BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Gerombol
2.1.1 Pengertian Analisis Gerombol
Cluster atau gerombol dapat diartikan kelompok dengan demikian, pada dasarnya analisis gerombol akan menghasilkan sejumlah gerombol (kelompok).
Analisis ini diawali dengan pemahaman bahwa sejumlah data tertentu sebenarnya
mempunyai kemiripan di antara anggotanya; karena itu, dimungkinkan untuk
mengelompokkan anggota-anggota yang mirip atau mempunyai karakteristik yang
serupa tersebut dalam satu atau lebih dari satu gerombol (Santoso, 2010).
Analisis gerombol melakukan sebuah usaha untuk menggabungkan
keadaan atau objek ke dalam suatu kelompok, dimana anggota kelompok itu tidak
diketahui sebelumnya untuk dianalisis. Dengan kata lain analisis gerombol
merupakan analisis statistik yang digunakan untuk mengelompokan n objek ke dalam k buah kelompok, dengan setiap objek dalam kelompok memiliki keragaman yang besar dibandingkan antar kelompok (Afifi & Clark, 1999).
Menurut Sharma (1996) yang dikutip dari Nuningsih (2010), analisis
gerombol merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling
ketergantungan). Oleh karena itu, dalam analisis gerombol tidak ada pembedaan
antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).
Di dalam analisis gerombol hubungan interdependensi antara seluruh set
obyek (elemen) seperti orang, produk (barang), toko, perusahaan ke dalam
kelompok-kelompok yang relatif homogen berdasarkan pada suatu set variabel
yang dipertimbangkan untuk diteliti. Obyek di dalam setiap kelompok harus
relatif mirip/sama. Variabel-variabel pada kelompok ini harus jauh berbeda
dengan obyek dari kelompok lain. Jika digunakan cara seperti ini maka analisis
gerombol merupakan bagian depan dari analisis faktor, dimana mereduksi
(memperkecil) banyaknya obyek (responden) bukan banyaknya variabel atau
atribut responden, yaitu mengelompokkan obyek-obyek tersebut kedalam
kelompok yang banyaknya lebih sedikit dari banyaknya obyek asli yang diteliti,
misalnya dari 50 orang responden, dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan
setiap kelompok terdiri dari 10 orang.
Analisis gerombol merupakan suatu kelas teknik yang digunakan untuk
mengklasifikasikan obyek atau kasus (responden) ke dalam kelompok yang relatif
homogen yang dinamakan kelompok. Obyek dalam setiap kelompok cenderung
mirip satu sama lain dan berbeda jauh dengan obyek dari kelompok lainnya. Di
dalam penggerombolan setiap obyek hanya boleh masuk ke dalam satu kelompok
saja sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlapping atau interaction).
Ciri-ciri suatu gerombol yang baik yaitu mepunyai :
Homogenitas internal (within cluster); yaitu kesamaan antar anggota dalam satu cluster. Setiap anggota kelompok atau gerombol homogen
mempunyai karakteristik tertentu. Hal ini berarti bahwa observasi dalam
setiap kelompok sama dengan observasi lain dalam satu kelompok yang
Heterogenitas external (between cluster); yaitu perbedaan. Setiap kelompok seharusnya berbeda dari kelompok lain dengan karakteristik
yang sama. Hal ini berarti bahwa observasi dalam kelompok yang satu
seharusnya berbeda dari observasi dalam kelompok lain.
Adapun tujuan analisis gerombol adalah :
1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata (signifikan) antar
kelompok yang terbentuk, dalam hal ini gerombol yang dihasilkan.
2. Melihat profil serta kecenderungan-kecenderungan dari masing-masing
gerombol yang terbentuk.
3. Melihat posisi masing-masing objek terhadap objek lainnya dari gerombol
yang terbentuk.
2.1.2 Metode Analisis Gerombol
Secara umum ada dua metode dalam analisis gerombol, yaitu;
1. Metode Hirarkis
Metode penggerombolan berhirarki digunakan jika banyaknya gerombol
yang akan dibentuk belum diketahui sebelumnya. Metode ini ditujukan untuk
ukuran data yang kecil (n < 500). Metode penggerombolan berhirarki ini
dibedakan menjadi dua yaitu metode penggabungan (agglomerative) dan metode pemisah (divisive) (Hair et al,1998).
Metode agglomerative dimulai dengan n buah gerombol yang masing masing beranggotakan satu objek. Kemudian dua gerombol yang paling dekat
digabungkan dan ditentukan kembali kedekatan antar gerombol yang baru. Proses
Metode devisive dimulai dengan satu gerombol yang anggotanya adalah seluruh objek, kemudian objek-objek yang paling jauh dipisahkan dan membentuk
gerombol lain. Proses ini berlanjut sampau semua objek masing-masing
membentuk satu gerombol.
Dalam metode berhirarki terdapat beberapa ukuran jarak antar gerombol,
antara lain jarak minimum atau pautan tunggal (single linkage), jarak maksimum atau pautan lengkap (comlete linkage), jarak antar centroid atau pautan centroid (centroid lingkage), median antara gerombol atau pautan median (median linkage), rata-rata dari semua jarak atau pautan rataan (average linkage), serta metode Ward. Jenis peubah yang dapat digerombolkan dengan metode ini adalah peubah kontinu (rasio dan interval) dan fungsi jarak yang sering digunakan dalam
metode berhirarki ini adalah jarak Euclidian atau jarak Mahalanobis.
2. Metode Non Hirarki
Metode penggerombolan non hirarki digunakan jika banyaknya gerombol
yang akan dibentuk sudah diketahui sebelumnya. Metode ini cocok digunakan
pada data yang berukuran besar (2000). Contoh dari metode non hirarki adalah
K-means. Langkah pertama dalam metode k-means yaitu menentukan besarnya k,
yaitu banyaknya gerombol. Pemilihan k dapat ditentukan secara subyektif berdasarkan latar belakang bidang masing-masing. Fungsi jarak yang sering
digunakan adalah jarak Euclidian. Jenis peubah yang dapat digerombolkan dengan
metode ini adalah peubah kontinu (Hair et al,1998).
gerombol/cluster. Metode ini mempartisi data ke dalam gerombol sehingga data
yang memiliki karakteristik sama dikelompokkan ke dalam satu gerombol yang
sama. Dasar pengelompokan dalam metode ini adalah menempatkan objek
berdasarkan rata-rata (mean) gerombol terdekat (Jhonson & Wichern, 2007).
Algoritma K-Means memerlukan 3 komponen yaitu:
1. Jumlah Gerombol K
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, K-Means merupakan bagian dari metode non-hirarki sehingga dalam metode ini jumlah k terus harus ditentukan terlebih dahulu. Jumlah gerombol k dapat ditentukan melalui pendekatan metode hirarki. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat
aturan khusus dalam menentukan jumlah gerombol k, terkadang jumlah gerombol yang diinginkan tergantung pada subjektif seseorang.
2. Gerombol Awal
Gerombol awal yang dipilih berkaitan dengan penentuan pusat gerombol
awal (centroid awal). Dalam hal ini, terdapat beberapa pendapat dalam
memilih gerombol awal untuk metode K-Means sebagai berikut:
a. Pemilihan gerombol awal dapat ditentukan berdasarkan interval dari
jumlah setiap observasi.
b. Pemilihan gerombol awal dapat ditentukan melalui pendekatan salah satu
metode hirarki.
c. Pemilihan gerombol awal dapat secara acak dari semua observasi.
Oleh karena adanya pemilihan gerombol awal yang berada ini maka
3. Ukuran Jarak
Dalam hal ini, ukuran jarak digunakan untuk menempatkan observasi ke
dalam gerombol berdasarkan centroid terdekat. Ukuran jarak yang
digunakan dalam metode K-Means adalah jarak Euclidian.
Two Step Cluster
Two step Cluster adalah analisis penggerombolan yang dirancang untuk menangani data dengan ukuran yang sangat besar. Analisis ini juga dapat
mengatasi masalah pengukuran dengan tipe data yang berbeda yaitu kontinu dan
katagorik. Fungsi jarak Euclidian atau jarak Log Likelihood (Bacher et al,2004).
Prosedur penggerombolan objek dalam Two Step Cluster ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu tahap pembentukan gerombol awal dan tahap
pembentukan gerombol optimal (Chiu et al,2001). Perbandingan antara metode hirarki, non hirarki dan Two Step Cluster selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Metode Hirarki, Non Hirarki, dan Two Step Cluster Aspek yang
dibandingkan
Metode Hirarki Metode Non Hirarki
Jenis peubah Kontinu Kontinu Kontinu dan katagorik
Banyak gerombol Belum diketahui Sudah diketahui
Belum diketahui
Ukuran jarak Euclidian atau mahalanobis
Euclidian Euclidian atau Log likehood
Tabel 2.1 Lanjutan Aspek yang
dibandingkan
Metode Hirarki Metode Non Hirarki
K-means Pembentukan CF Tree Agglomerative
Menentukan gerombol optimal
2.1.3 Jarak Dalam Analisis Gerombol
Jarak yang biasa digunakan dalam analisis penggerombolan diantaranya
(Johnson & Wichern, 2007) adalah :
a. Jarak Euclidian
Jarak Euclidian adalah jarak yang paling umum dan paling sering
digunakan dalam analisis gerombol. Jarak Euclidian antara dua titik dapat
terdefinisikan dengan jelas. Jarak digunakan adalah peubah kontinu.
Jarak Euclidian antara gerombol ke-i dan ke-j dari p peubah didefinisikan:
(2.1)
dengan :
d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j = nilai tengah pada gerombol ke-i
= nilai tengah pada gerombol ke-j
p = banyaknya peubah yang diamati b. Jarak Mahalanobis
Jarak Mahalanobis sangat berguna dalam menghilangkan atau mengurangi
pada saat menentukan jarak, perlu juga dipertimbangkan ragam dan peragam.
Jarak Mahalanobis didefinisikan:
(2.2)
dengan :
d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j = nilai tengah pada gerombol ke-i
= nilai tengah pada gerombol ke-j
S-1 = matriks ragam peragam gabungan antara
c. Jarak Manhattan
Ukuran ini merupakan bentuk umum dari jarak Euclidian, fungsi jaraknya
didefinisikan:
(2.3)
dengan:
d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j = nilai tengah pada gerombol ke-i
= nilai tengah pada gerombol ke-j
p = banyaknya peubah yang diamati d. Jarak Log Likehood
Jarak Log Likelihood dapat diterapkan untuk peubah kontinu maupun
kategorik. Asumsi yang ada pada jarak ini adalah peubah kontinu menyebar
normal, peubah kategorik menyebar multinomial dan antar peubahnya saling
tersebut sehingga metode ini masih dapat digunakan ketika terjadi pelanggaran
asumsi.
Jarak antara gerombol j dan s didefinisikan:
(2.4)
dengan :
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
Keterangan :
N = jumlah total observasi
= jumlah observasi di dalam gerombol j
= jumlah data di gerombol j untuk peubah kategorik ke-k dengan kategorik
ke-l
= ragam dugaan untuk peubah kontinu ke-k untuk keseluruhan observasi
= ragam dugaan untuk peubah kontinu ke-k dalam gerombol j
= jumlah total peubah kontinu
= jumlah total peubah kategorik
= jumlah kategorik untuk peubah kategorik ke-k
d(j,s) = jarak antara gerombol j dan s
Jarak Euclid dan jarak Manhattan digunakan jika antar peubah memiliki
satuan yang sama dan korelasi antar peubahnya tidak nyata. Sedangkan jika
satuan antar peubah tidak sama dapat menggunakan jarak Euclid maupun jarak
Manhattan yang telah ditransformasi ke dalam bentuk baku. Jika adanya korelasi
antar peubah yang nyata, jarak yang digunakan menggunakan jarak Mahalanobis
atau jika menggunakan jarak Euclid maka peubah asal ditransformasi
menggunakan analisis komponen utama (AKU).
2.1.4 Asumsi Analisis Gerombol
Asumsi yang harus dipenuhi pada analisis gerombol: (Santoso, 2010)
1. Sampel yang diambil benar-benar bisa mewakili populasi yang ada. Memang
tidak ada ketentuan jumlah sampel yang representatif, namun tetaplah
diperlukan sejumlah sampel yang cukup besar agar proses clustering bisa
dilakukan dengan benar.
2. Multikolinearitas, yaitu kemungkinan adanya korelasi antar objek. Sebaiknya
tidak ada atau seandainya ada, besar multikolinearitas tersebut tidaklah tinggi
(misal di atas 0,5). Jika sampai terjadi multikolinearitas, dianjurkan untuk
menghilangkan salah satu variabel dari dua variabel yang mempunyai
korelasi cukup besar.
2.1.5 Melakukan Analisis Gerombol
Analisis gerombol ini terdiri dari beberapa proses dasar, yaitu :
1. Merumuskan Masalah
Hal yang paling penting di dalam perumusan masalah analisis gerombol
(pembentukan gerombol). Pada dasarnya set variabel yang akan dipilih harus
menguraikan kemiripan antara objek, yang memang benar-benar relevan dengan
masalah riset pemasaran. Variabel harus dipilih berdasarkan penelitian
sebelumnya, teori atau suatu pertimbangan berkenaan dengan hipotesis yang akan
diuji.
2. Melakukan Proses Standarisasi Data jika Diperlukan
Jika data yang mempunyai perbedaan yang besar, misalnya untuk data
status gizi yang hanya dengan satuan puluhan (00), sedangkan data morbiditas
dengan satuan ratusan ribu (00.000), maka perbedaan ini akan membuat
perhitungan jarak tidak valid. Jika data mempunyai satuan yang berbeda secara
signifikan, pada data harus dilakukan proses standarisasi dengan mengubah data
yang ada ke Z-Score. Proses standarisasi menjadikan dua data dengan perbedaan
satuan yang lebar akan otomatis menjadi menyempit (Santoso, 2010).
3. Memilih Ukuran Jarak atau Similaritas
Oleh karena tujuan penggerombolan ialah untuk mengelompokkan objek
yang mirip dalam gerombol yang sama, maka beberapa ukuran diperlukan untuk
mengakses seberapa mirip atau berbeda objek-objek tersebut. Pendekatan yang
paling biasa ialah mengukur kemiripan dinyatakan dalam jarak (distance) antara
pasangan objek (Supranto, 2004).
Objek dengan jarak yang lebih pendek antara mereka akan lebih mirip satu
4. Memilih Suatu Prosedur Penggerombolan
Setelah data yang dianggap mempunyai satuan yang sangat berbeda
diseragamkan, dan metode gerombol ditentukan, langkah selanjutnya adalah
pengelompokan data, yang bisa dilakukan dengan dua metode:
1. Metode Hirarkis;
Memulai pengelompokan dengan dua atau lebih obyek yang mempunyai
kesamaan paling dekat. Kemudian diteruskan pada obyek yang lain dan
seterusnya hingga kelompok akan membentuk semacam „pohon‟ dimana
terdapat tingkatan (hirarki) yang jelas antar obyek, dari yang paling mirip
hingga yang paling tidak mirip. Alat yang membantu untuk memperjelas
proses hirarki ini disebut “dendogram”.
2. Metode Non-Hirarkis;
Dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah kelompok yang
diinginkan (dua, tiga, atau yang lain). Setelah jumlah kelompok
ditentukan, maka proses pengelompokkan dilakukan dengan tanpa
mengikuti proses hirarki. Metode ini biasa disebut “K-Means Cluster”.
5. Menentukan Banyaknya Gerombol
Isu pokok/utama dalam analisis gerombol ialah menentukan berapa
banyaknya gerombol. Sebetulnya tidak ada aturan yang baku untuk menentukan
berapa seharusnya banyaknya gerombol, namun demikian ada beberapa petunjuk,
a. Pertimbangan teoritis, konseptual, praktis, mungkin bisa
diusulkan/disarankan untuk menentukan berapa banyaknya gerombol yang
sebenarnya.
b. Di dalam penggerombolan hirarki, jarak dimana gerombol digabungkan
bisa dipergunakan sebagai kriteria. Atau dengan melihat dua tahap
dendogram yang terbentuk.
c. Di dalam penggerombolan non hirarki, rasio jumlah varian dalam
gerombol dengan jumlah varian antar gerombol dapat diplotkan melawan
banyaknya gerombol. Titik pada mana suatu siku (an elbow) atau lekukan tajam (a sharp bend) terjadi, menunjukkan banyaknya gerombol, di luar titik ini, biasanya tidak berguna/tidak perlu.
d. Besarnya relatif gerombol seharusnya berguna/bermanfaat.
5. Melakukan Interpretasi Terhadap Gerombol yang Telah Terbentuk
Setelah sejumlah gerombol terbentuk dengan metode hierarki atau
nonhierarki, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap
gerombol yang telah terbentuk, yang pada intinya memberi nama spesifik untuk
menggambarkan isi gerombol tersebut.
2.2 Derajat Kesehatan
2.2.1 Pengertian Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan atau tingkat kesehatan atau status kesehatan adalah skala
yang dapat mengukur sehat atau sakitnya keadaan fungsi dan struktur jasmani
mental sosial seseorang. Derajat kesehatan kelompok individu merupakan hasil
Derajat kesehatan penduduk dapat diukur dengan menghitung morbiditas,
mortalitas, kecacatan, kefatalan dan angka harapan hidup. Semakin rendah
nilainya, menunjukkan bahwa derajat kesehatan meningkat dan sebaliknya (Sekar,
2013). Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi
kesehatan yang tinggi dari setiap orang atau masyarakat dan harus selalu
diusahakan peningkatannya secara terus menerus.
Undang-undang kesehatan No.36 Tahun 2009 memberikan batasan:
kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan
adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya
bebas dari penyakit dan cacat.
Undang-undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 17 ayat 1
menyebutkan bahawa pemerintah bartanggung jawab atas ketersediaan akses
terhadap informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada
pasal 168 juga menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui
sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor. Sedangkan pada pasal 169
disebutkan bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada masedryarakat
untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya
2.2.2 Indikator Derajat Kesehatan
Indikator derajat kesehatan adalah ukuran yang digunakan untuk melihat
apakah derajat kesehatan masyarakat sudah optimal, yang dilihat dari unsur
kualitas hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013) yaitu:
1. Mortalitas (Angka kematian )
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dilihat dari
kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu
kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan
lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan
melakukan berbagai survei dan penelitian.
Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir dari
berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Secara
umum kejadian kematian pada manusia berhubungan erat dengan
permasalahan kesehatan sebagai akibat dari gangguan penyakit atau akibat
dari proses interaksi berbagai faktor yang secara sendiri – sendiri atau
bersama – sama mengakibatkan kematian dalam masyarakat.
Salah satu alat untuk menilai keberhasilan program pembangunan
kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat
perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Besarnya tingkat
kematian dan penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada
a. Angka kematian bayi
Infact Mortality Rate atau angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menetukan derajat kesehatan
masyarakat, baik pada tatanan provinsi ataupun nasional. Selain itu,
program pembangunan kesehatan di indonesia banyak melibatkan
pada upaya penurunan angka kematian bayi. Angka kematian bayi
merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara
kelahiran bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran
hidup.
Dilihat Angka Kematian Bayi hasil Sensus Penduduk 2010
berdasarkan kabupaten/kota diketahui bahwa angka kematian bayi
terendah adalah kota medan sebesar 14,7/1.000 kelahiran hidup dan
yang tertinggi adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan angka
kematian bayi 45,7/1.000 kelahiran hidup.
b. Angka kematian balita (AKABA)
Angka kematian balita menggambarkan peluang untuk meninggal
pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun
2007 diperoleh angka kematian balita di Indonesia sebesar 44/1.000
c. Angka kematian ibu (AKI)
Angka kematian ibu mengacu pada jumlah wanita yang meninggal
dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil)
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah
melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000
kelahiran hidup.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, angka kematian ibu di
sumatera utara sebesar 328/100.000 kelahiran hidup, angka ini masih
cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil Sensus
Penduduk 2010 sebesar 259/100.000 kelahiran hidup.
2. Morbiditas (angka kesakitan)
Tingkat kesakitan suatu negara juga mencerminkan situasi derajat
kesehatan masyarakat yang ada didalamnya. Berikut ini morbiditas
penyakit-penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengambarkan
keadaan derajat kesehatan masyarakat:
a. Diare
Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit
diare jauh lebih banyak terdapat dinegara berkembang daripada
negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak di dalm kasus mortalitas
Penyebab utama penyakit diare adalah infeksi bakteri atau virus.
Jalur masuk utama infeksi tersebut melalui feses manusia atau
binatang, makanan, air, dan kontak dengan manusia. Kondisi
lingkungan yang menjadi habitat atau pejamu untuk patogen tersebut
atau peningkatan kemungkinan kontak dengan penyebab tersebut
menjadi resiko utama penyakit ini. Sanitasi dan kebersihan rumah
tangga yang buruk, kurangnya air minum yang aman, dan pajanan
pada sampah padat (misalnya, melalui pengambilan sampah atau
akumulasi sampah dilingkungan) yang kemudian mangakibatkan
penyakit diare. Epidemik penyakit diare juga dapat terjadi sebagai
akibat dari kejadian polusi atau bencana alam besar, seperti banjir.
b. Pneumonia
Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan
antibiotik membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun
kemudian. Namun pada tahun 2000 kombinasi pneumonia dan
influenza kembali merajalela dan menyebabkan kematian ketujuh di
negara ini.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.
Gara-gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
pneumonia bisa meninggal.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di
negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara
Eropa. Di indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial
ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.
c. TB paru
Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari
usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama
antara laki-laki dan permpuan. Penyakit ini biasanya banyak
ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat
kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam
rumah sangat minim.
Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe.
Diseluruh kasus tuberkulosis, sebesar 11% dialami oleh anak-anak di
3. Status gizi
Untuk status gizi telah disepakati indikatornya, yaitu:
a. Persentasi BBLR
WHO pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru lahir
yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut
low birth weight infant (bayi berat badan lahir rendah, BBLR) (dalam Surasmi, 2002)
Cakupan berat bayi lahir rendah yang ditangani adalah berat bayi
yang kurang dari 2500gram yang ditangani di sarana pelayanan
kesehatan sesuai tatalaksana berat bayi lahir rendah di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
b. Persentase balita dengan Gizi Buruk
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan yaitu jumlah balita
gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai
tatalaksana gizi buruk di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Adapun kerangka konsep penelitian yang akan dilakukan adalah :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penerapan Analisis Gerombol Untuk Melihat Derajat Kesehatan Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2013
Variabel Mortalitas
AKB AKABA AKI
Morbiditas
Angka Diare Angka Pneumonia Angka TB paru
Status Gizi
Persentase BBLR
Persentase balita dengan gizi buruk