BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Film
2.1.1 Pengertian Film
Berbagai definisi tentang film antara lain dikemukakan oleh :
1. Film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak
melalui sebuah media cerita. Film juga merupakan medium ekspresi
artistik sebagai suatu alat para seniman dan insan perfilman dalam rangkan
mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita. Secara esensial dan
substansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap
komunikan masyarakat (Wibowo, 2006)
2. Menurut Effendy (2000) juga berpendapat bahwa film adalah gambaran
teatrikal yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung–
gedung bioskop khusus untuk siaran televisi.
3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka (1990),
“film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar
negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang
akan dimainkan di bioskop). Film juga diartikan sebagai lakon (cerita)
gambar hidup.”
4. Menurut pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman
dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ film adalah karya cipta
dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada
pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan
teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses
kimiawi, proses elektronika, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,
yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem mekanik,
elektronik dan/atau lainnya.”
5. Menuruut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2009 Tentang Perfilman (UU baru tentang perfilman) “Film adalah
karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi
massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa
suara dan dapat dipertunjukkan”.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, film adalah
hasil kaya seni budaya yang dibuat untuk menyampaikan informasi, media
massa, media komunikasi, media hiburan, pendidikan dan pemasaran suatu
produk kepada halayak umum melalui sebuah cerita menggunakan sebuah media.
Istilah perfilman merujuk kepada pemahaman keseluruhan proses yang meliputi
persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian pesan.
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara
kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik
atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa
di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film
(cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah
melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita
harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera. (Ayona,
2010 ).
2.1.2 Fungsi Film
Azhar Arsyad (2009) Fungsi film dalam terkait dengan tiga hal, yaitu
untuk tujuan kognitif, untuk tujuan psikomotor, dan untuk tujuan afektif. Dalam
hubungannya dengan tujuan kognitif, film dapat digunakan untuk :
1. Mengajarkan pengenalan kembali atau pembedaan stimulasi gerak yang
relevan, seperti kecepatan obyek yang bergerak, dan sebagainya.
2. Mengajarkan aturan dan prinsip. Film dapat juga menunjukkan deretan
ungkapan verbal, seperti pada gambar diam dan media cetak. Misalnya untuk
mengajarkan arti ikhlas, ketabahan, dan sebagainya.
3. Memperlihatkan contoh model penampilan, terutama pada situasi yang
menunjukkan interaksi manusia.
Dalam hubungannya dengan tujuan psikomotor, film digunakan untuk
memperlihatkan contoh keterampilan gerak. Media ini juga dapat memperlambat
atau mempercepat gerak, mengajarkan cara menggunakan suatu alat, cara
mengerjakan suatu perbuatan, dan sebagainya. Selain itu, film juga dapat
memberikan umpan balik tertunda kepada siswa secara visual untuk menunjukkan
tingkat kemampuan mereka dalam mengerjakan keterampilan gerak, setelah
beberapa waktu kemudian. Dengan hubungannya dengan tujuan afektif, film
berbagai cara dan efek. Ia merupakan alat yang cocok untuk memperagakan
informasi afektif, baik melalui efek optis maupun melalui gambaran visual yang
berkaitan.
Para khalayak atau penonton film menggunakan film menggunakan lebih
dari satu indera karena karakter film yang audio-visual. Para penonton jadi lebih
terbawa dalam dimensi parasosial yang dihadirkan lewat film. Pola penggunaan
yang seperti ini menjadikan penonton dapat menyamarkan bahkan menghapus
batas-batas kultural dan sosial (misalnya bahasa) sehingga pesan yang
disampaikan lewat film tetap akan dapat dimengerti oleh penonton. Lewat film,
informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam karena film adalah media
audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan
sebagai hiburan dan penyalur hobi bagi orang-orang tertentu. (Husnun, 2011).
Pertunjukan film disamping sebagai komoditas ekonomi juga berfungsi
sebagai sarana penerangan (entertainment), pendidikan (edukasi), dan hiburan
(rekreasi). Oleh karena itu film dapat dimanfaatkan sebagai media publikasi atau
penyuluhan untuk menyampaikan pesan-pesan tentang program pembangunan
disegala bidang. (Permadi, 1999).
2.1.3 Jenis Film
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990) yang dikutip oleh Amin
Jaenuri (2011) menguraikan secara detail bebagai jenis film, diantaranya :
Instruktif dibuat dengan isi berupa pengarahan yang berkaitan dengan sebuah
pekerjaan atau tugas. Bentuk film bias berupa animasi, boneka atau film yang
diperankan oleh aktor atau aktris.
2. Film Penerangan Film
Penerangan merupakan film yang memberi kejelasan suatu hal, misalnya film
yang mengisahkan pentingnya program keluarga berencana atau film
pembangunan lainnya. Biasanya film ini diperankan oleh para pemain dengan
imbuhan dialog yang berisi penjelasan. Atau dapat juga filmnya ditampilkan
dalam bentuk gambar-gambar dengan tambahan keterangan berupa narasi
(cerita) yang dibacakan.
3. Film Gambar (Animasi)
Film gambar atau animasi dibuat dari gambar-gambar tangan (ilustrasi).
Gambar ini dibuat satu-persatu dengan memperhatikan kesinambungan gerak
sehingga ketika diputar rangkaian gerak dalam gambar itu muncul sebagai
satu gerakan dalam film.
4. Film Boneka
Film boneka biasanya ditampilkan dengan pemain berupa boneka.
Kadang-kadang beberapa boneka dimainkan oleh seorang “dalang” sekaligus di atas
panggung. Panggung dapat bercita realistis (suatu kenyataan) bisa pula fantasi
(khayalan).
Film iklan merupakan film yang mempropagandakan produk-produk tertentu
yang ditawarkan produk benda atau jasa. Film iklan semua dimainkan oleh
bintang-bintang ternama untuk menarik minat penontonnya sehingga
diharapkan dapat menaikkan omset produk itu.
6. Program Televisi (TV Programme)
Program ini diproduksi untuk komsumsi masyarakat televisi. Secara umum,
program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan non cerita. Jenis
cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok fiksi dan kelompok non
fiksi. Kelompok fiksi memproduksi film serial (TV series), film televisi dan
film cerita pendek. Kelompok non fiksi menggarap aneka program
pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu.
7. Video Klip (Music Video)
Sejatinya video klip adalah sarana bagi produser musik untuk memasarkan
produknya lewat medium Televisi.
8. Film Cerita Panjang (Feature-Length Films)
Film cerita panjang adalah film yang berisi kisah manusia (roman) yang dari
awal sampai akhir merupakan suatu keutuhan cerita dan dapat memberikan
kepuasan emosi kepada penontonnya. Film cerita dapat diputar di gedung
bioskop atau dibuat untuk acara televisi. Sebuah film cerita biasanya
dimainkan oleh sejumlah pemeran (aktor atau aktris) dengan dukungan
pemain lain. Film cerita dapat berupa satu film dengan satu masa putar.
Durasi film cerita pendek biasanya dibawah 60 menit. Jenis film ini banyak
dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok yang
menyukai dunia film dan juga yang memang mengkhususkan diriuntuk
memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke
rumah-rumah produksi atau saluran Televisi.
10.Film Dokumenter (Film Jurnal)
Film jurnal biasanya dibuat untuk mendukung sebuah cerita. Film ini juga bisa
diartikan sebagai film dokumenter.
2.1.4 Film KB
Film KB adalah film layar tancap yang dibuat dengan tujuan untuk
memotivasi dan mendorong masyarakat untuk mengikuti program KB juga
memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat dari
program, serta bagaimana cara yang benar dalam menggunakan alat konterasepsi
dalam keluarga. Film KB ini merupakan salah satu progam sosialisasi yang
dilakukan dengan difasilitasi mobil unit penerangan. Dengan penyuluhan melalui
film KB, diharapkan warga dapat mengerti pelaksanaan program KB (Lili, 2014).
Pemutaran film KB ini dipilih sebagai sarana yang tepat untuk
sosialisasi karena menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat pedesaan yang
jarang menikmati hiburan gratis. Soasialisasi tersebut mempunyai empat sasaran
yaitu pendewasaan usia dini, cara pemakaian alat kontrasepsi, pembinaan
Pemutaran film KB dianggap menjadi media yang cukup efektif untuk
menggugah kesadaran warga terhadap pentingnya program Keluarga Berencana
(KB). Apalagi bagi masyarakat pinggiran, hiburan layar tancap sangat dibutuhkan
sehingga dalam kegiatan tersebut informasi perihal KB bisa disisipkan.
Komunikasi visual biasanya lebih mudah dipahami warga dalam menyampaikan
sebuah pesan-pesan KB. Film KB disukai masyarakat karena sesuai dengan kultur
masyarakat yang ada, sehingga tidak menjadi kontrofeksi negatif di masyarakat.
Sasaran pemutaran film penyuluhan KB ini untuk semua lapisan usia, baik
anak-anak, remaja, pasangan usia subur, maupun juga usia lanjut. Untuk pasangan usia
lanjut diharapkan menjadi motivator bagi keluarga mereka. Target yang ingin
dicapai dengan pemutaran film penyuluhan KB ini adalah semua penduduk bisa
ikut berpartisipasi dalam program KB (Widodo, 2013).
Pemutaran film KB ini dianggap sebagai salah satu media yang efektif
untuk menyebarluaskan informasi dan promosi program serta kegiatan kepada
masyarakat (Suryadi, 2011).
2.1.5 Efektifitas Film
Film merupakan suatu media yang mempunyai beberapa
keuntungan-keuntungan antara lain :
1. Film sangat baik menjelaskan suatu proses, bila perlu menggunakan “Slow
2. Setiap orang dapat belajar sesuatu dari film, baik yang pandai maupun
yang kurang pandai.
3. Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali
kejadian-kejadian yang telah lalu.
4. Film dapat mengembara dengan lincahnya dari satu negara ke negara yang
lain, horizon menjadi amat lebar, dan dunia luas.
5. Film dapat menyajikan teori ataupun praktek dari yang bersifat umum ke
khusus atau sebaliknya.
6. Film dapat mendatangkan seorang ahli dan memperdengarkan suaranya.
7. Film dapat menggunakan teknik-teknik seperti warna, gerak lambat, dan
sebagainya untuk menampilkan butir-butir tertentu.
8. Film dapat memikat perhatian masyarakat.
9. Film lebih realistis, dapat diulang-ulang, dihentikan, dan sebagainya sesuai
dengan kebutuhan, hal-hal yang abstrak menjadi jelas.
10.Film dapat mengatasi keterbatasan daya indra kita.
11.Film dapat merangsang atau memotivasi kegiatan anak didik. (Sudiman,
1993)
Sebuah film sebaiknya harus dipilih terlebih dahulu agar sesuai dengan
maksut apa yang akan disampaikan, untuk itu harus diadakanya penyeleksi film
yang tersedia dan lebih dulu melihatnya untuk mengetahui manfaatnya bagi
masyarakat. Ada kalanya film tertentu perlu diputar dua kali atau lebih untuk
memperhatikan aspek-aspek tertentu agar penonton jangan memandang film itu
hal-hal tertentu sesudah itu dapat dites berapa banyak yang dapat mereka serap dari
film tersebut.
2.2 Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).
Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),
perilaku merupkan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar), dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut “S
-O-R” atau Stimulus Organisme Respon. Respon ini dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditambulkan oleh
ransangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
elicting stimulutation karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap.
2. Operant respons atau Instrumental, yakni respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertantu. Perangsang ini
disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert) respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati scara jelas oleh orang
lain. Oleh sebab itu, disebut sebagai covert behavior atau unobservable
behavior.
2. Prilaku Terbuka (Overt Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sedah jelas dalam bentuk tidakan
atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat. Oleh karena itu
disebut sebagai overt behavior.
Menurut teori Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan dalam
Notoatmojo (2005), prilaku dibedakan dalam tiga kawasan (domain) yakni
Cognitive Domain, Afektif Domain, Psycomotor Domain. Ketiga Domain tersebut
diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).
2.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
Menurut Sagala (2010), segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan
atau aktivitas otak termasuk kedalam dimensi kognitif. Tujuan belajar pada
dimensi kognitif lebih mengarah pada perilaku dalam aspek berfikir atau
kemampuan intelektual. Dimensi kognitif berdasarkan revisi taksonomi Bloom
oleh Anderson et al. (Widodo, 2003) mencakup dimensi pengetahuan dan dimensi
proses kognitif yang terpisah satu sama lain. Dimensi pengetahuan hanya memuat
jenis-jenis pengetahuan, sedangkan proses kognitif memuat macam-macam proses
kognitif.
1. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan pada taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson et
al. (Widodo, 2003) dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu :
a. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu
disiplin ilmu tentu yang biasa digunakan oleh ahli dibidang tersebut.
Pengetahuan ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pengetahuan tentang termiologi : mencakup pengetahuan tentang
label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non
verbal (Widodo, 2003).
2. Pengetahuan tentang bagian detail dari unsur-unsur : mencakup
pengetahuan tentang kejadian tertentu, tempat, orang, waktu dan
sebagainya (Widodo, 2003).
Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan
antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semua
berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dalam tiga
bentuk yaitu:
1. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori yaitu mencakup
pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang
berlaku dalam bidang ilmu tertentu.
2. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi yanitu mencakup
abstraksi dari hasil observasi ke level yang lebih tinggi yaitu prinsip
dan generalisasi.
3. Pengetahuan tentang teori, model dan struktur yaitu pengetahuan
tentang prinsip dan generalisasi serta saling keterkaitan antara
keduanya yang menghasilkan jelelasan terhadap suatu fenomena
yang kompleks.
c. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan
dengan pengetahuan cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan
prosedural berisi tentang langkah-langkah atau harapan-harapan yang
harus diikuti dalam menjelaskan sesuatu.
d. Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan
dengan pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan
strategik, pengetahuan tentang tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri
sendiri.
2. Dimensi Proses Kognitif
Proses kognitif pada taksonomi yang baru dari Bloom tetap menunjukan
proses perjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif
yang lebih kompleks. Dimensi proses kognitif berdasarkan revisi taksonomi
Bloom menurut Anderson et al. (Widodo, 2003) terdiri dari proses kognitif
mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),
menganalisis (analyze), dan beraksi (create).
a. Mengingat (Remember)
Dimensi proses kognitif merupakan proses menarik kembali informasi
yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan
proses kognitif yang lebih rendah tingkatnya.
b. Memahami (Understand)
Dimensi proses kognitif memahami merupakan proses mengkonstruksi
makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki atau
mengeintegtasikan pengetahuan yang baru kedalam skema yang telah ada
dalam pemikiran.
c. Menerapkan (Apply)
Dimensi proses kognitif mengaplikasikan mencakup penggunaan suatu
prosedur untuk menyelesaikan masalah atau tugas.
Dimensi proses kognitif menganalisis adalah proses menguraikan suatu
permasalahan atau objek menjadi unsur-unsur dan menentukan proses
saling keterkaitan unsur-unsur tersebut.
e. Mengevaluasi (Evaluate)
Dimensi proses kognitif mengevaluasi merupakan proses membuat sesuatu
atau pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada.
f. Membuat (Create)
Dimensi proses kognitif membuat merupakan proses menggabungkan
beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.
2.2.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Newcomb,
salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan
untuk merespon (secara posif atau negative) terhadap orang, objek atau situasi
tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/efektif (senang, benci,
sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negative, sikap memiliki tingkat
kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap
seseorang. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan
informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok
sosialnya. Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima
ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu maslah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupan sikap yang paling tinggi.
2.2.3 Tindakan
Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan
dahulu, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik
serta diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2007).
Adapun tingkat dari tindakan adalah :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek yang pertama.
2. Respon Terpimpin (Guide Response)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh-contoh adalah indikator tingkat kedua.
3. Mekanisme (Mechanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah
mencapainya.
4. Adaptasi (Adaptation)
Tinakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo,
2007).
2.3 Perubahan Perilaku
Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), perubahan
perilaku dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
b. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh
objek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh
kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau
program-program pembangunan dalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagaian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan
tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau
perubahan.
2.3.1 Teori Stimulus Organisme (S – O – R)
Teori ini didasari pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkumunikasi
dengan organism. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) sangat
menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau
masyarakat. Hosland, et al (1953) dalam buku Soekidjo (2007) mengatakan
perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses
perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus
tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti
disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari
individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima)
maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan keproses selanjutnya.
c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
ketersedian untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimaya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku).
Selajutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya
apabila stimulus (rangsangan) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus
semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang
diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini
faktor reinforcement memegang peranan penting. Proses perubahan perilaku
berdasarkan S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Sti
Organisme
- Perhatian - Pengertian
- Penerimaan
Reaksi
2.4 Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya
mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Wijaya, 2004). Pengertian yang
sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi
(2001), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan
menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian
saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti
bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka,
membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
H.A.R. Tilaar (2009) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud
dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi
dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (button-up)
dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan
pembangunan masyarakatnya. Menurut Soegarda Poerbakawatja (1981)
partisipasi adalah, suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan di dalam
perencanaan serta pelaksanaan dari segala sesuatu yang berpusat pada
kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat
kematangan dan tingkat kewajibannya.
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa konsep partisipasi memiliki makna
yang luas dan beragam. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan partisipasi
adalah suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa
Wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis.
2.4.1 Jenis Partisipasi
Ada beberapa jenis partisipasi yang dikemukakan oleh ahli. Menurut
Sundari ningrum (Sugiyah, 2010) mengklasifikasikan partisipasi menjadi dua
berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:
a. Partisipsai langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam
proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap
keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
b. Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya
pada orang lain.
Pendapat lain disampaikan oleh Subandiyah (1982) yang menyatakan
bahwa jika dilihat dari segi tingkatannya partisipasi dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
b. Partisipasi dalam proses perencanaan dan kaitannya dengan program lain.
c. Partisipasi dalam pelaksanaan.
Lebih rinci Cohen dan Uphoff (Siti Irene A.D., 2011) membedakan
partisipasi menjadi empat jenis yaitu : pertama, partisipasi dalam pengambilan
keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam
Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini
terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan
dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Dalam
partisipasi ini masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi
pembangunan. Wujud dari partisipasi ini antara lain seperti kehadiran rapat,
diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang
ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi :
menggerakkan sumber daya, dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan
penjabaran program. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi
ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program yang telah dicapai baik yang
berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas. Dari segi kualitas, dapat dilihat dari
peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar
prosentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi
masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program
secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian
program yang telah direncanakan sebelumnya. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan macam partisipasi, yaitu :
a. Partisipasi dalam proses perencanaan/ pembuatan keputusan. (participation in
decision making).
b. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementing).
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.
2.4.2 Bentuk Partisipasi
Partisipasi dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Partisipasi menurut
Effendi (Siti Irene, 2009) terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi
horizontal. Disebut partisipasi vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi
tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak
lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada sebagai status bawahan,
pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai
prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi
horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda
permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
Menurut Kokon Subrata (Widi Astuti, 2008) bentuk partisipasi terdiri dari
beberapa hal yaitu:
a. Turut serta memberikan sumbangan finansial.
b. Turut serta memberikan sumbangan kekuatan fisik.
c. Turut serta memberikan sumbangan material.
d. Turut serta memberikan sumbangan moril (dukungan, saran, anjuran,
nasehat, petuah, amanat, dan lain sebagainya).
2.4.3 Manfaat Partisipasi
Menurut Pariatra Westra (Widi Astuti, 2008) manfaat partisipasi adalah:
a. Lebih mengemukakan diperolehnya keputusan yang benar.
c. Dapat mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi serta
membangun kepentingan bersama.
d. Lebih mendorong orang untuk bertanggung jawab.
e. Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Burt K. Schalan dan Roger (Widi Astuti,
2008) bahwa manfaat dari partisipasi adalah:
a. Lebih banyak komunikasi dua arah.
b. Lebih banyak bawahan mempengaruhi keputusan.
c. Manajer dan partisipasi kurang bersikap agresif.
d. Potensi untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif, diakui
dalam derajat lebih tinggi.
Dari pendapat-pendapat di atas tentang manfaat partisipasi, dapat
disimpulkan bahwa partisipasi akan memberikan manfaat yang penting bagi
keberhasilan organisasi yaitu :
a. lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar karena
banyaknya sumbangan yang berarti dan positif.
b. Mengedepankan komunikasi dua arah sehingga baik bawahan maupun
atasan memiliki kesempatan yang sama dalam mengajukan pemikiran.
c. Melatih untuk bertanggung jawab serta mendorong untuk membangun
kepentingan bersama.
2.4.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Menurut Soemanto R B, dkk. (1997) mengatakan bahwa mereka yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya
dalam pembangunan, hal mana karena dibawa oleh semakin kesadarannya
terhadap pembangunan. Hal ini berarti semakin tinggi derajat partisipasi terhadap
program pemerintah termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan.
Faktor lain disampaikan oleh Angell dalam Ensiklopedia Wikipedia
berjudul partisipasi (2011) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam
masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal.
Faktor pendidikan juga berpengaruh pada perilaku seseorang dalam
menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan baru. Masyarakat yang
berpendidikan ada kecenderungan lebih mudah menerima inovasi jika ditinjau
dari segi kemudahan (eccessibility) atau dalam mendapatkan informasi yang
mempengaruhi sikapnya. Seseorang yang mempunyai derajat pendidikan
mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menjangkau sumber informasi.
Oleh karena itu, orang yang mempunyai pendidikan kuat akan tertanam rasa ingin
tahu sehingga akan selalu berusaha untuk tahu tentang inovasi baru dari
pengalaman-pengalaman belajar selama hidup. Faktor penghasilan merupakan
seseorang dengan status ekonomi tinggi pada umumnya status sosialnya tinggi
pula. Dengan kondisi semacam ini mempunyai peranan besar yang dimainkan
dalam masyarakat dan ada kecenderungan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan
terutama gejala ini dominan di masyarakat pedesaan. Pengaruh ekonomi jika
diukur dalam besarnya kontribusi dalam kegiatan pembangunan ada
kecenderungan lebih besar kontribusi berupa tenaga. Dalam hubungannya
partisipasi orang tua siswa dalam membantu pengembangan proses pembelajaran
pada tahapan pelaksanaan, faktor penghasilan mempunyai peranan, karena untuk
melaksanakan inovasi membutuhkan banyak modal yang sifatnya lebih intensif.
Faktor lain disampaikan oleh Angell dalam Ensiklopedia Wikipedia
berjudul partisipasi (2011) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam
masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu : usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal.
a. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang
terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari
kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan
norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang
berpartisipasi dari pada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa
mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang
berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama
adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran
perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan
pendidikan perempuan yang semakin baik.
c. Pendidikan
Pendidikan dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk
berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup
seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi
peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
d. Pekerjaan dan Penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan
seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya.
Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan seharihari
dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan,
harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
e. Lamanya Tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan
pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan
tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat
dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
2.5 Masyarakat
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari
kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa
Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling
berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui
warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas
merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu : 1) Interaksi
antar warga-warganya, 2) Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas
kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009).
Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup
bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan
keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Mac lver dan
Page (dalam Soerjono Soekanto 2006) memaparkan bahwa masyarakat adalah
berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta
kebiasaan-kebiasaan manusia.
Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka
waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat, menurut Ralph
Linton (dalam Soerjono Soekanto, 2006) masyarakat merupakan setiap kelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka
dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan
sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan masyarakat
menurut Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 2006) adalah orang-orang
yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai
kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan
persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Menurut Emile Durkheim (dalam Soleman B. Taneko, 1984) bahwa
masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat sebagai
sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa unsur yang mencakup. Adapun
unsur-unsur tersebut adalah:
1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama
2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan
Menurut Emile Durkheim (dalam Djuretnaa Imam Muhni, 1994)
keseluruhan ilmu pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada
prinsip-prinsip fundamental yaitu realitas sosial dan kenyataan sosial. Kenyataan sosial
diartikan sebagai gejala kekuatan sosial didalam bermasyarakat. Masyarakat
sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antar manusia.
Hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu jenis hidup bersama dimana
manusia memandang sesamanya manusia sebagai tujuan bersama. Sistem
kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok
merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya (Soekanto, 2006). Beberapa
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan masyarakat memiliki arti ikut serta
atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut society. Bisa
dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam
suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan
identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat
oleh kesamaan.
2.6 Keluarga Berencana (KB)
Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang
bertujuan membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang diingikan, (3) Mengatur
dengan umur suami dan isteri, (5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga
(Hartanto, 2002).
Pengertian keluarga berencana menurut UU No 10 Tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani,
2010).
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conception Control) adalah cara untuk
mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan
(DINKES, 2009).
Menurut bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung yang dikutip oleh Abdurrahman dkk (2001), Keluarga
Berencana adalah pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pertemuan
antara sel mani dari laki-laki dan sel telur dari wanita sekitar senggama.
Sedangkan menurut Djoko Roesmoro (2000), Keluarga Berencana adalah
upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan
usia perkawianan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia
penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan
pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006).
2.6.1 Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi
dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran
dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era
otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional
bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju,
bertanggung jawab, bertaqwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikian
diharapkan :
a. Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.
b. Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan
dasar pertimbangan moral dan agama.
2.6.2 Sasaran dan Target Keluarga Berencana
Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program Keluarga
Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat
Indonesia. Sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut adalah :
a. Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama
dimana istrinya berusia 15-49 tahun, yang harus dimotivasi terus-menerus
sehingga menjadi pesrta Keluarga Berencana Lestari.
b. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi,
pasangan diatas 45 tahun, tokoh masyarakat, dan
c. Institusional yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan
swasta.
2.6.3 Pelayanan Keluarga Berencana
Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan
suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula
menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi
penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan
masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk
memenuhinya. Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang
tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan
berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamtan
ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda,
Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengaturan
kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak tepat
waktu. Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu
diperhatikan :
a. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang
isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari
20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak
kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).
b. Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami
dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber-KB dengan
menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria.
c. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan
masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat
informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang
paling cocok bagi dirinya.
d. Memberi nasehat tentang metode yang paling cocok sesuai dengan hasil
pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk
memudahkan klien menentukan pilihan.
2.6.4 Akseptor Keluarga Berencana
Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur yang menggunakan salah satu
a. Akseptor Aktif
Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat
kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.
b. Akseptor KB aktif kembali
Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan selama tiga bulan
atau lebih yang tidak diselingi oleh suatu kehamilan dan kembali
menggunakan cara/alat kontrasepsi yang baik dengan cara yang sama
maupun berganti cara setelah berhenti/istirahat paling kurang tiga bulan
berturut-turut dan bukan karena hamil.
c. Akseptor KB Baru
Akseptor yang baru pertama kali menggunakan cara kontrasepsi,
atau menjadi akseptor setelah melahirkan atau abortus.
d. Akseptor KB Ideal
Akseptor aktif yang mempunyai anak tidak lebih dari 2 orang dan
berumur kurang dari 45 tahun.
e. Akseptor Lestari
Peserta KB yang tetap memakai cara kontrasepsi dengan benar untuk
2.7 Kerangka Konsep
Keterangan :
Dari skema yang ada diatas kita dapat melihat, responden yang
mendapatkan stimulus berasal dari pemutaran film KB, yang akan mempengaruhi
organisme tersebut. Apakah stimulus yang datang ditolak atau diterima dapat
diukur dari keputusan yang benar yang diambil oleh responden . Apabila stimulus
mempengaruhi keputusan responden, maka akan muncul respon dari responden
yang menyebabkan komunikasi dua arah, yang mendorong responden untuk
bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia putuskan, serta memungkinkan
untuk mengikuti setiap perubahan yang terjadi dan dapat diukur dari responden
terhadap objek dan selanjutnya dilihat melalui partisipasi masyarakat dalam
partisipasinya ber-KB. Pemutaran Film
KB Partisipasi Masyarakat
Ber-KB di Kabupaten Aceh
Singkil
- Keputusan
- Komunikasi dua arah