• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAFAZ DARI SEGI KANDUNGAN PENGERTIANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "LAFAZ DARI SEGI KANDUNGAN PENGERTIANNYA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

LAFAZ DARI SEGI KANDUNGAN

PENGERTIANNYA

(2)

Berdasarkan kandungan

pengertiannya, lafazh ada 4:

(3)

LAFAZH ‘AM (UMUM)

‘Am menurut bahasa artinya merata, yang

umum. Lafazh ‘am menurut istilah adalah “lafazh

yang memiliki pengertian umum, terhadap

semua yang termasuk dalam pengertian lafazh

itu . Arti lain lafazh ‘am (umum) adalah lafazh

yang menunjukkan satu makna yang dapat

(4)

Rumusan lafazh umum mencakup:

a. Lafazh itu hanya terdiri dari satu pengertian secara tunggal

b. Lafazh tunggal itu mengandung beberapa afrad (satuan pengertian)

c. Lafazh tunggal itu dapat digunakan untuk setiap satuan pengertiannya secara sama dalam penggunaannya

(5)

Ruang Lingkup ‘Am

Setiap Iafazh mengandung dua lingkup

pembahasan, yaitu:

(1) lafazh itu sendiri yang tersusun dari

huruf-huruf, dan (

(6)

Sighat (Bentuk) Lafazh ‘Am

1) Plural Yang Disertai Partikel ‘Al”

Partikel “al” yang menyertai lafadh yang berbentuk plural (jama’), baik plural tanpa gender, seperti jamak taksir, misalnya ar-rijal, ataupun plural yang bergender, seperti jamak Mudzakar Salim,(laki-laki plural), misalnya:

al-muslimun, atau jamak muannas salim (perempuan plural),

misalnya al-muslimat Amnya adalah partikel “at” yang

berkonotasi genus yang disebut “at” ai-jinsiyyah atau yang

berkonotasi penyedotan seluruh genus yang biasanya

disebut “al” al-jinsiyyah atau yang berkonotasi penyedotan

seluruh genus yang biasanya disebut “al” al-Istighraqiyyah.

(7)

2) Singular yang Disertai dengan Partikel “Al”

Partikel “al” yang menyertai lafazh yang berbentuk singular (mufrad), umumnya adalah partikel “Al”

al-jinsiyyah, atau al-istighraqiyyah, dan bukan partikel “al” yang berkonotasi zaman terjadinya peristiwa , yang biasa disebut “al” al-ahdiyah, seperti dalam lafazh al-Gharr

dalam surat al-Taubah:40 yang berkonotasi Gua Tsur, bukan yang lain. Maka, lafazh al-Ghar tersebut tidak

diidentifikasi sebagai lafazh umum., karena telah memiliki konotasi tertentu sebagai akibat masuknya partikel “al” al ahdiyah. Mengenai partikel “al” aI-jinsiyah atau

(8)

3) Isim Yang Dima’rifatkan Dengan Idhafah

Isim aI-ma’rifat adalah kata benda yang menunjukkan makna tertentu, bisa berbentuk: (1) kata ganti

(al-dhamir) misal huwa, huma, (2) nama (al-alam) misal

Muhammad, Irak, (3) penunjuk (al-isyarah) misal hazda, hadzihi, (4) sambung (al-mawsul) misal al-Iadzi, (5) kata benda yang disertai partikel t’al” misal al-masjid, (6)

disandarkan (mudhaf) kepada salah satu bentuk ma’rifat sebelumnya misal masjid muhammad, atau (7) obyek

seruan tertentu (al-munada al-maqshudah) misal

ya-rajul . Misal firman Allah surat al-Nisa: 11 ى ف اللَّه مكيصو ي

مكدلاوا (Allah mensyari’atkan tentang pembagian

(9)

4) Isim Nakirah Dalam Konteks Penafian, Syarat atau Larangan

Isim nakirah

adalah kata benda yang tidak

menunjukkan makna tertentu, dan merupakan

kebalikan ma’rifat. Misal: lafazh basyar, fasiq,

dan qawm masing-masing dalam konteks

penafian, syarat dan larangan. Contoh: QS

(Al-Mumtahanah:10).

َّنُه َروُجُأَ َّنُهوُمُتْيَتَآَ اَذ#إِ َّنُهوُح#كْن َت ْنَأَ ْمُكْيَلَع َحاَنُج َلا َو

(10)

5) Isim Syarat

Isim syarat adalah kata yang digunakan untuk menyusun

struktur kalimat bersyarat, seperti: man (siapa saja), ma (apa saja), dan lain-lain. Misal lafazh: man dan ma dalam firman Allah:

ٌةَمَّل َسُم ٌةَيِدَو ٍةَنِمؤُْم ٍةَبَقَر ُريِرحَتَف أًَطَخ ا نِمؤُْم َلَتَق نَمَو

اوُقَّد

َّصَي

نَأَ َّلَّاِإِ

ِهِلهَأَ ى

َلِإِ

“dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada

(11)

6) Isim Istifham

Isim istifhaam

adalah kata

yang digunakan untuk

menyusun struktur kalimat tanya,

seperti:

man

(siapakah) atau

madza

(apakah), dan

lain-lain. Misal lafazh

man

dan

madza

dalam firman

(12)

7)

Isim Maushul

Isim maushul

adalah kata yang digunakan untuk

menyambung bagian-bagian dalam kalimat,

seperti: man (siapa saja atau semua), ma (apa

saja atau semua) yang masing-masing

berkonotasi plural. Contoh al-ladzina, al-lati,

dsb. Misal firman Allah:

(13)

8) Plural Yang Berbentuk Nakirah

(14)

9) Lafazh Kull, Jami’, Ajma’un, dan Akta’un.

Misal lafazh : Kull, jami’, ajma’un, akta’un dalam firman Allah: #ت ْوَمْل ا ُةَق#ئِاَذ ٍسْف َن ُّل ُك

“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)

Dan sabda Rasulullah SAW:

#ه#تَي#ع َر ْنَع ٌل ُؤُ ْسَم ٍعاَر ُّل ُك

“Setiap pemimpin diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”

ا ًعي#م َج #

ض ْرَْلْأَ ا ي #ف اَم ْمُك َل َقَل َخ ي#ذَّل ا َوُه

(15)

Dalalah Lafadz ‘am

Jumhur Ulama berpendapat bahwa lafadz ‘am itu

dzanniy dalalahnya atas semua satuan-satuan di

dalamnya. Demikian pula, lafadz ‘am setelah

di-takhshish, sisa satuan-satuannya juga dzanniy

dalalahnya. Hal ini sesuai dg suatu kaidah

ushuliyah yang berbunyi:

َصِّصُخ َّلا #إِ ٍماَع ْن#م اَم

Setiap dalil yang ‘am harus ditakhshish”.

Oleh karena itu, ketika lafadz ‘am ditemukan,

(16)

Dilalah Lafazh ‘Am

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lafadz ‘am itu qath’iy dalalahnya, selagi tidak ada dalil lain yang

mentakhshishnya atas satuan-satuannya. Karena lafadz ‘am itu dimaksudkan oleh bahasa untuk menunjuk atas semua satuan yang ada di dalamnya, tanpa kecuali.

Sebagai contoh, Ulama Hanaifiyah mengharamkan memakan daging yang disembelih tanpa menyebut basmalah, karena adanya firman Allah yang bersifat umum, yang berbunyi:

(17)

Dilalah Lafazh ‘Am

“dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya”. (Al-An`âm:121)

Ayat tersebut, menurut mereka, tidak dapat ditakhshish oleh hadits Nabi yang berbunyi:

دواد وبأَ هاور( . ِّمَس ُي َم ل ْوَأَ ىَّم َس #اللَّه #مْسا ىَلَع ُحَبْذ َي ُم#لْسْمل ا

)

(18)

lanjutan

(19)

Macam-macam lafadz ‘am

a.

Lafadz ‘am yang dikehendaki keumumannya karena

ada dalil atau indikasi yang menunjukkan tertutupnya kemungkinan ada takhshish (pengkhususan). Misalnya:

اَهَعَد ْوَت ْسُم َو اَهَّرَقَت ْسُم ُمَل ْعَي َو اَهُق ْز #ر # َّاللَّه ىَلَع َّلا#إِ #ض ْرَ ْلْأَا ي#ف ٍةَّباَد ْن#م اَم َو ٍني#بُم ٍباَت#ك ي#ف ٌّلُك

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat

berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhmahfuz).( Hud:6)

.

(20)

Macam-macam lafazh ‘Am

b. Lafadz ‘am tetapi yang dimaksud adalah makna khusus karena ada indikasi yang menunjukkan makna seperti itu. Contohnya:

اوُبَغ ْرَي َلا َو # َّاللَّه #لوُس َر ْنَع اوُفَّلَخَتَي ْنَأَ #باَر ْعَ ْلْأَا َن#م ْمُهَل ْوَح ْنَم َو #ةَني#دَمْلا #لْهَ #لْأَ َناَك اَم #ه #سْفَن ْنَع ْم#ه#سُفْنَأْ#ب

Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut

menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. (At-Taubah: 120).

(21)

Macam2 Lafazh ‘Am

c. Lafadz ‘am yang terbebas dari indikasi yang

dimaksud makna umumnya atau sebagian

cakupannya. Contoh:

ٍءوُرُق َةَث َلَاَث َّن#ه #سُفْنَأْ#ب َنْصَّبَرَتَي ُتاَقَّلَطُمْلا َو

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.( Al-Baqarah: 228).

Lafadz ‘am dalam ayat tersebut adalah

al-muthallaqat (wanita-wanita yang ditalak),

terbebas dari indikasi yang menunjukkan bahwa

yang dimaksud adalah makna umum atau

(22)

2. Khash

Ta’rif Khash

Yang disebut lafazh khash adalah lafazh yang diciptakan untuk

memberi pengertian satu-satuan yang tertentu baik menunjuk pribadi seseorang, seperti lafazh Muhammad, atau menunjuk macam sesuatu misal lafazh insanun (manusia) dan rajulun (orang laki-laki), atau menunjuk jenis sesuatu seperti lafazh hayawanun (hewan) atau menunjuk benda kongkrit seperti contoh-contoh di atas, atau menunjuk abstrak seperti lafazh ilmun (ilmu), jahlun (kebodohan) atau penunjukan kepada arti hakiki, seperti lafazh Muhammad, atau secara I’tibari

(23)

Pengertian Khash

Pengertian khash adalah apa yang sebenarnya

dikehendaki adalah sebagian yang dikandung

oleh lafazh. Sedangkan pengertian khusus

(24)

Sighat Khusus

1) Isim al-Alam

Isim aI-alam adalah kata yang digunakan untuk

menunjukkan nama tertentu, baik nama manusia, tempat, waktu, dan lain-lain. Contoh: Muhammad, Madinah, Ramadhan. Misal firman Allah:

(25)

2) Isim Ma’rifat

Dengan Partikel “al”

al-ahdyah

Contoh firman Allah dalam surat al-Taubah /

09:40

#نْيَنْثا َي#ناَث اوُرَفَك َني#ذَّلا ُهَجَر ْخَأَْذ#إِ ُاللَّه ُهَر َصَن ْدَقَف ُهوُر ُصنَت َّلا#إِ

ُاللَّه َلَزنَأَْف اَنَعَم َاللَّه َّن#إِ ْنَز ْحَتَلا #ه#ب#حاَص#ل ُلوُقَيْذ#إِ #راَغْلا ي#ف اَمُهْذ#إِ

اوُرَفَك َني#ذَّلا َةَم#لَك َلَع َج َو ا َه ْو َرَت ْمَّل ٍدوُنُج#ب ُهَدَّيَأَ َو #هْيَلَع ُهَتَني#ك َس

{ ٌمي#ك َح ٌزي #زَع ُاللَّه َو اَيْلُعْلا َي#ه #اللَّه ُةَم#لَك َو ىَلْفُّسلا

40

(26)

3) aI-Musyar ‘ilaih

aI-Musyar ilaih

adalah kata benda yang ditunjuk

oleh kata penunjuk (isim isyarah). Misal lafazh

al-kitab dalam firman Allah surat al-Bqarah/02:2

4) Angka Tertentu

Angka

(a!- ‘adad)

adalah kata hitung sekalipun

artinya lebih dari satu misal 20, 30 atau 100,

statusnya tetap merupakan lafazh khusus.

Misal: lafazh mi’at pada firman

(27)

4) Angka Tertentu

Angka

(al- ‘adad)

adalah kata hitung sekalipun

artinya lebih dari satu misal 20, 30 atau 100,

(28)

Sifat Lafazh Khash

Lafazh khusus itu kadang-kadang datang secara muthlaq, tanpa diikuti syarat apa pun,

(29)

a. Muthlaq dan Muqayyad

1. Ta’rif

Lafazh khash yang muthlaq

adalah lafazh khash

yang tidak diberi qayyid (pembatasan) berupa

lafazh yang dapat mempersempit keluasan arti.

Misal firman Allah surat al-Mujadalah ayat 3

yang berbunyi:

نِّم ٍةَبَق َر ُري #ر ْحَتَف اوُلاَق اَم#ل َنوُدوُعَي َّمُث ْم#ه#ئِآَسِّن ن#م َنوُر#هاَظُي َني#ذَّلا َو

{ ٌري#بَخ َنوُلَمْعَت اَم#ب ُاللَّه َو #ه#ب َنوُظَعوُت ْمُك#لَذ اَّسآَمَتَي نَأَ #لْبَق

3

(30)

Lafazh Mutlak

Maka, Iafazh “raqabatin” (budak) dalam ayat

tersebut adalah lafazh khash yang mutlak,

karen atidak diberi qayyid dengan sifat

tertentu. Sehingga kata “raqabatin” itu

(31)

Khash yg muqayyad

Adapun lafazh khash yang muqayyad ialah Iafazh

khash yang diberi qayyid yang berupa lafazh yang

dapat mempersempit keluasan artinya. Misal firman

Allah dalam surat al-Nisa/ 4:92

(32)

Mutlaq dan Muqayyad

Pada ayat di atas ada 3 buah Iafazh yang khash muqayyad; (1)

lafazh qatala (membunuh) diqayyid dengan lafazh khatha’an

(karena salah). Sehingga kewajiban membayar kafarat itu dibebankan kepada pembunuh karena kelalaian, bukan

pembunuhan yang lain. (2) Lafazh raqabatin (hamba sahaya)

diqayyid dengan mukminah (yang beriman). Oleh karena itu

tidaklah cukup memerdekakan hamba sahaya yang bukan beriman. (3) Lafazh divat (denda) diqayyid dengan

(33)

Hukum Lafazh Muthlaq dan Muqayyad

Hukum mutlak itu tetap pada kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang mengqayyidkannya dan hukum Iafazh muqayyad tetap pada kemuqayyadannya. Apabila pada lafazh mutlak itu ada dalil yang mengqayyidkannya, maka dalil itu dapat mengalihkan kemutlakan dan ia berfungsi sebagai dalil yang menjelaskan maksudnya. Misal firman Allah surat al-Nisa ayat 12:

{ ُُمي#ل َح ٌمي#لَع ُاللَّه َو #اللَّه َنِّم ًةَّي #ص َو ٍّرآَضُم َرْيَغ ٍنْيَد ْوَأَآَه#ب ىَصوُي ٍةَّي #ص َو #دْعَب ن#م 12

(34)

Hkm Lafazh Mutlaq dan Muqayyad

Ayat tadi menerangkan wasiat sebagai lafazh mutlak

tidak dibatasi minimal dan maksimalnya. Kemudian ayat tersebut diqayyid dengan sabda Rasulullah

berupa jawaban atas pertanyaan Sa’id bin Abi Waqash ketika menanyakan kepada beliau

keinginannya untuk mewasiatkan 2/3 atau 1/2 harta peninggalannya, karena dia adalah orang kaya dan hanya meninggalkan seorang anak perempuan.

Jawab

(35)

Hadis

(36)

Hkm Lafazh Mutlaq dan Muqayyad

“....sepertiga. Sepertiga itu banyak dan besar (jumlahnya). Karena jika karnu meninggalkan ahli waris dalam keadaan yang berkecukupan itu adalah lebih balk daripada jika

kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak.”

(37)

b) Jika dalam satu nash berbentuk lafazh mutlaq dan ditempat lain berbentuk muqayyad, maka dalam hal ini ada beberapa ketentuan

Pertama, dimenangkan yang muqayyad atas yang mutlaq.

Ketentuan demikian apabila:

(1)Hukum dan sebab yang dipakai untuk menetapkan hukum adalah sama. Misal firman Allah surat

al-Maidah:3

(38)

QS. AL-MAIDAH: 3

(39)

Qs. AL-An’am: 145

(40)

lanjutan

Darah yang disebut dalam surat al-An’am: 145

diberi qayyid dengan Iafazh masfuhan

(mangalir). Sesuai dengan ketentuan di atas,

maka darah yang dimaksud dalam surat

al-Maidah:3 adalah darah yang mengalir

sebagaiamna tercantum dalam surat al

-An’am :145 karena qayyid yang ditunjuk oleh

kedua ayat tersebut adalah sama, yaitu

(41)

2) Hukumnya sama, tetapi sebab yang dipakai untuk menetapkan berbeda

Misal firman Allah tentang kafarat pembunuhan

karena khilaf dalam surat al-Mujadalah:3

dimana budak yang dijadikan kafarat adalah

mutlak dan kafarah zhihar dalam surat

al-Nisa:92 budak yang dijadikan kafarat bersifat

muqayyad. Hukum yang diambil dari kedua

ayat itu adalah

sama,

yakni memerdekakan

budak, sedang sebab yang menetapkannya

tidak sama. Yakni pertama karena membunuh

karena khilaf, kedua orang yang menzhihar

(42)
(43)

Kedua, tidak memenangkan yang muqayyad

atas yang mutlak. Yang demikian apabila:

Hukum

dari sebab yang dipakai untuk

menetapkan hukum

tidak

sama.

Misal lafazh “aidi” (tangan-tangan) dalam firman

Allah surat al-Maidah:

Adalah mutlak, tidak diberi qayyid dengan

(44)

Qs al-Maidah: 6

ْمُكَي#دْيَأَ َو ْمُكَهوُج ُو اوُل #س ْغاَف #ةَلَاَّصلا ىَل#إِ ْمُتْمُق اَذ#إِ اوُنَماَء َني#ذَّلا اَهُّيَأَاَي

ن #إِ َو #نْيَبْعَكْلا ى َل#إِ ْمُك#لُج ْرَأَ َو ْمُك #سوُءُر#ب اوُح َسْما َو #ق#فاَرَمْلا ى َل#إِ

ُُد َحَأَ َءآ َج ْوَأَ ٍرَفَس ىَلَع ْوَأَ ىَض ْرَّم مُتنُك ن#إِ َو اوُرَّهَّطاَف اًبُنُج ْمُتنُك

اوُمَّمَيَتَف ًءآَم اوُد#جَت ْمَلَف َءآ َسِّنلا ُمُت ْسَمَلا ْوَأَ #ط#ئِآَغْلا َنِّم م ُكنِّم

َلَع ْجَي#ل ُاللَّه ُدي #رُياَم ُهْنِّم مُكي#دْيَأَ َو ْمُك#هوُج ُو#ب اوُحَسْماَف اًبِّيَط اًدي#عَص

ْمُكَّلَعَل ْمُكْيَلَع ُهَتَم ْع#ن َّم#تُي#ل َو ْمُك َرِّهَطُي#ل ُدي #رُي ن#كَل َو ٍجَرَح ْنِّم مُكْيَلَع

{ َنوُرُكْشَت

6

}

(45)

lanjutan

Adalah

muqayyad,

yaitu diberlakukan qayyid

lafazh

ha al-marafiq

(sampai/beserta sikut).

Oleh karena hukum yang dapat diambil dari

kedua ayat itu berlainan (hukum potong

tangan dan membasuh tangan dalam

(46)

(2) Hukumnya tidak sama tetapi sebab yang dipakai untuk menerapkan hukum

adalah sama.

Misal firman Allah (maka bertayamumlah dengan tanah yang bersih, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu .(QS. al-Maidah:6). Lafazh ‘aidi” pada ayat tersebut mutlaq sedangkan pada awal ayat ke-6 diberi

qayyid dengan ila al-marafiq Maka, hukum yang

diambil dari ayat tersebut tidak sama karena hukumnya berbeda walaupun sebabnya sama yaitu sama-sama

unluk menghilangkan hadts. Dalam masalah tayamum, Abu Hanifah dan al-Syafi’I mewajibkan menyapu

(47)

Hadis Nabi:

t

’Tayamum itu dua kali sapuan. Sekali sapu

untuk muka dan sekali sapu untuk kedua

tangan sampai dengan kedua sikut.” (HR

al-Daruquthni).

Ulama Malikiyah dan Hanabilah mewajibkan

menyapu anggota tayamum hanya sampai

(48)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian tidak dapat dikategorikan dalam hadis Mutawatir segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pan-caindera, juga segala berita yang diriwayatkan oleh

pengadilan dinyatakan pailit maka harta kekayaan dikuasai oleh balai harta peninggalan selaku cirtirice (pengampu) dalam usaha kepailitan

Pembinaan yang dilakukan oleh Pakem dan MUI terhadap AKI di Bengkulu Utara ini merupakan pembinaan secara kekeluargaan.. Pembinaan ini berdasarkan atas petunjuk Al-Quran yaitu

Dan ketika perusahaan melakukan pembelian mesin maka akan terjadi peningkatan kapasitas yang paling tinggi, tetapi seringkali dibatasi oleh ketersediaan mesin tersebut serta

Oleh karena tidak dijelaskannya secara tegas mengenai permasalahan dalam pemberian wasiat wajibah ini kepada isteri yang non muslim dalam al-Quran, Hadis maupun KHI maka dari itu

Dengan demikian tidak dapat dikategorikan dalam hadis Mutawatir segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pan-caindera, juga segala berita yang diriwayatkan oleh

Testament atau wasiat atau testamentair erfrecht, yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat wasiat yang ditinggalkan oleh

Maka khabar ahad adalah khabar berita yang diriwayatkan oleh satu orang perawi.9 Menurut istilah ahli hadis, tarif hadis ahad antara lain adalah: طورش هيف عمتجي لا ام رتاوتلا