun Mohammad Said dan Ani Idrus sehilir semudik, ringan sama dijingjing berat sama dipikul, senasib sepenangungan dan saling mengisi akhirnya harus berpisah sebagai suami istri. Mereka masing-masing mencari jalan hidup maing-masing-masing. Karena tidak ada kecocokan lagi diantara mereka berdua.26
Setelah berpisah ditahun 1980-an dengan Ani Idrus, Mohammad Said meneruskan hidupnya sambil menjalani pengobatan karena beliau memiliki sakit dikakinya yang membutuhkan perawatan yang rutin. Disaat melakukan pengobatan beliau diperkenalkan oleh keluarganya kepada seorang wanita yang bernama Usmariati yang menjadi wanita tambatan hati terakhirnya.
Mohammad Said menikahi Usmariati pada tanggal 4 April 1984 dikediaman barunya di Jakarta setelah berpisah dengan Ani Idrus. Tempat pernikahan ini jugalah yang menjadi kediaman dari beliau dan istrinya Usmariati.
Setelah menikah segala aktivitas dari belia benar-benar di bantu oleh Usmariati, mulai dari pengobatan dan juga kegiatan dalam mencari sumber-sumber untuk tulisan-tulisan baik untuk buku maupun untuk artikel-artikel. Selama tiga tahun keluarga ini tinggal di Jakarta dan akhirnya kembali ke Sumatera dan menetap di Sei Buluh hingga ahir hayatnya.27
Selama bersama Usmariati beliau tidak pernah berhenti berkarya dan juga menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada orang-orang disekitarnya dan juga kepada orang-orang yang datang bertemu dengannya. Usmariati selain menjadi instrinya juga sebagai orang yang yang mendapat ajaran langsung beliau seperti cara mengkliping yang baik dan cara mengambil foto yang bagus. Selain berbagi ilmu beliau juga memberikan ajaran tentang pentinganya disiplin itu untuk kehidupan seperti yang disampaikanya kepada Mohammad T.W.H.28
Setelah kembali ke Sumatera Utara bersama istrinya Keadaan kesehatan Mohammad Said semakin berkurang, Istrinya Usmariati Sering kali bolak balik merawat beliau ke rumah sakit Malahayati dan Rumah Sakit Permata Bunda yang terletak di Medan. Setelah menetap tinggal di Sei buluh beliau sudah harus menggunakan kursi roda dan dengan tulus Usmariati merawat Mohammad Said Sampai ahir hanyat Mohammad Said.29
Setelah melakukan serangkaian pengobatan akhirnya Mohammad Said berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu, 26 April 1995 pukul 10:20 Wib dalam usia 89 tahun. Jenazahnya dimakamkan hari kamis, 27 April 1995 di perkuburan muslim Jalan Thamrin Medan.30
28 Wawancara dengan mohammad TWH, Medan. 26-1-2013. 29 Wawancara dengan Usmariati , Sei Buluh. 7-2-2013.
30 Waspada 3 Mei 1995. Tokoh Pers, Sejarawan Dan Pendiri Harian Waspada H.