Fakultas Ilmu Komputer
749
Pengembangan Game Bergenre Tower Defense Dengan
Mengimplementasikan Augmented Reality
Galih Muhammad1, Wibisono Sukmo Wardhono2, Issa Arwani3
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1galih.leo10@gmail.com, 2wibiwardhono@ub.ac.id, 3issa.arwani@ub.ac.id
Abstrak
Pengembangan permainan dengan mengimplementasikan Augmented Reality mempunyai efek yang sangat besar terhadap aspek user experience pada gameplay permainan itu sendiri. Paper ini mendeskripsikan pengembangan dari permainan Omega Defender dengan tujuan utama sebagai penelitian dan pengembangan game mobile yang mengimplementasikan Augmented Reality, dengan gambar sebagai penanda. Tujuan dari permainan omega Defender adalah bertahan hidup sampai akhir
level permainan tanpa mati, menghancurkan semua musuh yang muncul pada layar dengan mendeteksi penanda pada awal permainan. Augmented Reality akan meningkatkan user experience dengan meningkatkan interaksi pengguna dengan dunia nyata. Perancangan dari game sendiri diawali dari pemilihan konsep kerangka kerja yang akan dipakai, dalam penelitian ini digunakan kerangka kerja
Mechanic Dynamic Aesthetic, sebagai konsep yang tepat guna mengembangkan permainan Omega Defender. Paper prototyping dikerjakan sebagai langkah awal pengembangan, dilanjutkan dengan
digital prototyping dengan mengimplementasikan semua unsur yang ada dalam paper prototyping dan memodifikasinya sehingga sesuai dengan permainan digital. Omega defender telah diuji coba dengan beberapa pengguna untuk mengevaluasi hasil pengembangan dari game itu sendiri. Pada proses Play testing dihasilkan dua analisa berdasarkan feedback pengguna yaitu, 2 faktor fun dan 4 faktor not fun
dari permainan Omega Defender.
Kata kunci: Augmented Reality, Games, Android Games, Marker-Based, Game Development, User Experience
Abstract
Game development by implementing the Augmented Reality has a profound effect on the gameplay aspects of the user experience on the game itself. This paper describes the development of the game Omega Defender with the primary objective as the research and development of mobile games which implement Augmented Reality, with an image as a marker. The goal of the game omega Defender is survive to the end level of the game without dying, destroy all the enemies that appear on the screen by detecting a marker at the start of the game. Augmented Reality will enhance the user experience by improving the user interaction with the real world. The design of the game itself begins from the selection of the conceptual framework will be used, in this study, MDA framework used as an appropriate concept to develop the game Omega Defender. Paper prototyping is done as the first step of development, followed by digital prototyping to implement all the elements that exist in paper prototyping and modify it to fit the digital game. Omega defender has been tested with multiple users to evaluate the results of the development of the game itself. In the process of Play testing obtained two analyzes based on user feedback that is, 2 factors fun and 4 factors not fun from Omega Defender game.
Keywords: Augmented Reality, Games, Android Games, Marker-Based, Game Development, User Experience
1. PENDAHULUAN
TowerDefense adalah subgenre dari video game Real-Time Strategy (Dugan, 2007),Game
ini berfokus pada alokasi resource dan penempatan unit (Tower) (Avery, et al., 2011). Dimana tujuannya adalah untuk menghentikan
musuh mencapai titik tertentu di peta dengan membangun berbagai menara yang berbeda yang akan menembak musuh saat mereka lewat. Musuh dan menara biasanya memiliki kemampuan yang bervariasi, biaya dan harga
digunakan untuk membeli atau mengupgrade
menara, upgrade jumlah uang atau poin yang diperoleh, atau bahkan meng-upgrade tingkat
upgradenya sendiri (Rutkoff, 2007).
Pengembangan game strategi sekarang ini juga sudah mulai mengarah ke penggunaan teknologi Mixed Reality (Augmented Reality dan
Virtual Reality). Khususnya untuk Augmented Reality, tidak hanya produsen dan studio besar saja yang sudah melirik teknologi ini tapi juga beberapa developer game indie dan peneliti juga melakukan pengembangan terhadap teknologi ini. Contoh game yang telah mengadopsi teknologi AR adalah ARDefender besutan dari
Bulkypix (France, 2011).
Beberapa penelitian tentang Game AR juga sudah dilakukan bahkan tidak hanya untuk entertainment semata tapi juga dalam bidang yang lain seperti halnya kesehatan dan juga sosial. Berikut beberapa contoh dari penelitian tersebut, ARZombie: A Mobile Augmented Reality Game with Multimodal Interaction oleh (Cordeiro, Correia dan Jesus), "The Building Speak About Our City": A Location Based Augmented Reality Game oleh (Koutromanos & Styliaras, 2015), A RecycleNOID ArtGame
(Mesarosova & Hernandez, 2014), MoleARlert – An Augmented RealityGame Based Based On Lemmings (Engelhardt, et al., 2009), MOW: Augmented Reality Game to Learn Words in Different Languages (Barreira, et al., 2012),
Augmented Reality Game System Design for Stroke Rehabilitation Application (Lee & Tien, 2012). Bahkan Game untuk edukasi sejarah dengan menggunakan Augmented Reality pun juga sudah dikembangkan, yaitu “Game Augmented Reality Perjuangan Surabaya 10 November 1945 ” (Adimanggala, 2016). Pada penelitian tersebut peneliti berhasil mengembangkan sebuah game edukasi sejarah yang dikembangkan pada platform android dengan game engine Unity.
Pengembangan game sejatinya adalah untuk membuat Experience baru bagi para pengguna, bagaimana membuat suatu game
menjadi lebih menarik dari sebelumnya, bahkan menurut Lennart Nacke (2014), game yang hebat adalah game yang berfokus pada pengalaman pemain yang hebat pula. Pengembangan game
harus dilakukan untuk membuat game yang ada jadi lebih bervariatif dan lebih menyenangkan dari waktu ke waktu, sehingga pengguna tidak akan pernah bosan memainkan game tersebut. Irshad dan Rohaya Bt Awang Rambli (2014), dalam penelitian mereka menjelaskan, User
Experience juga diakui sebagai faktor kualitas yang mempunyai suatu nilai signifikan dari produk dan jasa interaktif. Penerapan desain yang ada bertujuan memastikan secara umum
User Experience menyenangkan dan memuaskan. Namun, pendekatan dan metode untuk merancang experience tertentu masih langka. Hasilnya pasar menjadi lebih jenuh,
User Experience menjadi faktor kualitas yang kompetitif dominan untuk produk dan layanan interaktif.
AR dapat memainkan peran penting di sini, karena dapat memberikan perasaan yang berbeda dan dapat mempersonalisasikan User Experience dari si pengguna (Kraut & Jeknic, 2015). Game Tower Defense dipilih karena
gameplaynya yang bisa diatur tingkat kesulitannya dari mulai Tower defense dengan
gameplay yang simple (hanya memasang Tower) hingga yang apling sulit (memasang dan memanajemen resource game). Framework yang digunakan dalam perancangan game disini adalah MDA framework, Mechanic, Dynamic dan Aesthetic yang didesain dan diteliti oleh Marc LeBlanc (Hunicke, et al., 2004) .MDA framework dinilai lebih efektif dalam penelitian ini dikarenakan dalam penelitian ini game yang dikembangkan lebih kearah Entertainment
bukan ke arah Serious Game, yang mana dalam pengembangan serious Game sendiri cenderung lebih efektif dengan penggunaan Design, Play dan Experience (DPE) framework (Winn, 2009).
2. PERANCANGAN
Gambar 1. Metodologi Desain Iterative Rapid
Proses ini adalah mengharuskan melakukan desain melalui paper prototyping terlebih dulu dan hanya akan melakukan implementasi jika sudah benar-benar yakin bahwa inti dari rule
sudah menyenangkan. Inti dari metode ini adalah semakin banyak melakukan iterasi maka hasil dari game semakin baik (Schreiber, 2009).
2.1 MDA FRAMEWORK
LeBlanc et al., mendefinisikan sebuah game dalam kondisi dari Mechanic, Dynamics, dan
Aestheticnya:
1. Mechanic adalah sinonim untuk "rule" permainan. Ini adalah aturan di mana permainan berjalan. Bagaimana permainan diatur? Tindakan apa yang dapat pemain ambil, dan efek apa yang dilakukan tindakan-tindakan terhadap state permainan? Kapan akhir pertandingan, dan bagaimana resolusi ditentukan? Ini didefinisikan oleh mechanic.
2. Dynamic menggambarkan bermain game ketika aturannya ditetapkan dalam gerakan. Strategi apa yang muncul dari rule? Bagaimana pemain berinteraksi satu sama lain? 3. Aesthetic (dalam arti MDA) tidak mengacu pada unsur-unsur visual dari permainan, melainkan pengalaman pemain dari game: efek bahwa Dynamic terhadap para pemain sendiri. Apakah permainan "menyenangkan"? Apakah bermain membuat frustasi, dan membosankan, atau menarik? Apakah bermain dengan ketertarikan emosional atau intelektual?
Sebelum Kerangka MDA ditulis, istilah "mekanik" dan "dinamika" sudah umum
digunakan dikalangan desainer. Istilah "estetika" dalam pengertian ini belum terlalu dikenal, namun telah memperoleh lebih banyak penggunaan dalam beberapa tahun terakhir (Scrhiber, 2009).
Gambar 2. MDA Framework
Mechanic, Dynamic dan Aethetic (MDA) Framework digunakan dalam penelitian ini sebagai framework perancangan dari game yang akan dikembangkan. Contoh kombinasi yang akan digunakan dalam game ini adalah enemy spawn > shooting > Challenge. Dari kombinasi diatas bisa didapatkan Mechanic > Dynamic > Aesthetic, hasil experience yang didapatkan pemain adalah challenge yang berbeda disetiap
enemy spawn.
Simulasi dan analisis sederhana dari perancangan dengan framework diatas adalah sebagai berikut. Enemy spawn merupakan
Mechanic yang umum digunakan dalam game
Tower Defense. Enemy spawn adalah proses keluarnya enemy dari suatu tempat dengan jumlah tertentu dan menuju ke suatu tujuan yang sudah ditentukan. Mechanic tersebut akan menghasilkan Dynamic berupa pemain bisa menembak (shooting) atau menghancurkan enemy yang datang mendekat ataupun melewatinya. Dari Dynamic tersebut dihasilkan
Aesthetic berupa tantangan (challenge) sehingga pemain merasa lebih tertantang saat bermain.
Gambar 3. Konsep MDA yang dikerjakan
MDA diatas tidak terbatas pada satu poin utama saja. Beberapa game umumnya mempunyai lebih dari satu poin MDA sehingga game yang dihasilkan bisa sesuai dengan yang diharapkan oleh si perancang dan pemain yang memainkannya nanti.
2.2 Paper Prototyping
Paper Prototyping merupakan proses merancang sebuah game dengan menggunakan media kertas. Dalam proses ini dirancang simulasi interaksi untuk mendapatkan visualisasi dari game itu sendiri. Paper Prototyping
membutuhkan alat-alat penunjang guna memfasilitasi proses perancangan, beberapa alat yang digunakan dijelaskan pada gambar-gambar berikut:
Gambar 4. Peta Permainan
Map dari permainan ini diadaptasi dari permainan lama halma, yang mana berbentuk seperti bintang dengan enam kaki. Dalam simulasi game ini terdapat dua karakter yaitu musuh dan Tower. Tower terletak di tengah map permainan sementara musuh boleh spawn di mana pun diluar batas yang ditentukan.
Gambar 5. Karakter Permainan
Paku pin digunakan sebagai karakter permainan dalam paper prototyping ini. Perbedaan warna dari paku pin sendiri digunakan sebagai pembeda antara pemain, dengan begitu pemain bisa membedakan
karakternya masing-masing. Pemain yang bermain sebagai Tower hanya akan mendapat satu paku pin sedangkan yang bermain sebagai
enemy akan mendapat tiga paku pin.
Gambar 6. Dadu
Dadu digunakan untuk pergerakan dari musuh dan jarak menembak untuk Tower, contoh: jika pemain melempar dadu lalu menunjukan angka satu maka musuh boleh bergerak satu titik ke arah Tower atau ke mana pun dia mau, dan jika Tower mendapatkan angka satu maka jarak range dari tembakan dari Tower
hanya satu titik dari Tower ke segala arah.
Gambar 7. Contoh pergerakan musuh
Kartu akan didraw setiap pemain melakukan giliran, jadi setelah bergerak maka pemain diperbolehkan mengambil kartu. Terdapat berbagai macam kartu yang bisa digunakan. Kartu ini bisa menguntungkan dan juga bisa merugikan bagi pemain sehingga permainan bisa seimbang.
Gambar 9. Kartu Skill Permainan 2.3 Digital Prototyping
Pengembangan dari game menggunakan beberapa software yaitu, Unity Game Engine,
Vuforia SDK, dan Monodevelop.
Gambar 10. Logo Unity
Unity merupakan Game Engine yang biasa digunakan untuk pengembangan game cross
-platform yang dikembangkan oleh Unity Technology (Takahashi, 2014). Di dalam Unity sendiri dilakukan pembuatan objek permainan, skenario gameplay, dan implementasi AR
dengan vuforia sdk yang nantinya digunakan dalam permainan Omega Defender.
Gambar 11. Workspace dalam Unity
Workspace dari unity sendiri dapat diatur sesuai dengan keinginan pengguna guna mempermudah penggunaan. Dalam gambar 9, dilakukan pembentukan game objek Tower yang akan digunakan sebagai salah satu karakter dalam game nantinya yang mana memiliki
beberapa komponen dasar yg sebagian bisa dilihat pada Tab Inspector, yaitu:
- Transform - Capsule collider - PlayerHealth Script - Audio source - Animator
3. IMPLEMENTASI
Pada bagian ini dibahas mengenai pengimplementasian dari vuforia SDK,
implementasi gameplay dan user interface dari
game Omega Defender pada Unity..
3.1 Implementasi Vuforia SDK
Implementasi teknologi Augmented Reality
dapat dicapai dengan cara mengimport package Vuforia kedalam Unity kemudian mengatur
prefab ARcamera pada scene Unity. Kedua mempersiapkan marker dengan membuat
database project pada websitedeveloperVuforia
sehingga didapatkan package berisi data marker
dan app license key untuk digunakan di dalam
Unity nantinya.
3.2 Gameplay dan User Interface
Ide dari game sendiri adalah mengkoneksikan antara orang dan dunia nyata melaui game dengan elemen virtual sehingga didapatkan experience baru nantinya. Interaksi dari game sendiri bisa dijelaskan sebagai berikut:
Player melakukan pemilihan menu, lihat gambar
Player melakukan tracking pada marker
Melalui kamera, game engine akan memverifikasi jika marker yang dideteksi adalah target sebenarnya
Objek akan digenerate di atas marker dan game akan dimulai
Gambar 13. Difficulties Selection UI
4. PENGUJIAN
Pada tahap ini diterangkan mengenai interaksi pengguna dan sistem melalui usability testing.
Tabel 1. Usability Testing Form
Aspek Pembelajaran 1. Permainan mudah untuk dipelajari 2. Mudah untuk beriteraksi dengan permainan 3. Mudah beradaptasi dengan permainan 4. Aplikasi terstruktur dengan baik
Aspek Pergerakan
5. Pengguna bisa bergerak bebas dalam game (360 derajat dengan sumbu marker)
6. Interaksi didalam permainan terkesan alami Aspek Informasi
7. Aspek visual melibatkan pengguna selama permainan berlangsung
8. Pengguna sadar/mengetahui informasi yang tertera pada layar
9. Pengguna paham/mengerti kegunaan informasi yang tertera pada layar
10. Komponen-komponen yang tertera pada layar sangat mengganggu
Aspek Deteksi 11. Marker mudah dideteksi 12. Musuh bisa dideteksi oleh sistem
Aspek Kontrol
13. Pengguna dapat menghancurkan musuh tanpa masalah
14 Pengguna mudah membidik sasaran
Pelaksanaan usability testing dilakukan dengan melakukan pemberian kuisioner kepada 5 koresponden dengan rentang usia antara 20-30 tahun. 5 koresponden dipilih berdasarkan paper dari Jakob Nielsen (2003), bahwa dengan menggunakan 5 orang pada usability testing sudah akan menghasilkan 80% penemuan permasalahan usabilitas. Dengan ini maka pengembang tidak perlu terlalu banyak mencari pengguna lain dan lebih fokus pada pembenahan dan evaluasi dari game sendiri.
Form dibuat menjadi dua bagian dengan bagian terakhir berisi kritik dan saran yang bisa diisi oleh pemain. Kritik dan saran akan
dijadikan acuan dalam penilaian dari fun testing sehingga nantinya didapatkan hal-hal apa sajakah yang diinginkan oleh pengguna dalam pengembangan game tersebut. Penilaian dari form menggunakan skala Likert dengan lima nilai mulai dari “sangat tidak setuju” sampai dengan “sangat setuju”, opsi “tidak ditentukan” diberikan sebagai pembantu jika pengguna tidak dapat menentukan pilihannya. Sebelum memulai permainan, pengguna diberikan tutorial dan arahan dari game sendiri oleh penulis. Pengguna didorong untuk memberikan umpan balik ketika permainan sedang berlangsung.
Gambar 14. Grafik aspek pembelajaran
Pada aspek pembelajaran didapatkan nilai 70% pengguna setuju bahwa game mudah untuk dipelajari, mudah beradaptasi dengan game, mudah untuk berinteraksi dan juga aplikasi terstruktur dengan baik. Sebagian besar pengguna tidak merasa kesulitan pada awal permainan. Pengguna yang merasa kesulitan akan secara langsung bertanya kepada pengembang sehingga feedback yang diharapkan juga tercapai.
Gambar 15. Grafik aspek pergerakan
Ditentukan” karena pada awal permainan para pengguna terkesan kebingungan, saat mereka bergerak game tiba-tiba menghilang dikarenakan marker tidak terdeteksi oleh kamera. Pada awal permainan telah disampaikan bahwa game bersifat marker-based, sehingga marker harus selalu terdeteksi agar game dapat dimainkan namun beberapa pengguna mempunyai argument tersendiri tentang game yang dimainkan.
Gambar 16. Grafik aspek informasi
Pada aspek informasi didapatkan nilai 70% pengguna setuju bahwa game mempunyai aspek visual yang melibatkan pengguna selama permainan, pengguna mengetahui dan mengerti tentang informasi yang tertera pada layar. Pengguna juga tidak setuju elemen pada layar bersifat mengganggu. Sehingga elemen yang tertera pada layar sangat membantu para pengguna memahami situasi dari game yang berlangsung.
Gambar 17. Grafik aspek deteksi
Pada aspek deteksi didapatkan nilai 60%, pengguna setuju bahwa marker sangat mudah dideteksi dan musuh dapat dideteksi dengan baik oleh sistem. Ini berarti ketika pengguna melakukan tindakan seperti menembak musuh, musuh bisa dikenali oleh sistem dan dihancurkan. Hal lainnya adalah saat musuh menabrak Tower, sistem mengetahui bahwa
yang menabrak adalah musuh sehingga Health Point Tower berkurang.
Gambar 18. Grafik aspek kontrol
Pada aspek kontrol didapatkan nilai 50% setuju bahwa mudah membidik sasaran dan menghancurkannya tanpa ada masalah. 30% pengguna tidak setuju dikarenakan ketika pengguna diharapkan untuk aktif bergerak mengikuti permainan mereka bersifat sebaliknya. Sehingga disaat musuh muncul dibelakang ataupun disamping, mereka kesulitan untuk membidik sasaran.
5. KESIMPULAN
Gameplay dirancang dengan menggunakan metodologi Rapid and Iterative Prototyping
yang mana lebih efisien dan efektif karena mampu memberikan hasil evaluasi yang lebih bagus karena dilakukan beberapa kali iterasi yang melibatkan pembuatan Paper Prototyping
dan Digital Prototyping. Dalam iterasi tersebut juga didapatkan hasil analisis dari pengujian
Blackbox Testing, Combinatorial Testing. Juga dilakukan Play Testing yang sesuai pada setiap
Prototypingnya sehingga didapatkan perancangan yang diinginkan sesuai dengan tujuan perancangan.
Desainer game harus mampu menentukan konsep kerangka kerja yang sesuai untuk
gameplay game yang akan dikembangkanyanya. Dalam pengembangan game ini digunakan kerangka kerja MDA (Mechanic, Dynamic and Aesthetic) yang mana lebih cocok untuk segi pengembangan game yang bersifat entertaint
daripada menggunakan kerangka kerja DPE (Design, Play and Experience) yang lebih relevan untuk pengembangan serious game.
Implementasi teknologi Augmented Reality
dapat dicapai dengan cara mengimport package Vuforia kedalam Unity kemudian mengatur
prefab ARcamera pada scene Unity. Kedua mempersiapkan marker dengan membuat
database pada website Vuforia (
http://developer.vuforia.com/license-manager )
sehingga didapatkan package berisi data marker
dan app license key untuk digunakan di dalam
Unity nantinya.
Objek Augmented Reality yang akan ditampilkan harus dibedakan antara yang muncul pada Screen Space dan World Space. Objek yang akan ditampilkan dengan menggunakan Augmented Reality harus ditempatkan di Layer World Space yang mana akan dirender di layer tersebut. Sedangkan pada
Screen Space objek hanya akan di render pada
Layer Screen yang tidak terpaut dengan
Augmented Reality.
Pengujian game dan perangkat lunak mempunyai beberapa aspek yang berbeda, pengujian game mempunyai beberapa fokus tertentu sebagai pengujiannya, sebagai contoh seperti fun factor pada Fun Testing. Pada usability testing hasil bersifat memuaskan bagi pengembang dan didapatkan banyak umpan balik yang didapatkan ketika pengujian berlangsung.
6. DAFTAR PUSTAKA
Adimanggala, D., 2016. Game Augmented Reality Perjuangan 10 November 1945,
Malang: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya.
[Diakses 30 Januari 2017].
Avery, P., Togelius, J., Alistar, E. & van Leeuwen, R. P., 2011. Computational intelligence and Tower defence games.
2011 IEEE Congress of Evolutionary Computation (CEC), pp. 1084-1091.
Azuma, R. et al., 2001. Recent Advances in Augmented Reality. IEEE Computer Graphics and Applications, pp. 34-47.
Barreira, J. et al., 2012. MOW: Augmented Reality game to learn words in different languages: Case study: Learning English names of animals in elementary school. 7th Iberian Conference on Information
Systems and Technologies (CISTI 2012),
pp. 1-6.
[Diakses 30 Januari 2017].
Cordeiro, D., Correia, N. & Jesus, R., 2015. ARZombie: A mobile augmented reality game with multimodal interaction. 2015 7th International Conference on Intelligent Technologies for Interactive Entertainment (INTETAIN), pp. 22-31.
Dugan, P., 2007. GAMASUTRA. [Online]
[Diakses 13 Januari 2016].
Engelhardt, S. et al., 2009. MoleARlert - an augmented reality game based on Lemmings. 2009 8th IEEE International Symposium on Mixed and Augmented Reality, pp. 183-184.
France, 2011. int13. [Online] Available at: http://int13.net/ardefender-on-android/
[Diakses 13 Januari 2016].
Hoberg, J., 2014. Gamasutra: Johan Hoberg's Blog - Differences between Software Testing and Game Testing. [Online]
[Diakses 24 Oktober 2016].
Hunicke, R., LeBlanc, M. & Zubek, R., 2004.
Microsoft Word - 2WS0404HunickeR.doc - MDA.pdf. [Online]
Available at:
http://www.cs.northwestern.edu/~hunicke /MDA.pdf
[Diakses 13 Januari 2016].
Irshad, S. & Rohaya Bt Awang Rambli, D., 2014. User experience of mobile augmented reality: A review of studies.
User Science and Engineering (i-USEr),
pp. 125-130.
Juul, J., 2003. The Game, the Player, the World: Looking for a Heart of Gameness. [Online]
Available at:
http://www.jesperjuul.net/text/gameplayer world/
[Diakses 2 November 2016].
Karhulahti, V. M., 2013. Microsoft Word - Proceedings Abstract.docx - Karhulahti_Proceedings-Abstract.pdf.
[Diakses 2 November 2016].
Koutromanos, G. & Styliaras, G., 2015. "The buildings speak about our city": A location based augmented reality game. 2015 6th International Conference on Information, Intelligence, Systems and Applications (IISA), pp. 1-6.
Kraut, B. & Jeknic, J., 2015. Improving education experience with augmented reality (AR). 38th International Convention on Information and Communication Technology, Electronics and Microelectronics (MIPRO), pp. 755-760.
Lee, R. G. & Tien, S. C., 2012. Augmented Reality Game System Design for Stroke Rehabilitation Application. 2012 Fourth International Conference on Computational Intelligence, Communication Systems and Networks,
pp. 339-342.
Mesarosova, A. & Hernandez, M. F., 2014. ARecycle NOID ARt Game: The Augmented Reality Game in Public Space.
International Conference on Cyberworlds,
pp. 421-424.
Milgram, P., Takemura, H., Utsumi, A. & Kishino, F., 1994. Augmented Reality: A class of display on the rality-virtuality continuum. Proceedings of SPIE - The International Society for Optical Engineering, Volume 2351, pp. 282-292.
Nacke, L., 2014. THE ACAGAMIC. [Online]
Available at:
http://www.acagamic.com/courses/infr13
30-2014/the-formal-Systems-of-games-and-game-design-atoms
[Diakses 10 Oktober 2016].
Nielsen, J., 2003. Panel: The "Magic Number
[Diakses 11 Januari 2017].
Preece, P., 2009. The Casual Collective - Social Gaming & Casual Networking. [Online]
Available at:
http://old.casualcollective.com/#play [Diakses 13 Januari 2016].
Pressman, R. S., 2005. Software Engineering: A Practitioner's Approach - Semantic Scholar. [Online]
[Diakses 13 Januari 2016].
Rutkoff, A., 2007. Strategy Game Pits Players Against Dekstop Invasion - WSJ. [Online]
Available at:
http://www.wsj.com/articles/SB11798706 0189311315
[Diakses 13 Januari 2016].
Schreiber, I., 2009. Game Design Concepts | An experiment in game design and teaching.
[Online]
[Diakses 13 Januari 2016].
Schultz, C. P., Bryant, R. & Langdell, T., 2011.
course-technology-game-testing-all-in-one-feb20051.pdf. [Online]
Available at:
https://computernote.files.wordpress.com/ 2011/04/course-technology-game-testing-all-in-one-feb20051.pdf
[Diakses 13 Januari 2016].
Scott, D., 2009. The Casual Collective - Social Gaming & Casual Networking. [Online]
Available at:
Stahl, T., 2016. Video Game Genres. [Online]
Available at:
https://www.thocp.net/software/games/ref erence/genres.htm
[Diakses 13 Januari 2016].
Takahashi, D., 2014. John Riccitiello sets out to identify the engine of growth for Unity Technologies (interview) | GamesBeat | Games | by Dean Takahashi. [Online]
Available at:
https://venturebeat.com/2014/10/23/john- riccitiello-sets-out-to-identify-the-engine-
of-growth-for-unity-technologies-interview/
[Diakses 13 Januari 2016].
The Strong, 2016. Video Game History Timeline | The Strong. [Online]
Available at:
http://www.museumofplay.org/about/iche g/video-game-history/timeline
[Diakses 2 November 2016].
Tyson, J., 2000. How Video Game Systems Work | HowStuffWorks. [Online]
Available at:
http://electronics.howstuffworks.com/vide o-game.htm
[Diakses 24 Oktober 2016].
Vaccari, G., 2013. What Game Engine to Use a Beginner Game Developer. [Online]
Available at:
https://www.tumblr.com/dashboard/blog/ giacomovaccari/18380022743
[Diakses 2 November 2016].
Williams, L., 2006. Microsoft Word - 3.BlackBox.doc - BlackBox.pdf. [Online]
Available at:
http://agile.csc.ncsu.edu/SEMaterials/Blac kBox.pdf
[Diakses 22 Januari 2017].
Winn, B. M., 2009. The Design, Play, and Experience Framework. Dalam: R. E. Ferdig, penyunt. Handbook of Research on Effective Electronic Gaming in Education.