• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TE (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA DI KECAMATAN DUKUN

KABUPATEN MAGELANG Proposal Skripsi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar PNF

Oleh:

Dewi Candra Puspita 1201413014

JURUSAN PENDIDIKAN NONFORMAL FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencaba untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Untuk memenuhi akan pendidikan tersebut manusia memasuki dunia pendidikan melalui prpses belajar, dalam proses tersebut muncul pengaruh yang dapat membawa perubahan sikap atas manusia yang dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut setiap orang untuk membekali dirinya lebih baik sehingga dirinya mampu membekali diri dengan perkembangan yang ada. Salah satu untuk membekali diri adalah pendidikan, baik pendidikan informal, formal maupun nonformal.

Pendidikan informal merupakan pendidikan yang pertama dan utama, karena di dalam keluargalah setiap orang sejak pertama kali dan seterusnya belajar memperoleh pengembangan pribadi, sikap, dan tingkah laku, nilai-nilai dan pengalaman hidup, pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sosial yang berlangsung setiap hari di antara sesama anggota keluarga (Sutarto, 2007: 2-3).

Pentingnya sebuah keluarga dapat dilihat dalam sebuah pendapat bahwa: “Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak”. Jika suasana dalam keluarga itu menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula, jika tidak tentu terhambatlah pertumbuhan anak tersebut (Darajat, 1995:47).

(3)

moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prindip dan aturan.

Berbicara mengenai moral berarti berbicara benar dan salah, dosa dan tidak dosa dan larangan dan tindakan. Menurut Suseno (dalam Multahada, 2005) moral adalah hal yang selalu mengacu pada baik buruknya manusia. Sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Moral adalah suatu nilai-nilai yang berlaku di suatu wilayah tertentu. Moral adalah suatu nilai-nilai-nilai-nilai yang berlaku di suatu wilayah tertentu. Jadi pengertian moral dapat diartikan sebagai suatu adat istiadat, kebiasaan, peraturan atau tata cara kehidupan dalam suatu masyarakat yang Berhubungan sengan baik dan buruknya tingkah laku manusia. (Multahada, 2005)

Nilai moral yang berkembang di suatu masyarakat tentulah berbeda-beda, sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Sesuai dengan apa yang dikatakatan Hogan (dalam Haste dan Locke, 1983), ia mencoba mendefenisikan nilai moral dari perspektif sosial. Ia mengatakan bahwa moral bersifat relatif artinya, nilai moral adalah suatu nilai yang ditetapkan secara kultural maupun subkultural secara tidak pasti. Dengan demiian setiap orang mempunyai “kebebasan” dalam memahami dan menginternalisasi nilai moral yang berkembang pada suatu masyarakat. Nilai moral yang berkembang di masyarakat dapat saja berubah karena pengaruh budaya dari luar, teknologi, maupun ideologi. Hal semacam inilah yang menjadikan seseorang remaja menyimpang dari nilai-nilai moral yang ada. Lalu apa kaitan antara moral dengan remaja? Bagaimana moral berkembang pada remaja?

Perkembangan moral sebenarnya telah berlangsung pada masa kanak-kanak. Namun pada saat remaja akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan kemampuan kognitif dan minat sosialnya. Menurut Damon (1984) ada membedakn antara remaja dengan anak kecil, yaitu (1) remaja lebih sensitif terhadap pandangan dan harapan masyarakat. Remaja sering mementingkan “reputasi” dirinya. Selain itu remaja lebih dituntut untuk mewujudkan harapan dan tanggung jawab dari lingkungan. Hal tersebut digunakan untuk mewujudkan reputasinya. Yang ujung ada keinginan dalam remaja untuk dapat diterima dan dihargai secara sosial dalam suatu lingkungan. (2) ideologi. Remaja mulai senang dengan hal-hal yang bersifat filosofi, ideologi, aliran-aliran. Mereka terkadang mulai mengadopsi hal-hal tersebut sebagai pandangan, pendapat dan kepercayaan.

(4)

Gallagher (dalam Craig, 1980) mengatakan remaja sudah mampu mengkombinasikan dan mencari solusi permasalahan. Perkembangan kognitif pada remaja meliputi kemampuan berfikir secara rasional dan penalaran secara efektif, sehingga remaja secara relatif telah mampu membuat keputusan sendiri. Kemampuan operasional kognitif serta ketrampilan perspektif abstrak akan mempengaruhi pencapaian prinsip moralitas (Helwig dalam Multahada, 2005).

Kedua, interaksi sosial. Kematangan moral tidak hanya ditentukan oleh kematangan berfikir saja tetapi perlu didukung oleh kematangan lainnya, salah satunya kematangan sosial. Pada saat remaja, keinginan untuk berinteraksi dengan teman-teman sudah mlai tumbuh. Orientasinya tidak lagi kedalam (keluarga) tetapi lebih keluar keluarga. Dengan berinteraksi dengan teman-teman sebaya, orang dewasa dan masyarakat, maka remaja mulai belajar banyak hal. Seperti perilaku tolong-menolong, bekerjasama, empati, saling memahami dan sebagainya. Menurut teori social learning (dalam Atkinson, 1999) seseorang dapat belajar dari cara mengamati perilaku orang lain. Remaja mulai membandingkan dirinya dengan orang lain baik dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Setelah itu remaja baru bisa memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya.

Remaja adalah masa-masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal. Pada masa itu banyak perubahan yang terjadi pada diri remaja, mulai dari perubahan fisik, psikologis, dan perkembangan sosial (Schuster, 1980). Hal ini menjadi masa remaja yang sering disebut masa “kritis”. Artinya masa remaja menjadi masa yang labil, penuh gejolak, dan cenderung mudah terbawa arus. Selain itu, remaja mulai mempertanyakam dirinya sendiri. Siapakah saya? Pertanyaan seperti ini sering muncul karena remaja sedang mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa awal. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan peran baru yang mereka sandang. Bila remaja tidak dapat menyesuaikan, maka ia akan sulit menemukan identitas dirinya. Seperti teori Erikson (dalam Hurlock, 1980), ia mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, bila remaja gagal, maka ia akan mengalami kekaburan identitas. Lalu bagaimana proses pencarian identitas remaja? Salah satunya dengan mulai berinteraksi dengan kelompok sebaya (peer group).

(5)

bekerjasama dengan orang lain dan memahami antar sesama. Itu beberapa keuntungan didapati remaja ketika bergabung pada suatu kelompok. Namun ada beberapa dampak negatifnya. Salah satunya adalah nimai-nilai negatif yang dianut kelompok. Ketika remaja bergabung dengan suatu kelompok, maka konsekuensinya remaja harus mengikuti apa yang disepakati kelompoknya. Hal ini dilakukan karena berkaitan dengan penerimaan sosial (social acceptance) pada kelompok. Dengan demikian remaja lebih suka mengadopsi nilai-nilai dari peer group daripada orangtua. Kadang-kadang nilai-nilai yang dianut oleh remaja dari kelompoknya bertentangan dengan nilai-nilai yang di dalam keluarga. Bahkan bisa terjadi konflik antara remaja dengan orangtua. Benar menurut kelompoknya belum tentu benar menurut masyarakat dan kelurga. Disinilah peran keluarga menjadi penting. Bagaimana orangtua dapat menanamkan nilai-nilai yang baik pada remaja. Selain itu orangtua harus menjalin komunikasi yang positif. Dengan itu, diharapkan nilai-nilai moral yang diajarkan orangtua kepada remaja dapat dipahami dan diterima. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana pengaruh tingkat pendidikan orangtua terhadap perkembangan moral remaja?

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANGTUA TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA” di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral pada anak remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?

2. Adakah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral pada anak remajadi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral pada anak remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. 2. Adakah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap perkembangan moral pada

anak remajadi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

(6)

Manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi Orang Tua

Untuk memberikan pengertian kepada orang tua bahwa pendidikan bagi anak itu sangat penting. Selain itu orang tua juga merupakan salah satu dari faktor perkembangan moral dari remaja, sehingga orang tua perlu memiliki pengetahuan yang tinggi tentang moral yang baik. Karena moral anak akan terbentuk pertama kali di lingkungan keluarga.

2. Bagi Remaja

Para remaja dapat mengetahui tentang moral-moral dalam masyarakat yang baik dan memilih teman sebaya yang memiliki moral yang baik juga. Remaja dapat lebih mementingkan pendidikan untuk bekal mengembangkan moral pada anaknya kelak.

1.5 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan agar penelitian yang dilakukan ini lebih terarah pada bidang kajian yang diteliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaruh

Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda, dan sebagainya) yang berkuasa atau memberi kekuatan. (Poerwodarminta, dalam Nugroho, 2011: 08)

2. Pengertian pendidikan

Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkaansuasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Definisi Perkembangan Moral

(7)

adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, keharmonisan dan ketertiban.

Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan atau nilai, malainkan selalu mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan tindakan kognitif.

4. Pengertian Remaja

Remaja adalah masa-masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal.Pada masa itu banyak perubahan yang terjadi pada diri remaja, mulai dari perubahanfisik, psikologis, dan perkembangan sosial (Schuster, 1980).

BAB II

(8)

1. Pengertian Pendidikan

Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan adalah sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tetap (permanen) di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan sikapnya, menurut Sir Godfrey Thomson (dalam Fattah, 2012:39). Sedangkan menurut Ahmadi (1991: 71) Pendidikan adalah pengaruh, bantuanatau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.

Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-normatersebut serta mewariskan kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalamhidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan sebagai usaha manusiauntuk melestarikan hidupnya, atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikansebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidupbangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafatpendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya. Sekaligusjuga menunjukkan sesuatu bagaimana warga negara bangsanya berpikir dan berperilakusecara turun-temurun hingga kepada generasi berikutnya yang dalam perkembangannyaakan sampai pada tingkat peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupandan pembinaan kehidupan yang lebih sempurna.

(9)

pula. Itulahsebabnya pendidikan beserta lembaga-lembaganya harus menjadi cermin dari cita-citakelompok manusia di satu pihak dan pada waktu bersamaan, pendidikan sekaligusmenjadi lembaga yang mampu mengubah dan meningkatkan cita-cita hidup kelompokmanusia sehingga tidak terbelakang dan statis. Pendidikan sebagai salah satu sektor yangpaling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan untuk berfungsisemaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan takwa kapada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber motivasikehidupan segala bidang. (Ihsan, 2010: 1)

Di dalam buku Fattah (2012, 38-39) memuat definisi-devinisi pendidikan yang dikemukakanoleh para ahli diantaranya yaitu:

a. Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusiamuda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik.

b. Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di manaseseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah lakulainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orangdihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yangdatang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangankemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.

c. Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macamkegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantumeneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.

d. Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada tahun 1930menyebutkan: Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertunbuhnya budipekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam TamanSiswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukankesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selarasdengan duniannya.

(10)

Dari uraian di atas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai:

1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;

2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalampertumbuhannya;

3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yangdikehendaki oleh masyarakat;

4. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan, pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak sekarang yangsedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaanya.

2. Jalur Pendidikan

Pengalaman yang dialami oleh seseorang khususnya pengalaman pendidikanberbeda-beda, baik dilihat dari jalur, jenjang maupun jenis pendidikan yang dialaminya.Dalam undang-undang sisdiknas no.20 tahun 2003 (bab 1 pasal 1 no.7), Jalur pendidikanadalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatuproses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.Jalur pendidikan terdiri ataspendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi danmemperkaya.

a. Pendidikan Formal

Yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur sistematis, mempunyaijenjang dan dalam kurun waktu tertentu. Pendidikan ini berlangsung di sekolah.

b. Pendidikan Non-Formal

(11)

rangka mendukungpendidikan sepanjang hayat. Selain itu juga berfungsi untuk mengembangkan potensipeserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilanfungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anakusia dini, pendidikan

kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,

pendidikankeaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, sertapendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuanpendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yangmemerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untukmengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/ataumelanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil programpendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yangditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standarnasional pendidikan.

c. Pendidikan Informal

Yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkunganberbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan sama dengan pendidikanformal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasionalpendidikan. (UUSPN no.20 th 2003)

3. Jenjang Pendidikan

Dalam Undang-undang System Pendidikan Nasional no.20 th 2003, jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yangdikembangkan. Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan tentang jenjang pendidikandari yang terendah sampai yang tertinggi sebagai berikut:

a. Jenjang Pendidikan Dasar

(12)

sertamempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikandasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal bagiperkembangan kehidupan baik untuk pribadi maupun masyarakat. (Ihsan, 2010: 22). Dari penjelasan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sekolahdasar merupakan lembaga pendidikan terendah untuk mempersiapkan siswanya kelembaga yang lebih tinggi. Sedangkan pendidikan dasar merupakan pendidikan yanglamanya sembilan tahun terdiri dari sekolah dasar selama enam tahun dan SLTP selama tiga tahun. Jadi pendidikan dasar tidak identik dengan sekolah dasar,melainkan sekolah dasar merupakan bagian dari pendidikan dasar. Adapun jenjangpendidikan yang termasuk dalam pendidikan dasar adalah SD/MI, SMP/MTs, atauyang sederajat.

b. Jenjang Pendidikan Menengah

Dalam hal ini Ihsan (2010: 23) juga mengemukakan bahwa pendidikanmenengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggotamasyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik denganlingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuanlebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Dari penjelasan tersebut makadapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan menengah merupakan kelanjutan daripendidikan dasar yang diarahkan untuk mempersiapkan anak didik agar mampumenghadapi kehidupan. Adapun sekolah-sekolah yang termasuk ke dalam pendidikanmenengah yaitu SMA, MA, SPK, SMK, dan sekolah lain yang sederajat.

c. Jenjang Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi adalah yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadianggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersikap akademisatau professional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan, atau menciptakanilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam rangka pembangunan nasional danmeningkatkan kesejahteraan manusia (Kep.Mendikbud No. 0186/P/1984)

(13)

1. Sekolah Tinggi 2. Institut

3. Universitas 4. Akademik 5. Politeknik

4. Tujuan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan merupakan upaya membentuk kepribadian manusia. Dalam konteks mikro, orang tua dapat menjadikan pendidikan sebagai upaya dalam membentuk pribadi anak sesuai yang diharapkan. Dan dalam konteks makro pendidikan nasional juga merupakan upaya strategis dalam membentuk kepribadian bangsa sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan yang dibutuhkan dalam pembangunan.

Pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Inilah yang akan menjadi pedoman pokok dalam upaya pendidikan, merealisasikannya melalui pendidikan warga negara dan akan diperjuangkan dan dikembangkan melalui upaya-upaya pendidikan kita sejak dalam keluarga, masyarakat dan sekolah (Croe, 1990:9)

Sedangkan tujuan pendidikan menurut Langeveld yaitu dibagi menjadi 6, yaitu :

a. Tujuan Umum

Adalah tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik. Pengertiankedewasaan jasmani adalah apabila pertumbuhan fisik atau jasmaninya sudahpenuh sempurna dan tidak mengalami pertumbuhan lagi. Kedewasaan rohanipada prinsipnya apabila anak didik sudah mampu menolong dirinya sendiri,mampu berdiri sendiri dan mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya.

b. Tujuan Khusus

Yaitu pengkhususan dari tujuan umum. Sebagai dasar pengkhususandisesuaikan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(14)

- Kemungkinan yang ada pada keluarga, masyarakat dan lingkungan anak didik

- Kesanggupan pada pendidik

- Tugas masing-masing lembaga pendidikan - Tugas bangsa dan umat manusia dewasa ini. c. Tujuan Insidental (Seketika atau Sesaat)

Tujuan ini hanya bersifat seketika atau sesaat di mana situasi dan kondisimemerlukannya. Misalnya tujuan untuk mengadakan liburan atau variasi dalamkehidupan sekolah dengan diadakan darma wisata. Dalam hal ini tujuan sudahtercapai setelah darma wisata itu dilakukan.

d. Tujuan Sementara

Tujuan sementara merupakan terminal dalam perjalanan atau prosesmencapai tujuan akhir. Dan setiap terminal (pertahapan) merupakan landasan bagipencapaian tahap berikutnya. Perumusan tujuan ini erat kaitannya denganperkembangan anak.

e. Tujuan Tidak Lengkap (Partial)

Tujuan ini menyangkut pembinaan aspek kepribadian manusia yangmuncul sebagai fungsi rokhaniah yang khas sesuai dengan latar belakang etnis,keagamaan, estetis, intelektual dan bakat-bakat tertentu yang ada pada seseorang.

f. Tujuan Perantara (Intermediasi)

Fungsi utama tujuan ini sebagai alat mencapai tujuan berikutnya.Misalnya belajar membaca sebagai alat untuk memahami ilmu pengetahuan.(Ahmadi, 1991: 105)

Dari beberapa rumusan tersebut, maka jelaslah bahwa tjuan pendidikan bukan hanya membentuk anak didik menjadi orang yang memiliki pengetahuan yang luas saja, tetapi supaya anak itu berbudi pekerti luhur dan mau mengabdi kepada Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

5. Fungsi pendidikan

(15)

1. Menanamkan keterampilan yang diperlukan untuk ikut ambil bagian dalam demokrasi

2. Mengembangkan bakat yang dimiliki tiap orang demi kepentingan pribadi dan masyarakat

3. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk dapat mencari nafkah

4. Melestarikan kebudayaan

5. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui mekanisme pendidikan di sekolah, orang tua melimpahkan wewenang dan tugas dalam mendidik anak pada pihak sekolah

6. Sebagai sarana untuk mengakomodir perselisihan paham seperti perbedaan pandangan antara pihak sekolah dan pihak umum tentang beberapa nilai tertentu misalnya keterbukaan, pendidikan seks dan lain sebagainya

7. Menjaga system kelas sosial. Pendidikan sekolah adalah sebagai sarana siswa melangkah ke tahapan dimana pada akhirnya dapat memiliki status sosial yang sama atau lebih tinggi dari orang tuanya. Di sekolah juga diajarkan untuk dapat menerima berbagai perbedaan dan status yang ada di masyarakat

8. Pendidikan sekolah juga dianggap mampu memperpanjang masa remaja seseorang karena peserta didik dianggap masih tergantung secara psikologis dan finansial pada orang tuanya

1.2 Perkembangan Moral pada Remaja 1. Pengertian Perkembangan Moral

Menurut Rogers, Pengertian Moral adalah aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, seimbang dan adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, keharmonisan dan ketertiban.

(16)

konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan tindakan kognitif.

Kohlberg juga mengatakan bahwa terdapat pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya.Kolhberg juga membenarkan gagasan Jean Piaget yang mengatakan bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral. Adanya kesejajaran antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral dapat dilihat pada masa remaja yang mencapai tahap tertinggi dari perkembangan moral, yang kemudian ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.

1. Perkembangan moral menurutteori belajar social

Menurut teori ini perkembangan moral merupakan proses yang dipelajari selama proses interaksi sosial perseorangan dengan orang lain Remaja akan berkembang moral dan baik apabila dalam sejarah kehidupan ia dapat meniru orang lain dilingkungannya.

2. Perkembangan moral menurut teori kognitif

Jean Piaget menekankan bahwa perrkembangan kognitif erat kaitanya dengan perkembangan moral remaja tergantung dengan perkembangan konitif.

2. Tahap-tahap Perkembangan Moral

Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence E Kohlberg. Tahap-tahap berkembangan moral tersebut, yaitu :

(17)

2. Tingkat Konvensional ialah tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut "orientasi anak manis" serta tahap orientasi hukum atau ketertiban. 3. Tingkat Pascakonvensional adalah tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap orientasi prinsip etika universal.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral 1. Orang tua dan guru sebagai model.

Setiap anak menjadikan orangtua sebagai contoh teladan hidupnya, aspek tingkahlaku orangtua dan guru dipandukan atau diuji dengan kenyataan yang berbeda dilingkunagn sehingga terjadilah identifikasi analitik yang hasilnya tingkahlaku yang diperoleh pada saat identifikasi.seorang anak meniru tinkahlaku orangtua nta dilihat dari : keseluruhan tingkahlaku, motivasi, aspirasi.

2. Perubahan dalam lingkungan

Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang membawa pergeseran nilai moral serta sikap warga masyarakat ditengah perubahan dapat terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan perilaku moral individu sebagian adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan nilai masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu proses belajar dan perkembangan moral secara berkondisi.

3. Struktur kepribadian

(18)

pembentukan superego sebagai aspek sosial yang berisi sistem nilai dan moral masyarakat.

1.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting, menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2013: 60).

Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa kerangka berfikir merupakan alur atau arah berfikir yang hendak disampaikan oleh peneliti kepada pembaca. Dari landasan teori yang sudah dibahas sebelumnya ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu variabel independen yang dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua dan variabel dependen yang dalam penelitian ini adalah perkembangan moral. Tingkat pendidikan seseorang akan berbeda-beda, satu orang dengan orang lainnya tidak memiliki kesamaan. Tingkat pendidikan seseorang dapat diukur dari jenjang pendidikannya maupun dari jalur pendidikannya. Pada variabel dependen “Perkembangan Moral” terdapat beberapa teori yang dibahas, salah satu pembahasan dalam perkembangan moral adalah faktor ang dapat mempengaruhi perkembangan moral dan tahap-tahap perkembangan moral.

1.4 Hipotesis

Pada penelitian yang akan dilakukan, terdapat beberapa kemungkinan Hipotesis yang akan muncul, yaitu sebagai berikut:

1. Hipotesis Kerja (Ha) yaitu terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan orangtua terhadap perkembang moral pada remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. 2. Hipotesis nol (Ho) yaitu tidak terdapatpengaruh antara tingkat pendidikan orangtua

terhadap perkembang moral pada remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan Sugiyono, (2003:14)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang di pilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Di kecamatan Dukun merupakan daerah asal peneliti sehingga lebih menghemat biaya dan waktu.

2. Peneliti sudah mengenal dan memahami lokasi penelitian sehingga lebih memudahkan untuk melakukan penelitian

3.3 Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2008:115), “Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Dalam penelitian ini populasinya adalah orang tua remaja di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. 2. Sampel

(20)

Apabila kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-55% atau lebih tergantung sedikit banyaknya dari:

1. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.

2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya dana.

3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti untuk peneliti yang resikonya besar, tentu saja jika samplenya besar hasilnya akan lebih baik.

Peneliti menggunakan sampel 15% dari populasi yang ada.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudin ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu: 1. Variabel independen

Variabel independen yaitu variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua.

2. Variabel dependen

Variabel dependen yaitu variabel terikata atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (bebas). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah perkembangan moral pada remaja.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Arikunto (2002:136) ” metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya ”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang di perlukan dalam penelitian.

(21)

Pengertian metode angket menurut Arikunto (2006:151) “Angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:199) “Angket atau kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab”.

Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner atau angket langsung yang tertutup karena responden hanya tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap benar.

2. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006:158) “Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini contohnya adalah data remaja yang berada di kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

3.6 Analisis Data

Sesuai dengan judul penelitian ini maka peneliti dapat mengolah data menggunakan pengolahan data secara statistik. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013:207).

b. Analisis Regresi Sederhana

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2010. Judul : Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik). Penerbit PT Bumi Aksara : Jakarta.

Rifa’i, Achmad. 2008. Aplikasi Statistik Untuk Menganalisis Data Penelitian Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: ALFABETA

Sumber: https://notako.wordpress.com/2013/06/16/psikologi-kenakalan-remaja

Sumber: http://evayuliawati.blogspot.co.id/2013/03/makalah-perkembangan-moral.html

Sumber: http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/peran-keluarga-dalam-perkembangan-moral.html

Sumber: https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3982/A13.pdf? sequence=1

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Sopo bae sing bisa melok sayembara iku ora peduli sopo iku kabeh bisa melu , tapi bilih ngunu eruh syarate akeh sing ora sanggup akhire kari wong 2 sing sanggup , wong-wong

Setelah melaksanakan kegiatan observasi dan orientasi di SMP N 39 Semarang praktikan mendapat pengetahuan dan pengalaman mengenai banyak hal yang berkaitan dengan

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS RISK DAN RETURN

Dari hasil tersebut dapat diambil analisa bahwa nilai kuat tekan beton dengan menggunakan semen Padang Tipe 1 lebih tinggi dari pada nilai kuat tekan beton

Berdasarkan hasil analisis bilangan iodium pada variasi penambahan konsentrasi starter diperoleh bahwa didalam VCO ini terdapat banyak terkandung ikatan tak jenuh yang

Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai

Mengingat keluasan pembahasan tentang bacaaan tashahhud dalam salat khususnya yang terkait dengan petunjuk hadis Nabi tentangnya maka permasalahan yang akan

1. SRI RUSMINAH,SKM., MMKes. SRI PATMIATI, SSTGz.. 2) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. SDM Dinas Kesehatan memenuhi standart sesuai Kep. Jumlah Puskesmas yang memenuhi