• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film - Pengaruh Pemutaran Film Kb Terhadap Perilaku Partisipasi Masyarakat Ber-Kb Di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film - Pengaruh Pemutaran Film Kb Terhadap Perilaku Partisipasi Masyarakat Ber-Kb Di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2014"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Film

2.1.1 Pengertian Film

Berbagai definisi tentang film antara lain dikemukakan oleh :

1. Film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak

melalui sebuah media cerita. Film juga merupakan medium ekspresi

artistik sebagai suatu alat para seniman dan insan perfilman dalam rangkan

mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita. Secara esensial dan

substansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap

komunikan masyarakat (Wibowo, 2006)

2. Menurut Effendy (2000) juga berpendapat bahwa film adalah gambaran

teatrikal yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung–

gedung bioskop khusus untuk siaran televisi.

3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka (1990),

“film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar

negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang

akan dimainkan di bioskop). Film juga diartikan sebagai lakon (cerita)

gambar hidup.”

4. Menurut pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman

dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ film adalah karya cipta

(2)

dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada

pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan

teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses

kimiawi, proses elektronika, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,

yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem mekanik,

elektronik dan/atau lainnya.”

5. Menuruut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33

Tahun 2009 Tentang Perfilman (UU baru tentang perfilman) “Film adalah

karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi

massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa

suara dan dapat dipertunjukkan”.

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, film adalah

hasil kaya seni budaya yang dibuat untuk menyampaikan informasi, media

massa, media komunikasi, media hiburan, pendidikan dan pemasaran suatu

produk kepada halayak umum melalui sebuah cerita menggunakan sebuah media.

Istilah perfilman merujuk kepada pemahaman keseluruhan proses yang meliputi

persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian pesan.

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara

kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik

atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa

di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film

(3)

(cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah

melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita

harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera. (Ayona,

2010 ).

2.1.2 Fungsi Film

Azhar Arsyad (2009) Fungsi film dalam terkait dengan tiga hal, yaitu

untuk tujuan kognitif, untuk tujuan psikomotor, dan untuk tujuan afektif. Dalam

hubungannya dengan tujuan kognitif, film dapat digunakan untuk :

1. Mengajarkan pengenalan kembali atau pembedaan stimulasi gerak yang

relevan, seperti kecepatan obyek yang bergerak, dan sebagainya.

2. Mengajarkan aturan dan prinsip. Film dapat juga menunjukkan deretan

ungkapan verbal, seperti pada gambar diam dan media cetak. Misalnya untuk

mengajarkan arti ikhlas, ketabahan, dan sebagainya.

3. Memperlihatkan contoh model penampilan, terutama pada situasi yang

menunjukkan interaksi manusia.

Dalam hubungannya dengan tujuan psikomotor, film digunakan untuk

memperlihatkan contoh keterampilan gerak. Media ini juga dapat memperlambat

atau mempercepat gerak, mengajarkan cara menggunakan suatu alat, cara

mengerjakan suatu perbuatan, dan sebagainya. Selain itu, film juga dapat

memberikan umpan balik tertunda kepada siswa secara visual untuk menunjukkan

tingkat kemampuan mereka dalam mengerjakan keterampilan gerak, setelah

beberapa waktu kemudian. Dengan hubungannya dengan tujuan afektif, film

(4)

berbagai cara dan efek. Ia merupakan alat yang cocok untuk memperagakan

informasi afektif, baik melalui efek optis maupun melalui gambaran visual yang

berkaitan.

Para khalayak atau penonton film menggunakan film menggunakan lebih

dari satu indera karena karakter film yang audio-visual. Para penonton jadi lebih

terbawa dalam dimensi parasosial yang dihadirkan lewat film. Pola penggunaan

yang seperti ini menjadikan penonton dapat menyamarkan bahkan menghapus

batas-batas kultural dan sosial (misalnya bahasa) sehingga pesan yang

disampaikan lewat film tetap akan dapat dimengerti oleh penonton. Lewat film,

informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam karena film adalah media

audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan

sebagai hiburan dan penyalur hobi bagi orang-orang tertentu. (Husnun, 2011).

Pertunjukan film disamping sebagai komoditas ekonomi juga berfungsi

sebagai sarana penerangan (entertainment), pendidikan (edukasi), dan hiburan

(rekreasi). Oleh karena itu film dapat dimanfaatkan sebagai media publikasi atau

penyuluhan untuk menyampaikan pesan-pesan tentang program pembangunan

disegala bidang. (Permadi, 1999).

2.1.3 Jenis Film

Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990) yang dikutip oleh Amin

Jaenuri (2011) menguraikan secara detail bebagai jenis film, diantaranya :

(5)

Instruktif dibuat dengan isi berupa pengarahan yang berkaitan dengan sebuah

pekerjaan atau tugas. Bentuk film bias berupa animasi, boneka atau film yang

diperankan oleh aktor atau aktris.

2. Film Penerangan Film

Penerangan merupakan film yang memberi kejelasan suatu hal, misalnya film

yang mengisahkan pentingnya program keluarga berencana atau film

pembangunan lainnya. Biasanya film ini diperankan oleh para pemain dengan

imbuhan dialog yang berisi penjelasan. Atau dapat juga filmnya ditampilkan

dalam bentuk gambar-gambar dengan tambahan keterangan berupa narasi

(cerita) yang dibacakan.

3. Film Gambar (Animasi)

Film gambar atau animasi dibuat dari gambar-gambar tangan (ilustrasi).

Gambar ini dibuat satu-persatu dengan memperhatikan kesinambungan gerak

sehingga ketika diputar rangkaian gerak dalam gambar itu muncul sebagai

satu gerakan dalam film.

4. Film Boneka

Film boneka biasanya ditampilkan dengan pemain berupa boneka.

Kadang-kadang beberapa boneka dimainkan oleh seorang “dalang” sekaligus di atas

panggung. Panggung dapat bercita realistis (suatu kenyataan) bisa pula fantasi

(khayalan).

(6)

Film iklan merupakan film yang mempropagandakan produk-produk tertentu

yang ditawarkan produk benda atau jasa. Film iklan semua dimainkan oleh

bintang-bintang ternama untuk menarik minat penontonnya sehingga

diharapkan dapat menaikkan omset produk itu.

6. Program Televisi (TV Programme)

Program ini diproduksi untuk komsumsi masyarakat televisi. Secara umum,

program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan non cerita. Jenis

cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok fiksi dan kelompok non

fiksi. Kelompok fiksi memproduksi film serial (TV series), film televisi dan

film cerita pendek. Kelompok non fiksi menggarap aneka program

pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu.

7. Video Klip (Music Video)

Sejatinya video klip adalah sarana bagi produser musik untuk memasarkan

produknya lewat medium Televisi.

8. Film Cerita Panjang (Feature-Length Films)

Film cerita panjang adalah film yang berisi kisah manusia (roman) yang dari

awal sampai akhir merupakan suatu keutuhan cerita dan dapat memberikan

kepuasan emosi kepada penontonnya. Film cerita dapat diputar di gedung

bioskop atau dibuat untuk acara televisi. Sebuah film cerita biasanya

dimainkan oleh sejumlah pemeran (aktor atau aktris) dengan dukungan

pemain lain. Film cerita dapat berupa satu film dengan satu masa putar.

(7)

Durasi film cerita pendek biasanya dibawah 60 menit. Jenis film ini banyak

dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok yang

menyukai dunia film dan juga yang memang mengkhususkan diriuntuk

memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke

rumah-rumah produksi atau saluran Televisi.

10.Film Dokumenter (Film Jurnal)

Film jurnal biasanya dibuat untuk mendukung sebuah cerita. Film ini juga bisa

diartikan sebagai film dokumenter.

2.1.4 Film KB

Film KB adalah film layar tancap yang dibuat dengan tujuan untuk

memotivasi dan mendorong masyarakat untuk mengikuti program KB juga

memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat dari

program, serta bagaimana cara yang benar dalam menggunakan alat konterasepsi

dalam keluarga. Film KB ini merupakan salah satu progam sosialisasi yang

dilakukan dengan difasilitasi mobil unit penerangan. Dengan penyuluhan melalui

film KB, diharapkan warga dapat mengerti pelaksanaan program KB (Lili, 2014).

Pemutaran film KB ini dipilih sebagai sarana yang tepat untuk

sosialisasi karena menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat pedesaan yang

jarang menikmati hiburan gratis. Soasialisasi tersebut mempunyai empat sasaran

yaitu pendewasaan usia dini, cara pemakaian alat kontrasepsi, pembinaan

(8)

Pemutaran film KB dianggap menjadi media yang cukup efektif untuk

menggugah kesadaran warga terhadap pentingnya program Keluarga Berencana

(KB). Apalagi bagi masyarakat pinggiran, hiburan layar tancap sangat dibutuhkan

sehingga dalam kegiatan tersebut informasi perihal KB bisa disisipkan.

Komunikasi visual biasanya lebih mudah dipahami warga dalam menyampaikan

sebuah pesan-pesan KB. Film KB disukai masyarakat karena sesuai dengan kultur

masyarakat yang ada, sehingga tidak menjadi kontrofeksi negatif di masyarakat.

Sasaran pemutaran film penyuluhan KB ini untuk semua lapisan usia, baik

anak-anak, remaja, pasangan usia subur, maupun juga usia lanjut. Untuk pasangan usia

lanjut diharapkan menjadi motivator bagi keluarga mereka. Target yang ingin

dicapai dengan pemutaran film penyuluhan KB ini adalah semua penduduk bisa

ikut berpartisipasi dalam program KB (Widodo, 2013).

Pemutaran film KB ini dianggap sebagai salah satu media yang efektif

untuk menyebarluaskan informasi dan promosi program serta kegiatan kepada

masyarakat (Suryadi, 2011).

2.1.5 Efektifitas Film

Film merupakan suatu media yang mempunyai beberapa

keuntungan-keuntungan antara lain :

1. Film sangat baik menjelaskan suatu proses, bila perlu menggunakan “Slow

(9)

2. Setiap orang dapat belajar sesuatu dari film, baik yang pandai maupun

yang kurang pandai.

3. Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali

kejadian-kejadian yang telah lalu.

4. Film dapat mengembara dengan lincahnya dari satu negara ke negara yang

lain, horizon menjadi amat lebar, dan dunia luas.

5. Film dapat menyajikan teori ataupun praktek dari yang bersifat umum ke

khusus atau sebaliknya.

6. Film dapat mendatangkan seorang ahli dan memperdengarkan suaranya.

7. Film dapat menggunakan teknik-teknik seperti warna, gerak lambat, dan

sebagainya untuk menampilkan butir-butir tertentu.

8. Film dapat memikat perhatian masyarakat.

9. Film lebih realistis, dapat diulang-ulang, dihentikan, dan sebagainya sesuai

dengan kebutuhan, hal-hal yang abstrak menjadi jelas.

10.Film dapat mengatasi keterbatasan daya indra kita.

11.Film dapat merangsang atau memotivasi kegiatan anak didik. (Sudiman,

1993)

Sebuah film sebaiknya harus dipilih terlebih dahulu agar sesuai dengan

maksut apa yang akan disampaikan, untuk itu harus diadakanya penyeleksi film

yang tersedia dan lebih dulu melihatnya untuk mengetahui manfaatnya bagi

masyarakat. Ada kalanya film tertentu perlu diputar dua kali atau lebih untuk

memperhatikan aspek-aspek tertentu agar penonton jangan memandang film itu

(10)

hal-hal tertentu sesudah itu dapat dites berapa banyak yang dapat mereka serap dari

film tersebut.

2.2 Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang

tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).

Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),

perilaku merupkan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar), dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut “S

-O-R” atau Stimulus Organisme Respon. Respon ini dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditambulkan oleh

ransangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

elicting stimulutation karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap.

2. Operant respons atau Instrumental, yakni respon yang timbul dan berkembang

kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertantu. Perangsang ini

disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua yaitu :

(11)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert) respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati scara jelas oleh orang

lain. Oleh sebab itu, disebut sebagai covert behavior atau unobservable

behavior.

2. Prilaku Terbuka (Overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sedah jelas dalam bentuk tidakan

atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat. Oleh karena itu

disebut sebagai overt behavior.

Menurut teori Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan dalam

Notoatmojo (2005), prilaku dibedakan dalam tiga kawasan (domain) yakni

Cognitive Domain, Afektif Domain, Psycomotor Domain. Ketiga Domain tersebut

diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan

penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(12)

Menurut Sagala (2010), segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan

atau aktivitas otak termasuk kedalam dimensi kognitif. Tujuan belajar pada

dimensi kognitif lebih mengarah pada perilaku dalam aspek berfikir atau

kemampuan intelektual. Dimensi kognitif berdasarkan revisi taksonomi Bloom

oleh Anderson et al. (Widodo, 2003) mencakup dimensi pengetahuan dan dimensi

proses kognitif yang terpisah satu sama lain. Dimensi pengetahuan hanya memuat

jenis-jenis pengetahuan, sedangkan proses kognitif memuat macam-macam proses

kognitif.

1. Dimensi Pengetahuan

Dimensi pengetahuan pada taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson et

al. (Widodo, 2003) dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu :

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu

disiplin ilmu tentu yang biasa digunakan oleh ahli dibidang tersebut.

Pengetahuan ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pengetahuan tentang termiologi : mencakup pengetahuan tentang

label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non

verbal (Widodo, 2003).

2. Pengetahuan tentang bagian detail dari unsur-unsur : mencakup

pengetahuan tentang kejadian tertentu, tempat, orang, waktu dan

sebagainya (Widodo, 2003).

(13)

Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan

antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semua

berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dalam tiga

bentuk yaitu:

1. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori yaitu mencakup

pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang

berlaku dalam bidang ilmu tertentu.

2. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi yanitu mencakup

abstraksi dari hasil observasi ke level yang lebih tinggi yaitu prinsip

dan generalisasi.

3. Pengetahuan tentang teori, model dan struktur yaitu pengetahuan

tentang prinsip dan generalisasi serta saling keterkaitan antara

keduanya yang menghasilkan jelelasan terhadap suatu fenomena

yang kompleks.

c. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan

dengan pengetahuan cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan

prosedural berisi tentang langkah-langkah atau harapan-harapan yang

harus diikuti dalam menjelaskan sesuatu.

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan

dengan pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan

(14)

strategik, pengetahuan tentang tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri

sendiri.

2. Dimensi Proses Kognitif

Proses kognitif pada taksonomi yang baru dari Bloom tetap menunjukan

proses perjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif

yang lebih kompleks. Dimensi proses kognitif berdasarkan revisi taksonomi

Bloom menurut Anderson et al. (Widodo, 2003) terdiri dari proses kognitif

mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),

menganalisis (analyze), dan beraksi (create).

a. Mengingat (Remember)

Dimensi proses kognitif merupakan proses menarik kembali informasi

yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan

proses kognitif yang lebih rendah tingkatnya.

b. Memahami (Understand)

Dimensi proses kognitif memahami merupakan proses mengkonstruksi

makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki atau

mengeintegtasikan pengetahuan yang baru kedalam skema yang telah ada

dalam pemikiran.

c. Menerapkan (Apply)

Dimensi proses kognitif mengaplikasikan mencakup penggunaan suatu

prosedur untuk menyelesaikan masalah atau tugas.

(15)

Dimensi proses kognitif menganalisis adalah proses menguraikan suatu

permasalahan atau objek menjadi unsur-unsur dan menentukan proses

saling keterkaitan unsur-unsur tersebut.

e. Mengevaluasi (Evaluate)

Dimensi proses kognitif mengevaluasi merupakan proses membuat sesuatu

atau pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada.

f. Membuat (Create)

Dimensi proses kognitif membuat merupakan proses menggabungkan

beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.

2.2.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Newcomb,

salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan

untuk merespon (secara posif atau negative) terhadap orang, objek atau situasi

tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/efektif (senang, benci,

sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negative, sikap memiliki tingkat

kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap

(16)

seseorang. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan

informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok

sosialnya. Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima

ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu maslah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupan sikap yang paling tinggi.

2.2.3 Tindakan

Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan

(17)

dahulu, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik

serta diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara

lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2007).

Adapun tingkat dari tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktek yang pertama.

2. Respon Terpimpin (Guide Response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh-contoh adalah indikator tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah

mencapainya.

4. Adaptasi (Adaptation)

Tinakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo,

2007).

2.3 Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), perubahan

perilaku dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :

(18)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena

kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota

masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

objek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh

kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau

program-program pembangunan dalam masyarakat, maka yang sering terjadi

adalah sebagaian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan

tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau

perubahan.

2.3.1 Teori Stimulus Organisme (S – O – R)

Teori ini didasari pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan

perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkumunikasi

dengan organism. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) sangat

menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau

masyarakat. Hosland, et al (1953) dalam buku Soekidjo (2007) mengatakan

perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses

perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang

(19)

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau

ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus

tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti

disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari

individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima)

maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan keproses selanjutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi

ketersedian untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimaya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka

stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan

perilaku).

Selajutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya

apabila stimulus (rangsangan) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus

semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang

diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini

faktor reinforcement memegang peranan penting. Proses perubahan perilaku

berdasarkan S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Sti

Organisme

- Perhatian - Pengertian

- Penerimaan

Reaksi

(20)

2.4 Partisipasi

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participate yang artinya

mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Wijaya, 2004). Pengertian yang

sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi

(2001), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan

menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian

saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga berarti

bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka,

membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.

H.A.R. Tilaar (2009) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud

dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi

dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (button-up)

dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan

pembangunan masyarakatnya. Menurut Soegarda Poerbakawatja (1981)

partisipasi adalah, suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan di dalam

perencanaan serta pelaksanaan dari segala sesuatu yang berpusat pada

kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat

kematangan dan tingkat kewajibannya.

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa konsep partisipasi memiliki makna

yang luas dan beragam. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan partisipasi

adalah suatu wujud dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa

(21)

Wujud dari partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana demokratis.

2.4.1 Jenis Partisipasi

Ada beberapa jenis partisipasi yang dikemukakan oleh ahli. Menurut

Sundari ningrum (Sugiyah, 2010) mengklasifikasikan partisipasi menjadi dua

berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:

a. Partisipsai langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam

proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan

pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap

keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

b. Partisipasi tidak langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya

pada orang lain.

Pendapat lain disampaikan oleh Subandiyah (1982) yang menyatakan

bahwa jika dilihat dari segi tingkatannya partisipasi dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan

b. Partisipasi dalam proses perencanaan dan kaitannya dengan program lain.

c. Partisipasi dalam pelaksanaan.

Lebih rinci Cohen dan Uphoff (Siti Irene A.D., 2011) membedakan

partisipasi menjadi empat jenis yaitu : pertama, partisipasi dalam pengambilan

keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam

(22)

Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini

terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan

dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Dalam

partisipasi ini masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi

pembangunan. Wujud dari partisipasi ini antara lain seperti kehadiran rapat,

diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang

ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi :

menggerakkan sumber daya, dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan

penjabaran program. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi

ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program yang telah dicapai baik yang

berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas. Dari segi kualitas, dapat dilihat dari

peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar

prosentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi

masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program

secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian

program yang telah direncanakan sebelumnya. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan macam partisipasi, yaitu :

a. Partisipasi dalam proses perencanaan/ pembuatan keputusan. (participation in

decision making).

b. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementing).

c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.

(23)

2.4.2 Bentuk Partisipasi

Partisipasi dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Partisipasi menurut

Effendi (Siti Irene, 2009) terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi

horizontal. Disebut partisipasi vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi

tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak

lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada sebagai status bawahan,

pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai

prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi

horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda

permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

Menurut Kokon Subrata (Widi Astuti, 2008) bentuk partisipasi terdiri dari

beberapa hal yaitu:

a. Turut serta memberikan sumbangan finansial.

b. Turut serta memberikan sumbangan kekuatan fisik.

c. Turut serta memberikan sumbangan material.

d. Turut serta memberikan sumbangan moril (dukungan, saran, anjuran,

nasehat, petuah, amanat, dan lain sebagainya).

2.4.3 Manfaat Partisipasi

Menurut Pariatra Westra (Widi Astuti, 2008) manfaat partisipasi adalah:

a. Lebih mengemukakan diperolehnya keputusan yang benar.

(24)

c. Dapat mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi serta

membangun kepentingan bersama.

d. Lebih mendorong orang untuk bertanggung jawab.

e. Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Burt K. Schalan dan Roger (Widi Astuti,

2008) bahwa manfaat dari partisipasi adalah:

a. Lebih banyak komunikasi dua arah.

b. Lebih banyak bawahan mempengaruhi keputusan.

c. Manajer dan partisipasi kurang bersikap agresif.

d. Potensi untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif, diakui

dalam derajat lebih tinggi.

Dari pendapat-pendapat di atas tentang manfaat partisipasi, dapat

disimpulkan bahwa partisipasi akan memberikan manfaat yang penting bagi

keberhasilan organisasi yaitu :

a. lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar karena

banyaknya sumbangan yang berarti dan positif.

b. Mengedepankan komunikasi dua arah sehingga baik bawahan maupun

atasan memiliki kesempatan yang sama dalam mengajukan pemikiran.

c. Melatih untuk bertanggung jawab serta mendorong untuk membangun

kepentingan bersama.

(25)

2.4.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Menurut Soemanto R B, dkk. (1997) mengatakan bahwa mereka yang

memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya

dalam pembangunan, hal mana karena dibawa oleh semakin kesadarannya

terhadap pembangunan. Hal ini berarti semakin tinggi derajat partisipasi terhadap

program pemerintah termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan.

Faktor lain disampaikan oleh Angell dalam Ensiklopedia Wikipedia

berjudul partisipasi (2011) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam

masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal.

Faktor pendidikan juga berpengaruh pada perilaku seseorang dalam

menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan baru. Masyarakat yang

berpendidikan ada kecenderungan lebih mudah menerima inovasi jika ditinjau

dari segi kemudahan (eccessibility) atau dalam mendapatkan informasi yang

mempengaruhi sikapnya. Seseorang yang mempunyai derajat pendidikan

mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menjangkau sumber informasi.

Oleh karena itu, orang yang mempunyai pendidikan kuat akan tertanam rasa ingin

tahu sehingga akan selalu berusaha untuk tahu tentang inovasi baru dari

pengalaman-pengalaman belajar selama hidup. Faktor penghasilan merupakan

(26)

seseorang dengan status ekonomi tinggi pada umumnya status sosialnya tinggi

pula. Dengan kondisi semacam ini mempunyai peranan besar yang dimainkan

dalam masyarakat dan ada kecenderungan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan

terutama gejala ini dominan di masyarakat pedesaan. Pengaruh ekonomi jika

diukur dalam besarnya kontribusi dalam kegiatan pembangunan ada

kecenderungan lebih besar kontribusi berupa tenaga. Dalam hubungannya

partisipasi orang tua siswa dalam membantu pengembangan proses pembelajaran

pada tahapan pelaksanaan, faktor penghasilan mempunyai peranan, karena untuk

melaksanakan inovasi membutuhkan banyak modal yang sifatnya lebih intensif.

Faktor lain disampaikan oleh Angell dalam Ensiklopedia Wikipedia

berjudul partisipasi (2011) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam

masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu : usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal.

a. Usia

Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang

terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari

kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan

norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang

berpartisipasi dari pada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

(27)

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa

mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang

berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama

adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran

perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan

pendidikan perempuan yang semakin baik.

c. Pendidikan

Pendidikan dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk

berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup

seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi

peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

d. Pekerjaan dan Penghasilan

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan

seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya.

Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan seharihari

dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan,

harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.

e. Lamanya Tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan

(28)

pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan

tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat

dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

2.5 Masyarakat

Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari

kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa

Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah

sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling

berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui

warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan

hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang

bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas

merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu : 1) Interaksi

antar warga-warganya, 2) Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas

kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009).

Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup

bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan

keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Mac lver dan

Page (dalam Soerjono Soekanto 2006) memaparkan bahwa masyarakat adalah

(29)

berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta

kebiasaan-kebiasaan manusia.

Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka

waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat, menurut Ralph

Linton (dalam Soerjono Soekanto, 2006) masyarakat merupakan setiap kelompok

manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka

dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan

sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan masyarakat

menurut Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 2006) adalah orang-orang

yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai

kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan

persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Menurut Emile Durkheim (dalam Soleman B. Taneko, 1984) bahwa

masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari

individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat sebagai

sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa unsur yang mencakup. Adapun

unsur-unsur tersebut adalah:

1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama

2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan

(30)

Menurut Emile Durkheim (dalam Djuretnaa Imam Muhni, 1994)

keseluruhan ilmu pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada

prinsip-prinsip fundamental yaitu realitas sosial dan kenyataan sosial. Kenyataan sosial

diartikan sebagai gejala kekuatan sosial didalam bermasyarakat. Masyarakat

sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antar manusia.

Hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu jenis hidup bersama dimana

manusia memandang sesamanya manusia sebagai tujuan bersama. Sistem

kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok

merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya (Soekanto, 2006). Beberapa

pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan masyarakat memiliki arti ikut serta

atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut society. Bisa

dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam

suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan

identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat

oleh kesamaan.

2.6 Keluarga Berencana (KB)

Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang

bertujuan membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran

yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang diingikan, (3) Mengatur

(31)

dengan umur suami dan isteri, (5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga

(Hartanto, 2002).

Pengertian keluarga berencana menurut UU No 10 Tahun 1992 (tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya

peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia

perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,

peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani,

2010).

Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau

merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conception Control) adalah cara untuk

mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan

(DINKES, 2009).

Menurut bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Padjajaran Bandung yang dikutip oleh Abdurrahman dkk (2001), Keluarga

Berencana adalah pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pertemuan

antara sel mani dari laki-laki dan sel telur dari wanita sekitar senggama.

Sedangkan menurut Djoko Roesmoro (2000), Keluarga Berencana adalah

upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan

usia perkawianan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,

peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia

(32)

penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan

pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006).

2.6.1 Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan

anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi

dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran

dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era

otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional

bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju,

bertanggung jawab, bertaqwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikian

diharapkan :

a. Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.

b. Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan

dasar pertimbangan moral dan agama.

2.6.2 Sasaran dan Target Keluarga Berencana

Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program Keluarga

(33)

Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat

Indonesia. Sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut adalah :

a. Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama

dimana istrinya berusia 15-49 tahun, yang harus dimotivasi terus-menerus

sehingga menjadi pesrta Keluarga Berencana Lestari.

b. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi,

pasangan diatas 45 tahun, tokoh masyarakat, dan

c. Institusional yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan

swasta.

2.6.3 Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan

suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula

menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi

penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan

masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk

memenuhinya. Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang

tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan

berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamtan

ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda,

(34)

Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengaturan

kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak tepat

waktu. Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu

diperhatikan :

a. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang

isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari

20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak

kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).

b. Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami

dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber-KB dengan

menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria.

c. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan

masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat

informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang

paling cocok bagi dirinya.

d. Memberi nasehat tentang metode yang paling cocok sesuai dengan hasil

pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk

memudahkan klien menentukan pilihan.

2.6.4 Akseptor Keluarga Berencana

Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur yang menggunakan salah satu

(35)

a. Akseptor Aktif

Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat

kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

b. Akseptor KB aktif kembali

Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan selama tiga bulan

atau lebih yang tidak diselingi oleh suatu kehamilan dan kembali

menggunakan cara/alat kontrasepsi yang baik dengan cara yang sama

maupun berganti cara setelah berhenti/istirahat paling kurang tiga bulan

berturut-turut dan bukan karena hamil.

c. Akseptor KB Baru

Akseptor yang baru pertama kali menggunakan cara kontrasepsi,

atau menjadi akseptor setelah melahirkan atau abortus.

d. Akseptor KB Ideal

Akseptor aktif yang mempunyai anak tidak lebih dari 2 orang dan

berumur kurang dari 45 tahun.

e. Akseptor Lestari

Peserta KB yang tetap memakai cara kontrasepsi dengan benar untuk

(36)

2.7 Kerangka Konsep

Keterangan :

Dari skema yang ada diatas kita dapat melihat, responden yang

mendapatkan stimulus berasal dari pemutaran film KB, yang akan mempengaruhi

organisme tersebut. Apakah stimulus yang datang ditolak atau diterima dapat

diukur dari keputusan yang benar yang diambil oleh responden . Apabila stimulus

mempengaruhi keputusan responden, maka akan muncul respon dari responden

yang menyebabkan komunikasi dua arah, yang mendorong responden untuk

bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia putuskan, serta memungkinkan

untuk mengikuti setiap perubahan yang terjadi dan dapat diukur dari responden

terhadap objek dan selanjutnya dilihat melalui partisipasi masyarakat dalam

partisipasinya ber-KB. Pemutaran Film

KB Partisipasi Masyarakat

Ber-KB di Kabupaten Aceh

Singkil

- Keputusan

- Komunikasi dua arah

Referensi

Dokumen terkait

Feed masuk dengan rate 200 lbmol/jam dalam keadaan liquid jenuh, menara dilengkapi dengan total kondensor dan partial

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data nilai porositas, kekuatan tarik, kekerasan, dan struktur mikro sehingga dapat dibandingkan sifat mekanis antara produk chassis

Jumlah akar primer terbanyak didapat pada perlakuan kompos tandan kosong kelapa sawit 270 gr/tanaman (K3), hal ini diduga karena dengan pemberian kompos tandan

Dari hasil analisa citra topografi dapat rancang juga bebera pa skena rio pencegahan dan penanggulangan pada DAS yang rawan bencana, diantaranya dengan mengeruk endapan

Penggunaan Ca polystyrene sulfonate yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik hiperkalemia Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sidoarjo terkait dosis, rute,

3.5 Menggali informasi dari teks permainan / dolanan daerah tentang kehidupan hewan dan tumbuhan denga bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi

Inflasi memiliki pengaruh postif tidak signifikan terhadap ke tiga harga saham BUMN bidang infrastruktur dan tidak terjadi hubungan kausalitas pada harga saham

kemudian dari 17 variabel yang diproses dengan metode principal component analysis diperoleh 5 faktor yang memberi variasi terhadap loyalitas karyawan yaitu (1).Faktor