1.1. Latar Belakang
Pentingnya aset Sumber Daya Manusia (SDM) saat ini menjadi perhatian
yang besar dalam proses pengembangan SDM pada suatu organisasi seperti pada institusi pemerintahan dimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan aset SDM pemerintah yang utama, sebagai pelaku utama pemberi pelayanan kepada
masyarakat dalam kedudukannya sebagai unsur aparatur negara.
Penguatan pengembangan PNS melalui pengelolaan manajemen SDM
Aparatur (PNS) didasarkan pada dinamika pemerintahan saat ini dengan permasalahan yang semakin kompleks seiring perkembangan teknologi dan era globalisasi yang semakin maju pesat demi terwujudnya kinerja pemerintahan yang
semakin baik. Perubahan pada lingkungan strategis organisasi, mendorong organisasi menetapkan tujuan strategisnya dan mengharuskannya menetapkan
misi organisasi, struktur organisasi dan nilai-nilai yang mengikutinya. Untuk mencapai tujuan kinerja tersebut, organisasi harus memiliki orang-orang yang kompeten dalam bidangnya masing-masing. Hal tersebut menjadikan pentingnya
manajemen strategis sumber daya manusia dalam hal ini PNS sebagai salah satu pilar perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang berpihak pada peningkatan
Pengembangan sumber daya manusia harus terus-menerus dikembangkan, sehingga mampu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan
organisasi.
Dengan tepat dinyatakan oleh U.S. Office of Personnel Management bahwa, “Hanya dengan pegawai yang tepat yang ditempatkan dalam jabatannya dan memperoleh pelatihan, peralatan, struktur, insentif dan akuntabilitas untuk bekerja secara efektif, maka sangat mungkin organisasi tersebut akan berhasil.” (Suderadjat, 2008:2378). Ada empat komponen penting dalam pengembangan sumber daya atau kapital manusia, yaitu (a) mengadopsi pendekatan strategis dalam perencanaan sumber daya manusia, (b) memperoleh dan mengembangkan staf yang sesuai dengan kebutuhan dasar organisasi, (c) mengembangkan budaya organisasi yang berorientasi pada kinerja, dan (d) menjaga terpeliharanya prinsip-prinsip prestasi (merit principles).
Sejak otonomi daerah digulirkan, PNS selaku pelaksana birokrasi
merupakan ujung tombak pelaksana pemerintahan dan kunci keberhasilan pembangunan di daerah. Di era otonomi daerah, birokrasi secara langsung
berhadapan dengan masyarakat, front liner dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan birokrasi di daerah identik dengan pelayanan pemerintah. Amanah otonomi daerah yang mengutamakan peningkatan kualitas pelayanan publik di
berbagai sektor kehidupan harus menjadi acuan yang dapat dipahami serta dilaksanakan secara baik dan benar oleh birokrasi di daerah. Akan tetapi dalam
prakteknya banyak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat-pejabat daerah, baik dari kalangan legislatif dan eksekutif.
Pada intinya manajemen kepegawaian lebih berorientasi pada profesionalisme PNS. PNS dituntut memiliki profesionalisme, berwawasan serta
memiliki kompetensi yang tinggi. PNS sebagai identitas dari pemerintah daerah belum seluruhnya dapat melaksanakan pelayanan dengan baik. Banyak keluhan atas rendahnya kinerja pelayanan publik saat ini. Sebagian PNS belum dapat
dijadikan panutan atau teladan dalam pelaksanaan tupoksi dan dalam kesehariannya di lingkungan masyarakat. Banyak pemberitaan miring mengenai
PNS seperti masalah KKN, disiplin PNS, kompetensi PNS yang tidak sesuai bahkan ada yang menyebutkan bahwa PNS sebenarnya adalah pengangguran yang terselubung. PNS yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi seperti yang
diamanatkan dalam Undang-Undang serta diinginkan oleh semua pihak, hingga saat ini masih merupakan “ impian” daripada kenyataan.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan unsur budaya PNS selaku panutan serta teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat, kedisiplinannya, ketaatan dan kepatuhannya terhadap aturan, keunggulan kompetensinya dan
kejelasan dalam manajemen PNS yang telah diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Kondisi birokrasi kita saat ini masih memperlihatkan mindset
aparaturnya perlu diubah, tidak hanya struktur dan fungsinya tetapi juga perilaku aparaturnya. Bagaimana merubah perilaku birokrat, yang memberikan kesadaran
Apalagi sekarang adalah era reformasi dimana keterbukaan dan akuntabilitas dijunjung tinggi. PNS menjadi sorotan berbagai pihak dalam
bertindak terutama dalam pelaksanaan tupoksinya. Rendahnya kinerja birokrasi (PNS) mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik, bahkan mengakibatkan pengguna jasa harus membayar biaya yang mahal. Kinerja SDM
(PNS) yang rendah tersebut disebabkan kurangnya atau bahkan tidak kompetennya sebagian pejabat struktural di lingkungan pemerintah.
Hal tersebut menjadikan betapa pentingnya peran motivasi dan pengembangan karir berbasis kompetensi SDM yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi kerja dan sistem karir sesuai dengan kebutuhan
pemerintah daerah untuk mewujudkan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Hasil studi Rhoades and Eisenberger (2002) menunjukkan bahwa pengembangan
karir akan meningkatkan kinerja sumber daya manusia, Namun studi Johannes A.V. van der Heijden, Marloes L. van Engen* and Jaap Paauwe (2009 ) menunjukkan bahwa pengembangan karir tidak signifikan terhadap kinerja
sumber daya manusia,
Pemerintah Kabupaten Wonosobo merupakan kabupaten di wilayah
Provinsi Jawa Tengah dengan penduduk sejumlah 773.243 jiwa pada tahun 2012. Secara administratif Kabupaten Wonosobo yang memiliki luas wilayah 98.468 ha terbagi menjadi 15 kecamatan dengan 236 desa dan 29 kelurahan. Banyaknya
Berdasarkan kondisi faktual SDM (PNS) dari sudut pandang MSDM dapat digambarkan beberapa permasalahan antara lain : belum tersusunnya
perencanaan PNS secara komprehensif, terintegrasi dan berbasis kinerja; pengadaan PNS belum berdasarkan pada kebutuhan riil; penempatan PNS belum berdasarkan pada kompetensi jabatan; pengembangan pegawai belum berdasarkan
pola pembinaan karir; sistem penilaian kinerja belum objektif; kenaikan jabatan belum berdasarkan prestasi kerja dan kompetensi; dan diklat PNS belum optimal
dalam meningkatkan kompetensi PNS yang bersangkutan (Sanapiah dalam Setyowati, 2009 : 26).
Pada Setda Wonosobo dilihat dari Laporan Akuntabilitas Kinerja
(LAKIP) pada Tahun 2012 permasalahan yang ada pada beberapa bagian terkait SDM adalah keterbatasan jumlah karyawan sesuai kompetensi yang dibutuhkan,
seperti pada bagian umum setda yang menangani bidang keuangan. Pada penyusunan LAKIP Setda Tahun 2012 juga belum semua bagian setda dapat menyelesaikan tepat waktu, terlihat dari LAKIP pada Bagian Organisasi Setda
dimana salah satu indikator capaian kinerjanya adalah penyusunan LAKIP SKPD tepat waktu belum dapat terpenuhi targetnya dikarenakan masih kurangnya
pemahaman SDM penyusun LAKIP. Tingginya mutasi di jajaran pemda juga mempengaruhi pencapaian kinerja dalam hal ini sesuai LAKIP pada Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Setda.
Permasalahan yang lain adalah kurangnya pemahaman tupoksi pada SKPD terkait lainnya yang merupakan mitra dari bagian-bagian yang ada di setda
karena terkait tupoksi setda dalam Perda Kab. Wonosobo No.13 Th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat DPRD dan Staf Ahli Kabupaten Wonosobo pada Bab III Pasal 3 bahwa Sekretariat Daerah Kabupaten Wonosobo merupakan unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yakni dalam menyusun kebijakan
dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah sehingga kinerja setda juga dipengaruhi SKPD terkait. Hal tersebut menjadikan betapa pentingnya
peran motivasi berprestasi dan pengembangan karir berbasis kompetensi SDM yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi kerja dan sistem karir sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah untuk mewujudkan kinerja
pemerintahan yang lebih baik.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan research gap yakni hasil studi Rhoades and Eisenberger (2002) yang menunjukkan bahwa pengembangan karir akan meningkatkan kinerja
sumber daya manusia,sedangkan studi Johannes A.V. van der Heijden, Marloes L. van Engen* and Jaap Paauwe (2009 ) menunjukkan bahwa pengembangan karir
1. Bagaimana pengaruh motivasi dan pengembangan karir terhadap kinerja sumber daya manusia
2. Bagaimana pengaruh pengembangan karir terhadap motivasi
3. Bagaimana pengaruh kompetensi dasar dan bidang terhadap pengembangan karir
4. Bagaimana pengaruh kompetensi dasar dan bidang terhadap motivasi
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan dan menganalisis keterkaitan kompetensi dasar dan
bidang variabel motivasi pengembangan karir terhadap kinerja sumber daya manusia
2. Menyusun model peningkatan kinerja sumber daya manusia yang berbasis pada kompetensi, pengembangan karir dan motivasi.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk mengembangkan manajemen SDM (PNS) melalui peran motivasi dan pengembangan
karir berbasis kompetensi menuju kinerja SDM dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonosobo khususnya pada Sekretariat Daerah.
2. Praktis
meningkat dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Setda Wonosobo. SDM (PNS) diharapkan dapat memahami dan