62
Ika Pantiawati1), Lina Dwi Puji Rahayu2), Devi Mushovah3) Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
Email: icha.pewe@yahoo.com
ABSTRAK: EFEKTIVITAS POSISI PERSALINAN DENGAN WAKTU
PERSALINAN KALA II PADA IBU BERSALIN PRIMIPARA DI RSKBD PANTI NUGROHO PURBALINGGA. Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan terjadi juga pada persalinan berikutnya. Semua laserasi perineum, kecuali yang sangat super fisial akan disertai perlukaan vagina bagian bawah dengan derajat yang bervariasi. Robekan yang semacam itu dapat mencapai kedalaman tertentu itu sehingga mengenai muskulus spinterani dan dapat meluas dalam dinding vagina dengan berbagai kedalaman. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ruptur perineum antara lain: posisi tubuh, paritas, janin besar, ekstraksi vacum/forcep, cara meneran dan pimpinan persalinan yang salah. Tujuan: mengetahui efektifitas posisi persalinan dengan waktu persalinan kala II pada ibu bersalin primipara di RSU Panti Nugroho Purbalingga. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan secara cross sectional) dan cara pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 30 responden. Instrumen penelitian berupa lembar observasi. Dilakukan analisis data secara univariate dan bivariate menggunakan uji “t” 2n independent. Hasil penelitian: rata-rata responden yang bersalin dengan posisi litotomi waktu persalinan KALA II adalah 23, 33 menit, rata-rata responden yang bersalin dengan posisi dorsal recumbent waktu persalinan KALA II adalah 22,80 menit, nilai þ-value berdasarkan hasil perhitungan diatas sebesar 0,069. Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara posisi persalinan litotomi dan posisi dorsal recumbent pada ibu primipara dengan waktu persalinan KALA II.
Kata Kunci: Posisi Dorsal Recumbent. Posisi Litotomi, Kala II
recumbent position during labor STAGE II 22.80 minutes. þ-value based on the above calculation of 0.069. Ha rejected so that it can be concluded that there is no difference between the position of labor lithotomy and dorsal recumbent position on primipara mothers with childbirth time KALA II.
Keywords : Dorsal Recumbent position. Lithotomy position, Kala II
PENDAHULUAN
WHO (Worlth Health Organization) menyatakan persalinan normal
adalah persalinan yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir), beresiko rendah pada awal persalinan dan kondisi presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu setelah persalinan ibu
maupun bayi berada dalam kondisi baik. Persalinan normal disebut juga partus
spontan. Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala
dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi
yang umumnya belangsung kurang dari 24 jam (Sujiyatini, 2011).
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung. Posisi persalinan mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi
persalinan. Penolong persalinan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks,
maka penolong persalinan tidak boleh mengatur posisi meneran. Penolong
persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran dan
menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi bila posisi yang dipilih
ibu tidak efektif (Sumarah, 2009).
Salah satu faktor yang menyebabkan ruptur perineum adalah penolong
persalinan. Penolong persalinan dapat membantu untuk memperoleh posisi yang
paling nyaman. Beberapa posisi meneran pada proses persalinan dianjurkan
diantaranya adalah posisi duduk, setengah duduk, jongkok, berdiri, merangkak, dan
berbaring miring ke kiri. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala
II karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran
yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik. Keuntungan
posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan
gravitasi mempercepat penurunan bagian terbawah janin sehingga berperan dalam
kemajuan persalinan. Sedangkan untuk posisi jongkok dan berdiri membantu
mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri (JNPK-KR,
2008).
Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama,dan tidak
juga pada persalinan berikutnya. Semua laserasi perineum, kecuali yang sangat
super fisial akan disertai perlukaan vagina bagian bawah dengan derajat yang
bervariasi. Robekan yang semacam itu dapat mencapai kedalaman tertentu itu
sehingga mengenai muskulus spinterani dan dapat meluas dalam dinding vagina
dengan berbagai kedalaman. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya ruptur perineum antara lain: posisi tubuh, paritas, janin besar,ekstraksi
vacum/forcep,cara meneran dan pimpinan persalinan yang salah (Bone, 2012).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus. Dalam menentukan teknik pengambilan sampel peneliti
menggunakan purposive sampling us rupture perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin
tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. Di Amerika
26 juta ibu bersalin, 40 % diantaranya mengalami rupture perineum. Di Asia
rupture perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian rupture perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin
yang mengalami rupture perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32 –39 tahun sebesar 62 % (Wina, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarifah pada tahun 2013
didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata lama KALA
II antara posisi persalinan setengah duduk dan miring kiri.
METODE PENELTIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan secara cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin primipara normal di Rumah Sakit Khusus Bersalin daerah Panti Nugroho bulan
adalah sampel yang ditemui saat dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi, sedangkan sampel yang memiliki kriteria eksklusi tidak layak dijadikan sampel. Adapun kriteria dalam pengambilan sampel dalam penelitian adalah:
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang ditemui
saat dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, sedangkan sampel yang memiliki kriteria eksklusi tidak layak dijadikan sampel. Adapun kriteria dalam pengambilan sampel dalam penelitian adalah: a) kriteria inklusi yaituibu bersalin primipara, berada dalam kala II, bersalin dengan posisi dorsal recumbent/litotomi,
subyek bersedia berpartisipasi, b) kriteria eksklusi yaitu keadaan yang tiba – tiba menjadi patologi, pasien yang tidak menggunakan posisi jongkok atau posisi dorsal
recumbent. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakanteori
slovin didapatkan hasil 30 sampel ibu bersalin primipara (15 ibu bersalin primipara
dengan posisi litotomi dan 15 ibu bersalin primipara dengan posisi dorsal
recumbent).
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini ada dua yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
lembar observasi yang diisi oleh peneliti. Data sekunder dalam penelitian ini adalah
data ibu bersalin yang ada di RSKBD Panti Nugroho Purbalingga. Tehnik analisa
data dengan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat digunakan
untuk menganalisa tiap variabel yaitu ibu bersalin primipara dengan posisi litotomi
dan ibu bersalin primipara dengan posisi dorsal recumbent. Analisis bivariat menggunakan uji “t” 2n independent.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Analisis Univariat
1. Analisis efektivitas posisi dorsal recumbent dengan waktu persalinan kala
II pada ibu bersalin primipara di RSKBD Panti Nugroho Purbalingga.
Sebagian besar responden yang bersalin dengan posisi dorsal recumbent
waktu persalinan KALA II adalah 25 menit (20%) dan sebagian kecil waktu
persalinan KALA II 10, 12, 15, 17, 18, 19, 30, 60 menit (6,7%). Posisi litotomi
Indonesia, karena posisi ini dianggap nyaman dan mudah dilakukan, dengan posisi
tersebut ibu bersalin akan lebih cepat memasuki KALA II. Akan tetapi tidak semua
ibu bersalin di Indonesia dapat mempraktekannya karena posisi litotomi ini hanya
bisa dilakukan diatas tempat tidur khusus atau lebih sering disebut bed gynekologi, karena ada penyangga kakinya.
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung. Posisi persalinan mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi
persalinan. Penolong persalinan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks,
maka penolong persalinan tidak boleh mengatur posisi meneran. Penolong
persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran dan
menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi bila posisi yang dipilih
ibu tidak efektif. (Sumarah, dkk, 2009).
Inilah posisi yang paling sering diambil untuk pertolongan persalinan.
Dimana posisi ini ibu hamil tidur terlentang dengan bantal mengganjal punggung
atau bisa juga dipangku oleh suami. Posisi ini selain aman untuk pemantaun proses
turunnya kepala juga memberi kesempatan dukungan mental bagi ibu bersalin
dengan kehadiran suami. Pada posisi ini seorang ibu hamil berbaring terlentang
sejajar tempat tidur dengan kepala dibantu di sangga oleh suami, atau bidan dan
kedua tangan ibu merangkul pelipatan paha di dekatkan ke arah perut dengan
bimbingan bidan. Atau dapat pula kedua kaki diletakkan pada penopang kaki yang
didesain pada tempat tidur ibu bersalin (Tari, 2010).
Pada posisi ini memudahkan pemantauan pembukaan jalan lahir, kepala
bayi untuk diarahkan dan dipegang mengikuti putaran saat proses lahirnya kepala,
serta memudahkan pembebasan bila terdapat lilitan tali pusat pada leher bayi
dengan mengarahkan kepala bayi mendekati perut ibu. Penahanan pada perineum
antara anus dan vagina dapat dilakukan dengan mudah agar tidak terjadi robekan
perineum yang luas. Suami bisa sambil memeluk dan memberi support selama
dalam proses persalinan. Posisi ini tidak dianjurkan untuk persalinan yang
mengalami perpanjangan kala dua Selain akan menimbulkan rasa lelah karena
akibat penekanan pembuluh darah besar dari ibu ke plasenta maka
dapat mengurangi kelancaran suplai oksigen dari ibu ke bayi (Tari, 2010).
Keuntungan posisi dorsal recumbent dapat memberikan rasa nyaman pada
ibu dan memberi kemudahan untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari
kedua posisi ini adalah gaya grafitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya
(Depkes RI, 2007).
Keuntungan posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa
nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara
kontraksi, dan gaya gravitasi mempercepat penurunan bagian terbawah janin
sehingga berperan dalam kemajuan persalinan (JNPK-KR, 2008).
2. Analisis efektiftas posisi litotomi dengan waktu persalinan kala II pada ibu
bersalin primipara di RSKBD Panti Nugroho Purbalingga.
Sebagian besar responden yang bersalin dengan posisi litotomi waktu
persalinan KALA II adalah 15 menit (20%) dan 20 menit (20%) dan sebagian kecil
waktu persalinan KALA II 29 menit (6,7%) dan 70 menit (6,7%). Inilah posisi yang
paling sering diambil untuk pertolongan persalinan. Dimana posisi ini ibu hamil
tidur terlentang dengan bantal mengganjal punggung atau bisa juga dipangku oleh
suami.
Penolong persalinan dapat membantu untuk memperoleh posisi yang
paling nyaman. Beberapa posisi meneran pada proses persalinan dianjurkan
diantaranya adalah posisi duduk, setengah duduk, jongkok, berdiri, merangkak, dan
berbaring miring ke kiri. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala
II karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran
yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik. Keuntungan
posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan
memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi, dan gaya
gravitasi mempercepat penurunan bagian terbawah janin sehingga berperan dalam
kemajuan persalinan. Sedangkan untuk posisi jongkok dan berdiri membantu
mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri (JNPK-KR,
Keuntungan, secara psikologis, pilihan posisi melahirkan yang lazim
dilakukan di tanah air ini membuat ibu merasa lebih mantap karena yang ada dalam
persepsinya posisi melahirkan memang seperti itu. Posisi ini pun membuat dokter
leluasa membantu proses persalinan karena jalan lahir menghadap ke depan.
Dokter/bidan lebih mudah mengukur perkembangan pembukaan sehingga
persalinan bisa diprediksi lebih akurat. Bila diperlukan tindakan episiotomi, dokter
lebih leluasa melakukannya; hasil pengguntingan lebih bagus, terarah, dan sayatan
bisa diminimalkan. Posisi kepala bayi pun lebih mudah dipegang dan diarahkan
Syafrudin (2012).
Kekurangan, bila ini adalah kali pertama ibu melahirkan, posisi berbaring
berpeluang menyulitkan ibu untuk mengejan. Bagaimanapun, gaya berat tubuh
yang berada di bawah dan sejajar dengan posisi bayi menyulitkannya untuk
mengejan. Posisi ini juga berpeluang mengakibatkan perineum (daerah antara anus
dan vagina) meregang sedemikian rupa sehingga menyulitkan persalinan. Posisi ini
membuat letak pembuluh besar berada di bawah posisi bayi dan tertekan oleh massa
bayi. Apalagi kalau letak ari-ari juga berada di bawah bayi, ini akan membuat
tekanan pada pembuluh darah menjadi tinggi dan menimbulkan perlambatan
peredaran darah balik ibu. Pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari
ibu ke janin melalui plasenta pun relatif berkurang Noviaprisanti (2015). Posisi
kepala bayi pun lebih mudah dipegang dan diarahkan hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fanny dkk tahun 2014 bahwa ada pengaruh yang
siginifikan antara posisi lateral dan posisi litotomi.
B.Analisis Bivariat
Analisis Bivariat efektifitas posisi persalinan dengan waktu persalinan
kala II pada ibu bersalin primipara di RSKBD Panti Nugroho Purbalingga.
Independent Samples Test Levene's Test
Nilai þ-value berdasarkan hasil perhitungan diatas sebesar 0,069 dengan nilai α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa þ-value > α (0,069>0,05) maka
Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antara posisi
persalinan litotomi dan posisi dorsal recumbent pada ibu primipara dengan waktu
persalinan.
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi, (Depkes RI, 2007). Pada saat memasuki
kala II kontraksi uterus menjadi lebih sering dan dengan interval 2-5 menit dan
berlangsung selama 60-90 detik (Jones, 2001). Kepala janin turun lebih dalam ke
panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan karena tekanan pada
anus. Ibu merasa ingin BAB, dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala
janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his
mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin.
Kala II pada primi 1 ½ - 2 jam, pada multi ½ - 1 jam (Mochtar, 1998). Jika ibu pada
primigravida setelah 2 jam meneran dan pada multigravida setelah 1 jam meneran
bayinya belum lahir maka harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan (Depkes RI,
2007).
Kekurangan posisi litotomi, bila ini adalah kali pertama ibu melahirkan,
posisi berbaring berpeluang menyulitkan ibu untuk mengejan. Bagaimanapun, gaya
berat tubuh yang berada di bawah dan sejajar dengan posisi bayi menyulitkannya
untuk mengejan. Posisi ini juga berpeluang mengakibatkan perineum (daerah antara
anus dan vagina) meregang sedemikian rupa sehingga menyulitkan persalinan.
Posisi ini membuat letak pembuluh besar berada di bawah posisi bayi dan tertekan
membuat tekanan pada pembuluh darah menjadi tinggi dan menimbulkan
perlambatan peredaran darah balik ibu. Pengiriman oksigen melalui darah yang
mengalir dari ibu ke janin melalui plasenta pun relatif berkurang (Noviaprisanti
2015).
Pada posisi dorsal recumbent memudahkan pemantauan pembukaan jalan
lahir, kepala bayi untuk diarahkan dan dipegang mengikuti putaran saat proses
lahirnya kepala, serta memudahkan pembebasan bila terdapat lilitan tali pusat pada
leher bayi dengan mengarahkan kepala bayi mendekati perut ibu. Penahanan pada
perineum antara anus dan vagina dapat dilakukan dengan mudah agar tidak terjadi
robekan perineum yang luas. Suami bisa sambil memeluk dan memberi support
selama dalam proses persalinan. Posisi ini tidak dianjurkan untuk persalinan yang
mengalami perpanjangan kala dua Selain akan menimbulkan rasa lelah karena
telentang terus menerus, ibu bersalin juga merasa tidak nyaman pada punggung,
akibat penekanan pembuluh darah besar dari ibu ke plasenta maka
dapat mengurangi kelancaran suplai oksigen dari ibu ke bayi (Tari, 2010).
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soeri
Utami tahun 2009 dengan hasil terdapat perbedaan signifikan antara posisi
Mc.Robert dan posisi Litotomi dan penelitian yang dilakukan oleh Ita Rahmawati
tahun 2014 dengan hasil ada pengaruh posisi meneran terhadap lamanya persalinan
Kala II.
Pada dasarnya baik posisi litotomi maupun posisi dorsal recumbent sama
saja tidak ada perbedaan dalam waktu persalinan KALA II, karena semua kembali
pada ibu itu sendiri. Meskipun dari hasil þ-value tidak ada perbedaan akan tetapi kalau dlihat dari rata-rata, posisi dorsal recumbent memiliki waktu lebih cepat 0,53
detik jika dibandingkan dengan posisi litototomi. DepKes RI (2007) menyatakan
bahwa keuntungan posisi dorsal recumbent dapat memberikan rasa nyaman pada
ibu dan memberi kemudahan untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari
SIMPULAN
Sebagian besar responden yang bersalin dengan posisi litotomi waktu
persalinan KALA II adalah 15 menit (20%) dan 20 menit (20%) dan sebagian kecil
waktu persalinan KALA II 29 menit (6,7%) dan 70 menit (6,7%). Sebagian besar
responden yang bersalin dengan posisi dorsal recumbent waktu persalinan KALA
II adalah 25 menit (20%) dan sebagian kecil waktu persalinan KALA II 10, 12, 15,
17, 18, 19, 30, 60 menit (6,7%). Tidak ada perbedaan antara posisi persalinan
litotomi dan posisi dorsal recumbent pada ibu primipara dengan waktu persalinan
þ-value> α (0,069>0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Aji, S dkk. 2014. Pengaruh Posisi Persalinan Antara Posisi Lateral dengan Posisi Lithotomy terhadap Lama Persalinan Kala II Primigravida di Rumah Bersalin Mardi Rahayu Semarang. Jurnal Ilmu Kebidanan dan Keperawatan.
Dyahumi. 2012. Melahirkan dengan Posisi Jongkok Lebih Mudah Mengejan. Terdapat
pada.http://artikelgizikesehatan.blogspot.com/2011/12/melahirkan-dengan-posisi-jongkok-lebih.html
DepKes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal (Rev.ed). Jakarta : Depkes RI
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Moore. H. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta : Hipokrates.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Oxorn, H., & Forte, R.W. 2003. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Esensial Medika
Syarifah dkk. 2013. Analisis Perbedaan Posisi Persalinan Setengah Duduk dan Miring Kiri Terhadap Lamanya Kala II Pada Ibu Bersalin dan Bidan Praktik Mandiri Kota Palembang. http://jurnalpoltekkespalembang.ac.id
Santjaka, Aris. 2009. Bio Statistik. Purwokerto : Global Internusa
Sinayeti. 2013. Posisi Persalinan Normal. Terdapat pada http://sinayeti.blogspot.com/2013/03/posisi-persalinan.html Sumarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya
Sumarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya
Tari, Romana. 2012. Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Posisi Saat
Persalinan.Terdapat pada:
http://health.kompas.com/read/2012/09/30/12184578/Keunggulan.dan.K elemahan.Beberapa.Posisi.Saat.Persalinan
Utami, Soeri dan Fajarsari Dyah. 2009. Efektifitas Posisi Persalinan Mc. Robert dan Posisi Lithotomi pada Proses Persalinan Kala II pada Primipara di RSU Banyumas. Bidan Prada Jurnal Ilmiah Kebidanan Vol 2 no. 1 Edisi Juni 2011
Varney, H. (1997). Varney’s Midwifery. London : Jones and Bortlett Publishers.