• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOETANOL (C2H5OH)

Bioetanol (C2H5OH) merupakan senyawa etanol yang didapatkan dari rekayasa

biomassa (tanaman) yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa melalui proses biologis (enzimatik dan fermentasi) [17]. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu) [33].

Pemanfaatan tanaman ekonomis seperti jagung, gandum, dan tebu memiliki banyak masalah karena persaingannya sebagai sumber bahan makanan untuk manusia, yang mempengaruhi kelangsungan proses [4]. Oleh karena itu, penelitian yang lebih mendalam dan perkembangan dalam beberapa dekade terakhir lignoselulosa akan lebih banyak dijadikan bahan baku penting dalam pembuatan etanol di masa depan [44]. Gambar 2.1 menunjukkan bahan lignoselulosa tersusun atas 3 polimer utama: selulosa yang disusun oleh unit-unit glukosa, hemiselulosa disusun beberapa gula (xilosa dan arabinosa), dan lignin yang tersusun unit fenilpropan yang terhubung dengan ikatan yang kuat [7].

Gambar 2.1 Biomassa Lignoselulosa [27]

(2)

D-8

galaktosa, dan mannosa), pentosa (xilosa dan arabinosa, asam asetat, asam D-glucuronic, dan unit asam and 4-O-methyl-D-glucuronic. Hemiselulosa umumnya diklasifikasikan sesuai gula yang hadir dalam rantai utama polimer: xylan, glucomannan, dan galactan. Hemiselulosa pada hakekatnya berbeda dari selulosa kelarutan yang membuatnya mudah untuk dihidrolisis daripada selulosa. Fraksi hemiselulosa dapat dihilangkan dari lignoselulosa dengan beberapa pretreatment, seperti hidrolisis asam dan hidrotermal, dan pembebasan gula yang sebagian besar xilosa, yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol [10].

Biomassa lignoselulosa sangat sulit untuk dibiotransformasi, baik dengan mikroba maupun enzim. Hal ini yang membatasi penggunaannya dan menghambat konversinya menjadi produk bernilai tambah. Pada limbah lignoselulosa terdapat lignin yang berperan sebagai pelindung selulosa terhadap serangan enzim pemecah selulosa [21]. Lignin adalah makromolekul aromatik kompleks yang terbentuk dari polimerisasi radikal tiga fenil-propan alkohol yaitu p-coumarilic, coniferilic, and synapilic [10]. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras, sedangkan adanya ikatan hidrogen menyebabkan selulosa tidak larut dalam air [21]. Gambar 2.2 memperlihatkan struktur dasar komponen lignoselulosa.

(3)

9 c.Lignin

Gambar 2.2 Struktur dasar lignoselulosa a.Selulosa, b.Hemiselulosa, c.Lignin [46]

Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol [33]. Berikut ini Standar Nasional Indonesia untuk etanol nabati diperlihatkan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Etanol Nabati [6]

No Uraian Persyaratan Mutu

Satuan Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 1 Kadar etanol pada 15 oC % v/v

% b/b

Min. 96,3 Min 94,4

Min. 96,1 Min 94,1

Min. 95,0 Min. 92,5

2

Bahan yang dapat

Dioksidasikan, pada 15 oC (waktu uji permanganat)

Menit Min. 30 Min. 15 -

3 Minyak fusel mg/L Maks. 4 Maks. 15 -

4 Aldehid (sebagai asetaldehid) mg/L Maks. 4 Maks. 10 - 5 Keasaman (sebagai asam

asetat) mg/L Maks. 20 Maks. 30 Maks. 60

6 Sistem penguapan maksimum mg/L Maks. 25 Maks. 25 Maks.50

(4)

10

2.2 POTENSI BIOETANOL DARI AMPAS TEBU DI INDONESIA

Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan limbah bagas tebu sebesar 47 juta ton. Potensi bagas di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2012, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas (bagas) 32 persen, tetes 4,5 persen, dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen [50]. Gambar 2.3 menunjukkan industri gula khususnya di Sumatera menghasilkan bagas yang yang cukup melimpah.

Gambar 2.3 Potensi Biomassa di Indonesia [25].

Tebu merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia. Produksi gula dunia adalah 70% dari tebu, sisanya dari beet. Indonesia berpotensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 4,2 – 4,7 juta ton/tahun [16].

Batang tebu digiling untuk menghasilkan air tebu yang selanjutnya digunakan untuk produksi gula (sukrosa) dan alkohol (etanol). Limbah sisa penggilingan batang tebu disebut ampas/bagas [10]. Ampas tebu mengandung substrat lignoselulostik potensial untuk produksi bioetanol, karena mengandung kandungan gula tinggi, dapat diperbaharui, murah, dan banyak tersedia [4].

(5)

11

Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 10 juta ton [47]. Tabel 2.2 dan 2.3 menampilkan komposisi ampas tebu dan perbandingannya dengan limbah agrikultural lain. Ampas tebu merupakan bahan baku pembuatan etanol terbaik dibandingkan dengan jerami padi dan jerami jagung [21].

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu [3] Kandungan Kadar (%)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Agrikultural [40] Substrat Selulosa

Dalam pemanfaatannya, bioetanol bukan hanya sebagai bahan bakar atau untuk memasak semata, namun dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan lain. Tabel 2.4 menampilkan manfaat bioetanol berdasarkan persen kadar etanol.

Tabel 2.4 Market Bioetanol [67]

Grade Bioetanol Manfaat Pemakai

Kadar 20% Digunakan untuk saos rokok dan campuran minuman juga parfum dan deodorasi

Pabrik rokok, makanan, home industry, pembersih

(6)

12

Kadar 20%-60% Substitusi minyak tanah 1 liter untuk digunakan 3 jam

Masyarakat dan rumah tangga

Kadar 70%-80% • Sterilisasi di rumah sakit dan balai Kadar 90% keatas • Perdagangan umum di

toko-toko kimia

• Perdagangan ekspor

• Masyarakat luas

• Luar negri

Kadar 99% keatas Campuran bensin E-10 Transportasi dan

masyarakat umum

2.4 PROSES PEMBUATAN ETANOL DARI LIGNOSELULOSA

Dengan tujuan untuk memproduksi etanol dari bahan lignoselulosa, kita harus (a)membuka ikatan lignoselulosa untuk mengakses rantai polimer selulosa dan hemiselulosa dengan proses pendahuluan, (b)menghidrolisis polimer untuk mencapai monomer larutan gula, (c)fermentasi gula menjadi larutan etanol (bubur) dengan mikroorganisme, dan (d)memurnikan etanol dengan distilasi [44].

2.4.1 Proses Pendahuluan (Pretreatment)

Serat-serat selulosa melekat diantara campuran dari hemiselulosa dan lignin, maka dari itu untuk mengurai lignoselulosa diperlukan suatu teknologi pretreatment [50]. Tanpa adanya metode pendahuluan, konversi selulosa menjadi gula sangatlah lambat, karena selulosa dilindungi dengan baik oleh matriks lignin dan hemiselulosa dalam makrofibril [44].

(7)

13

Gambar 2.4 Efek Pretreatment Bahan Lignoselulosa [7]

Idealnya, metode pendahuluan biomassa lignoselulosa harus (1)meningkatkan akses area permukaan dan dekristalisasi selulosa, (2)depolimerisasi parsial selulosa, (3)melarutkan hemiselulosa dan/atau lignin, (4)memodifikasi struktur lignin, (5)memaksimalkan pencernaan enzimatik bahan pendahuluan, (6)minimalisasi kehilangan gula, (7)minimalisasi modal dan biaya operasi [10].

Perlakuan pendahuluan dapat dilakukan secara fisika, fisiko-kimia, kimia, biologis, maupun kombinasi dari cara –cara tersebut :

1. Perlakuan pendahuluan secara fisika antara lain berupa pencacahan secara mekanik, penggilingan, dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi kristalinitas selulosa

2. Perlakuan pendahuluan secara fisikokimia antara lain steam explosion, ammonia fiber explosion (AFEX), dan CO2 explosion. Pada metode ini, partikel biomassa dipaparkan

pada suhu dan tekanan tinggi, kemudian tekanannya diturunkan secara cepat sehingga bahan mengalami dekompresi eksplosif

3. Perlakuan pendahuluan secara kimia,diantaranya ozonolisis, hidrolisis asam, hidrolsis alkali, delignifikasi oksidatif, proses organosolv.

(8)

14

tersebut, yang paling efektif untuk perlakuan pendahuluan pada bahanlignoselulosa adalah jamur pelapuk putih (white-rot fungi) [23].

Penggunaan metode pretreatment secara mekanis seperti penggilingan dapat meningkatkan terhidrolisisnya lignoselulosa sebesar 5% - 25%. Pretreatment secara kimiawi pada umumnya menggunakan asam, basa atau pelarut organik. Tujuan utama dari pretreatment secara kimiawi adalah untuk menghilangkan lignin dari serat komplek lignoselulosa pada dinding sel tanaman dan untuk memisahkan serat dari bagian tengah lapisan tipis tanpa menyebabkan kerusakan mekanis pada dinding sel tanaman. Basa yang sering digunakan untuk pretreatment secara kimiawi adalah NaOH dan Ca(OH)2 [50].

Sebuah metode pendahuluan yang efisien harus menawarkan sebanyak mungkin gula dengan minimum pembentukan inhibitor [12]. Lebih lanjut, harus dipahami bahwa pemilihan metode pendahuluan harus sesuai dengan metode hidrolisis. Sebagai contoh, jika digunakan hidrolisis asam, metode pendahuluan dengan alkali mungkin tidak menguntungkan [44]. Dibandingkan dengan bahan lignoselulosa lain yang banyak tersedia sebagai hasil samping industri pertanian dan perkebunan, misalnya jerami padi dan tandan kosong kelapa sawit, Ampas tebu memiliki kelebihan, terutama dalam hal bentuk dan ukuran bahan. Ampas tebu dari pabrik gula sudah merupakan hasil partikel kecil yang tidak lagi memerlukan proses perlakuan pendahuluan secara berupa pencacahan atau penggilingan untuk memperkecil ukuran bahan. Ampas tebu dapat langsung diberi perlakuan pendahuluan lanjutan untuk mendegradasi lignin dalam bahan [23].

2.4.2 Proses Hidrolisis

Metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi komponen penyusun biomassa adalah proses hidrolisis. Sejauh ini telah dikenal beberapa jenis proses hidrolisis, antara lain hidrolisis dengan enzim, hidrolisis ozon, hidrolisis dengan menggunakan asam, hidrolisis dengan menggunakan basa, serta hidrolisis termal [26].

(9)

15

Untuk temperatur dibawah 100 oC, tidak ada pengaruh hidrolitik pada material, dimana diatas 220 oC terjadi degradasi selulosa. Diantara 240-250 oC, reaksi pirolisis menjadi penting [8].

Disisi lain, hidrolisis enzimatik memiliki masalah dibandingkan hidrolisis asam. Dibutuhkan waktu beberapa hari untuk hidrolisis enzimatik dimana hanya beberapa menit untuk hidrolisis asam. Harga enzim lebih mahal dibandingkan dengan asam sulfat yang digunakan dalam hidrolisis asam. Dalam hidrolisis asam, produk akhir tidak menggangu hidrolisis. Akan tetapi, dalam reaksi enzimatis, pembebasan gula dapat menghambat reaksi hidrolisis [44]. Selama hidrolisis tidak hanya gula yang terbentuk, tetapi juga inhibitor. Contohnya : furfural, 5-hidroksimetil furfural (HMF), asam karboksilat, dan senyawa fenol [31].

2.4.3 Fermentasi

Pada proses ini, gula-gula sederhana yang terbentuk difermentasi menjadi etanol dengan bantuan khamir seperti Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi biasanya dilakukan pada suhu 30 oC, pH 5, dan sedikit anaerobik. Pada proses fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul etanol dan dua molekul karbon dioksida (CO2) [23].

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF). SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi et al, 1977, yaitu kombinasi antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk fermentasi gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan dengan proses yang terpisah antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi, hanya dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor [39].

Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan [39].

(10)

16

Reaksi-reaksi lain yang dapat diintegrasikan adalah fermentasi heksosa dan pentosa yan disebut co-fermentation (CF), reaksi sakarifikasi, fermentsi heksosa dan pentosa yang disebut simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF) serat reaksi SSCF ditambah dengan produksi selulase yang disebut consolidated bioprocessing (CBP). Diantara keempat proses integrasi reaksi tersebut, proses SSF adalah yang paling banyak dilakukan. Tabel 2.5 menampilkan perbandingan teknik SFF dan SHF.

Tabel 2.5 Perbandingan antara dua teknik fermentasi utama [40].

Proses Fermentasi Keuntungan Kerugian

Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak

-Rendah biaya

-Hasil etanol yang tinggi karena penghilangan inhibitor proses

-setiap langkah dapat diproses pada kondisi operasi optimal

-langkah terpisah meminimalisasi interaksi tiap langkah

-bahan baku lignoselulosa berupa ampas membutuhkan waktu untuk terurai menjadi glukosa kemudian bioetanol

- inhibitor produk akhir menurunkan kadar etanol

-kesempatan

kontaminasi selama proses

Hasil etanol keseluruhan dan kecepatan produksi etanol tidak hanya bergantung kepada hasil gula, tetapi juga larutan fermentasi. Ini mempengaruhi konsentrasi material terlarut terbebaskan selama pretreatment. Adanya mekanisme penghambatan proses fermentasi oleh produk (etanol) yang dihasilkan akan mengakibatkan penurunan kinerja dari khamir dalam mengkonversi gula menjadi etanol. Pada media dimana khamir bekerja mengubah gula menjadi etanol, jika konsentrasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan mati dan proses fermentasi berhenti [23]. Oleh karena itu, etanol yang ada dalam media harus dikeluarkan dahulu dengan proses distilasi, kemudian gula yang ada pada ampas tebu dimanfaatkan kembali sebagai media fermentasi dengan melakukan daur ulang.

2.4.4 Distilasi

(11)

17

Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga

tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah 35oC dan 20oC di bagian atas [30].

2.5 HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI FERMENTASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan etanol adalah: sumber karbon, gas karbondioksida, pH substrat, nutrien, temperatur, dan oksigen. 2.5.1 pH

pH dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai pH minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya. Untuk yeast, pH optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara 4,0 sampai 4,5. Pada pH 3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi alkohol akan berjalan dengan lambat

2.5.2 Nutrien

Dalam pertumbuhannya mikroba memerlukan nutrient. Nutrien yang dibutuhkan digolongkan menjadi dua yaitu nutrien makro dan nutrien mikro. Nutrien makro meliputi unsur C, N, P, K. Unsur C didapat dari substrat yang mengandung karbohidrat, unsur N didapat dari penambahan urea, sedang unsur P dan K dari pupuk NPK. Unsur mikro meliputi vitamin dan mineral-mineral lain yang disebut trace element seperti Ca, Mg, Na, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Co, Bo, Zn, Mo, dan Al.

2.5.3 Temperatur

(12)

18 2.5.4 Oksigen

Berdasarkan kemampuannya untuk mempergunakan oksigen bebas, mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: aerob apabila untuk pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan oksigen, anaerob apabila mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada keadaan tanpa oksigen, dan fakultatif apabila dapat tumbuh dengan baik pada keadaan ada oksigen bebas maupun tidak ada oksigen bebas. Sebagian besar yeast merupakan mikroorganisme aerob. Yeast dari kultur yang memakai aerob akan menghasilkan alkohol dalam jumlah yang lebih besar apabila dibandingkan dengan yeast kultur yang tanpa aerasi. Akan tetapi efek ini tergantung yeast yang dipergunakan [42].

2.5.5 Lama Fermentasi

Waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi adalah 2 - 3 hari. Waktu yang sesuai akan menghasilkan etanol yang optimum. Semakin lama fermentasi kadar alkohol yang dihasilkan akan optimum dan akhirnya akan menurun. Hal ini karena kadar etanol dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada tahap awal sel khamir mulai memasuki fase eksponensial dimana etanol sebagai metabolit primer dihasilkan, sedangkan tahap selanjutnya sel khamir mulai memasuki fase stasioner dan kematian sehingga alkohol yang dihasilkan menurun

2.6 RAGI

Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Ragi adalah anggota dari keluarga jamur bersel satu. Ragi roti serta ragi bir termasuk species Saccharomyces cerevisiae [5]. Saccharomyces cerevisiae efisien mengubah glukosa dan mannosa menjadi etanol, tetapi tidak dapat mengubah xilosa menjadi etanol.

Tabel 2.6 Efisiensi penggunaan ragi tape dengan S.cereviceae untuk 500 mL fermentasi hasil hidrolisis ampas tebu menjadi bioetanol [36]

No Jenis Mikroba Ragi Tape Saccharomyces cerevisiae

1 Jumlah mikroba 50 g 50 mL kultur fasa akhir

logarithmic

2 Waktu fermentasi 1 hari 3 hari

(13)

19 2.7 ANALISIS EKONOMI

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari ampas tebu dengan cara yang konvensional. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Ampas Tebu Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

Ampas tebu 1 kg 200,-/1 kg 200,-

Air proses 25 L 1,25,-/L 31,25,-

Ragi Roti 87,5 gr 4000,-/12 g 29.166,- Urea 0,005 kg 2000/ kg 10,-

Listrik - 33.000,- 33.000,-

Total biaya 62.407,25,-

Gambar

Gambar 2.1 Biomassa Lignoselulosa [27]
Gambar 2.2 Struktur dasar lignoselulosa a.Selulosa, b.Hemiselulosa, c.Lignin [46]
Gambar 2.3 Potensi Biomassa di Indonesia [25].
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu [3]
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah berapa % yield glukosa yang diperoleh pada proses hidrolisis termal, bagaimana pengaruh konsentrasi

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi terhadap glukosa hasil hidrolisis selulosa ampas tebu dengan HCl 30% dalam

Skripsi dengan judul ‘ Pengaruh Perlakuan Basa dan Hidrolisis Asam Terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Bioetanol ’ adalah salah satu

Konsentrasi gula total pada jam ke-72 yang dihasilkan dari ampas tebu yang diberi perlakuan NaOH, panas, dan tanpa perlakuan (dengan enzim) masing-masing sebesar 1940 ppm, 945

Perolehan yield glukosa yang diperoleh secara umum berfluktuasi namun pada beberapa titik kadar glukosa yang diperoleh meningkat seiring dengan meningkatnya

Vinasse dapat di- recycle dan dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan baku hidrolisis karena masih memiliki kandungan glukosa (1,94%) yang tidak berbeda jauh dengan

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN LAMA WAKTU FERMENTASI TERHADAP GLUKOSA HASIL HIDROLISIS SELULOSA AMPAS TEBU (Saccharum Officanarum) DENGAN HCl 30% DALAM

Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oicinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pembuatan