• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja dengan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja dengan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA IBU

BEKERJA DENGAN SIKAP TERHADAP PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF DI LEMBAGA PEMERINTAH KOTA MAGELANG

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang

oleh

Prita Wahyuningtyas 1550404077

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Lembaga Pemerintah Kota Magelang” telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada hari Rabu , 11 Mei tanggal 2011.

Ketua Sekretaris

Drs. Hardjono, M.Pd Drs. Sugiyarta SL, M.Si

NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 197202042000032001

Penguji Utama

Dra. Tri Esti Budiningsih

NIP. 19581125 198601 2 001

Penguji/Pembimbing I Penguji/PembimbingII

Rahmawati P, S.Psi, M.Si Drs. Sugiyarta SL., M.Si NIP.19790502 2008012 018 NIP. 19600816 198503003

(3)

iii

saya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya tulis orang lain baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi yang

berjudul “Hubungan antara Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja dengan Sikap terhadap

Pemberian ASI Eksklusif di Lembaga Pemerintah Kota Magelang” dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik karya ilmiah.

Semarang, 11 Mei 2011

Prita Wahyuningtyas 1550404077

(4)

iv

MOTTO

Continue even when it is hard to go on Release even when it is hard to let go Endure even when it is hard to bear This is how we build our character (Master Zheng Yan)

PERUNTUKAN

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT, karya yang penuh perjuangan dan pengorbanan ini kuperuntukkan kepada :

1. Bapak (alm) dan ibu, yang senantiasa berdoa, mendukung dan memberikan kasih sayang tanpa batas untukku.

2. Mbak Mety, kakakku satu-satunya yang selalu mendukung dan memberikan motivasi untukku. 3. Sahabat-sahabat terkasih dan tersayang. Terima

(5)

v

yang telah diberikan selama menjalani proses pembuatan skripsi yang berjudul” Hubungan antara Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja Dengan Sikap terhadap

Pemberian ASI Eksklusif.”, sampai dengan selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam pemberian ijin penelitian.

2. Drs Sugiyarta SL, M.Si, Ketua Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan pembimbing II yang telah meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan petunjuk hingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

3. Dra Tri Esti Budiningsih, dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat berarti.

4. Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si, dosen pembimbing I yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

(6)

vi

7. Pegawai di Lembaga Pemerintah Kota Magelang yang terpilih menjadi responden yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala yang telah diberikan.

8. Bapak (alm) dan Ibu tercinta terima kasih banyak atas dukungan, doa dan kesabarannya selama ini.

9. Mbak Mety, kakakku, terima kasih atas dukungan dan motivasinya selama ini. 10.Sahabat-sahabat terbaikku, Idha, Evi, dan Sefi, atas kebersamaannya dalam

persahabatan. Bisa mengenal kalian adalah hal terindah dan tak terlupakan. 11.Teman-teman yang setia menemani dalam bimbingan skripsi. Terima kasih atas

tawa, canda, dan hiburannya.

12.Keluarga Bapak H. Darisman yang telah dengan tulus hati menerima kehadiran penulis di rumah mereka. Terima kasih atas doa dan motivasinya.

13.Riyanda dan Putri, terima kasih atas persahabatan yang telah kita lalui bersama. 14.Arthalia, Anis, Lia, Itax_itux, Sity, Mbak Ipoet, Mbak Dewi, Mbak Kaka dan

Mbak Dyka, terima kasih untuk tawa, canda, motivasi, dukungannya. 15.Dinda, terima kasih untuk teman setia di saat bimbingan.

16.Teman-teman Psikologi 2004, terima kasih atas segala bantuan dan kenangan yang sangat indah.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amien.

(7)

vii

dengan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif. Skripsi, Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si dan Drs. Sugiyarta SL, M.Si

Kata Kunci : Konflik Peran Ganda, Ibu Bekerja, Sikap, ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber makanan atau nutrisi yang paling lengkap dan alamiah bagi bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun terdapat ibu-ibu yang tidak berhasil menyusui atau berhenti menyusui lebih dini dari yang seharusnya dianjurkan. Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan.

Pada masyarakat dimana ibu bekerja, hal ini sering menjadikan alasan ibu tidak menyusui bayinya secara eksklusif. Ibu yang bekerja akan menemui kendala tentang pengaturan waktu antara menyusui bayi dan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja seorang ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI secara eksklusif.

Konflik peran ganda ini dapat mempengaruhi sikap ibu dalam memberikan ASI Eksklusif. Hal-hal tersebut menyebabkan adanya respon atau perubahan sikap dalam pemberian ASI Eksklusif. selain itu ada dua faktor yang ikut berperan dalam perubahan sikap ini yaitu faktor internal (pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting dan adanya faktor emosional) dan faktor eksternal (pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama), hal-hal inilah yang kemudian membentuk sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif, apakah positif atau negatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda ibu bekerja dengan sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif di Lembaga Pemerintah Kota Magelang.

Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa pada variabel konflik peran ganda ibu bekerja dan pada variabel sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif keduanya berdistribusi normal dan membentuk garis lurus Berdasarkan hasil analisis data

Korelasi Product Moment menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara konflik peran ganda ibu bekerja dengan sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif.

(8)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... …….ii

PERNYATAAN ...……iii

MOTTO DAN PERUNTUKAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 14

1.4 Tujuan Penelitian ... 15

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 16

2.1.1 Pengertian Sikap... 16

2.1.2. Ciri-ciri Sikap ... 18

2.1.3 Komponen Sikap ... 21

(9)

ix

2.2.1 Pengertian ASI ... 25

2.2.2. Komposisi ASI ... 26

2.2.3 Kandungan Zat Gizi dalam ASI ... 27

2.2.4 Manfaat ASI ... 29

2.2.5 Pengertian ASI Eksklusif ... 30

2.2.6 Manfaat ASI Eksklusif ... 30

2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi ASI Eksklusif ... 31

2.2.8 Sikap Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 36

2.3 Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 36

2.3.1 Pengertian Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 36

2.3.2 Aspek-aspek Konflik Peran Ganda ... 40

2.3.3 Gejala-gejala yang Menyertai Konflik Peran Ganda ... 43

2.3.4 Komponen-komponen Konflik Peran Ganda ... 44

2.3.5 Faktor-faktor Penyebab Konflik Peran Ganda ... 46

2.4 Dinamika Psikologis ... 48

2.5 Hipotesis ... 56

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1Jenis dan Desain Penelitian ... 57

3.2Variabel Penelitian ... 58

3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian ... 58

(10)

x

3.4.1 Populasi ... 60

3.4.2 Sampel ... 61

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 62

3.6 Uji Coba Penelitian ... 66

3.7 Validitas dan Reliabilitas ... 67

3.7.1 Validitas ... 67

3.7.2 Reliabilitas ... 68

3.8 Analisis Hasil Uji Coba ... 69

3.8.1 Uji Validitas ... 69

3.8.2 Uji Reliabilitas ... 73

3.9 Metode Analisis Data ... 74

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian ... 76

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 76

4.1.2. Proses Perijinan ... 77

4.2.3. Penentuan Sampel ... 78

4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 78

4.2.1 Pengumpulan Data ... 78

4.2.2 Pelaksanaan Skoring ... 79

4.3 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 79

(11)

xi

4.4.1 Uji Normalitas ... 107

4.4.2 Uji Linieritas ... 109

4.4.3 Uji Hipotesis ... 109

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 111

4.5.1 Sikap Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 111

4.5.2 Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 113

4.5.3 Hubungan antara Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja dengan Sikap Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 122

4.6 Keterbatasan Penelitian ... 125

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 126

5.2 Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128

(12)

xii

Tabel 3.1 Rincian Populasi ... 60

Tabel 3.2 Kriteria Jawaban dan Cara Penilaian Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 62

Tabel 3.3 Blue Print Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 63

Tabel 3.4 Kriteria Jawaban dan Cara Penilaian Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 64

Tabel 3.5 Blue Print Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 65

Tabel 3.6 Sebaran nomor item Skala Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif (sebelum uji validitas dan reliabilitas) ... 69

Tabel 3.7 Sebaran nomor item Skala Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 70

Tabel 3.8 Sebaran nomor item Skala Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja (sebelum uji validitas dan reliabilitas) ... 71

Tabel 3.9 Sebaran nomor item Skala Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 72

Tabel 3.10 Interpretasi Reliabilitas ... 74

Tabel 4.1 Rincian Subyek Penelitian ... 78

Tabel 4.2 Kategorisasi Sikap dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 80

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sikap dalam pemberian ASI Eksklusif ... 81

Tabel 4.4 Kategorisasi Aspek Kognitif ... 82

(13)

xiii

Tabel 4.8 Kategorisasi Aspek Konatif ... 86

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Aspek Konatif ... 87

Tabel 4.10 Kategorisasi Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 89

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 90

Tabel 4.12 Kategorisasi Aspek Pengasuhan Anak ... 91

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Aspek Pengasuhan Anak ... 92

Tabel 4.14 Kategorisasi Aspek Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga ... 93

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Aspek Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga ... 94

Tabel 4.16 Kategorisasi Aspek Komunikasi dan Interaksi dengan Suami ... 95

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Aspek Komunikasi dan Interaksi dengan Suami ... 96

Tabel 4.18 Kategorisasi Aspek Waktu Untuk Keluarga ... 97

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Aspek Waktu Untuk Keluarga ... 98

Tabel 4.20 Kategorisasi Aspek Penentuan Prioritas ... 99

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Aspek Penentuan Prioritas ... 99

Tabel 4.22 Kategorisasi Aspek Tekanan Karir ... 101

Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Aspek Tekanan Karir ... 101

Tabel 4.24 Kategorisasi Aspek Tekanan Keluarga ... 103

Tabel 4.25 Distribusi Frekuensi Aspek Tekanan Keluarga ... 103

(14)

xiv

(15)

xv

Gambar 2.1 Konsepsi Skematik Rosenberg dan Hovland Mengenai Sikap

... 54

Gambar 2.2 Dinamika Psikologis Konflik Peran Ganda Wanita dengan Sikap Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 54

Gambar 3.1 Hubungan Konflik Peran Ganda Wanita dengan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 59

Gambar 4.1 Diagram Persentase Sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif ... 81

Gambar 4.2 Diagram Persentase Aspek Kognitif ... 83

Gambar 4.3 Diagram Persentase Aspek Afektif ... 85

Gambar 4.4 Diagram Persentase Aspek Konatif... 87

Gambar 4.5 Diagram Persentase Aspek-aspek Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 88

Gambar 4.6 Diagram Persentase Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ... 90

Gambar 4.7 Diagram Persentase Aspek Pengasuhan Anak ... 92

Gambar 4.8 Diagram Persentase Aspek Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga .... 94

Gambar 4.9 Diagram Persentase Aspek Komunikasi dan Ineraksi dengan Suami ... 96

Gambar 4.10 Diagram Persentase Aspek Waktu untuk Keluarga ... 98

Gambar 4.11 Diagram Persentase Aspek Penentuan Prioritas... 100

Gambar 4.12 Diagram Persentase Aspek Tekanan karir ... 102

(16)

xvi

Gambar 4.15 Diagram Persentase Aspek-aspek Konflik Peran Ganda Ibu

(17)

xvii

Lampiran 1.1 Instrumen Skala Konflik Peran Ganda (Uji Coba) ... 134

Lampiran 1.2 Instrumen Skala Sikap (Uji Coba) ... 149

Lampiran 2.1 Instrumen Skala Konflik Peran Ganda (Penelitian) ... 152

Lampiran 2.2 Instrumen Skala Sikap (Penelitian) ... 163

Lampiran 3.1 Tabulasi Data Uji Coba Skala Konflik Peran Ganda ... 166

Lampiran 3.2 Tabulasi Data Uji Coba Skala Sikap ... 172

Lampiran 4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Konflik Peran Ganda ... 174

Lampiran 4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sikap ... 177

Lampiran 5.1 Tabulasi Data Penelitian Skala Konflik Peran Ganda ... 188

Lampiran 5.2 Tabulasi Data Penelitian Skala Sikap ... 191

Lampiran 6 Analisis Data Hasil Penelitian ... Analisis Deskriptif, Uji Asumsi, Uji Hipotesis,Uji Linieritas ... 193

(18)

1

1.1

Latar Belakang Masalah

Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber makanan atau nutrisi yang paling lengkap dan alamiah bagi bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun terdapat ibu-ibu yang tidak berhasil menyusui atau berhenti menyusui lebih dini dari yang seharusnya dianjurkan. Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasuk ASI Eksklusif telah cukup gencar dilakukan, hal ini telah terbukti dengan telah dicanangkannya Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI) oleh presiden pada hari Ibu tanggal 22

Desember 1990 yang bertemakan ”Dengan ASI, kaum Ibu mempelopori

peningkatan kualitas manusia Indonesia”. Selain itu, pemerintah juga menetapkan UU Kesehatan pasal 36 No 29 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa korporasi tidak boleh melarang seorang ibu memerah ASI, apabila tidak akan dikenakan ganjaran pada korporasi tersebut. UU tersebut sudah disetujui Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Menteri Tenaga Kerja.

(19)

pengganti dengan susu formula. Banyak alasan yang dikemukakan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASI nya tidak cukup, atau ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup, melainkan karena ibu kurang percaya diri bahwa ASInya cukup untuk bayinya. Disamping informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu (Departemen Kesehatan RI, 2001: 1).

(20)

masih berada di bawah Afganistan. Berdasarkan laporan World Breastfeeding Trends Initiative (WBTI) pada tahun 2008, tingkat pemberian ASI di Afganistan sebesar 87/150, sedangkan di Indonesia hanya mencapai 57,5/150. Rendahnya angka menyusui ini sebagian besar disebabkan maraknya produksi produk susu formula yang bebas diiklankan di Indonesia sedangkan pemerintah Afganistan melarang peredaran susu formula.

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Ironisnya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui terlupakan. Dimasa sekarang ini ibu-ibu yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah keatas terutama diperkotaan, yang mana tingkat pendidikannya cukup justru tidak memberikan ASI dengan tepat (Roesli, 2000: 2).

(21)

survei dampak program gizi tahun 2004 adalah 49,78%. Hasil yang diperoleh berdasarkan data dari profil Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2005 ini rata-rata adalah 27,49%, terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2004 yang mencapai 20,18%. Namun demikian pencapaian dirasakan masih sangat rendah sekali bila dibandingkan dengan target yang diharapkan 80% bayi yang ada mendapat ASI eksklusif.

Kurangnya pengertian dan keterampilan petugas kesehatan tentang keunggulan ASI dan manfaat menyusui menyebabkan mereka mudah terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti air susu ibu (PASI), sehingga dewasa ini semakin banyak ibu bersalin memberikan susu botol yang sebenarnya merugikan mereka (Departemen Kesehatan RI, 2001: 1). Banyak ibu yang merasa bahwa kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh bayi sudah dapat diwakili oleh susu formula sehingga ASI menjadi banyak dilupakan. Adanya promosi atau iklan produk susu formula sehingga berpengaruh terhadap sikap ibu, yaitu ibu lebih tertarik terhadap promosi susu formula sehingga mendorong ibu untuk memberikan susu formula kepada bayinya (Roesli, 2000: 20).

(22)

lingkungan kerja seorang ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI secara eksklusif.

Penelitian dari Qonitatin dkk (2005). yang berjudul ”Manajemen Stress

dari Konsep Diri pada Wanita Karir yang Berperan Ganda” menyebutkan bahwa

(23)

hidupnya. Dapat dikatakan stres menimbulkan ketidakmampuan pada ibu untuk menyusui anaknya secara eksklusif.

Ibu yang bekerja dalam memberikan ASI Eksklusif sering terbentur dengan masalah disiplin kerja. Seorang pekerja dapat dikatakan berdisiplin tinggi apabila masuk kerja tepat pada waktunya dan selalu taat pada tata tertib (Anoraga, 2005:47). Hal ini seperti dilansir dalam http://www.tabloid-nakita.com/Khasanah seorang ibu yang bernama Nancy Sidharta bekerja di sebuah sekolah di Bandung sebagai guru Bahasa Inggris sering merasa susah apabila hendak menyusui anaknya yang baru berusia lima bulan. Hal ini disebabkan sekolah tempatnya bekerja tidak menyediakan ruangan khusus untuk penitipan anak atau ruangan khusus untuk menyusui anaknya. Apabila pulang ke rumah pada waktu jam istirahat kerja, waktu yang diperlukan tidak akan cukup dan dia sendiri tidak merasa enak apabila harus terlambat ke kantor untuk menyusui anaknya.

Gary A.Adams, dkk (1996) membuat penelitian yang berjudul ”

Relationships of Job and Family Involvement, Family Social Support, and

Work-Family Conflict With Job and Life Satisfaction”. Dalam penelitiannya ini, Adams,

(24)

menyusui adalah urusan antara ibu dengan anaknya. Suami dan keluarga juga memiliki peranan yang besar dalam pemberian ASI Eksklusif. Dukungan dari keluarga kepada ibu untuk melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir dipercaya Adams, dkk dapat lebih memberikan kepercayaan diri dan motivasi pada ibu.

Arinta dan Azwar (2002) dalam penelitiannya yang berjudul ”Peran Jenis

(25)

semakin kecil usia anak maka semakin besar pula resiko mengalami konflik peran ganda pada ibu, karena semakin kecil usia anak maka semakin besar pula usaha ibu dalam mengurus anaknya. Seperti misalnya ibu yang harus menyusui anaknya, sementara ada pekerjaan yang harus dikerjakan di kantor. Di satu sisi, ibu akan merasa bersalah apabila harus meninggalkan anaknya yang masih kecil namun di sisi lain harus bersikap profesional pada pekerjaannya di kantor.

(26)

pertama, dikarenakan salah satu faktornya adalah pengaruh dari TV dan maraknya peredaran susu formula (www.kompas.com).

Selain fenomena di atas, ada pula PNS dari Dinas Pertanian yang mengaku kalau hanya menyusui anaknya selama dua bulan, hal ini dikarenakan dirinya yang tertekan karena suami yang tidak mendukung dia untuk bekerja lagi. Hal ini menimbulkan stres yang cukup berat sehingga ASInya tidak keluar lagi. Ada pula seorang PNS dari Sekretariat Daerah yang tidak mau menyusui anaknya karena tidak mau repot dan berpikir dengan susu formula saja sudah cukup untuk memenuhi gizi dan nutrisi bayinya.

(27)

tahun 2003 menunjukkan 65,7 % ibu bekerja baik sebagai petani, pegawai, karyawan pabrik dan buruh. Lebih dari empat puluh lima persen diantaranya adalah ibu usia produktif dari populasi penduduk perempuan (BPS Kendal, 2002). Mayoritas ibu bekerja di pabrik ataupun bekerja ditempat lain yang memerlukan waktu lama untuk meninggalkan bayinya, mendapatkan kesulitan dalam penyusuan bayinya dan berusaha mencari cara untuk tetap bisa memberikan ASI kepada bayinya hingga ber-umur 4 hingga 6 bulan, namun banyak diantara mereka dengan terpaksa harus menghentikan penyusuan bayi dan menggantikan ASI dengan susu formula. Disamping itu mitos dan budaya dalam memberikan nutrisi pada bayi juga mempengaruhi berhasil atau tidaknya ibu dalam menyusui, misalnya kebiasaan memberikan pisang dan nasi sejak bayi lahir.

(28)

Ahmad (2005) dalam penelitiannya yang bertajuk ”Work Family Conflict among Dual-Earner Couples: Comparisons by Gender and Profession” meneliti

konflik peran ganda yang dialami oleh pekerja perempuan dalam empat profesi yang berbeda yaitu operator, dokter, perawat, dan juru ketik serta membandingkan tahap konflik yang dialami di antara pekerja tersebut dengan suami mereka. Dalam penelitiannya, Ahmad menulis Malaysia merupakan negara yang sedang merintis industrinya yang berakibat semakin besarnya buruh wanita sampai pertengahan tahun 1990an. Meskipun terjadi penurunan pada partisipasi wanita dalam dunia industri semenjak adanya resesi ekonomi pada tahun 1997, persentase dari wanita bekerja yang telah menikah adalah 64.1%, wanita bekerja lajang sebesar 34.0% pada tahun 2003 (Departemen Statistik Malaysia, 2004). Hal ini mengindikasikan adanya perpindahan dari pencari nafkah tunggal ke pencari nafkah ganda di dalam rumah tangga. Hal ini sendiri dapat menjadikan adanya konflik peran ganda apabila istri tidak mampu menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan. Adanya keinginan untuk menjadi sempurna pada kedua peran tersebut juga dapat memberikan tekanan pada istri, sehingga menyebabkan justru ketidakmampuan istri dalam menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga seperti mengurus anak maupun menjalankan karirnya.

Berdasarkan penelitian yang berjudul ”Faktor Resiko Penyebab Kegagalan

(29)

ASI nya tidak mencukupi kebutuhan bayi, adanya promosi susu formula menyebabkan ibu tertarik untuk memberikan susu formula kepada bayinya, kondisi kesehatan ibu yaitu ibu mengalami masalah dalam menyusui berupa payudara bengkak, lecet-lecet, putting susu luka, badan panas dingin, ASI keluarnya sedikit. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI Eksklusif dalam penelitian tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, faktor kejiwaan ibu, dukungan suami, dan kondisi kesehatan ibu. Berdasarkan penelitian mengenai ibu bekerja yang mempunyai bayi, diperoleh hasil bahwa Ibu yang bekerja meyebutkan alasan tidak memberikan ASI Eksklusif salah satunya karena mereka bekerja dan waktu di rumah kurang sehingga tidak bisa memberikan ASI secara eksklusif.

Namun, sebagian masyarakat kita masih sering beranggapan salah, mengira menyusui hanya merupakan urusan ibu dan bayinya. Padahal, peran suami dan keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif sangat besar, terutama terhadap motivasi, persepsi, emosi dan sikap ibu menyusui. Menurut Dr.dr. Sofie Rifayani Krisnadi, Sp.O.G.(K) seperti ditulis dalam www.pikiran-rakyat.com

(30)

mengeluarkan kotoran yang berwarna hitam (mekonium) dan pemberian kolostrum (ASI lima hari pertama) amat membantu hal itu.

Penelitian ini akan dilakukan di Lembaga pemerintah Kota Magelang, dimana subjek penelitiannya adalah ibu yang bekerja di instansi-instansi pemerintah Kota Magelang. Adapun instansi-instansi yang terkait terdiri dari Dinas, Badan, Kantor, Bagian, dan UPTD. Dinas Kota Magelang sendiri terdiri dari sepuluh dinas. Sementara badan-badan terdiri dari empat badan. Kantor-kantor Kota Magelang terdiri dari delapan Kantor-kantor. Bagian-bagian terdiri dari tujuh bagian. Sementara yang terakhir adalah UPTD yang terdiri dari dua bagian yaitu UPTD Pelayanan Satu Atap Kota Magelang dan UPTD Perpustakaan Kota Magelang.

Peneliti sendiri mengadakan penelitian di Lembaga Kota Magelang seperti yang telah dsebutkan di atas karena dianggap sudah mewakili tujuan yang ingin disampaikan oleh peneliti, yaitu ibu-ibu yang bekerja sambil menyusui anaknya. Disamping itu, lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas mempunyai jumlah pegawai wanita yang memenuhi syarat untuk penelitian ini.

(31)

ekonomi keluarga, ada tidaknya dukungan suami, adanya faktor sosial budaya pada masyarakat serta seakin gencarnya promosi susu formula.

Untuk menunjang keberhasilan program pemberian ASI eksklusif yang sedang digalakkan oleh pemerintah dan mengingat bahwa pemberian ASI eksklusif sangat penting dalam tumbuh kembang bayi, maka perlu sekali dilakukan penelitian mengenai konflik peran ganda ibu yang bekerja dan sikapnya terhadap pemberian ASI Eksklusif. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui tentang sikap dan motivasi dalam program peberian ASI Eksklusif. Sesuai latar belakang

tersebut, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “

Hubungan antara Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja Dengan Sikap terhadap

Pemberian ASI Eksklusif.”

1.2

Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, sehingga rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sikap Ibu bekerja di Lembaga Pemerintah Kota Magelang terhadap pemberian ASI Eksklusif

2. Bagaimana konflik peran ganda ibu bekerja di Lembaga Pemerintah Kota Magelang

(32)

1.3

Tujuan

Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sikap ibu bekerja di Lembaga Pemerintah Kota Magelang dalam pemberian ASI Eksklusif.

2. Untuk mengetahui konflik peran ganda ibu bekerja di Lembaga Pemerintah Kota Magelang dalam pemberian ASI Eksklusif

3. Untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda ibu bekerja dengan sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif di Lembaga Pemerintah Kota Magelang.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan informasi serta sebagai acuan untuk penelitian berikutnya mengenai konflik peran ganda Ibu bekerja dengan sikap terhadap pemberian ASI Eksklusif.

2. Manfaat Praktis

(33)

16

2.1

Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif

2.1.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan “suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan

antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah

terkondisikan” (Azwar, 1995:5).

Secord dan Backman (1964) dalam Azwar (2003:5) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar.

Menurut Mar’at (1981: 9) sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Dayaksini dan

Hudaniah (2003:95) menyebutkan bahwa “sikap sebagai predisposisi yang

(34)

positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.

Walgito (2002:110) mendefinisikan pengertian sikap sebagai organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai obyek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.

Sikap menurut Gerungan (2002:109) adalah kecenderungan terhadap suatu obyek, termasuk didalamnya terdapat kecenderungan untuk mempercayai, merasakan dan berperilaku terhadap obyek tersebut.

Reber dan Reber (2001:63) mendefinisikan sikap sebagai beberapa orientasi internal afektif yang akan menjelaskan aktivitas individu, yang mempunyai beberapa komponen seperti kognitif (termasuk didalamnya kepercayaan atau opini), afektif (emosi atau perasaan), dan konatif (disposisi untuk aktivitas).

(35)

2.1.2 Ciri-Ciri Sikap

Walgito (2002: 113) mengatakan bahwa sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu.

Adapun beberapa ciri atau sifat yang ada dalam diri individu, yaitu: 1. Sikap tidak dibawa sejak lahir.

Sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, dan sikap itu dapat terbentuk dan dibentuk sehingga sikap dapat dipelajari. Sikap juga dapat berubah karena sikap dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang ditemui oleh individu.

2. Sikap selalu berhubungan dengan obyek sikap.

Sikap selalu berhubungan dengan obyek-obyek yang proses pembentukannya diawali proses persepsi. Hubungan yang positif atau negatif individu dengan obyek akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap obyek tersebut.

3. Sikap dapat tertuju pada satu obyek saja, tetapi dapat juga tertuju pada sekumpulan obyek-obyek.

Bila individu mempunyai sikap yang negatif pada individu lain, maka individu tersebut akan mempunyai kecenderungan-kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula pada kelompok dimana individu tersebut tergabung di dalamnya.

(36)

Lama tidaknya sikap akan berpengaruh juga pada mudah atau tidaknya sikap itu berubah. Apabila sikap telah terbentuk dan telah menjadi nilai di dalam diri individu, secara relatif sikap itu akan lama bertahan dan sebaliknya.

5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.

Sikap terhadap suatu obyek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang akan bersifat positif tetapi juga dapat bersifat negatif terhadap obyek tersebut. Sikap juga mengandung motivasi, hal ini menunjukkan bahwa sikap juga mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap obyek yang dihadapinya.

Sax dalam Azwar (1995:88) menunjukkan beberapa karakteristik sikap, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tudak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek

2. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.

(37)

aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

4. Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap termaksud.

5. Sikap memiliki spontanitas, yaitu menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan Sementara itu, Gerungan (2002:151) menjabarkan ciri-ciri sikap sebagai berikut:

1. Sikap bukan dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan dari orang itu dalam hubungan dengan objeknya

2. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang atau sebaliknya sikap-sikap itu dapat dipelajari, karena itu sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.

(38)

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membeda-bedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik sikap meliputi sikap tidak dibawa sejak lahir, berhubungan dengan obyek-obyek sikap, dapat tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sementara, dapat berubah-ubah, tidak berdiri sendiri dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Selain itu sikap juga memiliki karakteristik lainnya seperti memiliki arah, intensitas, keleluasaan, konsistensi, dan spontanitas.

2.1.3 Komponen Sikap

Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen (Dayaksini dan Hudaniah, 2003: 96). Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Komponen-komponen tersebut harus saling konsisten satu sama lain sehingga terdapat pengorganisasian secara internal.

Seperti yang dikemukakan Allport dalam Dayaksini dan Hudaniah (2003: 96) bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan yang dimiliki individu tentang obyek sikapnya kemudian akan terbentuk keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.

(39)

Yaitu berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang yang bersifat evaluatif dan berhubungan dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Merupakan kesiapan individu untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komponen sikap terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif yang berisi pengetahuan dan keyakinan, komponen afektif (berisi tentang nilai-nilai), dan komponen konatif (kesiapan individu untuk beringkah laku). 2.1.4 Fungsi Sikap

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan bereaksi terhadap rangsang. sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuain reaksi reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis, sikap sering dihadapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat

emosional (Mar’at, 1981: 10).

Walgito (2002: 111) mengemukakan bahwa sikap mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Fungsi Penyesuaian atau Fungsi Manfaat

Sikap berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Sikap positif akan diberikan jika obyek digunakan individu untuk mencapai tujuan, begitu juga sebaliknya.

(40)

Individu dapat mempertahankan diri atau ego untuk mengambil sikap tertentu apabila merasa terancam.

3. Fungsi Ekspresi Nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. 4. Fungsi Pengetahuan

Individu mempunyai dorongan untuk mengerti, dengan pengalaman-pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Individu mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek yang menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap obyek sikap. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi sikap meliputi fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat, fungsi pertahanan ego, fungsi ekspresi nilai, dan fungsi pengetahuan.

2.1.5 Pembentukan Sikap

Sherif dan Sherif (1956) dalam Dayaksini dan Hudaniah (1993: 98) bahwa “sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang

diberikan”. Sebagai hasil dari belajar, sikap tidak terbentuk dengan

sendirinya karena pembentukan sikap akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu.

Sikap terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu (Azwar, 2001: 30). Beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu:

(41)

Segala sesuatu yang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi tanggapan dan pemahaman kita terhadap stimulus sosial. Agar dapat memiliki tanggapan dan pemahaman, individu harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis.

2. Pengaruh Orang Lain yang dianggap Penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Orang yang dianggap penting, orang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita, orang yang tidak ingin kita kecewakan atau orang yang berarti khusus bagi kita (signifikan other) akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

3. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembentukan sikap individu. Azwar (2003: 34) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang.

4. Media Massa

(42)

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. 6. Faktor Emosional

Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan tahan lama.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu dan faktor di luar individu yang keduanya saling berinteraksi, dimana proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu.

2.2

ASI Eksklusif

2.2.1 Pengertian ASI

(43)

ASI merupakan makanan yang paling baik bayi karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek, yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak (Soetjiningsih, 1997: 3)

Dari uraian diatas ASI merupakan makanan terbaik yang diberiakan oleh Ibu bagi bayi dan mempunyai komposisi yang cukup dapat memenuhi kebutuhannya dalam kurun waktu 3-4 bulan pertama. 2.2.2 Komposisi ASI

ASI memiliki komposisi yang didalamnya mengandung kandungan gizi yang sangat tinggi. Adapun komponen ASI adalah sebagai berikut: 1. Kolostrum

Kolostrum (susu awal) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran bayi, berwarna kekuningan dan lebih kental, karena mengandung banyak vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi (Soetjiningsih, 1997: 20).

2. Air Susu Masa Peralihan

ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yng matang. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi,volume akan makin meningkat ( Roesli, 2000: 25).

(44)

dari hari ke 4 sampai hari ke 10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke 3.

3. Air Susu Matur

Air susu matur merupakan ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, komposisi relatif konstan (ada pula yang menyatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan baru mulai minggu ke 3 sampai ke 5). Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan (Soetjiningsih, 1997: 22).

Menurut uraian diatas, dapat disimpulkan apabila komposisi ASI terdiri atas kolostrum, air susu masa peralihan, dan air susu matur.

2.2.3 Kandungan Zat Gizi dalam ASI

ASI, berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan mempunyai kandungan zat gizi yang sangat berguna bagi tubuh anak.

Adapun kandungan zat gizi dalam ASI adalah sebagai berikut: 1. Protein

(45)

2. Lemak

Lemak ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi, terutama asam lemak tak jenuh, asam lemak rantai panjang dan kolesterol. Bentuk emulsi lemak lebih sempurna karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida dan monogliserida sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap. Disamping itu lemak ASI merupakan sumber kalori dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (Soetjiningsih, 1997: 25).

3. Karbohidrat

Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI mengandung lebih banyak laktosa dibandingkan dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30 lebih banyak dari susu sapi (Roesli, 2000: 29).

4. Vitamin

Vitamin merupakan zat gizi yang esensial. Kekurangan vitamin tertentu dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu. Sebaliknya pemberian vitamin yang berlebihan dalam jangka panjang akan mengakibatkan keracunan dan gangguan kesehatan.

5. Mineral

(46)

yang terkandung dalam ASI adalah Fe. Fe dalam ASI terikat dengan protein, sehingga selain absorbsinya lebih mudah juga kuman yang memerlukan Fe sukar untuk berkembang biak. ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.

6. Air

Kira-kira 88% dari ASI terdiri dari air. Air ini berguna untuk melarutkan zat-zat yang terdapat didalamnya. ASI merupakan sumber air yang secara metabolik aman. Air yang relatif tinggi dalam ASI akan meredakan rangsangan haus dari bayi (Soetjiningsih, 1997: 25).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan kandungan zat gizi ASI terdiri dari protein, karbohidrat, vitamin, lemak, mineral, dan air.

2.2.4 Manfaat ASI

Manfaat dari ASI menurut (Roesli, 2000: 31) adalah sebagai berikut:

1. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi selama 3-4 bulan.

2. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal

3. Mengandung berbagai zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya infeksi

(47)

5. Berfungsi menjarangkan kelahiran (membantu KB). Dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan. 6. Tidak memerlukan persiapan khusus

7. Terlindung dari kotoran dan penularan kuman-kuman penyakit (asalkan ibu sehat dan pandai menjaga kebersihan)

8. Mudah dihisap oleh anak

9. Suhu sudah sesuai dengan kebutuhan bayi apabila ibu dalam keadaan sehat

10. Mengandung beragam zat penolak penyakit yang tidak terdapat pada susu buatan

11. Terjalin hubungan batin yang bersifat perlindungan dan kasih sayang secara langsung antara ibu dan bayi

12. Ekonomis dan praktis karena tidak usah menyisihkan anggaran khusus untuk membeli susu formula

2.2.5 Pengertian ASI Eksklusif

Menurut Roesli (2000: 3), ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.

2.2.6 Manfaat ASI Eksklusif

ASI Ekslusif dapat memberikan manfaat bagi bayi maupun bagi ibu, yaitu sebagai berikut:

(48)

Menurut Roesli (2000:15) manfaat ASI Eksklusif bagi bayi adalah sebagai berikut:

1. ASI dapat menjadi sumber nutrisi

2. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi 3. Meningkatkan kecerdasan

4. Meningkatkan jalinan kasih sayang antra ibu dan anak 2.2.6.2 Manfaat ASI Eksklusif bagi Ibu

Menurut Roesli (2000:16), manfaat ASI Eksklusif bagi Ibu adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan 2. Mengurangi terjadinya anemia

3. Menjarangkan kehamilan 4. Mengecilkan rahim

5. Mengurangi resiko terkena kanker 6. Lebih ekonomis dan murah

7. Tidak merepotkan dan hemat waktu 8. Praktis

9. Memberi kepuasan bagi ibu 10.Lebih cepat langsing

2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Menurut Suradi (2002: 23) ada beberapa faktor yang

(49)

2.2.7.1Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri

Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri meliputi: 1. Tingkat pendidikan ibu

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang pengasuhan dan perawatan anak. Bagi ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi sehingga dapat menambah pengetahuan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Roesli, 2000: 15)

2. Pengetahuan ibu tentang ASI

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (Depdikbud, 2001).

Pada umumnya para ibu dari golongan sosial ekonomi rendah mempunyai pengetahuan tentang ASI yang terbatas. Rendahnya tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi dalam mengetahui dan memahami pengetahuan mengenai gizi. Informasi tentang ASI perlu untuk ibu-ibu untuk mendukung dalam menyusui bayinya dengan sukses (Suradi dkk, 1992: 71).

(50)

manfaat ASI sehingga ibu tersebut bisa menyusui anaknya secara eksklusif.

Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagi ibu hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat memberikan perawatan terbaik pada bayinya dan bagi bayi berarti bukan saja kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan cara perawatan yang optimal (Roesli, 2000: 2)

3. Faktor kejiwaan ibu

Rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui ataupun memproduksi ASI yang mencukupi untuk bayi, besar pengaruhnya bagi keberhasilan menyusui. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu. Kemauan yang besar dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI (Roesli, 2000: 22)

4. Pekerjaan ibu

(51)

Pada masyarakat dimana ibu bekerja, hal ini sering menjadikan alasan ibu tidak menyusui bayinya secara eksklusif. Padahal menurut Roesli (2000: 38), bekerja bukan alasan yang menghentikan pemberian ASI secara eksklusif, meskipun cuti melahirkan hanya tiga bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja seorang ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI secara eksklusif.

Pada ibu-ibu yang bekerja, ASI bisa diperah setiap tiga sampai empat jam sekali untuk disimpan dalam lemari pendingin. ASI dapat bertahan di udara terbuka, di ruangan biasa selama 5 sampai 6 jam, di lemari pendingin (kulkas) selama 2x24 jam, sementara di freezer bisa bertahan sampai sebulan.

5. Kondisi Kesehatan Ibu

Adanya gangguan kesehatan dan kelainan payudara pada ibu seperti puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, radang payudara dan kelainan anatomis pada putting susu ibu sehingga membuat ibu kesukaran dalam memberikan ASI secara eksklusif (Soetjiningsih, 1997: 105).

2.2.7.2 Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga

Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga meliputi: 1. Tingkat ekonomi keluarga

(52)

berupa makanan yang bergizi seimbang. Gizi yang seimbang akan menjadikan kondisi ibu prima. Gizi yang seimbang cenderung dapat dipenuhi oleh kelurga yang berpenghasilan cukup (Suradi, 2002: 36). 2. Dukungan suami

Suami merupakan pendukung terbaik bagi ibu muda yang menyusui. Bila suami bersedia, ia dapat menolong dalam hal. Suami dapat memberitahu istrinya bahwa ia ingin istrinya menyusui dan mengatakan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi (King, 1991: 4)

Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif dengan jalan memberikan dukungan secara emosional kepada istri dan memberikan bantuan-bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau menyendawakan bayi. Pengertian tentang perannya yang penting ini merupakan langkah pertama bagi seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar barhasil menyususi secara eksklusif (Roesli, 2000: 44).

2.2.7.3Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat 1. Faktor sosial dan budaya masyarakat

(53)

daerah pedesaan sering dijumpai adanya mitos tentang larangan seorang ibu hamil untuk menyusui bayinya.

2. Promosi susu formula

Adanya promosi atau iklan produk susu formula sehingga berpengaruh terhadap sikap ibu. Yaitu Ibu lebih tertarik terhadap promosi susu formula sehingga mendorong ibu untuk memberikan susu formula kepada bayinya (Roesli, 2000: 20).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif diantaranya adalah tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI, faktor kejiwaan ibu, pekerjaan ibu, kondisi kesehatan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dukungan suami, faktor sosial dan budaya masyarakat serta promosi susu formula

2.2.8 Sikap Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI Eksklusif merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antipasif, presdisposisi atau kecenderungan pada ibu bekerja untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, yang bersifat positif atau negatif yang terdiri dari komponen perasaan, pemikiran, dan presdisposisi tindakan (berupa kognitif, afeksi, dan konatif) seseorang terhadap pemberian ASI Eksklusif.

2.3

Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja

(54)

Wanita yang bekerja di luar rumah harus berperan sebagai ibu rumah tangga sekaligus berperan untuk mencari nafkah bagi keluarga. Hal ini menyebabkan wanita dituntut untuk berperan ganda. Apabila wanita berusaha untuk terlalu sempurna untuk berperan sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir maka dapat menimbulkan konflik peran ganda yang tidak diinginkan. Konflik muncul ketika seseorang berada dibawah tekanan untuk memberikan respon pada saat yang bersamaan dua atau lebih dorongan yang tidak cocok.

Menurut Sarnoff (1960) dalam Sarwono (2004: 160), konflik dapat terjadi apabila ada dua motif yang bekerja pada satu saat yang sama.

Menurut Fisher, dkk (2004: 4), konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.

Definisi konflik juga dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2002: 194), yaitu sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka.

(55)

Sementara itu, peran menurut Biddle dan Thomas (1966) dalam Sarwono (2004:215) membagi peristilahan peran menjadi empat golongan, yaitu orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial, perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut, kedudukan orang-orang dalam perilaku dan kaitan antara orang-orang dan perilaku.

Rowat dan Rowat (1990: 130) menyatakan bahwa peran ganda wanita bekerja adalah peran wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga sekaligus sebagai seorang pekerja.

Woffman (1998: 29) mendefinisikan peran ganda sebagai dua peran atau lebih yang dijalankan dalam waktu yang bersamaan dengan peran tradisional wanita sebagai istri dan ibu, seperti menjadi pendamping suami, mengasuh dan mendidik anak, serta mengelola kebutuhan rumah tangga.

Arivia (2000: 5) menyebutkan bahwa peran ganda wanita adalah saat dimana wanita menjalankan peran sebagai pegawai dan pada saat bersamaan wanita tersebut juga merawat anak dan mengurus rumah tangganya.

Konflik peranan menurut Gibson, dkk (1995: 258-259) adalah ketidak mampuan bagi seseorang menghadapi suatu situasi kejadian simultan (bersamaan) dari dua atau lebih tuntutan peranan, di mana prestasi yang satu menghalangi prestasi lainnya.

(56)

yang pemenuhan salah satu peran dapat menghasilkan kesulitan pemenuhan peran lain bagi seseorang.

Frone (1992:68) menyatakan bahwa konflik peran ganda adalah bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal dimana pemenuhannya dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan.

Ibu bekerja menurut Sobur (1988:80) adalah wanita yang sudah menikah, mempunyai anak dan bekerja di luar rumah.

Woffman (1995:24), memberikan definisi bahwa ibu bekerja merupakan kaum wanita yang bekerja di luar rumah dan mereka sudah berkeluarga.

Soedarto dalam Setiasih (2005: 20) menytakan ibu bekerja adalah ibu yang memiliki kegiatan secara publik atau bekerja di luar sektor domestik dan mempunyai jadwal untuk mengembangkan hidupnya baik secara fisik maupun psikis.

Menurut Ihromi (1990: 185), alasan utama dari ibu yang memutuskan untuk bekerja adalah menambah penghasilan keluarga dan untuk mempunyai penhasilan sendiri dan beberapa orang mengemukakan agar dapat berkembang dan mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Sedangkan Lestari dalam Ihromi (1990: 79) memberikan pengertian peran ganda sebagai adanya konsep dualisme kultural yakni adanya konsep domestic sphere (lingkungan domestik) dan public sphere

(57)

lingkungan yang tidak pernah lepas dari kodratnya sebagai ibu yang melahirkan, menyusui, membimbing, mendidik, mengasuh anak dan mendampingi suami. Sedangkan lingkungan publik adalah lingkungan pekerjaan di luar rumah yang diakui secara formal di masyarakat seperti kedudukan, prestise, kepuasan, gaji dan status sosial.

Berdasarkan uraian diatas, maka konflik peran ganda ibu bekerja adalah sebuah suatu situasi dimana wanita yang telah menikah dan mempunyai anak mengalami suatu kesulitan dalam menghasilkan pemenuhan dua atau lebih peran antara pekerjaan dan keluarga sehingga menghalangi prestasi satu dengan prestasi lainnya karena sasaran yang tidak sejalan dan seimbang dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.2 Aspek-Aspek Konflik Peran Ganda

Adapun aspek-aspek konflik peran ganda menurut Azwar dan Arinta (1993: 22) adalah sebagai berikut:

1. Pengasuhan Anak

Pada aspek ini, ibu yang bekerja dapat menjalankan tugasnya dapat mengasuh anaknya dengan baik. Dalam hal ini adalah memberikan ASI Eksklusif. Sering ibu merasa bersalah karena meninggalkan anak untuk bekerja apalagi tidak ada pihak yang dapat diandalkan untuk mengasuh. 2. Bantuan pekerjaan rumah tangga

(58)

berat, adanya ketidakadilan, rekan-rekan kerja yang sulit bekerjasama, waktu kerja yang panjang, dan ketidaknyamanan psikologis lainnya. Kondisi ini akan membuat ibu merasa lelah secara psikis dan fisik, sementara masih ada pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukan di rumah.

3. Komunikasi dan interaksi dengan suami dan anak

Pada aspek ini, komunikasi dan interaksi dengan suami merupakan hal yang penting. Faktor komunikasi dan interaksi dapat menjadi penyebab konflik ketika istri dengan suami tidak mau saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal. Terjadinya salah pengertian ketika berkomunikasi juga dapat menyebabkan konflik. .

4. Waktu untuk keluarga

Dalam hal ini, istri harus mampu menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dengan keluarga. Istri harus tahu kapan waktu untuk keluarga dan pekerjaan.

5. Penentuan prioritas

Istri harus dapat menentukan prioritas antara pekerjaan dan keluarga. Mana keadaan yang lebih penting istri harus tahu, yaitu saat harus bersikap profesional dan pada saat keluarga harus diperhatikan. 6. Tekanan karir

Konflik peran ganda dapat terjadi salah satunya apabila terdapat tekanan karir dalam diri individu. Pekerjaan yang terus menerus dapat membuat ibu kehilangan prioritasnya untuk keluarga.

(59)

Tekanan keluarga juga dapat menyebabkan konflik peran ganda. Keluarga pastinya ingin agar istri lebih fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu rumah tangga yang baik.

8. Pandangan suami terhadap peran ganda wanita

Suami mempunyai pandangan yang berbeda-beda terhadap istri yang memiliki peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir. Pandangan yang positif dari suami tentang peran ganda istri akan membantu istri dalam menjalankannya. Sementara apabila suami memiliki pandangan negatif terhadap peran ganda istrinya, dapat menimbulkan konflik peran ganda pada istri.

Menurut Adams, dkk (1996: 415), konflik peran ganda dapat dijelaskan melalui aspek-aspek sebagai berikut:

1. Tekanan dalam pekerjaan

Setiap istri yang memiliki peran ganda terkadang merasa tertekan dalam pekerjaannya apabila tidak ada komitmen antara pekerjaan dengan rumah tangga. Hal ini dapat menyebabkan ketidakprofesionalan dalam bekerja.

2. Tekanan dalam keluarga

Suami dan anak merupakan elemen yang terpenting bagi istri. Namun terkadang kekurang pahaman suami dan anak membuat istri bingung dalam menentukan fokus sehingga terjadi tekanan dalam keluarga.

(60)

Terkadang setelah bekerja di luar, istri merasa lelah untuk melakukan pekerjaan rumah tangga apalagi dengan tidak adanya bantuan dari keluarga.

4. Pemeliharaan emosi

Emosi yang stabil membuat istri dapat lebih tenang dalam menjalankan peran gandanya, karena dapat berpikir dengan tenang dalam menyelesaikan setiap masalah.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka aspek-aspek konflik peran ganda adalah pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan suami dan anak, waktu untuk keluarga, penentuan prioritas, tekanan karir, tekanan keluarga, pandangan suami terhadap peran ganda wanita.

2.3.3 Gejala-gejala yang Menyertai Konflik Peran Ganda

Shaevitz (1991:93) menyatakan bahwa sering terjadi keletihan pada istri yang bekerja, istri juga harus bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak dan tanggung jawab rumah tangga sehingga istri menjadi kekurangan waktu untuk beristirahat. Adapun gejala-gejala yang menyertai konflik peran ganda adalah sebagai berikut:

1. Rasa Bersalah

(61)

2. Kegelisahan

Istri yang berperan ganda dengan jumlah jam kerja rata-rata 6-8 jam per hari merasa tidak nyaman dan ingin mempersingkat jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat konflik peran ganda yang dialaminya.

3. Keletihan

Istri yang berperan ganda sering merasa keletihan karena adanya beban tanggung jawab terhadap pekerjaan dan rumah tangga dalam waktu bersamaan, sehingga mengurangi waktu luang istri untuk beristirahat.

4. Frustrasi

Istri yang berperan ganda yang merasa bingung antara mendahulukan kepentingan keluarga dan kepentingan pekerjaan akan menimbulkan rasa frustrasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan gejala-gejala yang menyertai konflik peran ganda adalah rasa bersalah, kegelisahan, keletihan, dan frustrasi.

2.3.4 Komponen-komponen Konflik Peran Ganda

(62)

1. FIW (Family Interference with Work)

Pada komponen ini, konflik peran ganda dapat muncul apabila urusan keluarga mengganggu pekerjaan. Bentuk konflik peran ganda ini merupakan bentuk konflik antar peran dimana tuntutan umum peran, waktu yang dicurahkan dan ketegangan yang muncul di dalam keluarga dapat mengganggu pelaksanaan tanggung jawab dalam pekerjaan.

Contoh: ketika anak sedang sakit mengakibatkan ibu tidak dapat hadir di kantor sehingga mengganggu urusan kantor.

2. WIF (Work Interference with Family)

Pada komponen ini, konflik peran ganda dapat muncul apabila urusan pekerjaan mengganggu urusan keluarga. Bentuk konflik peran ganda ini merupakan bentuk konflik antar peran dimana tuntutan umum peran, waktu yang dicurahkan dan ketegangan yang muncul di dalam pekerjaan mengganggu pelaksanaan tanggung jawab dalam keluarga.

Contoh; pada waktu ibu bekerja di kantor dalam waktu yang lama maka urusan pekerjaan rumah tangga akan menjadi terbengkalai. Menurut Greenhause dan Bautell (1985) dalam Kussudyarsana dan Soepatini (2008: 130), terdapat tiga jenis konflik peran ganda, yaitu: 1. Konflik Berdasarkan Waktu (Time-based Conflict)

(63)

pekerjaan) dapat mengganggu atau mencampuri pemenuhan tanggung jawab pada peran lain. Contoh : apabila ibu terlambat pulang kantor maka waktu untuk keluarga akan berkurang atau ibu yang merawat anaknya yang sakit maka pekerjaan di kantor akan menjadi tertunda. 2. Konflik Berdasarkan Tekanan (Strain-based Conflict)

Konflik jenis ini terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. Contoh : adanya tekanan kecemasan dan kemarahan di kantor menyebabkan berkurangnya perhatian sebagai orang tua atau sebagai istri di rumah.

3. Konflik Berdasarkan Perilaku (Behaviour-based Conflict)

Konflik ini berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua peran. Tuntutan umum peran, seperti tanggung jawab, kebutuhan, harapan, tugas dan komitmen yang berkaitan dengan kedua peran tersebut. Contoh: di rumah, ibu dituntut untuk memainkan peran pasif yang harus selalu siap memberikan bantuan pada keluarganya sementara di tempat kerja, ibu diharapkan menjadi seseorang yang agresif dan tahu bagaimana menjaga diri sendiri.

2.3.5 Faktor-faktor Penyebab Konflik Peran Ganda

(64)

kepentingan yang lain. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan konflik peran ganda adalah sebagai berikut:

1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang dapat dipercaya, dari interaksi tersebut, individu itu akan menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya.Dukungan sosial dalam hal ini adalah dukungan suami terhadap peran istri di rumah maupun di kantor. Menurut Russel dan Filzgibbons (1982) dalam Nilakusmawati (2008: 5), beberapa kaum pria mempunyai kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa beberapa wanita berpenghasilan lebih besar daripada mereka. Sehingga dukungan suami merupakan bagian dari dukungan sosial dan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi konflik peran ganda.

2. Jam kerja

Dalam penelitian Moen dan McClain (Arinta dan Azwar, 1993:22), terbukti bahwa wanita yang bekerja full time menginginkan mempersingkat jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat konflik peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan wanita yang bekerja

part time.

3. Asertivitas atau sikap tegas ibu

Shaevitz (1991: 119) menyatakan bahwa banyak istri bekerja

(65)

sekali mengatakannya dan mengetahui bahwa penolakan itu tepat. Hal ini dapat membebani istri.

4. Pola Pengasuhan Anak

Munandar (1985: 76) berpendapat bahwa pola-pola pengasuhan yang berorientasi pada nilai-nilai tradisional bila dianut secara kaku oleh istri bekerja lebih mempertajam konflik peran ganda dalam kehidupan mereka, maka istri diwajibkan untuk menjadi social agent

dalam perkembangan kepribadian anak mereka. Gutek, dkk, Voydanoff dan Donelly, Wolfman dalam Arinta dan Azwar (1993: 20) menyatakan bahwa konflik peran ganda dapat disebabkan oleh masih kuatnya peran tradisional wanita sebagai ibu rumah tangga yang dalam hal ini juga termasuk diantaranya pengasuhan anak.

5. Jumlah Anak

Ihromi (1990: 25) mengatakan bahwa jumlah anak dianggap merupakan salah satu pertimbangan individu untuk bekerja mencari nafkah, karena dengan jumlah anak yang lebih banyak akan semakin besar pula tanggung jawab mengurus anak sehingga waktu istri akan lebih terbatas.

(66)

2.4

Dinamika Psikologis

Berdasarkan penelitian yang berjudul ”Faktor Resiko Penyebab Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif (Studi Kualitatif Di Kelurahan Tambakrejo Kecamatan

Purworejo Kabupaten Purworejo Tahun 2006)” yang dilakukan oleh Hermawati

(2006) diketahui bahwa bahwa kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan oleh kesibukan ibu, faktor kejiwaan dalam diri ibu yaitu takut kalau ASI nya tidak mencukupi kebutuhan bayi, adanya promosi susu formula menyebabkan ibu tertarik untuk memberikan susu formula kepada bayinya, kondisi kesehatan ibu yaitu ibu mengalami masalah dalam menyusui berupa payudara bengkak, lecet-lecet, putting susu luka, badan panas dingin, ASI keluarnya sedikit. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI Eksklusif dalam penelitian tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, faktor kejiwaan ibu, dukungan suami, dan kondisi kesehatan ibu. Berdasarkan penelitian mengenai ibu bekerja yang mempunyai bayi, diperoleh hasil bahwa Ibu yang bekerja meyebutkan alasan tidak memberikan ASI Eksklusif salah satunya karena mereka bekerja dan waktu di rumah kurang sehingga tidak bisa memberikan ASI secara eksklusif.

Sedangkan penelitian dari Qonitatin dkk. (2006) yang berjudul

”Manajemen Stress dari Konsep Diri pada Wanita Karir yang Berperan Ganda”

(67)

sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa adanya peran yang harus dijalankan seorang wanita seperti peran dalam keluarga atau perkawinannya dan pekerjaannya sering kali menimbulkan konflik sebagai akibat tuntutan yang berbeda dari peran-peran tersebut misalnya, di satu sisi peran jenis kelaminnya menuntut untuk dapat mengasuh anaknya, melayani suaminya, tetapi di sisi lain ia memiliki tanggung jawab dalm karirnya yang harus dipenuhi. Dengan kondisi demikian, menjadi wajar apabila wanita yang berperan ganda dapat memenuhi konflik dalam memenuhi seluruh perannya.

Arinta dan Azwar (1993) dalam penelitiannya yang berjudul ”Peran Jenis

Androgini dan Konflik Peran Ganda pada Ibu Bekerja” mengemukakan konflik

(68)

menemukan adanya tekanan dan stress pada orang tua yang memiliki anak usia pra sekolah, karena keterlibatan orang tua dengan anak cenderung lebih tinggi pada saat anak-anak masih kecil. Jadi dengan bertambahnya usia anak dapat memperkecil adanya konflik peran ganda.

Sementara Wulanyani dan Sudiajeng (2006) daam penelitiannya yang

berjudul ”Stres Kerja Akibat Konflik Peran Pada Wanita Bali” menyatakan stres

kerja dapat ditimbulkan dari faktor fisik dan psikologis. Salah satu aspek dalam faktor psikologis adalah adanya konflik peran pada wanita. Dalam pengukurannya yang menggunakan kuesioner dari konlik peran ganda yang mana aspek-aspeknya a

Gambar

Gambar 2.2 Bagan Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Sikap dalam Pemberian
Tabel 3.1 Rincian Populasi
Tabel 3.2 Kriteria Jawaban dan Cara Penilaian
Tabel 3.4  Kriteria Jawaban dan Cara Penilaian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Provinsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% penambahan probiotik dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan patin dan kelulushidupan

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal terbitnya karena tidak dikirimkan copy PEB yang dibuktikan dengan pengiriman copy PEBkepada LVLK, maka

pengumpulan data, analisis data dan pengujian hipotesis maka dapat ditarik kesimpulan umum bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kepemimpinan kepala

• Pengaturan pegawai puskes utk mengisi struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) puskesmas disertai pembagian tugas,.. tanggung jwb & tupoksi SERTA pengaturan &

data dengan leluasa sehingga dapat diperoleh informasi yang dibutuhkan. Informasi yang dimaksud adalah tentang setrategi guru PAI dalam. meningkatkan pemebelajaran

Bank Danamon akan menginformasikan setiap perubahan manfaat, biaya, risiko kepada Nasabah melalui media komunikasi yang tersedia pada Bank dan dalam hal Nasabah tidak

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, besarnya masukan energi pada proses pengolahan di setiap tahapan proses mulai dari pelayuan pucuk teh, penggilingan dan