• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Masa Depan kakus dan masa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Masa Depan kakus dan masa "

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

DARI MASA DEPAN

W.I.M. Poli1

Yesterday's the past, tomorrow's the future, but today is a gift. --- Bill Keane.

Kemarin adalah masa lalu, besok adalah masa depan, tetapi hari ini adalah sebuah hadiah.

1. The Art of the Long View

Masa lalu, masa kini, dan masa depan, berada di dalam satu sistem yang saling mempengaruhi. Ada orang yang senang menoleh ke masa lalu untuk memahami masa kini, dan menyongsong masa depan. Ada pula orang yang sebaliknya pendekatannya: memimpikan masa depan yang ideal, lalu menggunakan analisis masa lalu dan masa kini, untuk menyumbang pembentukan masa depan yang ideal. Pendekatan yang kedua ini biasanya diberikan label: Scenario Planning atau Scenario Building. Salah seorang tokoh pemikir yang menganjurkan Scenaio Building adalah Peter Schwarz, dengan bukunya The Art of the Long View, 1991.

(2)

Gambar 1. Peter Schwarz.

Selain Schwartz sudah banyak orang yang gandrung berpikir dan bermimpi tentang masa depan, yang meng-provokasi orang lain untuk turut memberikan sumbangannya sekarang, ke arah pembentukan masa depan. Dua dari karya tentang masa depan itu akan dikemukakan di bawah ini.2

2. George Orwell: Nineteen Eighty Four

Salah satu karya George Orwell (nama pena; nama aselinya adalah Arthur Eric Blair) berjudul Nineteen Eighty Four, yang terbit pada tahun 1949.

George Orwell dankaryanya

Gambar 2. George Orwell dan karyanya.

2 Uraian tentang dua karya ini ada di dalam W.I.M. Poli, Provokasi sekitar

(3)

Dalam situasi setelah Perang Dunia II, Orwell berbicara tentang tahun

1984 yang belum ada, tetapi yang diperhitungkan akan ada, sesuai dengan perkembangan sejarah dunia yang diketahuinya. Ia melukiskan tentang gejala rezim politik yang otoriter, yang dinamakannya Big Brother. Setelah Perang Dunia II, gejala Big Brother ini muncul di berbagai negara maju. Secara sistematis dan luas, rezim-rezim otoriter tersebut mengeksploitasi pikiran dan tindakan rakyatnya sendiri untuk mempertahankan kekuasaannya. Uraian Orwell sangat menakutkan. Tujuan karya Orwell ialah: tercapainya pemahaman yang luas tentang kejamnya eksploitasi Big Brother, sehingga dapat dimunculkan kekuatan massa untuk melawannya. Ini adalah sebuah cara provokasi dari George Orwell.

Hasil pengamatan Soedjatmoko (1922-1989) yang disampaikannya dalam rangkaian Ceramah Ishizaka di Jepang pada bulan Maret 1979,3 menunjukkan bahwa rezim-rezim otoriter itu pada awalnya tidak otoriter. Mereka muncul sebagai pemerintah yang membela kepentingan rakyat, dan gandrung memajukan pembangunan bangsanya. Tetapi, lambat-laun mereka mengembangkan sikap tidak mau dikritik, karena kritik terhadap pemerintah dapat mengganggu stabilitas politik dan keberhasilan pembangunan. Dua kasus sejarah yang dijadikan contoh oleh Soedjatmoko adalah rezim otoriter Jerman dan Jepang menjelang Perang Dunia II. Dengan dua kasus itu ia bertanya: pembangunan yang bagaimanakah, yang dapat mencegah munculnya kembali rezim-rezim otoriter sedemikian itu. Karena itu, bagi orang yang peduli terhadap pembangunan untuk kepentingan masyarakat, seyogianya juga peduli terhadap kecenderungan rezim penguasa membatasi kebebasan rakyatnya atas nama keberhasilan pembangunan bangsa dan negara. Rakyat dari negara-negara yang sudah merdeka mungkin belum mengalami kebebasan di dalam kemerdekaannya. Soedjatmoko membahas tentang kemerdekaan dan pembebasan di dalam bukunya,

Etika Pembebasan.4

Pertanyaan yang menggelitik ialah: Bagaimanakah pengalaman Indonesia di waktu yang lalu, kemungkinan pengalamannya di masa depan, dan peranan apakah yang seyogianya dijalankan masyarakat dan lembaga-lembaganya yang ada, sebagai pelaku pembangunan yang 3 Naskah asli rangkaian ceramah tersebut diteribitkan dalam bahasa Inggris oleh Simul Press, Tokyo. Naskah terjemahan dalam bahasa Indonesia diterbitkan LP3ES pada tahun 1984 di bawah judul Pembangunan dan Pembebasan.

(4)

bertanggung-jawab agar dapat dihindari munculnya rezim yang otoriter? Jika pertanyaan ini ditujukan kepada Jürgen Habermas (kini berumur 86 thun), maka jawabannya ialah: masyarakat umum harus mengemukakan pendapatnya di ruang publik (public sphere): berbagai fasilititas komunikasi yang ada, di mana orang bebas menyatakan pendapatnya, yang dapat mencegah penguasa menyalah-gunakan kekuasaan yang telah dipercayakan masyarakat kepadanya.

3. Paul D. Raskin: Laporan dari Masa Depan

Kini, muncul berbagai karya lain yang memberikan laporan tentang masa depan yang ideal, yang merangsang kekuatan massa dari masa kini untuk bertindak mencapai masa depan yang ideal tersebut. Salah satunya adalah karya Paul D. Raskin (1942 - ), yang berjudul The Great Transition; A Report from the Future, yang diterbitkan pada tahun 2006. “Laporan dari Masa Depan” itu seakan-akan ditulis dari sebuah kota yang bernama Kota Mandela. Nama kota fiktif ini pasti dihubungkan dengan nama Nelson Mandela (1918-2013), pejuang kemanusiaan dari Afrika Selatan, penggagas dan pelaku kehidupan bersama yang damai di dalam masyarakat majemuk, tanpa prasangka SARA.5

Gambar 4. Paul D. Raskin dan karyanya.6

5 Suku-Agama-Ras. Pencipta isitilah SARA adalah Laksamana Sudomo, petinggi pemerintah dengan berbagai jabatannya pada pemerintahan Presiden Suharto di masa Orde Baru.

(5)

Berbeda dari buku George Orwell, buku Raskin ini menggambarkan masa depan ideal yang dapat dicapai pada tahun 2084. Penulisnya seakan-akan mau membandingkan gambaran tahun 1984,

yang menakutkan, dengan gambaran tahun 2084, yang menggembirakan. Ini adalah cara provokasi dari Raskin. Perbedaan keduanya adalah seperti perbedaan neraka dan surga. Pendekatan mana yang hendak kita pilih untuk pembangunan, kini dan di sini, dan apa alasannya?

Data masa lalu yang brutal berpotensi membuat orang ragu-ragu untuk membentuk masa depannya. Masa lalu menjadi rem menuju masa depan. Mimpi tentang masa depan yang gemilang, yang mungkin tidak masuk akal (berdasarkan data masa lalu), berpotensi menjadi sumber motivasi yang kuat, yang bermuara pada rencana dan tindakan yang bermakna. Kata Peter Drucker, para CEO yang efektif tidak membuat rencananya dengan menggunakan data masa lalu, melainkan membuat keputusan tentang apa yang mau dicapainya di masa depan, kemudian barulah mencari data yang relevan untuk mendukung pelaksanaannya. Katanya:

Kebanyakan buku tentang pengambilan keputusan mengatakan kepada pembacanya bahwa: “Mulailah dengan fakta.” Tetapi, para eksekutif yang membuat keputusan yang efektif tidak mulai dengan fakta. Mereka mulai dengan

(6)

4. Masa Depan dan Masa Kini

Pengalaman masa lalu, khususnya pengalaman abad XX, dengan gamblang telah menunjukkan hal-hal negatif yang terjadi di dalam perkembangan sejarah, yaitu: konsumerisme, individualisme, dan kerusakan lingkungan alam. Ketiganya adalah tritunggal penyebab malapetaka pembangunan. Hal-hal negatif ini telah melahirkan kekuatan yang melawannya. Kekuatan perlawanan tersebut kini kian menggelinding, membesar, mengglobal, yang secara keseluruhan diidentifikasi sebagai kekuatan “Transisi Besar” (Great Transition) ke masa depan yang ideal, yaitu tercapainya tiga tujuan bersama secara terpadu: (1) meningkatnya mutu kehidupan; (2) meningkatnya solidaritas masyarakat yang beradab; dan (3) lestarinya lingkungan alam. Hubungan antara masa kini dan masa depan yang ideal tersebut dapat divisualisasikan melalui Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan Sistemik Masa Depan dan Masa Kini.

Masa depan yang ideal ialah: masyarakat majemuk yang adil, makmur, dan beradab, di dalam kelestarian lingkungan alam. Masa depan itu dapat dicapai dengan menggunakan semua macam modal pembangunan yang ada:

(7)

 masyarakat dengan lembaga sosial, ekonomi, politik, yang menjadi rambu-rambu berpikir dan berperilaku di dalam pembangunan;

 sumberdaya alam dan sumberdaya fisik buatan manusia.

Kesemuanya itu merupakan masukan yang akan dipadukan di dalam proses pembangunan, di mana terjadi interaksi antara semua pelaku pembangunan. Para pelaku pembangunan berinteraksi secara setara, bebas, dan bertaunggung-jawab, dengan mengacu ke lembaga-lembaga yang menampilkan rambu-rambu berpikir dan berperilaku. Salah satu sarana pengatur pikiran dan perilaku para pelaku pembangunan adalah “Ruang Publik” yang dikemukakan oleh Habermas.

Gambar 7. Jürgen Habermas: Perlu adanya Ruang Publik.

(8)

RUANGPUBLIK

WargaMasyarakat Elit

Penguasa

Perkem-bangan kontekstual

Perlu tinjauan

kritis

Gambar 8. Ruang Publik.

“Saya berpikir, maka saya ada”, kata Rene Descartes dari Perancis (1506-1650). Tampaknya, bagi Habermas berlaku pemikiran: “Kita berpikir bersama di Ruang Publik, maka kita ada sebagai masyarakat rasional, yang demokratis, dan beradab.”

Gambar 9. Kita berpikir bersama, maka kita ada.

(9)

Gagasan tentang Ruang Publik antara lain mengindikasikan kebutuhan akan adanya partisipasi warga masyarakat dalam pembangunan, demi keberlangsungan proses pembangunan itu sendiri. Kata orang bijak: No commitment without participation. Tiada komitmen tanpa adanya partisipasi dalam proses pembangunan.

Proses pembangunan adalah proses yang cenderung rumit, yang menghambat pemahaman dan kesepakatan oleh semua pelaku pembangunan. Apa yang rumit itu perlu dijabarkan dalam bahasa yang sederhana, yang dimengerti setiap orang. Kata Albert Einstein: Most of of the fundamental ideas of science are essentially simple, and may, as a rule, be expressed in a language comprehensible to everyone.

Kebanyakan gagasan dasar ilmu pengetahun sebenarnya sederhana, dan seharusnya dapat dikemukakan dalam bahasa yang dimengerti setiap orang. Pendapat ini diaminkan oleh ahli fisika jagad raya, Stephen Hawking. Katanya, kita menantikan sebuah teori yang lengkap tentang jagad raya yang should in time be understandable in broad principle by every one, not just a few scientists.”8 Pada saatnya teori yang lengkap tentang jagad raya tersebut harus dapat dimengerti dalam garis besarnya oleh semua orang, bukan hanya segelintir ilmuwan.

Teori dan gagasan yang muluk-muluk, yang dinyatakan melalui rumus-rumus yang rumit dan jargon-jargon yang bersayap, akan menimbulkan berbagai tafsiran yang berbeda dan bertentangan, yang pada akhirnya menghambat pertisipasi dan keberhasilan pembangunan.

Simple is beautiful!. Sederhana itu cantik!

Makassar, 5 November 2015

1. Mengapa berpikir tentang masa depan?

(10)

Karena kita ingin adanya masa depan yang ideal.

2. Apa ciri masa depan yang mau dicapai?

Masa depan yang ideal ialah: masyarakat majemuk yang adil, makmur, dan beradab, di dalam kelestarian lingkungan alam. Masa depan itu dapat dicapai dengan menggunakan semua macam modal pembangunan yang ada:

Sehingga dapat: (1) meningkatnya mutu kehidupan; (2) meningkatnya solidaritas masyarakat yang beradab; dan (3) lestarinya lingkungan alam.

3. Bagaimana mencapainya?

Dengan ikut berpatisipasi dan komitmen

 individu dengan pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan kemauannya untuk membangun;

 masyarakat dengan lembaga sosial, ekonomi, politik, yang menjadi rambu-rambu berpikir dan berperilaku di dalam pembangunan;

Gambar

Gambar 2. George Orwell dan karyanya.
Gambar 4. Paul D. Raskin dan karyanya.6
Gambar 5. Keputusan CEO yang efektif.
Gambar 6. Hubungan Sistemik Masa Depan dan Masa Kini.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karya ini kupersembahkan untuk orang – orang yang kukasihi Jesus Christ ”my Saviour”,.. Mama

Korelasi antara variabel ini memiliki arah yang negatif yang berarti bila salah satu variabel mengalami peningkatan maka akan menurun variabel yang lain, hal ini

sedangkan yang dilakukan pada untuk mengatisipasi pasien yang belum Kemudian ada juga penelitian yang dilakukan oleh Nuning Versianita, Rini Sovia dan l “Perancangan

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai kinerja SRPMK baja di wilayah 6 peta gempa Indonesia yang dilakukan oleh Wiyono dan Yuwono (2008), profil balok dan

Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai pada 85-95% kasus, sedang sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus

Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran,

Menginisiasi kegiatan pendampingan dalam situasi bermain dan belajar yang sangat informal secara bottom up, yang bertujuan mengembangkan kompetensi komunikasi Bahasa

Kasus Semanggi II adalah gerakan mahasiswa untuk menggagalkan RUU tentang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) yang telah disetujui DPR. Dari segi pelaku