BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan memiliki tujuan untuk dapat bertahan, tumbuh berkembang,
menghasilkan laba yang tinggi, serta berusaha untuk memberikan kesejahteraan
kepeda pemilik perusahaan.Untuk mencapai tujuannya ini, maka perusahaan harus
dapat mengoptimalkan seluruh aktivitas serta kegiatan operasionalnya sehingga
diharapkan nantinya akan menghasilkan laba bagi perusahaan. Maka dari itu
untuk dapat menghasilkan laba, perusahaan harus melakukan kegiatan atau
aktivitas operasi yang tentunya aktivitas ini membutuhkan pendanaan yang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
Menurut Samsul ( 2006: 44), pasar modal merupakan suatu sarana untuk
mencari tambahan modal. Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan dana
dengan biaya yang lebih murah dan hal itu hanya bisa diperoleh di pasar modal.
Biaya modal yang akan dikeluarkan perusahaan untuk pinjaman dalam bentuk
obligasi maupun penerbitan saham jauh lebih murah dibandingkan jika
perusahaan mengambil kredit jangka panjang perbankan. Sehingga pasar modal
menjadi sarana yang baik digunakan perusahaan untuk memperbaiki struktur
permodalannya.
Pasar modal (Capital Market) menyediakan berbagai instumen keuangan jangka panjang baik yang berbentuk ekuitas maupun hutang yang memiliki waktu
memperoleh pendanaan dengan menerbitkan surat berharganya dan para investor
dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya melalui pembelian surat-surat
berharga atau saham. Investor yang telah membeli surat berharga atau saham
yang telah diterbitkan oleh perusahaan yang membutuhkan dana akan menjadi
pemegang saham dan memperoleh kepemilikan di dalam perusahaan tersebut.
Investor yang menginvestasikan modalnya dengan membeli surat berharga
atau saham di pasar modal memiliki tujuan untuk memaksimumkan kekayaan
yang diperoeh dari pembagian dividend dan capital gain. Capital gain merupakan keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham dari selisih antara harga jual
dan harga beli saham yang dimilikinya. Dividen merupakan keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham dari dari hasil investasi pada suatu saham
perusahaan. Pembagian dividen yang akan dibagikan kepada investor secara
umum dipengaruhi oleh besarnya laba yang diperoleh serta kebijakan pembagian
dividen yang ditetapkan oleh perusahaan (Dividen Policy).
Laba yang dimiliki perusahaan nantinya akan terbagi menjadi laba yang
ditahan dan laba yang dibagikan kepada pemegang saham. Pada tahap selanjutnya
laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk
pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang
berasal dari laba yang ditahan ditambah penyusutan aktiva tetap maka makin kuat
posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan,
sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen (Sjahrial, 2007:
Gill et al (2010) menjelaskan bahwa terdapat banyak alasan mengapa perusahaan harus membayar atau tidak membayar dividen. Pembayaran dividen
sangat penting bagi investor karena: (1) dividen memberikan kepastian tentang
kesejahteraan keuangan perusahaan, (2) dividen berguna bagi investor untuk
mengamankan keuntungan yang di perolehnya saat ini, (3) dividen membantu
menjaga harga pasar saham. Kepercayaan para pemegang saham terhadap
perusahaan akan menurun ketika suatu perusahaan yang telah lama membagikan
dividennya secara stabil mengambil keputusan untuk menurunkan ataupun tidak
membagikan dividen . Kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan akan
meningkat apabila perusahaan meningkatkan pembagian dividen.
Penentuan kebijakan yang diambil perusahaan untuk menahan laba ataupun
membagikan laba dalam bentuk dividen tunai kepada para pemegang saham
memiliki pengaruh yang saling bertentangan. Apabila perusahaan mengambil
kebijakan untuk menahan laba yang diperoleh dalam jumlah yang relatif besar
maka akan berdampak pada berkurangnya jumlah dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham sehingga kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan
akan menurun dan diikuti dengan menurunnya nilai perusahaan dimata
masyarakat.
Namun jika perusahaan mengambil kebijakan untuk membagikan dividen
kepada para pemegang saham dalam jumlah yang relatif besar, maka akan
berdampak pada berkurangnya laba ditahan yang dimiliki oleh perusahaan
sehingga akan melemahkan posisi finansial perusahaan dan mengurangi
di masa mendatang. Maka dari itu sangat penting bagi perusahaan untuk
menetapkan suatu kebijakan dividen yang optimal bagi perusahaan. Brigham dan
Houston (2001: 66) menyatakan bahwa kebijakan dividen yang optimal bagi
perusahaan adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara dividen
saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang yang memaksimumkan harga
saham.
Menurut Marlina dan Danica (2009) kebijakan dividen perusahaan
tergambar pada dividend payout rationya yaitu persentase laba yang dibagikan
dalam bentuk deviden tunai yang artinya besar kecilnya dividend payout ratio
akan mempengaruhi keputusan investasi para pemegang saham dan di sisi lain
berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan.
Peneliti memilih perusahaan sektor perbankan karena perkembangan sektor
perbankan di Indonesia sangat menarik untuk dicermati. Sektor ini merupakan
salah satu sektor yang mampu bertahan di tengah kondisi perekonomian di
Indonesia yang terkena krisis pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan sektor
perbankan sering diperhatikan oleh pemerintah melalui program restrukturasi
perbankan dalam rangka memperbaiki perekonomian nasional akibat dampak
krisis ekonomi. Sehingga faktor inilah yang menarik perhatian para pelaku pasar
modal untuk mengamati gejala-gejala yang terjadi di dunia perbankan.
Pada tahun 2007/2008 dunia mengalami suatu krisis keuangan secara global
yang berdampak kepada hampir seluruh Negara di dunia, tidak terkecuali
Indonesia. Krisis keuangan global pada tahun 2007/2008 ini tidak hanya
angka kerugian di sektor finansial dilaporkan lebih besar daripada kerugiaan di
sektor manufaktur. Keadaan sektor finansial menjadi semakin buruk ketika
banyak perbankan yang melakukan perketatan likuidasi. Stabilitas di sektor
finansial maupun sektor riil sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas kondisi
perekonomian nasional. Di Indonesia sendiri, industri perbankan, dengan pangsa
sebesar 78,5% masih memegang peranan terbesar dalam sistem keuangan (Bank
Indonesia : Kajian Stabilitas Keuangan, 2014: 29). Pihak perbankan sebagai
pemain utama dalam sektor finansial perlu mengambil kebijakan yang efisien dan
efektif , tidak hanya untuk menggerakkan roda perusahaannya sendiri, tetapi juga
untuk menggerakkan roda perekonomian nasional.
Guna menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi, tuntutan
konsumen yang meningkat dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, maka
pengelolaan bank secara efisien merupakan syarat mutlak untuk dapat terus
bertahan dan meningkatkan kinerjanya. Kinerja bank yang baik tentu akan
memberikan reputasi yang baik dan keyakinan bagi investor untuk bisa
memperoleh keuntungan dalam bentuk pembagian dividen yang memuaskan.
Pembagian dividen yang diperoleh pemegang saham mencerminkan lembaga
keuangan bank memiliki kinerja yang baik. Hal ini akan berdampak positif pada
penilaian lembaga keuangan tersebut. Disamping kinerjanya yang baik tersebut,
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan lembaga keuangan
untuk membagikan laba yang mereka miliki kepada para pemegang saham.
Leverage digunakan untuk menunjukkan solvabilitas suatu perusahaan.
merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang,
dimana semakin tinggi rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi
perusahaan (Sartono, 2001:66). Dengan semakin tingginya rasio ini perusahaan
akan menggunakan laba yang akan diperolehnya untuk membayar kewajibannya
di masa yang lalu sehinggga akan berdampak pada semakin kecilnya jumlah
dividen yang akan dibagikan perusahaan. Hasil dari penelitian Suharli dan
Oktorina (2005) menunjukkan hasil bahwa leverage memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen (Dividen Payout Ratio yang artinya semakin besar DER maka DPR semakin kecil. Hasil penelitinian ini
mendukung hasil penelitian Rozeff (1982). Namun hasil penelitian yang berbeda
didapatkan oleh Marlina dan Danica (2009) yang menunjukkan bahwa Debt
Equity Ratio tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout
Ratio. Bahkan hasil penelitian dari Marietta dan Sampurno (2013) menunjukkan
bahwa DER memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap DPR.
Perusahaan yang memiliki free cash flow (aliran kas bebas) berlebih dapat menggunakan kas yang berlebih tersebut untuk membayar hutang, pembelian
kembali saham, pembayaran dividen atau disimpan untuk kesempatan investasi
perusahaan masa mendatang. Menurut Keown et al (2008 : 214), perusahaan yang memiliki free cash flow dalam jumlah yang tinggi akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan.
Perusahaan yang memiliki aliran kas bebas tinggi memiliki kemungkinan yang
saham. Berdasarkan hasil penelitiannya Rosdini (2009) menjelaskan bahwa free csh flow memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi dividend payout ratio atau semakin rendah free cash flow maka semakin rendah dividend payout ratio. Akan tetapi hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian Hadianto dan Herlina
(2010) serta Lopolusi (2013) yang menunjukkan bahwa free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio
Firm Size (ukuran perusahaan) merupakan aspek dasar yang perlu dicermati dalam keputusan melakukan investasi oleh para investor. Semakin besar suatu
perusahaan, maka akan semakin mudah akses informasinya, dengan kata lain
kemungkinan perusahaaan untuk memperoleh dana lebih besar ketimbang
perusahaan yang hanya memiliki informasi yang tergolong lebih sedikit (Marietta
dan Sampurno: 2013). Menurut Sartono (2010: 249), perusahaan besar yang
sudah wellestablished akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang memiliki dana yang cukup
besar diperkirakan akan dapat menghasilkan pendapatan (earning) yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil dan memiliki dana
yang sedikit. Semakin besar ukuran perusahaan menjadi sinyal bagi investor yang
menunjukkan semakin tingginya tingkat pembayaran dividen. Penelitian yang
dilakukan oleh Hardinugroho dan Chabachib (2012) menunjukkan hasil bahwa
berbeda didapatkan oleh Lopolusi (2013) dimana Firm Size memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.
Indikator yang dapat digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah suatu
perusahaan telah dikelola dengan baik atau tidak adalah dengan melihat tingkat
profitabilitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Perusahaaan yang memiliki
tingkat profitabilitas yang tinggi dapat melakukan investasi memanfaatkan
peluang perusahaan untuk mengembangkan perusahaan dan memiliki
kemungkinan yang besar untuk membagikan dividen. Menurut Husnan (2001 :
316), perusahaan hanya dapat membagikan dividen semakin besar jika perusahaan
mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba yang dihasilkan
besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar
karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan modal sendiri. Marietta dan
Sampurno (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa profitabilitas
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil
yang sama juga didapatkan oleh Hadianto dan Herlina (2010). Akan tetapi, hasil
penelitian yang kontradiktif didapatkan oleh Dewi (2008) yang menemukan
pengaruh profitabilitas yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan (growth) yang tinggi menggambarkan bahwa perusahaan tersebut akan membutuhkan dana yang besar
pada masa yang akan datang. Riyanto (2001:267) mengatakan bahwa tingkat
pertumbuhan perusahaan yang semakin cepat mengakibatkan makin besar
kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya. Hal
mereka miliki dalam jumlah yang besar sehingga berdampak pada semakin
sedikitnya dividen yang dibayarkan. Penelitian Deshmukh (2005) menemukan
hasil bahwa growth memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap DPR. Hasil penelitian yang berbeda diperoleh Saxena (1999) serta Chang dan Rhee
(1990) yang menemukan bahwa growth memiliki pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil tersebut didukung oleh Marietta dan
Sampurno (2013) dan Lapolusi (2013), dimana dalam penelitiannya mereka juga
mendapatkan hasil yang menunjukkan bahwa growth tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DPR.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, terdapat beberapa variabel yang
dapat mempengaruhi kebijakan dividen yaitu leverage, free cash flow, firm size, , profitability,dan growth.
Data empiris mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut.
Tabel 1.1
Rata-rata dari Dividen Payout Ratio, Leverage, Free Cash Flow, Firm Size, Profitability,dan Growth pada Perusahaan Perbankan yang
Listing di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2008-2012 VARIABEL TAHUN
Berdasarkan data-data dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata
DPR perusahaan perbankan mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2008 tingkat
DPR sebesar 38,49%, kemudian pada tahun 2009 naik menjadi 41,20%, lalu turun
menjadi sebesar 31,50% pada tahun 2010, dan kemudian pada tahun 2011
kembali menurun menjadi sebesar 27%, hingga pada akhirnya kembali meningkat
pada tahun 2012 menjadi sebesar 28,20%. Peningkatan DPR menunjukkan
semakin besar tingkat DPR maka semakin besar jumlah dividen yang dibagikan
perusahaan dan jumlah laba yang ditahan akan menjadi semakin kecil.
Variabel leverage yang diproksikan oleh DER pada Tabel 1.1 menunjukkan pergerakan yang fluktuatif dimana pada tahun 2008 DER sebesar
3,58%, lalu naik pada tahun 2009 menjadi 7,88%, kemudian kembali meningkat
pada tahun 2010 menjadi sebesar 9,01%, hingga kemudian mengalami penurunan
pada tahun 2011 menjadi 8,73%, dan pada akhirnya kembali meningkat menjadi
sebesar 10,19% di tahun 2012. Menurut Sartono (2001:66) debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh
hutang, dimana semakin tinggi rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik
bagi perusahaan, semakin tinggi rasio ini akan berdampak pada semakin kecilnya
jumlah dividen yang akan dibagikan perusahaan. Namun terdapat fenomena yang
terjadi pada tahun 2009, 2011, dan 2012. Dimana pada tahun 2009 dan 2012 DER
mengalami peningkatan sebesar 4,3% dan 1,46%, tetapi DPR juga mengalami
peningkatan pada tahun 2009 dan 2012 sebesar 2,71% dan 1,2%. Pada tahun 2011
Pada variabel free cash flow dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa FCF mengalami pergerakan yang fluktuatif. Pada tahun 2008 FCF sebesar -6,53%,
kemudian meningkat pada tahun 2009 menjadi sebesar 5,72% , lalu pada tahun
2010 dan 2011 mengalami penurunan menjadi sebesar 3,95% dan -0,24%, hingga
pada akhirnya meningkat menjadi sebesar 2,05% pada tahun 2012. Menurut
Keown et al (2008 : 214), perusahaan yang memiliki free cash flow dalam jumlah yang tinggi akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen, agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan. Perusahaan yang memiliki aliran kas bebas
tinggi memiliki kemungkinan yang besar untuk membayakan dividen dalam
jumlah yang besar kepada pemegang saham. Akan tetapi terdapat fenomena
dimana pada tahun 2008 dan 2011 nilai free cash flow berada pada posisi negatif namun tingkat DPR berada pada posisi yang cukup tinggi.
Firm size yang diukur dengan mengukur total asset yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan Tabel 1.1 firm size mengalami peningkatan dari tahun 2008-2012. Menurut Sartono (2010: 249), perusahaan besar yang sudah
wellestablished akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang memiliki dana yang cukup besar
diperkirakan akan dapat menghasilkan pendapatan (earning) yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil dan memiliki dana yang
sedikit. Semakin besar ukuran perusahaan menjadi sinyal bagi investor yang
menunjukkan semakin tingginya tingkat pembayaran dividen. Dari Tabel 1.1
mengalami peningkatan sebesar Rp. 13,716,970 dan Rp. 16,204,902. Namun pada
variabel DPR terjadi penurunan sebesar 7,03 % dan 4,55%.
Variabel return on asset pada Tabel 1.1 mengalami peningkatan yang signifikan. ROA dari tahun 2008-2012 mengaalami peningkatan setiap tahunnya.
Dimulai dari tahun 2008 sebesar -3,19%, naik tahun 2009 menjadi 1,27%,
kemudian meningkat tahun 2010 menjadi 1,48%, lalu naik menjadi 1,70% pada
tahun 2011, dan terakhir meningkat menjadi sebesar 1,78% pada tahun 2012.
Menurut Husnan (2001 : 316), perusahaan hanya dapat membagikan dividen
semakin besar jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar,
jika laba yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan
dividen yang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan
modal sendiri. Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan maka akan
semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membagikan keuntungan
kepada para pemegang saham dalam bentuk pembagian dividen. Akan tetapi dari
data pada Tabel 1.1 terjadi fenomena dimana pada tahun 2010 dan 2011 ROA
mengalami peningkatan sebesar 0.21% dan 0,22%. Peningkatan ROA berlawanan
dengan pergerakan variabel DPR dimana pada tahun 2010 dan 2011 DPR
menurun sebesar 7,03 % dan 4,55%.
Growth atau pertumbuhan perusahaan pada Tabel 1.1 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008-2010 mengalami peningkatan, dimulai dari 9.06% pada tahun
2008 , naik menjadi 20.03% pada tahun 2009, naik di tahun 2010 menjadi
24.48%, lalu naik kembali menjadi 31.54 % pada tahun 2011, dan kemudian pada
tingkat pertumbuhan perusahaan yang semakin cepat mengakibatkan makin besar
kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya. Hal
ini akan menyebabkan perusahaan akan berusaha untuk menahan laba yang
mereka miliki dalam jumlah yang besar sehingga berdampak pada semakin
sedikitnya dividen yang dibayarkan. Namun pada tahun 2009 terjadi fenomena
dimana pada saat growth meningkat sebesar 10,97% menjadi sebesar 20,03%, variabel DPR juga mengalami peningkatan sebesar 2,71% menjadi 41,20 %.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti melihat bahwa
terdapat fenomena yang terjadi, sehingga penting untuk diteliti kembali pengaruh
dari leverage, free cash flow, firm size, profitability,dan growth, terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
dari penelitian ini adalah: “Apakah Leverage, Free Cash Flow, Firm Size, Profitability, dan Growth berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio pada industri perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun dengan tercapainya tujuan penelitian, diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat memberikan manfaat. Manfaat atau kegunaan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Hasil penelititian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi penulis khususnya pada bidang manajemen keuangan dan memberikan
kajian empiris mengenai pengaruh leverage, free cash flow, firm size, profitability,dan growth, terhadap dividend payout ratio.
2. Bagi Perusahaan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dan pertimbangan
bagi manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan pembayaran
dividen.
3. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para investor sebagai
sumber informasi dan bahan pertimbangan untuk memilih dan mengambil
keputusan investasi terkait dengan tingkat pembagian dividen perusahaan.
4. Bagi akademisi dan Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan rujukan yang
dapat digunakan untuk menambah pengetahuan peneliti yang ingin melakukan