• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syarif Makalah Pendidikan Karakter 17645792807528

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Syarif Makalah Pendidikan Karakter 17645792807528"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM PERCEPATAN PEMBENGUNAN BANGSA Oleh: Syarifuddin, M.Pd

(Widyaiswara LPMP Sumatera Barat)

PENDAHULUAN

“Dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila dia baik maka baiklah badan itu seluruhnya, dan apabila dia rusak maka rusaklah badan itu seluruhnya. Sepotong daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Adalah suatu kepercayaan kuat bagi para pendiri negara ini, bahwa keberhasilan suatu negara hanya dapat dicapai oleh para warga Negara yang bermoral yang dapat mempertahankan suatu pemerintahan yang demokratis” (Robert Bellah)

Indonsesia saat ini sedang mengalami ujian berat yang harus dilalui, yaitu terjadinya krisis multidimesi yang berkepanjangan. Ketika Negara-negara lain seperti Malaysia, Thailang, Korea Selatan dan lain-lainnya telah bangkit dengan segera setelah mengalami krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 lalu. Krisis multidimensiaonal ini sebetulnya mengakar pada menurunya kualitas moral bangsa yang dicirikan oleh membudayanya praktek KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), konflik antar etnik, antar agama, antar politisi, antar kampung dan lain-lain, meningkatnya kriminalitas, menurunya etois kerja, ketidak jujuran, tidak bertanggung jawab, dan rendahnya komitmen pada nilai-nilai kebaikan. Hal itu adalah penyebab utama Negara kita sulit bangkit dari krisis ini.

Rendahnya kredibilitas Indonesia dimata internasional adalah cerminan dari perilaku individu-individu yang tidak berkarakter, hal ini berdampak negative terhadap penyelenggaraan Negara dan sistem hukum, sehingga menurunkan daya saing Indonesia dan akhirnya membuat Indonesia terpuruk secara social, ekonomi dan budaya.

(2)

manusia harus ditempatkan sama pentingnya dalam mambangun system Negara ini maka keduanya harus dilakukan bersamaan. Maka membangun ahlak dan moral sangat tepat apabila dilaksanakan dalam proses pendidikan, karena setiap anak bangsa negeri ini akan melalui proses tersebut dalam mempersiapkan kehidupannya dan membentuk kerekter manusia Indonesia yang akan menjadi bekal dalam menjalani kehidupan dimasa depan.

Melalui pendidikan diharapkan mempu membangun ahlak dan moral manusia pada nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Dengan demikian pendidikan dianggap sebagai satu-satunya pilihan yang bersifat preventif. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Melalui pendidikan diharapkan dapat membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi pendidikan dapat diharapkan melakukan percepatan terhadap perubahan nilai-nilai karakter yang menjadi dambaan bagi setiap masyarakat negeri ini.

PEMBAHASAN

Ada pepatah mengatakan bahwa mengajar anak kecil ibarat seperti menulis diatas batu, yang akan terus berbekas sampai usia tua. Sedangkan mengajarkan orang dewasa separti menulis diatas air, yang akan cepat sirna dan tidak berbekas. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan bagi karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan mananamkan karakter seseorang sejak usia dini akan membentuk pribadi yang bermaslah dimasa dewasanya kelak. Selain itu , menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha strategis.

(3)

tetapi anak perlu diajarkan disiplin dan diarahkan kepada hal-hal yang baik. Arahan ini dapat berupa contoh-contoh yang baik, diskusi, misalnya dengan menimbulkan rasa sensitifitas anak. Hal ini menunjukan bahwa anak membutuhkan tauladan, sehingga anak akan mudah meniru dan akan bangga apabila mereka dapat melakukan apa yang telah dicontohkan oleh orang-orang yang menjadi panutannya.

Fenomena nyata dalam kehidupan anak menunjukan kenyataan yang sangat jelas bahwa perilaku anak menunjukan akan pentingnya keteladanan dalam hidup mereka, karena setiap orang (terutama anak) punya tabiat meniru. Maka pihak-pihak yang dimungkinkan akan ditiru semestinya selalu tampil sebagai teladan yang baik. Agar, anak yang meniru, mendapatkan contoh yang baik untuk ditiru. Tabiat meniru ini, bahkan akan memberi kontribusi yang besar bagi hampir seluruh kepribadian sang anak. Tak heran bila Rasulullah SAW mengatakan, "Seseorang itu berada pada agama teman karibnya. Maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapa yang menjadi temannya". (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Berkat peniruan yang intensif baik dalam pergaulan dalam lingkungan keluarga maupun dalam pergaulan pendidikan formal/non formal terbentuklah tokoh identvikasi yaitu tokoh yang selalu benar, tokoh yang menjadi pusat peniruan dan panutan, tokoh ideal dan idola bagi anak-anak atau peserta didik. Berbahagialah orang tua apabila sang anak telah menjadikan bapak dan/atau ibunya itu tokoh identivikasi bagi sang anak, yang telah mengajarkan nilai-nilai kemulyaan secara utuh. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi indicator terhadap tingginya harkat dan martabat manusia, yang kesemuanya berawal dari sebuah keteladanan. Maka kajian tentang manusia haruslah menjangkau hakekat manusia secara menyeluruh dan utuh, yang akan menjelaskan secara penuh harkat dan martabat manusia, yang akan membedakan manusia dari mahluk yang lain.

(4)

dirinya (sang anak). Anak meniru banyak hal dari orangtuanya, hal ini sangat intensif dilakukan oleh sang anak sehingga akan membangun fondasi kehidupan yang kokoh, yang sulit tergoyahkan sepanjang hayat. Fondasi ini akan berpengaruh besar dalam seluruh perjalanan hidup sang anak untuk selanjutnya. Gambaran ini sangat wajar sebab ikatan batin sang anak dengan orang tuanya amatlah kuat, karena memperoleh fondasi yang kokoh sejak usia yang paling dini.

Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan karakter yang diberikan pada anak-anak pra-sekolah dan pada pendidikan dasar dapat membentuk perilaku positif; interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, termasuk kemampuan akademik.

1. Dampak Positif Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik, serta perilaku pro-sosial anak, sehingga dapat membuat suasana sekolah dapat begitu menyenangkan dan kondusif untuk proses belajar-mengajar yang efektif. Selain itu, anak-anak yang berkarakter baik adalah mereka yang mempunyai kematangan emosi dan spiritual tinggi, sehingga dapat mengelola stressnya dengan lebih baik, yang akhirnya dapat meningkatkan kesehatan fisiknya.

Bahkan ada banyak pendapat dan para pakar pendidikan yang mengatakan bahwa terlalu menekankan pendidikan akademik (kognitif atau otak kiri) dan mengecilkan pentingnya pendidikan karakter (kecerdasan emosi atau otak kanan), adalah penyebab utama gagalnya membangun manusia yang berkualjtas. Hal ini dibuktikan dan beberapa studi yang menunjukkan bahwa keberhasilan manusia dalam dunia kerja 80 persen ditentukan oleh kualitas karaktemya, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kemampuan akademiknya.

(5)

“Sesungguhnya ruh itu tumbuh dengan pendidikan yang lembut dan penuh kasih sayang sebagaimana tubuh tumbuh dengan makanan yang sehat. Dan sesungguhnya pertumbuhan tubuh mempunyai batas yang tak dapat dilewati, bahkan semakin menurun di waktu tua, namun ruh akan terus tumbuh dan berkembang hingga ajal menjelang” (Syaikh Muhammad Al-Khidhir Husain)

Faktor penyebab kegagalan anak di sekolah adalah rendahnya räsa percaya diri dan keingintahuan, ketidakmampuan mengontrol diri, rendahnya motivasi, kegagalan bersosialisasi, ketidakmampuan bekerjasama, dan rendahnya empati anak. Dengan demikian, karakter merupakan masalah yang sangat krusial, sehingga pendidikan karakter pada anak usia dini merupakan hal penting dan mendesak untuk dilakukan.

Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehiugga anak beresiko besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman karakter, maka penanaman karakter yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Ibaratnya sebuah lahan yang harus dipersiapkan dengan baik ketika masa tanam tiba, pendidikan karakter adalah menyiapkan lahan yang subur dan gembur bagi anak. Maka ketika sebuah “bibit” saintis ditanamkan di lahan subur tersebut, maka akan tumbuh seorang saintis yang mencintai ilmunya, jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, pekerja keras, dan lain-lain. Apapun “bibit” yang ditanam; artis, guru, tukang kebun, manager, dokter, petani, pemahat, dan sebagainya, maka akan tumbuh artis, guru, tukang kebun, manager, dokter, petani, pemahat, dan sebagainya, yang mencintai pekerjaannya, jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, pekerja keras, dan lain-lain.

(6)

kecerdasan (IQ). Faktor-fakton tersebut adalah: a) jujur dan dapat diandalkan; b) bisa dipercaya dan tepat waktu; c) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain; d) bisa bekerjasama dengan atasan; e) bisa menerima dan menjalankan kewajiban; f) mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri; g) berpikir bahwa dirinya berharga; h) bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif; i) dan bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum; serta j) dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya.

Jadi manusia yang dianggap jenius adalah mereka yang mampu memberikan solusi dan menyelesaikan permasalahannya dalam berbagai aspek kehidupan. Maka, mereka yang menggunakan bagian otak kanannya untuk berpikir dan otak kirinya untuk bertindak, mereka adalah orang-orang jenius.

Selain keberhasilan dalam bidang akademis, kematangan emosisosial anak juga berkorelasi positif terhadap kesehatan fisik. Misalnya dampak yang ditimbulkan oleb usaha untuk meningkatkan kemampuan sosial dan emosi anak terhadap kesehatan fisik penduduk dengan menurunkan kemungkinan keterlibatan mereka dalam perilaku beresiko tinggi (misalnya penggunaan narkotik, alkohol).

Disimpulkan bahwa kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak dapat menurunkan perilaku beresiko tinggi, seperti penggunaan alkohol, yang merupakan penyebab utama masalah kesehatan dalam kehidupan manusia (misalnya kanker, lemahnya sistem pertahanan tubuh, dsb), maka, peningkatan kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak dapat memperbaiki kesehatan untuk menjalankan fungsi-fungsinya dalam kehidupan.karena kematangan sosial dan emosi pada orang-orang dewasa dapat memperbaiki kesehatan fisiknya dalam kurun waktu kehidupannya.

2. Mengembangkan Potensi Karakter Anak

(7)

Karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung jawab semua pihak. Hal mi merupakan tantangan yang luar biasa besamya, maka perlu ada suatu kesadaran dan seluruh konstituen yang melingkupi dan mempengaruhi kehidupan anak-anak, bahwa pendidikan karakter adalah hal yang vital untuk dilakukan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus dilakukan secara eksplisit (terencana), terfokus dan komprehensif, agar pembentukan masyarakat yang berkarakter dapat terwujud.

Ada sebuah teori dalam ilmu sosiologi tentang pentingnya institusi keluarga dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu ‘family is the fundamental unit of society” (keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat). Artinya kalau institusi keluarga sebagai fondasi lemah, maka “bangunan” masyarakat juga akan lemah. Masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam kebobrokan sosial, maka menurut teori mi adalah cerminan dan tidak kokohnya institusi keluarga.

Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi majelis umum PBB adalah “keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.”

Demikian juga dengan pola asuh orang tua (keluarga) yang baik adalah yang membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan oleh orang tuanya. Pola asuh yang demikian dapat membentuk kepribadian yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli dengan lingkungannya.

(8)

menjadi terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi lembaga-lembaga lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.

Secara ringkas, ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak: 1) kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik; 2) kKurang meluangkan waktu yang cukup untuk anak; 3) bersikap kasar secara verbal, misalnya menyindir, mengecilkan ànak, dan berkata-kata kasar; 4) bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya; 5) terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitifsecara dini. Memasukkan anak ke sekolah formal (tingkat SD) pada usia dini (5 tahun); dan 6) tidak menanamkan “good character” kepada anak.

Dampak yang ditimbulkan dan salah asuh seperti di atas, akan. menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Secara emosi tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mämpu memberikan cinta kepada orang lain. Anak suka berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik. Anak juga akan menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna. Selalu berpandangan negative pada lingkungan sekitamya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.

Berdasarkan uraian di atas patut dijadikan rujukan Thomas Lickona melalui “Ten Big Ideas” dalam membentuk karakter yaitu dengan moralitas Penghormatan, Perkembangan Moralitas Penghormatan Berjalan Secara Bertahap, Mengajarkan Prinsip Saling Menghormati, dan Mengajarkan dengan Contoh.

(9)

Anak-anak tidak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu proses sosialisasi yang terus menerus dari orang tuanya. Mendidik anak memerlukan tingkat kesabaran tinggi, oleh karena itu memerlukan komitmen dari orang tuanya. Seperti halnya perkembangan motorik dan intelektual yang terjadi secara bertahap dan masa kecil sampai usia dewasa, perkembangan moral anak juga berjalan secara bertahap. Untuk itu orang tua perlu mengerti tahapan-tahapan perkembangan moral anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan fase umur anak

Anak-anak akan belajar bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga merasa dihormati. Orang tua hendaknya menghormati anaknya sebagai manusia walaupun masih kecil. Cara penghormatan orang tua yang diberikan kepada anaknya misalnya memberikan aturan disiplin dengan mengajaknya berdiskusi tentang alasan-alasan rasional mengapa harus ada peraturan tersebut. Juga dengan berbicara secara sopan. Adalah hal biasa bagi anak kecil untuk tidak membalas penghormatan yang diberikan kepadanya, namun orang tua harus mengingatkannya. Misalnya seorang anak yang meminta sesuatu kepada ibunya dengan cara berteriak, maka si ibu harus menasehatinya, “Mama ingin kamu tidak berteriak begitu, karena mama merasa tidak dihormati oleh kamu.”

Cara yang cukup efektifuntuk mengajarkan anak adalah dengan memberikan contoh konkrit mengenai perilaku bagaimana seharusnya, walaupun tidak dikatakan secara langsung. Misalnya dengan mengajak anak untuk menanam pohon di lingkungan sekitar rumahnya, atau membantu orang-orang yang perlu bantuan. Atau anak-anak dibacakan buku-buku yang mengandung pesan-pesan moral, karena tokoh dalam cerita dapat menjadi contoh yang baik. Selain itu orang tua harus mengontrol acara-acara TV, terutama acara yang dapat menjadi contoh buruk bagi anak.

3. Membangun Karakter di Sekolah Secara Efektif

(10)

cara membentuk karakter yang efektif adalah dengan melibatkan ketiga aspek tersebut.

Selain itu, karakter adalah otot-otot yang sudah terbentuk, yang berkembang melalui proses panjang latihan dan kedisiplinan yang dilakukan setiap hari. Ibaratnya seperti seorang binaragawan yang ototnya terbentuk melalui proses latihan dan kedisiplinani tinggi sehingga “otot-otot”nya kokoh terbentuk.

Pendidikan karakter di sekolah yang berhasil sangat tergantung dan koinitmen kepala sekolah yang mempunyai visi ingin membangun karakter siswa di sekolahnya. Inisalnya, sebuah sekolah dapat mencantumkan vlsi “Membina dan mengembangkan siswa berkarakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa”. Visi tersebut harus disadari oleh seluruh guru dan orangtua, yang semuanya ini sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah untuk mensosialisasikan visinya. Selain itu, visi tersebut dituangkan dalam misi yang jelas, dan strategi apa yang dapat digunakan untuk mencapai visi tersebut.

Model ini telah diujicobakan melalui pilot project SBB dan TK Karakter (untuk usia dirii) serta SD Karakter dan beberapa SD negeri dan swasta lainnya. Dan ujicoba ini terlihat bahwa model ini efektif dalam membentuk karakter anak. Penerapan model ini adalah sebagai berikut:

1. Memakai acuan nilai-nilai yang tertuang kedalam 9 pilar karakter yang direfleksikan ke dalam modul kegiatan di kelas. Kurikulum 9 pilar yang telah dikembangkan terdiri dan manual untuk guru, 10 buku lembar kegiatan siswa, dan lebih dan 100 buku cerita tentang karakter.

2. Mengajarkan pilar-pilar dalam kurun waktu 2 tahun sekolah, dimana tema setiap pilar ditukar secara bergantian setiap dua atau tiga ininggu sekali. 3. Menggunakan kurikulum karakter (kurikulum eksplisit), yang diterapkan

dengan refleksi pilar setiap hari selama 20 menit sebelum kelas dimulai, yaitu dengan menerapkan prinsip knowing the good, loving the good, and desiring the good.

(11)

efektif, karena dalam seluruh kegiatan belajar di kelas akan mengandung pula nilai-nilai karakter melalui latihan dan pengalaman konkrit (moral action).

5. Menggunakan teori DAP (Developmentally Appropriate Practices) dan teori multzple intelligences (kecerdasan majemuk), metode pembelajaran inquity-based learning (pendekatan yang merangsang daya minat anak), dan cooperative learning (pendekatan belajar bersama dalam kelompok), sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan (termasuk sistem aktivitas sentra, dan unit-unit tema). Suasana belajar yang menyenangkan dapat mengurangi stres, meningkatkan motivasi anak, dan meningkatkan rasa kemampuan anak (sense of competence), yang semuanya ini dapat mendukung pembentukan karakter anak.

6. Menerapkan co-parenting, dimana orang tua dikirimkan surat pemberitahuan setiap awal pilar dimulai agar mereka tahu bahwa anaknya sedang belajar pilar di sekolah. Orang tua dihimbau untuk menerapkan serangkaian aktifitas di rumah (diberikan daftar aktifitas), dan diwajibkan mengisi kuesioner pada akhir pilar tentang pengalaman dan apa yang dirasakan orang tua ketika mengajarkan pilar di rumah. Selain untuk melibatkan orang tua siswa, pengisian kuesioner bisa dijadikan bahan evaluasi bagi sekolah untuk melihat efektivitas pendidikan karakter yang sedang dilakukannya.

(12)

perilaku buruk karena takut akan hukuman adalah tingkatan moral yang paling rendah.

PENUTUP

Diawal tulisan telah di paparkan kondisi nyata yang telah mengindikasikan adanya krisis multidimensiaonal yang melanda masyarakat Indonesia. Diperkuat dengan data-data hasil penelitian dengan informasi-informasi yang cukup mengejutkan, ternyata sudah begitu jauh permasalahan yang telah melilit bangsa ini, terutama masalah sumber daya manusia. Hal ini menunjukan bahwa begitu urgen mengembalikan kepercayaan kepada pentingnya membangun karakter individu dalam membangun peradaban bengsa melalui revitalisasi pendidikan dan kehidupan agama sebagai sumber acauan moral.

Perbaikan dapat dicapi oleh bangsa ini dengan mengoptimalkan dampak positif pendidikan karakter karena telah memberikan kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak dapat menurunkan perilaku beresiko tinggi. Melalui pendidikan karakter yang baik dapat mengembangkan potensi karakter anak, dapat diorientasikan nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan sehingga dapat membangun karakter di sekolah secara efektif. Dengan demikian percepatan pembangunan bangsa dapat lebih mungkin dicapai melalui pendidik karakter yang berhasil.

Oleh kerena itu membangun moral manusia harus ditempatkan paling tidak sama pentingnya dalam mambangun sistem atau keduanya harus dilakukan bersamaan. Membangun moral manusia sangat erat kaitannya dengan masalah spiritual dan agama, masalah yang dikesampingkan oleh komunisme. Manusia hanya mau tunduk pada nilai-nilai moral tinggi, karena dia percaya bahwa ada tujuan hakiki yang harus dicapai manusia diluar kehidupan yang tinggi.

(13)

Apabila murid merasa sayang dan percaya dengan gurunya, maka mudah bagi mereka menuruti nasehat-nasehat moral yang diberikan.

Para pendidik harus dapat membuat serangkaian aktivitas untuk mempraktekkan nilai-nilai karakter di rumah, di sekolah, dan di komunitas lingkungan, agar mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang peduli untuk selalu melakukan kebajikan. Tatanan masyarakat madani akan terujud kalau manusia-manusianya telah mengadopsi nilai-nilai moral dalam dirinya serta mampu memobilisasi kesadaran dirinya untuk menjadi manusia yang berahlak mulia. Memperbaiki ahlak manusia adalah tujuan dan turunnya agama melalui utusan-utusan Tuhan di bumi, serta di lanjutkan peran tersebut oleh para guru yang berkarakter baik dan mulia untuk membangun bangsa ini. Sehingga suatu ketika kelak bangkitlah bangsa ini karena terimplementasikannya nilai-nilai karekter bangsa sang sudah cukup lama memudar hingga hari ini.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad Zairofi. 2002. Memupuk Jiwa Keteladanan. Jurnal MQ - Edisi April. Bandung

Covey, Stephen R. 1997. Kepemimpinan yang Berprinsip (terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara

http://baitijannati.wordpress.com/2008/01/05/ keluargateladan-pertama-anak http://roron.wordpress.com/2007/09/02/ keteladanan-pemimpin /

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/24/opi01.html http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?

t=28599&sid=caeb8d0df3b5ea58e4e4948c3758ed77

Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Universitas Negeri

Padang.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa cara orang tua keluarga pedagang kerupuk dalam memberikan pendidikan karakter pada anak adalah dengan mendidik anak sejak usia dini karena

5.1.1 Implementasi pendidikan karakter anak usia dini pada Kelompok Bermain Pelangi Bangsa Pemalang dalam menerapkan pendidikan karakter menggunakan kegiatan

Dalam Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini, misalnya, pendidikan karakter dimaksudkan sebagai upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada anak didik

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliput komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tndakan untuk

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bah- wa pembentukan karakter anak di usia pra- sekolah senantiasa mengalami perkemba- ngan. Oleh karena

Pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak sejak usia dini, tidak dapat dilaksanakan oleh guru di lembaga pendidikan anak usia dini saja, tetapi orang tua

Yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana peran orang tua dalam pendidikan karakter anak, materi apa saja yang harus diberikan dalam pendidikan karakter

memahami penerapan pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus di sekolah