Pengaruh Latar Belakang Perusahaan pada Tingkat Maturity Portofolio IT
Sebuah Perbandingan Antara Perusahaan Berbasis Keuntungan dan Organisasi Non Profit
Echo Wahana Marciano Simanjuntak 1222402404
solar_medan@yahoo.com
Abstrak
Kesiapan infrastruktur TI untuk mendukung perkembangan bisnis ataupun operasional perusahaan/organisasi saat ini merupakan hal yang tidak terhindarkan lagi untuk segera dibenahi sebaik mungkin. Hampir setiap bentuk transaksi ataupun kegiatan operasional menggunakan infrastruktur IT sebagai alat bantunya.
Berdasarkan hal diatas, setiap proyek TI yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan infrastruktur TI yang baik tentunya membutuhkan dana yang diinvestasikan ke proyek tersebut, nilai investasi ini nantinya diharapkan membawa nilai yang setimpal yang akan dihasilkan kepada perusahaan dalam berbagai macam bentuk.
Namun pada kenyataannya banyak perusahaan yang sudah menginvestasikan keuangannya untuk membangun infrastruktur, namun setelah diukur tingkat kesiapan/maturity nya ternyata hasilnya masih berada pada level rendah. Sebagai perusahaan, keuntungan finansial merupakan hal yang dicari dalam melakukan kegiatan bisnisnya, hal ini kemungkinan berdampak pula terhadap pola pikir dan cara kerja orang-orang yang berada pada perusahaan tersebut. Sedangkan untuk organisasi non-profit, keuntungan secara finansial bukanlah tujuan mereka, tujuan yang dicari adalah berdasarkan nilai-nilai yang mereka yakini akan membawa kebaikan buat lingkungan di sekitar mereka. Hal ini tentunya menarik untuk dipelajari, apakah ada penyebab latar belakang perusahaan dengan tingkat maturity perusahaan tersebut, apakah motivasi orang-orang yang bekerja dalam perusahaan juga berpengaruh terhadap maturity portofolio TI pada perusahaan tersebut.
BAB I Pendahuluan I a. Latar Belakang Permasalahan
Investasi TI yang dikucurkan oleh perusahaan untuk mendukung operasional dan
transaksi pada perusahaan ternyata tidak menjamin kinerja perusahaan dapat lebih baik dari
sebelumnya. Banyak perusahaan besar yang sudah mengucurkan banyak investasi ternyata
setelah diukur tingkat maturity nya, ternyata hasilnya masih berada pada level yang rendah.
Berdasarkan hal tersebut, ternyata ada hal lain yang juga menjadi penyebab mengapa
tingkat maturity pada portofolio TI di perusahaan/organisasi masih berada pada level yang
rendah. Salah satu faktor yang patut diduga sebagai penyebab rendahnya tingkat maturity
tersebut adalah motivasi para pekerja dalam menjalankan roda usaha perusahaan. Ketika pekerja
termotivasi untuk membangun perusahaan, maka untuk mencapai tingkat maturity level yang
tinggi pada sebuah perusahaan/organisasi bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.
Pada perusahaan bersifat profit/keuntungan dengan skala perusahaan yang besar ternyata
tidak menjamin bahwa tingkat maturity yang didapat berada pada level yang tinggi, sedangkan
sebaliknya perusahaan yang bersifat non-profit bisa mencapai tingkat maturity yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan bersifat profit. Hal inilah yang akan dicoba untuk dikaji
mengenai latar belakang perusahaan bersifat profit dan non-profit serta pengaruhnya terhadap
tingkat maturity portofolio IT.
perusahaan itu dalam meningkatkan maturity portofolio TI mereka sehingga didapatkan hasil
yang maksimal dari investasi TI yang dikucurkan oleh perusahaan.
I c. Study Sebelumnya I c.1 Pengenalan P3M3
Portfolio, Programme and Project Management Maturity Model (P3M3) merupakan model standar dalam pengukuran maturity performa suatu perusahaan/organisasi terkait tiga hal
diatas, yaitu portfolio, programme dan project. Dengan P3M3, perusahaan dapat mengukur
performa mereka dan mempersiapkan rencana untuk meningkatkan performa tersebut. P3M3
sendiri terdiri dari tiga individual model yang dapat digunakan bersamaan maupun secara
terpisah, ketiga model tersebut adalah Portfolio Management Maturity Model (PfM3),
Walaupun berhubungan, tidak terdapat ketergantungan antara model-model ini, yang
memungkinkan penilaian secara independen dari masing-masing bidang yang spesifik.
Sedangkan tingkat maturity yang digunakan pada P3M3 adalah sebagai berikut :
• Level 1 - awareness of process • Level 2 - repeatable process • Level 3 - defined process • Level 4 - managed process • Level 5 - optimized process
Level-level ini terdiri dari komponen struktural P3M3 dan memiliki karakteristik seperti
Alasan mengapa organisasi atau perusahaan harus memilih menggunakan maturity model untuk
mengukur performa mereka saat ini adalah sebagai berikut :
• Investasi pada portfolio, programme, atau project dapat di tingkatkan dengan benar. • Dapat mengenali kualitas pelayanan dalam rangka mendukung proposal investasi TI. • Meningkatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kekuatan dan kelemahan dalam
P3M3 dapat digunakan dengan bermacam cara, contohnya adalah sebagai berikut :
• Untuk memahami kunci penerapan untuk efektivitas portfolio, programe dan project manajemen proses.
• Untuk mengidentifikasi kunci penerapan yang perlu diterapkan dalam sebuah organisasi untuk mencapai tingkat maturity berikutnya.
• Untuk memahami dan meningkatkan kapabilitas organisasi untuk mengelola portfolio, programe dan project lebih efektif lagi.
• Untuk menilai resiko yang mungkin muncul dari isu kapabilitas proses pada penyedia layanan dalam mengelola program dan project tersebut.
Untuk pengukuran pada perusahaan yang diteliti maka dipakai model dari P3M3 ini.
I d. Alasan Pemilihan Judul
Judul "Pengaruh latar belakang perusahaan pada tingkat maturity portofolio IT : sebuah
perbandingan antara perusahaan berbasis keuntungan dan organisasi non profit" dipilih
dikarenakan setelah melakukan penilaian terhadap dua perusahaan/organisasi yang berbeda
terutama pada orientasi perusahaan atau organisasi tersebut, dimana satu perusahaan memiliki
orientasi keuntungan, sedangkan organisasi yang satu lagi tidak berorientasi keuntungan.
Setelah dilakukan pengukuran, ternyata perusahaan yang berorientasi kepada keuntungan
tidak memiliki maturity level yang lebih baik daripada organisasi yang tidak berorientasi kepada
keuntungan, hal ini menarik untuk dikaji sehingga penulis memilih judul tersebut dikarenakan
kemungkinan hasil penelitian perbedaan maturity level disebabkan oleh adanya perbedaan
BAB II Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder yang berasal dari data hasil
olahan kelompok mata kuliah IT Portfolio Management dimana penulis merupakan salah satu
anggotanya dan mengambil data sekunder dari kelompok lain untuk dibandingkan dengan data
dari kelompok penulis sendiri. Sedangkan untuk tempat pengambilan data sendiri berasal dari
dua tempat yang berbeda, yang pertama data diambil dari PT. NIPSEA PAINT AND
CHEMICALS dan yang kedua sebagai perbandingan diambil dari Lembaga Alkitab Indonesia
(LAI).
Untuk alat analisis yang digunakan untuk menganalisis data yang telah didapat tadi
menggunakan alat pengolah statistik SPSS untuk mendapatkan mean data tersebut, sedangkan
untuk mengukur maturity modelnya sendiri menggunakan P3M3 (Portfolio, Programme and
BAB III
Hasil dan Pembahasan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pengukuran maturity level pada data
masing-masing perusahaan tersebut menggunakan framework P3M3 dimana yang diukur adalah
maturity level pada portfolio management dan project management. Berikut akan dipaparkan
hasil perhitungan pada masing-masing data.
III a. Latar Belakang Perusahaan / Organisasi
Sebelum kepada pembahasan hasil pengukuran maturity level, ada baiknya kita melihat
latar belakang organisasi serta visi dan misi mereka untuk dapat menarik kesimpulan akan
motivasi orang-orang yang berada pada perusahaan tersebut. Berikut akan dipaparkan satu
persatu.
• PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS
P.T. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS didirikan tahun 1969 di Jakarta, Indonesia.
Seiring permintaan pasar yang semakin tinggi, di tahun 1970 pabrik kedua didirikan di Medan,
Sumatera Utara, yang disusul dengan didirikannya pabrik di Surabaya, Jawa Timur. Pabrik
keempat yang baru-baru ini didirikan di Purwakarta, Jawa Barat merupakan pelengkap perluasan
pabrik Jakarta.
Total jumlah pegawai dari keempat pabrik P.T. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS
mencapai 2.500 orang. Secara keseluruhan, keempat pabrik tersebut memproduksi cat dekoratif,
cat industri, cat untuk kapal, pelapis heavy-duty dan cat sesuai keinginan khusus pelanggan
guna memenuhi spesifikasi kualitas yang paling ketat dan teknologi cat yang terus berkembang.
Untuk menjamin ketersediaan produk di seluruh Indonesia dan agar dapat melayani
pelanggan dengan lebih baik, kami membuat jaringan pemasaran yang ekstensif. Didukung
lebih dari 20 depo di kota-kota besar, yang membentang dari Aceh di ujung pulau Sumatera
hingga ke ujung timur wilayah Papua.
P.T. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS memiliki departemen Penelitian dan
cat, memformulasikan produk baru dan melakukan peningkatan teknologi cat secara umum.
Untuk menjaga kepemimpinan perusahaan di industri cat, P.T. NIPSEA PAINT AND
CHEMICALS akan selalu meningkatkan teknologi cat, menciptakan varian produk yang
semakin beragam dan memperluas jaringan distribusi demi kepuasan konsumen.
Visi
• Kami berupaya membangun perusahaan berdasarkan pondasi yang telah ada untuk
memenuhi kebutuhan milenium baru di seluruh dunia.
• Kami berupaya untuk hidup berdampingan dengan alam dan masyarakat, melaksanakan
peran sebagai warga negara yang bertanggungjawab dengan mengembangkan dan
mempercantik lingkungan sekitar, melindungi alam dan mendorong pertumbuhan personal
personal karyawan kami.
• Kami berupaya untuk selalu melakukan eksplorasi teknologi dan memperluas wilayah
pemasaran, serta menciptakan inovasi cat untuk merespon kebutuhan pelanggan.
• Kami berupaya untuk mengembangkan produk-produk cat yang inovatif dan berteknologi
maju yang memperindah dan melindungi lingkungan sekitar.
• Kami akan menciptakan lingkungan kerja yang memaksimalkan potensi personal setiap
karyawan, menumbuhkan interdependensi mutual dan rasa percaya, yang pada akhirnya akan
menimbulkan kebanggaan dan identitas kolektif.
• Kami akan melingkupi seluruh dunia.
• Lembaga Alkitab Indonesia
Jauh sebelum berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), pada tanggal 4 Juni 1814
Indisch Bijbelgenootschap) atau dikenal dengan sebutan Lembaga Alkitab Batavia (Bataviaas Bijbelgenootschap). Tidak banyak yang diketahui tentang kegiatan Lembaga Alkitab ini.
Jauh sebelum berdirinya LAI, penyebaran Alkitab dan Bagian-bagiannya di Indonesia
dilakukan oleh Lembaga Alkitab Inggris dan Lembaga Alkitab Belanda. Sampai dengan tahun
1937, Lembaga Alkitab Belanda menyebarkan Alkitab melalui perwakilannya (agen) di
Bandung, sedang Lembaga Alkitab Inggris menyebarkan Alkitab melalui perwakilannya di
Manila dengan sub-agen wilayan Jawa-Bali yang juga berada di Bandung. Pada tanggal 1 Januari
1938, kedua agen itu dipersatukan dan berkedudukan di Burgemeester Kuhrweg 7 (sekarang
Jalan Purnawarman), Bandung.
Dengan berkecamuknya Perang Dunia II, maka pada tanggal 11 November 1940,
keagenan Lembaga Alkitab tersebut dialihkan ke tangan orang Indonesia. Yang ditunjuk
memimpin agen tersebut adalah Mr. Giok Pwee Khouw yang berkedudukan di Nijlandweg 56
(sekarang Jalan Cipaganti), Bandung. Sementara itu penyebaran Alkitab dan Bagian-bagiannya
pada masa perang dilakukan masih terus berjalan terus melalui depot-depot Alkitab dan melalui
perorangan yang tersebar luas di Indonesia.
Pada tahun 1945, agen Alkitab itu diserahkan kepada Lembaga Alkitab Belanda, dan Mr.
Giok Pwee Khouw dipindahkan ke Makassar. Baru setelah Pengakuan Kedaulatan Indonesia
oleh masyarakat internasional pada tahun 1950, agen Alkitab dipindahkan ke Jakarta yang
berkedudukan di Jalan Teuku Umar No. 34.
Berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia
Pada tahun 1950 bersamaan dengan diterimanya Republik Indonesia menjadi anggota
Perserikatan Bangsa Bangsa, beberapa tokoh kristiani mulai memprakarsai berdirinya LAI.
Sejalan dengan aspirasi kemerdekaan bangsa dan negara, timbullah keinginan untuk berdikari,
bertanggungjawab penuh terhadap pengadaan serta penyebaran Alkitab.
Walaupun berdirinya Lembaga Alkitab Nasional yang mandiri telah diusahakan sejak
dihadapan Notaris Elisa Pondaag. Akta Notaris yang bernomor 101 tersebut mencatat susunan
pengurus LAI yang pertama. Susunan Badan Pengurus Yayasan LAI yang pertama adalah:
Ketua: Dr. Todung Sutan Gunung Mulia; Wakil Ketua: Elvianus Katoppo; Panitera/Bendahara:
Mr. Giok Pwee Khouw; Anggota: Ny. Tjitjih Leimena, Ds. Peter Dominggus Latuihamallo, Ds.
Mas Komarlin Tjakraatmadja, Ds. Pouw Ie Gan, dan Ds. Raden Saptojo Judokusumo.
Sementara itu pada tahun 1952, LAI diterima sebagai anggota madia (associate member)
dari Persekutuan Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia pada persidangannya di Ootacamund, India;
dan diterima menjadi anggota penuh (full member) pada persidangan Persekutuan
Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia di Eastbourne, Inggris pada bulan April 1954. Sejak berdirinya LAI
sampai sekarang, ada beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum (General
Secretary) LAI adalah: Mr. Giok Pwee Khouw; Ph.J. Sigar, S.H; Pdt. W.J. Rumambi; Pdt. Chr. A. Kiting dan Drs. Supardan, M.A.
LAI hadir untuk menerjemahkan, menerbitkan dan menyebarkan Alkitab dan
bagian-bagiannya dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah. Dalam upayanya tersebut LAI
selalu berusaha menerbitkannya dalam bahasa yang mudah dimengerti, dalam bentuk yang
menarik dan disukai, serta disebarkan dengan harga yang mudah dijangkau oleh masyarakat
umum.
Untuk melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, LAI membagi tugas kerja ke dalam 7
departemen: Departemen Penerjemahan, Departemen Produksi dan Percetakan, Departemen
Penyebaran, Departemen Gereja & Masyarakat, Departemen Keuangan, Departemen
Administrasi Umum & SDM dan Departemen Penelitian & Pengembangan serta ditambah Pusat
Pelayanan Komputer (Puspelkom) dan Biro Informasi. Semua Departemen, Puspelkom dan Biro
Visi
Firman Allah hadir bagi semua orang dalam bahasa yang mudah dipahami agar mereka
dapat bertemu dan berinteraksi dengan Allah dan mengalami hidup baru.
Misi
1. Menerjemahkan, memproduksi, menerbitkan, menyebarkan Alkitab dan bagian-bagiannya
dalam sebanyak mungkin bahasa, dalam beragam bentuk dan media, serta dengan harga yang
terjangkau.
2. Bekerja sama dengan gereja dan Lembaga Kristen lainnya dalam mengupayakan agar umat
Allah yang membaca atau mendengar Firman Allah mengenal dan hidup dalam Yesus
Kristus yang menjadi pokok pemberitaan Kabar Baik.
3. Menggalang dukungan masyarakat, Gereja dan lembaga Gerejawi,
Lembaga-lembaga lainnya dan pemerintah.
Berdasarkan pemaparan visi dan misi masing-masing perusahaan dan organisasi diatas,
kita dapat mengetahui tujuan masing-masing perusahaan dan organisasi tersebut didirikan,
dimana PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS bertujuan untuk mendapat keuntungan dari
ekspansi pasar sedangkan Lembaga Alkitab Indonesia bukan bertujuan untuk mendapat
keuntungan dari pasar melainkan untuk memberikan pengaruh positif bagi masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Latar belakang kedua perusahaan/organisasi yang berbeda
ini pastinya berpengaruh dengan motivasi para pekerja ataupun orang-orang yang terlibat dalam
perusahaan/organisasi itu. Sebelum beranjak kepada kesimpulan maka kita akan melihat terlebih
dahulu hasil perhitungan maturity level pada dua organisasi yang berbeda ini.
III. b Analisis data PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS
Data diambil dengan menyebar kuesioner kepada beberapa responden pada PT. NIPSEA
PAINT AND CHEMICALS. Berikut daftar responden pada PT. NIPSEA PAINT AND
Sedangkan untuk hasil pengolahan data yang didapat dari penyebaran kuesioner pada responden
III. c Analisis data Lembaga Alkitab Indonesia
Untuk data yang didapat pada Lembaga Alkitab Indonesia menggunakan metode
kuesioner seperti pada PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS diatas, yang menjadi responden
adalah pekerja yang berada pada bagian-bagian berikut ini :
• Head of Printing Plan
• Head of Internal Auditor
• Head of GA and HRD
• General Secretary of Executive Board
• Head of IT
• Staf Admin IT
• Programmer Junior
• Network Administrator
• Treasure
• Building Manager
• Secretary of Building Management
• Staf HRD
• Marketing Staf
• Head of Research and development
Summary data
III d. Penjelasan hasil analisa PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS
Pada hasil perhitungan data diatas, didapat bahwa pada bagian Portfolio Management,
PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS berada pada level 2 yaitu proses repeatable yang
artinya bahwa perusahaan harus diyakinkan pada tiap pelaksanaan proyek dan program dalam
portfolio dilakukan dengan proses dan prosedur yang sesuai standar.
Sedangkan untuk bagian project management, PT. NIPSEA PAINT AND CHEMICALS
III e. Penjelasan hasil analisa Lembaga Alkitab Indonesia
Pada hasil perhitungan data diatas, didapat bahwa pada bagian Portfolio Management,
Lembaga Alkitab Indonesia berada pada level 3 yaitu defined process, dimana perusahaan perlu
memastikan bahwa mereka mengontrol program dan proyek secara terpusat dan apakah
organisasi memiliki proses manajemen portfolionya sendiri.
Sedangkan untuk bagian project management, Lembaga Alkitab Indonesia juga berada
pada level 3 yaitu defined process, yaitu apakah organisasi memiliki proses sendiri yang
dikendalikan secara terpusat dan dapat melenturkan program individu dalam proses ini sesuai
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan perhitungan dan penjelasan visi dan misi diatas, kita dapat melihat bahwa
walaupun memiliki jumlah pegawai yang lebih besar serta kekuatan finansial yang lebih baik,
namun tidak menjadi jaminan akan tercapainya angka maturity level yang lebih baik
dibandingkan sebuah organisasi yang pekerjanya lebih sedikit dan tidak berorientasi kepada
keuntungan.
Adanya bukti bahwa terdapat organisasi non-profit yang dapat mencapai maturity level
lebih tinggi daripada organisasi/perusahaan yang berorientasi kepada keuntungan merupakan hal
yang menarik untuk diteliti apa penyebabnya. Setelah kita melihat latar belakang masing-masing
perusahaan/organisasi tadi, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa latar belakang perusahaan
dapat berimbas kepada motivasi orang-orang yang menggerakkan perusahaan tersebut dimana
motivasi ini tentunya akan berakibat juga kepada maturity level perusahaan/organisasi dalam
menjalankan manajemen portfolio IT dengan baik.
Untuk perusahaan yang berbasis profit, kemungkinan besar motivasi orang-orang yang
bekerja disana adalah untuk mendapat kemapanan secara finansial, menerima gaji yang baik
ataupun dikarenakan prestise yang melekat pada perusahaan tersebut, sedangkan untuk
organisasi berbasis non-profit kebanyakan orang-orang yang terlibat didalamnya memang
merupakan orang-orang yang lebih memilih untuk melayani lingkungan disekitarnya sehingga
nilai-nilai tersebut yang melekat dalam pekerjaan mereka dan terbukti bahwa motivasi tersebut
bisa berimbas kepada tingkat maturity level dalam management portfolio mereka.
Untuk saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan-perusahaan yang berbasis
sekitar, kalaupun ada biasanya hanya terbatas pada "pencitraan" perusahaan tersebut dan agar
menuruti peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Dengan orientasi melayani yang dimiliki oleh organisasi-organisasi non-profit, jika
diterapkan pada perusahaan berorientasi keuntungan, maka bisa saja akan menghasilkan kinerja
yang lebih baik serta pandangan masyarakat juga akan membaik terhadap perusahaan berbasis
Daftar Pustaka
Programme and Project Management Maturity Model (P3M3® Introduction and Guide to P3M3)
: Portfolio. 2010. The Office of Government Commerce (OGC).
Soesilo, Daud H. 1999. Mengenal Visi & Misi Lembaga Alkitab Indonesia. Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia.
Maizlish, Bryan and Robert Handler. 2005. Step by Step Unlocking the Business Value of