• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Swakelola DAK Pendidikan (Perpustakaan) SDN Bandarjo ecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2013 T2 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Swakelola DAK Pendidikan (Perpustakaan) SDN Bandarjo ecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2013 T2 BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.

Pembiayaan Pendidikan

Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu

standar pendidikan sebagaimana diatur dalam PP 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

(SNP). Standar pembiayaan adalah standar yang

mengatur komponen dan besarnya biaya operasi

satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun

Menurut Supriadi (2004: 3) biaya pendidikan

adalah:

Biaya (cost) dalam pengertian ini memiliki cakupan luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Pasal 3 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan disebutkan:

(2)

pengelolaan pendidikan. Biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri atas: (1) gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan; (2) tunjangan yang melekat pada gaji pegawai pada satuan pendidikan; (3) tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan; (4) tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen; (5) tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen; (6) tunjangan profesi bagi guru dan dosen; (7) tunjangan khusus bagi guru dan dosen; (8) maslahat tambahan bagi guru dan dosen; (9) tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau guru besar. Sendangkan biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang terdiri atas: (1) gaji pokok; (2) tunjangan yang melekat pada gaji; (3) tunjangan struktural bagi pejabat struktural; dan (4) tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional,

Dalam teori maupun praktik pembiayaan pendidikan, dikenal beberapa kategori biaya pendidikan. “Pertama biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost)” Supriadi, (2004: 4). Biaya langsung adalah segala bentuk pengeluaran yang secara langsung menunjang dalam penyelenggaraan pendidikan. Fattah (2002: 23) menyebutkan:

bahwa biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar mengajar siswa, berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan akan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di Sekolah. Atau bisa berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.

(3)

biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran rumah tangga (household expenditure). Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan, baik melalui Sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah yang kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial.

Ketiga, biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (nonmonetary cost). “Dalam pengelolaan biaya pendidikan ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu penyusunan anggaran (budgeting), pembukuan (accounting), pemeriksaan (acounting)” Sukirman, dkk, (2008:31). Fattah (2002: 47) memaparkan lebih lanjut:

anggaran atau budget sebagai rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian penyusunan anggaran dapat diartikan sebagai perundingan atau kesepakatan dalam menentukan besarnya alokasi biaya dalam suatu lembaga.

Anggaran sendiri terdiri dari dua sisi, penerimaan dan pengeluaran. Sisi penerimaan berisi besarnya dana yang diterima dari setiap sumber dana, sedangkan sisi pengeluaran berisi alokasi besarnya biaya pendidikan yang harus dibiayai. Menurut Fattah (2002: 49) “dilihat dari perkembangannya, anggaran mempunyai manfaat yang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis yakni sebagai alat penaksir, sebagai alat otorisasi pengeluaran, dan sebagai alat efisiensi”.

(4)

Fattah (2002: 49) menyatakan bahwa:

anggaran juga harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:. a.Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sistem manajemen dan organisasi. b.Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran. c.Adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi. d.Adanya dukungan dari pelaksana mulai dari tingkat atas sampai yang paling bawah.

Lebih lanjut Fattah (2002: 50) mengatakan bahwa

“persoalan penting dalam penyusunan anggaran adalah bagaimana memanfaatkan dana secara efisien, mengalokasikan secara tepat, sesuai dengan skala prioritas”. Adapun prosedur dalam penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan selama periode anggaran.

b.Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa, dan barang.

c. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang, sebab pada dasarnya anggaran merupakan pernyataan finansial.

d.Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu.

e. Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang.

(5)

Pembiayaan memiliki multi fungsi yaitu pengadaan, terutama yang berkaitan dengan infrastruktur yang diperlukan termasuk prasarana pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif; fungsi rehabilitasi pengembangan dalam arti luas termasuk pengembangan keilmuan, pengembangan mutu, pengembangan berbagai aspek srategik yang mendorong pendidikan agar selalu memiliki kemampuan untuk merespons terhadap dinamika yang terjadi di masyarakat (Gaffar 2008:3)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan pendidikan meliputi

biaya penyediaan sarana dan prasarana,

pengembangan sumberdaya manusia, modal kerja tetap, biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi.

2.1.1 Sumber dan Pendanaan Pendidikan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Pasal 51 ayat (1)

disebutkan bahwa pendanaan pendidikan bersumber

dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(6)

pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan

oleh Pemerintah dapat bersumber dari: (a) anggaran

Pemerintah, (b) bantuan pemerintah daerah, (c)

pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya

yang dilaksanakan sesuai peraturan

perundang-undangan, (d) bantuan dari pemangku kepentingan

satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang

tua/walinya, (e) bantuan dari pihak asing yang tidak

mengikat, dan/atau (f) sumber lain yang sah.

Dilihat dari sumbernya, Harsono (2007:9) menyebutkan bahwa biaya pendidikan dapat digolongkan menjadi 4 (empat) jenis yaitu biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat orang tua/wali siswa, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua/wali siswa seperti sponsor dari lembaga keuangan atau perusahaan, dan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan.

(7)

baik dari lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia, ADB, IMF, IDB, JICA) maupun pemerintah, baik melalui kerja sama multilateral maupun bilateral. Alokasi dana untuk setiap sektor pembangunan, termasuk pendidikan, dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) setiap tahun.

Pada kesempatan lain, Ghozali (2012:8) menyatakan bahwa:

untuk pendidikan bukan program wajib belajar (pendidikan menengah dan tinggi) yang diselengarakan oleh pemerintah pusat, biaya investasi lahan serta gaji dan tunjangan-tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan biaya investasi bukan lahan dan biaya operasi nonpersonalia merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dan masyarakat, khususnya orang tua/wali peserta didik.

Pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan pihak asing dapat membantu mendanai biaya-biaya investasi lahan, investasi bukan lahan, dan operasi nonpersonalia. Biaya pribadi pendidikan menjadi tanggung jawab orang tua/wali peserta didik, namun bagi peserta didik yang orang tuanya tidak mampu dapat memperoleh bantuan dari pemerintah pusat. Bantuan biaya pribadi tersebut dalam bentuk biaya siswa. Untuk pendidikan tinggi dikenal dengan beasiswa bidik misi, beasiswa peningkatan prestasi akademik, dan beasiswa bantuan belajar mahasiswa.

(8)

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, pada Pasal 14 disebutkan bahwa pendapatan BLU berasal dari (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), (2) pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, (3) hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain, (4) hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain. APBN yang dimaksud dalam bentuk rupiah murni, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). PNBP ini bersumber dari mahasiswa (orang tua) dalam bentuk sumbangan pembinaan pendidikan dan biaya pendidikan lainnya, termasuk hasil yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat. Terkait dengan sumber biaya pendidikan tinggi Garms (1978:415) menyatakan

bahwa ”Institutions of higher learning get significant amounts of moneyfrom tuition, state grant, federal aid, philanthropy, research contracts, endowmentincome, and sales of service ”. Artinya institusi atau lembaga

penyelenggara pendidikan tinggi memperoleh sejumlah uang yang memadai berasal dari biaya sumbangan pendidikan, hibah dari negara, bantuan pemerintah federal, para dermawan, kontrak-kontrak penelitian, penerimaan dari sumbangan, dan penjualan jasa pelayanan.

2.1.2

Swakelola

“Swakelola adalah perencanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri” (Keppres

(9)

Barang dan Jasa Pemerintah sesuai Perpres No 54

Tahun 2010 mengatur tata cara pengadaan barang dan

jasa, yakni:

(1) Pelelangan Umum, paling umum dilakukan untuk dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah;

(2) Pelelangan Sederhana, dilakukan jika proyek yang ada bernilai paling tinggi 200 juta dan tidak bersifat kompleks.;

(3) Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek yang ada berupa pengadaan barang/jasa operasional yang beresiko kecil, berteknologi sederhana dan bernilai maksimal 100 juta; (4) Penunjukkan Langsung; dan

(5) Kontes/Sayembara. Kontes dilakukan dengan memperlombakan gagasan, kreativitas maupun inovasi tertentu yang telah ditentukan harga/biaya satuannya., sedangkan Sayembara dilakukan untuk kriteria yang belum ditentukan harga/nilai satuannya di pasaran. Biasanya kontes diaplikasikan untuk pengadaan barang, dan sayembara untuk pengadaan jasa.

Selain memilih penyedia jasa dari luar, pengadaan barang dan jasa pemerintah juga bisa dilakukan secara mandiri oleh instansi tersebut. Hal ini memang telah dijelaskan di dalam peraturan yang berlaku. Swakelola pengadaan barang dan jasa pemerintah, berbeda dengan menggunakan penyedia barang/jasa diluar institusi, swakelola mengandalkan sumber daya yang ada didalam instansi tersebut untuk merencanakan, mengorganisasi, mengerjakan dan mengawasi secara mandiri proses pengadaan barang dan jasa.

(10)

Swakelola adalah Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.

Pasal 1 ayat 1 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

Kalau digabungkan pasal 1 ayat 20 dengan pasal 1 ayat 1 akan berbunyi bahwa Swakelola adalah kegiatan memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.

Jadi swakelola tidak hanya sekedar melaksanakan pengadaan barang/jasa tapi juga tentang merencanakan dan mengawasinya. Swakelola dibentuk dari kata dasar Swa dalam bahasa sansekerta

(11)

masyarakat. Kelola merujuk pada pengendalian atau dapat disetarakan dengan kata manage. Dalam ilmu ekonomi manage disebut juga manajemen. Menurut Terry yang dialihbahasakan ke bahasa Indonesia managemen dapat diartikan sebagai Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerak dan Pengawasan (Jurnal samsulramli, 2014).

Kelola mengandung fungsi Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan dan Pengawasan. Pengadaan Barang dan Jasa dengan Swakelola merupakan pelaksanaan pekerjaan yang melekat diseluruh instansi pemerintah, yang direncanakan, dikerjakan serta tidak melalui proses pelelangan / tender, akan tetapi tetap berpedoman pada Norma dan Aturan didalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sehingga dapat menjamin akuntabilitas dan efektivitas di dalam pelaksanaannya. Sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang diberi nama Panitia Pembangunan Sekolah (P2S) sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

(12)

2.1.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK adalah dana yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang

dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan

untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang

menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas

nasional (Pasal 23 UU 33 tahun 2004). DAK

dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam

rangka pendanaan desentralisasi untuk : (1) membiayai

kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat

atas dasar prioritas nasional; dan (2) membiayai

kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

(13)

meliputi: (1) rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas; (2) pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air

bersih serta kamar mandi dan WC; (3)

pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan; (4) pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah; (5)

peningkatan mutu sekolah dengan

pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah.

DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik, kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis.

(14)

penampungan transmigran, pulau-pulau kecil, rawan pangan, pasca konflik, daerah pengungsi.

Kriteria teknis ditetapkan oleh Kementerian teknis (Kemdiknas), bagi SD/SDLB untuk sekolah yang (1) belum punya ruang perpustakaan dan isinya; (2) Kekurangan alat peraga dan sarana penunjang pembelajaran; (3) Kekurangan buku pengayaan, referensi dan panduan pendidik. Bagi SMP untuk sekolah yang (1) memerlukan rehabilitasi dan penambahan ruang kelas baru; (2) kekurangan buku pengayaan, referensi dan panduan pendidik (3) kekurangan peralatan pendidikan.

Kemendikbud (2013:4) DAK Bidang Pendidikan Dasar adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas Nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang belum mencapai standar tertentu atau percepatan pembangunan daerah di bidang pendidikan dasar. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.

Dari uraian tersebut, disimpulkan DAK bidang pendidikan adalah Dana Alokasi Khusus berupa

(15)

2.2.

Evaluasi Program

Definisi tentang evaluasi menurut kamus Oxford

Advanced Learner’s Dictionary of Current English yang

dikutip oleh Arikunto (2014) adalah tofind out, decide,

the amount or value yang artinya suatu upaya untuk

menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan

terjemahan, kata-kata yang terkandung di dalam

definisi tersebut pun menunjukkan bahwa kegiatan

evaluasi harus dilakukan secara berhati-hati,

bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Suchman dalam Arikunto

(2014) memandang evaluasi sebagai sebuah proses

menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan

yang direncanakan untuk mendukung tercapainya

tujuan. Seorang ahli yang sangat terkenal dalam

evaluasi program bernama Stufflebeam (2007)

mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses

penggambaran, pencarian dan pemberian informasi

yang sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan

dalam menentukan alternatif keputusan. Berdasarkan

beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

evaluasi merupakan proses pengumpulan data atau

informasi untuk menilai apakah program yang

direncanakan telah tercapai sesuai dengan tujuan yang

(16)

menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil

sebuah keputusan.

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Arikunto (2014) mengungkapkan bahwa ada dua pengertian program, yaitu pengertian secara umum dan khusus. Menurut pengertian secara umum, program dapat diartikan sebagai rencana. Pengertian secara khusus dalam hal ini berkaitan dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam menentukan program yaitu (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu yang relatif lama

bukan kegiatan tunggal tetapi jamak

(17)

berkesinambungan dan dalam waktu yang tidak terbatas sebagai implementasi dari suatu kebijakan. Semua program tersebut perlu dievaluasi untuk menentukan apakah layanan dan intervensinya telah mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Tyler dalam Arikunto (2014), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya Stufflebeam dalam Sudjana (2008), evaluasi program pendidikan yaitu “Educational evaluation is the process

of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives”. Menurut rumusan ini,

evaluasi program pendidikan merupakan proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan informasi yang berguna untuk menetapkan alternatif keputusan.

Sejalan dengan pengertian di atas, Mugiadi dalam Sudjana (2008) menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari dalam setiap pengambilan keputusan.

(18)

mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Batasan evaluasi program memuat 3 unsur yaitu kegiatan sistematis, data dan pengambilan keputusan. Kegiatan sistematis mengandung makna bahwa evaluasi program dilakukan melalui prosedur berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Data yang dikumpulkan, sebagai fokus evaluasi program, diperoleh melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian dengan menggunakan pendekatan, model, metode dan teknik ilmiah. Pengambilan keputusan bermakna bahwa data yang disajikan tersebut akan bernilai apabila menjadi masukan berharga untuk proses pengambilan keputusan tentang alternatif yang akan diambil terhadap program. Dengan demikian, evaluasi program merupakan kegiatan yang sistematis dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.

2.2.1 Model Evaluasi Program

Model-model evaluasi yang satu dengan yang

lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi

maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan

pengumpulan data atau informasi yang berkenaan

dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi

yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil

keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak

(19)

Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Arikunto

(2014), membedakan model evaluasi menjadi delapan,

yaitu:

a.Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.

b.Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.

c.Formatif Summatif Evaluation Model,

dikembangkan oleh Michael Scriven.

d.Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

e.Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

f. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada

“kapan” evaluasidilakukan.

g.CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam.

h.Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.

Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada tujuan evaluasi. Berdasarkan model evaluasi program yang disebutkan di atas maka evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi CIPP dengan melihat konteks, input, proses dan produk.

2.2.2 Evaluasi Program Model CIPP

Model evaluasi CIPP mulai dikembangkan oleh

Daniel Stufflebeam pada tahun 1966. Stufflebeam

dalam Wirawan, (2012) mendefinisikan evaluasi sebagai

proses melukiskan, memperoleh, dan menyediakan

informasi yang berguna untuk menilai

alternatif-alternatif pengambilan keputusan. Melukiskan artinya

menspesifikasi, mendefinisikan, dan menjelaskan

(20)

para pengambil keputusan. Memperoleh artinya dengan

memakai pengukuran dan statistik untuk

mengumpulkan, mengorganisasi dan menganalisis

informasi. Menyediakan artinya mensintesiskan

informasi sehingga akan melayani dengan baik

kebutuhan evaluasi para pemangku kepentingan

evaluasi.

Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi, yaitu: Evaluasi konteks (Context Evaluation), Evaluasi Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process evaluation), dan Evaluasi Produk (Product Evaluation). Keempat kata yang disebutkan dalam singkat CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan, dengan kata lain model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi merupakan sebuah sistem.

a. Evaluasi konteks adalah upaya untuk

(21)

ditergetkan. Peluang melibatkan program pendanaan yang bisa mendukung usaha untuk menyelesaikan masalah.

b.Evaluasi masukan atau input tujuan utama dari evaluasi input adalah untuk membantu menentukan sebuah program dengan membuat perubahan kebutuhan. Evaluasi input adalah sebuah prosedur dari sukses atau gagal dan efesien usaha perubahan. c. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukkan

pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam

program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai

penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Model CIPP evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksanaan sesuai dengan rencana.

d. Evaluasi Produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah.

2.3.

Penelitian yang Relevan

(22)

suatu kebijakan terimplikasi oleh kebijakan yang lain. Mengenai dampak (manfaat) kebijakan yang diharapkan, kegiatan DAK pendidikan dasar telah memberi dampak positif. Kegiatan belajar-mengajar menjadi nyaman dan lancar. Hasil kelulusan SD menunjukkan adanya peningkatan dari 99,98% menjadi 100%. Kelulusa SMP/ sederajat juga mengalami peningkatan. Tujuan kegiatan DAK bidang pendidikan dasar sudah terwujud, tetapi belum maksimal. Target dari kegiatan DAK tahun 2013 mengalami realisasi sebesar 61% dan sisanya 39% belum terealisasi. Dapat dikatakan tujuannya sudah terwujud, tetapi baru 61% saja.

b.Laporan Akhir Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2011) menyebutkan bahwa Dalam aspek penganggaran, keterlambatan juknis menimbulkan masalah tersendiri dalam proses penganggaran di Daerah yaitu perlunya melakukan perubahan APBD. Dalam aspek implementasi, permasalahan muncul ketika terjadi

mismatch antara rencana yang diharapkan dengan realisasi DAK, seperti jumlah dana dan barang yang kurang sesuai dengan proposal yang diajukan, rigiditas juknis, waktu yang tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai DAK,

c.Evaluasi oleh dirjen perimbangan keuangan RI

dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan DAK

mengalami kelemahan dalam hal

(23)

d.Pengelolan DAK : Kondisi dan Strategi ke Depan oleh Kementrian Keuangan RI Dirjen Perimbangan menyatakan bahwa Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh berbagai K/L sangat bervariasi yang menimbulkan berbagai masalah terutama menu dalam juknis sangat rinci tapi seringkali terdapat kebutuhan daerah yang tidak ada dalam menu sehingga membatasi keleluasaan daerah dalam pengadaan, juknis sering berubah-ubah dan penerbitannya terlambat,

2.4

Kerangka Pikir

Untuk menyederhanakan deskripsi penelitian tentang evaluasi konteks, input, proses dan produk (CIPP) dari Program Swakelola DAK Pendidikan SDN Bandarjo 02 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2013 ini, bisa dilihat sebagaimana bagan kerangka pikir berikut.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

(24)

Program swakelola DAK Pendidikan merupakan program yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang menjadi prioritas nasional yang pekerjaannya direncanakan, dikelola dan diawasi sendiri oleh penerima dana. Dalam hal ini penerima dana adalah SDN Bandarjo 02 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

AS merupakan salah seorang korban aliran Komar. Ia sebelumnya bekerja di pesantren Az-Zaitun sebagai guru honorer bahasa Inggris. Pekerjaan ini telah dijalaninya selama 5

Berdasarkan paparan singkat di atas dan fenomena yang terjadi saat ini, perilaku pembelian impulsif atau bisa disebut impulse buying khusunya di kalangan

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan Pada Program Studi DIII Akuntansi. Jurusan Akuntansi Politeknik

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan intra kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori

Laporan ini disusun berdasarkan pengalaman dan ilmu yang saya peroleh selama melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di THE RITZ CARLTON MEGA KUNINGAN ,yang dimulai pada tanggal

Dalam hal ini biasanya setelah selesai melakukan kegiatan latihan praktik mengajar praktikan langsung meminta penilaian dan bimbingan dari guru pamong, karena praktikan ingin

Hakim menyatakan bahwa memperhatikan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini, telah ternyata dalam fakta-fakta dipersidangan, pengadilan memandang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formulasi produk ekstrudat beras lokal dengan 3 varietas (beras umbuk, beras C4 super, dan beras mentik wangi) dan tepung