• Tidak ada hasil yang ditemukan

Virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus (Npv) Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli Di Rumah Kaca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus (Npv) Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli Di Rumah Kaca"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

VIRULENSI NUCLEAR POLYHEDROSIS VIRUS (NPV) TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) PADA

TANAMAN TEMBAKAU DELI DI RUMAH KACA

S K R I P S I

Oleh:

ADE SARTIKA RIMADHANI 080302004

HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

VIRULENSI NUCLEAR POLYHEDROSIS VIRUS (NPV) TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) PADA

TANAMAN TEMBAKAU DELI DI RUMAH KACA

S K R I P S I

Oleh:

ADE SARTIKA RIMADHANI 080302004

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatra Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S) (Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, M.S

Ketua

Anggota

)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRACT

Ade Sartika Rimadhani, ”The Virulence of Nuclear Polyhedrosis Virus

(NPV) of Larvae Tobacco Caterpillar (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) On Deli Tobacco In Glasshouse”, under supervised by

Darma Bakti and Maryani Cyccu Tobing. This research was to study the virulence of NPV of larvae S. litura on Deli tobacco in Glasshouse. This research was

carried out at Central Research Deli Tobacco Sampali PTPN II Medan since May-September 2012. The method of this research was Randomized Complete

Design Factorial which consists stages of larvae (2nd and 4th instar) and the number of virus suspenses (10, 20, and 30 larvae infected virus/1 l water) with three replication.

The result showed that highest percentage mortality (91,67%) was found in treatment 2nd instar with suspense 30 larvae infected virus/1 l water and the lowest percentage (0%) on control. The highest percentage of damage intensity (33,06%) was control and the lowest percentage (15,58%) on suspense 30 larvae infected virus/1 l water. The fastest incubation period (1,67 days) in the treatment 4th instar are 1,67 days and suspense of 30 larvae infected virus/1 l water are 1,83 days and the lowest in the treatment 2nd instar are 2,58 days and control didn’t showed symptoms infection.

(4)

ABSTRAK

Ade Sartika Rimadhani, “Virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli di Rumah Kaca”, di bawah bimbingan Darma Bakti dan Maryani Cyccu Tobing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) terhadap ulat grayak pada tanaman tembakau Deli di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II Sampali Medan pada bulan Mei-September 2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial terdiri dari stadia larva (Instar 2 dan 4), dan banyaknya suspensi larva terinfeksi virus (10, 20, dan 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air) dengan tiga ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas tertinggi (91,67%)

terdapat pada perlakuan instar 2 dengan suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air dan terendah pada perlakuan kontrol (0%). Intensitas serangan

tertinggi (33,06%) pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air (15,58%). Periode inkubasi tercepat pada perlakuan instar 4 yaitu 1,67 hari dan suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air yaitu 1,83 hari sedangkan paling lama pada perlakuan instar 2 yaitu 2,58 hari dan kontrol tidak ada menunjukkan gejala.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Ade Sartika Rimadhani, lahir pada tanggal 31 Maret 1990 di Tanjung

Balai, putri dari Ayahanda Hermanto dan Ibunda Fitrinasari Siregar. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan dan Pengalaman

1. Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 112265 Damuli Kebun pada tahun 2002

2. Lulus dari SMP Negeri 2 Kualuh Selatan pada tahun 2005

3. Lulus dari SMA Negeri 1 Kualuh Selatan pada tahun 2008

4. Pada tahun 2008 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Departemen Agroekoteknologi melalui jalur PMP.

5. Tercatat sebagai anggota IMAPTAN (Ikatatan Mahasiswa Perlindungan

Tanaman) Departemen FP-USU tahun 2008-2012

6. Tahun 2010/2011, 2011/2012 sebagai asisten Laboratorium Dasar

Perlindungan Tanaman Sub Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan FP USU.

7. Pernah mengikuti seminar seperti:

- Anggota Komunikasi Muslim HPT (KOMUS HPT) 2008-2012

- Seminar nasional dan Rapat Tahunan BKS-PTN Wilayah Barat Bidang

Ilmu Pertanian tahun 2012

- Seminar Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan,

(6)

- Seminar optimalisasi Sistem Pertanian Untuk Menekan Dampak

Perubahan Iklim Guna Terwujudnya Pertanian Berkelanjutan tahun

2010

- Seminar Ketahanan Pangan Nasional di Medan pada tahun 2011.

- Seminar Police Goes To Campus di USU Medan tahun 2011.

- Mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT PP London Sumatera

Unit Kebun Bah Lias Kab. Simalungun pada bulan Juli 2011.

- Melaksanakan penelitian skripsi di Balai Penelitian Tembakau Deli

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli di Rumah Kaca” yang merupakan salah satu

syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M. S., selaku Ketua dan

Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, M. S., selaku Anggota

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf

Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) PT. Perkebunan Nusantara 2 Sampali,

yang telah memberikan tempat dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan tulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsiini dapat

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2012

(8)

DAFTAR ISI

Mekanisme Infeksi dan Gejala Serangan Serta Penyebaran NPV ... 11

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Virus ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 18

(9)

Periode Inkubasi Larva (Hari) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Mortalitas (%) ... 23 Intensitas Serangan (%) ... 26 Periode Inkubasi Virus Dalam Tubuh Larva (Hari) ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 30 Saran ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hlm

1. Beda Uji Rataan Pengaruh Stadia Larva Terhadap Persentase

Mortalitas (%) ... 22

2. Beda Uji Rataan Pengaruh Banyaknya Suspensi Larva Yang

Terinfeksi Virus Terhadap Persentase Mortalitas (%) ... 23

3. Beda Uji Rataan Persentase Interaksi Antara Stadia Larva dan

Banyaknya Suspensi Larva Yang Terinfeksi Virus ... 24

4. Beda Uji Rataan Pengaruh Banyaknya Supensi Larva Yang Terinfeksi Virus Terhadap Intensitas Serangan (%) ... 26

5. Beda Uji Rataan Pengaruh Stadia Larva Terhadap Periode Inkubasi Virus dalam Tubuh Larva ... 24

6. Beda Uji Rataan Pengaruh Banyaknya Suspensi Larva Yang

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hlm

1. Telur S. litura ... 5

2. Larva S. litura ... 6

3. Pupa S. litura ... 6

4. Imago S.litura ... 7

5. Gejala serangan S. litura ... 7

6. Diagram inclusion bodies NPV ... 8

7. Mekanisme infeksi NPV ... 9

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hlm

1. Bagan Penelitian ... 33

2. Deskripsi Tanaman Tembakau Deli ... 34

3. Foto Penelitian ... 35

4. Persentase Mortalitas ... 38

5. Intensitas Serangan ... 42

(13)

ABSTRACT

Ade Sartika Rimadhani, ”The Virulence of Nuclear Polyhedrosis Virus

(NPV) of Larvae Tobacco Caterpillar (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) On Deli Tobacco In Glasshouse”, under supervised by

Darma Bakti and Maryani Cyccu Tobing. This research was to study the virulence of NPV of larvae S. litura on Deli tobacco in Glasshouse. This research was

carried out at Central Research Deli Tobacco Sampali PTPN II Medan since May-September 2012. The method of this research was Randomized Complete

Design Factorial which consists stages of larvae (2nd and 4th instar) and the number of virus suspenses (10, 20, and 30 larvae infected virus/1 l water) with three replication.

The result showed that highest percentage mortality (91,67%) was found in treatment 2nd instar with suspense 30 larvae infected virus/1 l water and the lowest percentage (0%) on control. The highest percentage of damage intensity (33,06%) was control and the lowest percentage (15,58%) on suspense 30 larvae infected virus/1 l water. The fastest incubation period (1,67 days) in the treatment 4th instar are 1,67 days and suspense of 30 larvae infected virus/1 l water are 1,83 days and the lowest in the treatment 2nd instar are 2,58 days and control didn’t showed symptoms infection.

(14)

ABSTRAK

Ade Sartika Rimadhani, “Virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli di Rumah Kaca”, di bawah bimbingan Darma Bakti dan Maryani Cyccu Tobing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui virulensi Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) terhadap ulat grayak pada tanaman tembakau Deli di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II Sampali Medan pada bulan Mei-September 2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial terdiri dari stadia larva (Instar 2 dan 4), dan banyaknya suspensi larva terinfeksi virus (10, 20, dan 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air) dengan tiga ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas tertinggi (91,67%)

terdapat pada perlakuan instar 2 dengan suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air dan terendah pada perlakuan kontrol (0%). Intensitas serangan

tertinggi (33,06%) pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air (15,58%). Periode inkubasi tercepat pada perlakuan instar 4 yaitu 1,67 hari dan suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/1 liter air yaitu 1,83 hari sedangkan paling lama pada perlakuan instar 2 yaitu 2,58 hari dan kontrol tidak ada menunjukkan gejala.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tembakau Deli saat ini masih menjadi primadona tembakau cerutu, yang

kegunaannya lebih diutamakan untuk pembungkus cerutu. Daun tembakau Deli

dikenal sebagai pembungkus cerutu nomor satu di dunia, sehingga tetap

dibutuhkan oleh pabrik penghasil cerutu berkualitas tinggi (Erwin, 2000).

Gangguan hama dan penyakit pada tembakau Deli merupakan salah satu

masalah penting yang senantiasa dihadapi pada setiap musim tanam tembakau.

Gangguan ini dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar, tidak saja terhadap

produksi tetapi juga terhadap kualitas tembakau itu sendiri. Seperti di ketahui

bahwa tembakau Deli harus dapat memenuhi beberapa persyaratan kualitas

anatara lain daun harus utuh, memiliki rasa dan aroma yang baik, warna terang

dan rata dengan daya bakar yang baik. Untuk memenuhi persyaratan di atas,

sangat bergantung pada banyak faktor, antara lain faktor lingkungan yaitu iklim

dan tanah dan faktor teknis yang perlu mendapat perhatian terus adalah

pengendalian hama dan penyakit (Abidin, 2004).

Tembakau cerutu merupakan komoditas strategis bagi Indonesia. Adanya

serangan hama seperti pemakan daun, Helicoverpa spp., Spodoptera litura, dan

Myzus persicae, dapat menghilangkan hasil di Deli sebesar 30-40% dan di Besuki sebesar 15-25%. Pengendalian hama secara kimia dengan penyemprotan

(16)

Ulat grayak (S. litura) (Lepidoptera : Noctuidae) merupakan salah satu hama daun penting tembakau karena mempunyai kisaran inang yang luas

(polypagus) dan menjadi hama penting di India (Trang dan Chaudari, 2002).

Sampai saat ini, sebagian besar petani mengendalikan ulat grayak

dengan mengandalkan insektisida yang diaplikasikan dengan dosis yang

cenderung berlebihan sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah telah mencanangkan

arah kebijakan peningkatan keseimbangan ekosistem dan Pengendalian

Hama Terpadu (PHT) dengan menerapkan teknologi pengendalian hama

berwawasan lingkungan, antara lain dengan memanfaatkan patogen

serangga (Kemtan, 2009).

Pengurangan penggunaan pestisida di areal pertanian menuntut

tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya

dengan memanfaatkan musuh alami, seperti entomopatogen, serangga predator,

dan parasitoid (Trizelia dkk, 2011).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan ekosistem

terhadap produksi dan perlindungan tanaman yang menggabungkan strategi

pengendalian yang berbeda dan praktek untuk menanam tanaman yang sehat

dengan meminimalkan penggunaan pestisida (FAO, 2012).

Pengendalian hayati merupakan salah satu metode pengendalian hama

yang diminati akhir- akhir ini karena memiliki keunggulan. Diantaranya adalah

sifatnya yang ramah lingkungan, dapat menghemat biaya dan diharapkan dapat

(17)

Beberapa keuntungan pengendalian hama dengan menggunakan agens hayati

seperti yang dikemukakan oleh Steinhaus (1956) dalam Hall (1973) antara lain: 1) patogen serangga tidak mencemari lingkungan, 2) sebagian besar patogen

tingkat spesifikasinya relatif tinggi sehingga cenderung melindungi serangga

berguna, 3) beberapa patogen dapat bersifat sinergis, 4) relatif lebih murah

dibandingkan insektisida sintetis dan beberapa patogen dapat diproduksi sendiri,

5) pengaruh mikrobial patogen terhadap resistensi inangnya lambat dan 6) dosis

yang dibutuhkan dalam pengendalian rendah (Trisnaningsih dan Arifin, 2008).

Beberapa patogen serangga (jamur, bakteri, virus dan nematoda) telah

digunakan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai, tembakau dan

kapas (Trisnaningsih dan Arifin, 2008).

Virus entomopatogen sebagian besar masuk kedalam 5 genera virus yaitu

Baculovirus, Poxvirus, Iridovirus, Enterovirus, dan Rhabdovirus. Dari kelima

genera ini genus Baculovirus yang terpenting karena termasuk didalamnya

kelompok virus terbesar yaitu NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus) yang banyak

digunakan sebagai agens hayati (Untung, 1993).

NPV merupakan patogen yang berpotensi tinggi dan berpeluang besar

untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida yang ramah lingkungan dan efektif

(Arifin dan Desti, 2001)

NPV dapat dijadikan sebagai agensia pengendalian hayati, sesuai dengan

prinsip PHT karena (a) memiliki inang spesifik terutama ulat grayak dan beberapa

jenis serangga Noctuidae lainnya, (b) tidak mempengaruhi predator dan

parasitoid, dan tidak membahayakan serangga bukan sasaran, manusia, dan

(18)

insektisida kimia (Starnes dkk, 1993). Berdasarkan potensi biotik dan manfaat

NPV tersebut, maka NPV layak untuk dikembangkan sebagai insektisida mikrobia

(Arifin, 1994).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui virulensi NPV terhadap ulat grayak pada tanaman

tembakau Deli di rumah kaca.

Hipotesis Penelitian

NPV efektif untuk menginfeksi dan mengendalikan larva ulat grayak pada

instar tertentu.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae)

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang

tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. S. litura menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu memakan daun tanaman yang muda sehingga

tinggal tulang daun sajaa (Laoh dkk, 2003).

Kerusakan yang disebabkan oleh ulat grayak pada tanaman tembakau

mencapai 40 – 50% atau tanaman tembakau tidak bisa dipanen daunnya

(BPTD, 2004).

Telur diletakkan secara berkelompok pada helaian daun sebelah bawah

dengan jumlah 250-300 butir. Telur ditutupi jaringan halus warna putih

kekuningan. Koloni telur berwarna cokelat kekuningan (Gambar 1).

Gambar 1. Telur S. Litura

Sumber: Foto Langsung

(20)

Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya bergerombol

sampai instar ketiga. Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri 5-6 instar.

(Gambar 2) (BPTD, 2004).

a. b.

Gambar 2. Larva S. Litura a. Instar 2 dan b. Instar 4 Sumber: Foto Langsung

Lama stadia larva 17-26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara

5-6 hari, instar 2 antara 3-5 hari, instar 3 antara 3-6 hari, instar 4 antara 2-4 hari,

dan instar 5 antara 3-5 hari (Cardona dkk, 2007).

Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang

dan berwarna cokelat mengkilat. Pupa memiliki panjang dan lebar antara

22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm, lama stadia pupa 9-14 hari

(Cardona dkk, 2007) (Gambar 3).

Gambar 3. Pupa S. Litura

(21)

Imago jantan dan betina memiliki rambut harus pada tubuhnya. Betina

berwarna coklat pucat sedangkan jantan berwarna lebih gelap. Ukuran tubuh

betina lebih besar dengan abdomen yang besar sedangkan jantan lebih sempit

dengan bagian ujung abdomen runcing (Gambar 4) (Cardona dkk, 2007).

a b

Gambar 4. Imago S. Litura a. Betina dan b. Jantan

Sumber

Ngengat aktif pada malam hari dan serangga betina bila meletakkan telur

dalam bentuk paket dan satu paket bisa mencapai 200-300 butir. Seekor betina

bisa meletakkan telur mencapai 800-1000 butir. Dan lama masa hidup imago 5-9

hari. Lama siklus dari hama ini adalah 24-41 hari (Subandrijo dkk, 1992).

Gejala Serangan S. litura

Hama ini merusak tanaman tembakau pada stadia larva, yang memakan

daun tembakau mulai dari bibitan sampai ke pertanaman di lapangan. Serangan

hama ini berlangsung pada malam hari. Akibat serangan ini daun-daun akan

berlubang-lubang sehingga daun tembakau menjadi tidak utuh, dan secara

langsung akan menurunkan rendemen cerutu dari setiap daun yang rusak

(Abidin, 2004). Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak

daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal a

(22)

tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Pada serangan

berat menyebabkan gundulnya tanaman (Gambar 5) (Sudarmo, 1992)

Gambar 5. Gejala serangan S. Litura

Sumber: Foto Langsung

Serangan yang ditimbulkan akan kelihatan daun transparan karena daging

daun habis dimakan. Pada instar ke-4 dan ke-5 larva menyebar ketanaman

didekatnya terutama bila daun untuk dimakan sudah berkurang (BPTD, 2004).

Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)

Famili Baculoviridae terdiri dari dua generaasi yaitu Nucleopolyhedrosis

virus biasanya dikenal dengan NPV dan Granular Virus biasanya dikenal dengan

GV. NPV saat ini mempunyai lebih dari 100 isolat dan sangat efektif tetapi

sebatas hanya untuk serangga-serangga Lepidoptera (Hall dan Menn, 1999). NPV

berbentuk batang dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat di dalam inti sel yang

rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, hipodermis, dan matriks trakea.

Polihedra berukuran 0,5-15 µm dan mengandung partikel virus yang disebut

virion. Virion berbentuk batang, berukuran 40-70 nm X 250-400 nm, dan berisi

(23)

yang mengandung beberapa nukleokapsid disebut multiply-enveloped NPV (Payne dan Kelly 1981). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat di bawah

mikroskop elektron dengan pengecatan negatif atau dengan teknik irisan jaringan

yang terinfeksi NPV (Gambar 6) (Arifin, 2011).

Pembentukan Occlusion body yang umum dalam virus serangga yang

spesifik (Baculovirus dan Cypovirus), dan struktur ini berfungsi untuk melindungi

partikel virus dari lingkungan ekstrim selama masa transmisi. Sehingga NPV

berpotensi sebagai agens pengendalian hayati (Miller dan Andrew, 1998).

Rekombinan NPV merupakan vektor yang efisien untuk tingkat tinggi

ekspresi gen asing dalam penelitian dasar dan aplikasi medis

(Kamita dan Maeda, 1993). NPV adalah salah satu jenis virus patogen yang

berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak, karena

bersifat spesifik, selektif, efektif untuk hama-hama yang telah resisten terhadap

insektisida dan aman terhadap lingkungan. Hasil penelitian di lapangan

menunjukkan bahwa kerusakan buah kapas akibat hama Helicoverpa armigera

(24)

mampu ditekan sampai 5,6% setelah diplikasikan di NPV dibandingkan dengan

kontrol mencapai 11,53% (Gothamdkk, 1990 ; Indrayani dkk, 1998). Efektivitas

NPV dalam mengendalikan S. litura dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah perbedaan tingkat instar S. litura Okada (1977 dalam Soekarna 1985). Masing-masing tingkat larva S. litura mempunyai kerentanan yang berbeda terhadap NPV (Laoh dkk, 2003).

NPV pada umumnya menyerang paling banyak pada ordo Lepidoptera

(86%) dan sedikit pada ordo Hymenoptera (7%) serta ordo Diptera (3%).

Berbagai virus NPV mempunyai prospek untuk digunakan dalam pengendalian

hayati. NPV telah diisolasi dari berbagai semua serangga seperti Spodoptera,

Helicoverpa (Heliothis), Trichoplusia, Plusia, Pectinophora, Neodiprion,

Melacosoma, Agrotis, Chilo, dll. Genus serangga tersebut merupakan hama

penting pada berbagai tanaman di Indonesia (Untung, 1993). Aizawa (1987 dalam

Sutarya 1995), membuktikan bahwa aplikasi virus yang semakin tinggi

konsentrasinya akan mengakibatkan makin banyaknya polihedra virus yang

tertelan dan akan makin banyak jaringan larva yang terinfeksi virus sehingga akan

mempercepat kematian larva. Sebaliknya pada konsentrasi virus yang rendah akan

memperpanjang periode laten bagi virus dalam tubuh serangga (Laoh dkk, 2003).

Virus memperbanyak diri dalam tubuh di dalam sel inang atau dalam

tubuh larva dengan memanfaatkan protein yang terdapat dalam tubuh larva yang

dihasilkan melalui sintesa metabolisme dan bahan organik didalam sel. Virus

khususnya famili Baculoviridae peka terhadap faktor fisik yaitu UV dan suhu

tinggi. NPV merupakan salah satu patogen berstatus musuh alami yang

(25)

antara lain (a) memiliki inang spesifik, (b) tidak membahayakan serangga bukan

sasaran, manusia, dan lingkungan, (c) dapat mengatasi masalah keresistensian ulat

grayak terhadap insektisida, dan (d) kompatibel dengan komponen PHT lainnya,

termasuk insektisida (Arifin, 2011).

Mekanisme Infeksi dan Gejala Serangan Serta Penyebaran NPV

Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama

pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9,0 - 10,5),

selubung polihedra larut, sehingga membebaskan virion. Virion menembus

dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi

sel-sel yang rentan (Gambar 7). Replikasi virion terjadi di dalam inti sel

(Arifin, 2011).

Gambar 7. Mekanisme infeksi NPV Sumber: Riyanto (2008)

Dalam waktu 1-2 hari setelah polihedra tertelan, hemolimfa yang semula

(26)

integumen yang membengkak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat

kemerahan, terutama pada bagian abdomen. Kemampuan makannya menurun,

sehingga pertumbuhannya lambat. Larva cenderung merayap ke pucuk tanaman

kemudian mati menggantung dengan posisi terbalik dengan tungkai semu bagian

akhir pada tanaman (Gambar 8) (Irfan dkk, 2007).

Gambar 8. Gejala NPV pada larva S. litura

Sumber: Foto Langsung

Integumen larva yang mati mengalami lisis dan disintegrasi, sehingga

sangat rapuh. Apabila integumen robek, dari dalam tubuh larva keluar cairan

hemolimfa berwarna putih kecoklatan yang mengandung polihedra. Larva muda

(instar 1-3) mati dalam 2 hari, sedangkan larva tua (instar 4-6) dalam 4-9 hari

setelah polihedra tertelan (Arifin, 2011).

Apabila virus telah masuk ke dalam tubuh serangga polihedra NPV akan

larut dan pecah serta melepaskan partikel-partikel virus yang kemudian memasuki

sel-sel bagian perut serangga dan kemudian memperbanyak diri. Setiap sel yang

terinfeksi virus nukleusnya membengkak dan dipenuhi oleh masa padat yang

disebut viroplan. Proses perbanyakan nukleokapsid berjalan dengan cepat

(27)

tubuh serangga sampai dipenuhinya sel-sel tubuh serangga oleh virus berjalan

antara 4 hari sampai 3 minggu tergantung pada jenis NPV, jenis serangga inang,

jumlah polihedra yang masuk, instar larva yang mulai terinfeksi dan keadaan suhu

(Untung, 1993).

Larva ulat grayak instar 1 sampai 3 lebih peka terhadap NPV daripada

larva instar 4 dan 5. Larva instar 5 menunjukkan ketahanan 100 kali lebih besar

dari pada larva instar 1 (Arifin dan Waskitoe, 2001).

Semakin tinggi konsentrasi virus yang digunakan maka persentase

kematian larva semakin tinggi dan kemampuan larva merusak daun juga menurun

(Poinar dan Gerard, 1984).

NPV tertular melalui kontaminasi pada makanan larva, polihedra dari

larva yang yang terinfeksi virus hancur dan jatuh pada daun kemudian daun

tersebut termakan oleh larva lain. NPV juga terdapat pada larva dewasa jika larva

terserang NPV. Penularan NPV juga dapat terjadi secara transovarial, artinya

induk yang terinfeksi NPV dapat menghasilkan telur yang terkontaminasi NPV

(Laoh dkk, 2003). Larva yang terserang NPV dapat dilihat dari gejala serangan

yang antara lain terlihat larva semakin malas bergerak, pertumbuhannya, kulit

berganti warna semakin pucat dan larva bergerak ke pucuk tanaman. Larva yang

mati karena virus posisi tubuhnya seperti patah dan menggantung pada bagian

tanaman (Untung, 1993).

Adanya kenyataan bahwa NPV berdaya bunuh lambat membawa

konsekuensi kemungkinan terjadinya kerusakan daun. Menurut Tanada dan Kaya

(1993), tingkat kerusakan daun karena NPV ditentukan oleh kemampuan makan,

(28)

tertelan oleh larva, makin besar peluang terjadinya infeksi, dan semakin

cepat larva mati. Apabila tingkat kematian larva tinggi, maka total luas daun yang

dimakan larva berkurang, sehingga tingkat kerusakan daun menjadi rendah

(Arifin dan Desti, 1999).

Virus memperbanyak diri di dalam sel inang atau dalam tubuh larva

dengan memanfaatkan protein yang terdapat dalam tubuh larva yang dihasilkan

melalui sintesa metabolisme dan bahan organik didalam sel. Virus khususnya

Baculoviridae peka terhadap faktor fisik yaitu UV dan suhu tinggi

(Drieche dan Bellows, 1996).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Virus

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan virus antara lain:

a. Jenis Inang

Kebanyakan virus yang digunakan untuk mengendalikan hama antara lain

NPV dan GV. Virus tersebut telah diuji tetapi hanya efektif pada Lepidoptera

dan tidak efektif pada hewan bertulang belakang. Virus yang telah diuji lebih

jauh tidak secara langsung menginfeksi atau tidak membahayakan parasitoid

hama karena hanya efektif pada inang yang sesuai. Virus yang menyerang

serangga secara khusus menyerang inang yang hanya dari satu genus atau

berhubungan dari genera dari satu famili yang dapat diinfeksi

(Drieche dan Bellows, 1996).

Variabel kemanjuran SlNPV dan mortalitas larva S. litura pada tanaman inang yang berbeda dapat berhubungan dengan metabolit sekunder, enzim,

(29)

b. Umur dan Tingkat Instar

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan NPV sebagai pengendali

ini adalah umur atau tingkat instar serangga sasaran tersebut. Okada

(1977 dalam Soekarna 1985) yang melakukan penelitian di Jepang pada

tahun 1977 menemukan perbedaan kepekaan antar instar larva S. litura dan

Leucania separata terhadap NPV. Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa instar I dan II dari kedua jenis larva lebih rentan dibandingkan dengan

instar III, IV, V dan VI (Laoh dkk, 2003).

c. Suhu

NPV relatif tahan terhadap suhu tinggi. Suspensi NPV pada suhu 65OC

selama 20 menit tidak menurun aktivitasnya. Aktivitas NPV mulai menurun

pada suhu 70OC dan menjadi inaktif pada suhu 85OC setelah 5 menit. Suhu

lapang (<45OC) tidak berpengaruh terhadap stabilitas NPV. Meskipun

demikian, replikasi virus mulai dihambat pada suhu 40OC. NPV sebaiknya

disimpan pada suhu rendah. Aktivitas suspensi NPV yang disimpan pada

suhu -20O dan 5OC sangat stabil dan tidak menurun setelah 15 tahun. NPV

yang disimpan pada suhu 37OC selama 4 minggu masih menunjukkan

aktivitasnya(Arifin, 1993).

Untuk penyimpanan jangka pendek (menit atau jam) selama percobaan di

laboratorium atau rumah kaca, adalah inokulum virus dianjurkan disimpan di

atau dekat 00C. Ini biasanya dilakukan dengan tabung berisi inokulum dalam

(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca BPTD (Balai Penelitian

Tembakau Deli), PT. Perkebunan Nusantara II, Sumatera Utara, Medan. Dengan

ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada

bulan Mei sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun tembakau,

Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) yang berasal dari BPTD, larva ulat grayak

(S. litura), akuades, media tanam 3 : 2 : 1 (tanah humus : pasir : pupuk kompos), dan bibit tanaman tembakau varietas F1 – 45 bahan lain yang mendukung

penelitian.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain blender, stoples,

beaker glass, kain muslin, handsprayer, timbangan, polibag, alat tulis dan alat lain

yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

yang terdiri dari 2 faktor yaitu:

Faktor I : Stadia Larva

I1 = Larva instar 2

(31)

Faktor II : Suspensi larva terinfeksi virus

V0 = Kontrol (Tanpa Perlakuan)

V1 = Suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus/liter air

V2 = Suspensi 20 ekor larva terinveksi virus/liter air

V3 = Suspensi 30 ekor larva terinveksi virus/ liter air

Kombinasi perlakuan adalah :

I1V0 I2V0

I1V1 I2V1

I1V2 I2V2

I1V3 I2V3

Banyak ulangan dari masing-masing perlakuan adalah :

t1 (t2 - 1) r ≥ 15

2 (4 – 1) r ≥ 15

6 r ≥ 15

r ≥ 15/6

r ≥ 2,5 r = 3 ulangan

Banyak ulangan adalah 3 ulangan

Kombinasi perlakuan : 8 perlakuan

Jumlah perlakuan : 8 x 3 = 24 perlakuan

Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman

(32)

Data dianalisis dengan sidik ragam menggunakan model linier :

Yijk = µ + αi + βj+ αβij + ∑ijk

Yijk = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.

µ = Nilai tengah umum

αi = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i

βj = Nilai pengamatan pengaruh kelompok ke-j

αβij = interaksi dari faktor a pada taraf ke i dan faktor b pada taraf ke j

∑ijk = Efek eror karena pengaruh perlakuan pada taraf ke-i, faktor b pada taraf

ke-j dan pada ulangan ke-k

Pelaksanaan Penelitian Perbanyakan Ulat Grayak

Perbanyakan ulat grayak dilakukan dengan cara mengambil sebanyak

mungkin kelompok telur dari pertanaman tembakau. Kelompok telur tersebut

diambil bersamaan dengan daun tembakau. Telur-telur yang menempel pada daun

tembakau tersebut diletakkan pada tempat perbanyakan, kemudian kelompok telur

dibiakkan di tempat tersebut. Perbanyakan hama dilakukan untuk mendapatkan

larva dengan instar yang sama.

Persiapan Pembibitan

Persemaian dibuat dengan bedengan dengan ukuran 1 x 6 m dengan arah

Utara-Selatan. Naungan pembibitan dibuat dengan arah Timur-Barat dan tinggi

(33)

Sebelum benih disemaikan tanah diolah sampai gembur kemudian

dibiarkan selama satu minggu. Pada persemaian ditaburkan kompos sebanyak

10 kg secara merata di atas permukaan tanah.

Persiapan Media

Sementara melaksanakan pembibitan, areal pertanaman dibersihkan dari

sisa-sisa tanaman kemudan dibuang. Disiapkan polibag dengan ukuran 15 kg,

kemudian polibag diisi dengan tanah yang sudah disterilkan. Seterusnya dibuat

plot percobaan.

Penanaman

Setelah areal pertanaman selesai dibersihkan dan bibit telah berumur 40

hari maka bibit tersebut dipindahkan ke polibag. Bibit dipindahkan dari

pembibitan, dan waktu penanaman bibit, tanah ditekan sedikit agar tegak

pertumbuhannya dan tidak rebah.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi hari. Hal ini dilakukan karena

tanaman tembakau pada fase pembibitan memerlukan cukup air untuk

perumbuhannya. Penyiraman dilakukan sampai tahap pertumbuhan.

Penyisipan dilakukan pada tanaman di dalam polybag yang mengalami

kegagalan pertumbuhan. Penyisipan dilakukan pada sore hari yang diambil dari

plot tanaman yang dikhususkan untuk tanaman sisipan. Waktu penyisipan

selambat-lambatnya 2 MST.

Penyiangan gulma dilakukan satu minggu sekali tergantung pada keadaan

(34)

Pemupukan yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPTD

(Balai Penelitian Tanaman Tembakau Deli) Medan yaitu pupuk mixed

(NPK 12,5 : 7,5 : 10), KNO3 dengan dosis 10 gr/tanaman yang diberikan dua kali,

pertama pada saat bibit tembakau akan ditanam ke polibag yang diberikan pada

lubang tanam sebanyak 1/3 (10 gram/lubang tanam), pemupukan kedua dilakukan

pada saat tambah media 1x pada umur 7-10 hari sebanyak 1/3 (10 g/tan) ditabur di

sekitar tanaman (melingkar). Pupuk KNO3 diberikan pada umur tanaman 16-20

hari (pada saat tambah media 2x) sebanyak 1/3 (10 g/tan) diberikan dengan cara

ditabur di sekitar tanaman (dibuat melingkar).

Perbanyakan Virus

Daun tembakau dicelupkan kedalam larutan NPV

(100 gr NPV/liter air). Setelah itu daun tembakau di keringanginkan dalam stoples

berukuran besar, kemudian dimasukkan larva ulat grayak ke dalam stoples. Larva

yang terinfeksi NPV dapat dilihat dari gejala serangan antara lain terlihat larva

berganti warna semakin pucat, larva malas bergerak, nafsu makan menurun

kemudian larva akan mati. Untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber virus

bagi larva ulat grayak berikutnya.

Aplikasi Virus

Larva yang terinveksi NPV kemudian disimpan dalam lemari pendingin

sebagai persediaan bahan pembuatan larutan NPV untuk keperluan perlakuan

dalam percobaan. Larva yang terinfeksi diambil sesuai perlakuan kemudian

dihaluskan dengan blender lalu dicampur air 100 ml, disaring dengan kain muslin.

(35)

masing-masing tanaman diletakkan 5 ekor larva. Aplikasi virus dilakukan terhadap larva

instar 2 dan 4.

Peubah Amatan

Persentase Mortalitas (%)

Pengamatan terhadap ulat grayak yang mati dilakukan setiap hari setelah

satu hari aplikasi. Persentase mortalitas dilakukan dengan menghitung larva yang

mati dengan menggunakan rumus:

M

=

a

a+b

100%

Keterangan:

M = Persentase mortalitas Larva S. litura

a = Jumlah S. litura yang mati b =Jumlah S. litura yang hidup

(Laoh dkk, 2003)

Intensitas Serangan (%)

Pengamatan dilakukan dengan mengamati persentase serangan hama dari

ulat grayak dengan menggunakan rumus :

IS

=

∑(nxv )

NxZ

100%

Dimana:

IS = Intensitas Serangan hama (%)

n = Jumlah daun rusak tiap kategori serangan

v = Nilai skala tiap kategori terserang

(36)

Z = Nilai skala tertinggi kategori serangan

Nilai skala dapat dikategorikan sebagai berikut:

0 = Daun sehat tidak ada serangan

1 = > 0-25 % yang terserang dari jumlah daun yang diamati

2 = > 25-50 % yang terserang dari jumlah daun yang diamati

3 = > 50-75 % yang terserang dari jumlah daun yang diamati

4 = > 75-100% yang terserang dari jumlah daun yang diamati

(BPTD, 2004).

Periode Inkubasi Virus Dalam Tubuh Larva (Hari)

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menghitung waktu yang

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Mortalitas Larva S. litura (%)

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa stadia larva yang diaplikasikan

sangat berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas larva (%). Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 1.

Tabel 1. Persentase mortalitas larva S. litura dari dua instar yang berbeda (%)

Perlakuan Rataan

I1 (larva instar 2) 49,08 a

I2 (larva nstar 4) 16,25 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva tertinggi

(49,08%) terdapat pada perlakuan I1 (larva instar 2) dan persentase terendah

(16,25%) terdapat pada perlakuan I2 (larva instar 4). Perbedaan persentase

mortalitas ini menunjukkan bahwa larva instar 2 lebih peka terhadap perlakuan

dengan NPV dibandingkan dengan larva instar 4. Hasil penelitian ini tidak

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Laoh dkk (2003) bahwa tingginya

mortalitas larva pada instar 2 dibandingkan dengan instar 3 dan 4 karena larva

instar 2 lebih muda sehingga lebih rentan terhadap NPV dibandingkan dengan

instar larva 3 dan 4. Selanjutnya, Salama dan Sharaby (1986 dalam

Gothama dkk 1990) menyatakan bahwa pada organ tubuh larva muda, terutama

saluran pencernaan bagian tengah yang merupakan sasaran utama karena masih

lemah, sehingga NPV lebih mudah menembus organ tersebut dan merusak sel-sel

yang rentan. Sedangkan pada larva instar tua kepekaan larva berkurang sejalan

(38)

pertumbuhan larva, organ-organ dan jaringan tubuh larva mengalami

perkembangan dan diferensiasi. Saluran pencernaan, lapisan kitin peritrofik dan

integumen makin tebal dan kuat, sehingga makin sulit ditembus oleh NPV.

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa banyaknya suspensi larva

S. litura yang terinfeksi virus NPV sangat berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas larva S. litura (%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 1. Tabel 2. Banyaknya suspensi larva S. litura yang terinfeksi virus NPV

Perlakuan Rataan

V0 (kontrol) 0 d

V1 (suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 28,33 c

V2 (suspensi 20 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 38,17 b

V3 (suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 64,17 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa banyaknya suspensi larva yang terinfeksi

virus terhadap persentase mortalitas larva yang tertinggi (64,17%) terdapat pada

perlakuan V3 (suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/liter air) dan persentase

terendah (0%) terdapat pada perlakuan V0 (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa

perlakuan V3 (suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/liter air) lebih efektif

dibandingkan dengan perlakuan lain karena pada perlakuan tersebut konsentrasi

virus/liter air tinggi sehingga semakin tinggi konsentrasi virus semakin tinggi

kematian larva hal ini disebabkan banyaknya polyhedra virus yang tertelan oleh

larva. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aizawa (1977 dalam Arifin, 2011) membuktikan bahwa aplikasi virus yang semakin tinggi konsentrasinya akan

mengakibatkan makin banyaknya polihedra virus yang tertelan dan akan makin

(39)

larva. Sebaliknya pada konsentrasi virus yang rendah akan memperpanjang

periode laten bagi virus dalam tubuh serangga.

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi antara stadia larva

S. litura dengan banyaknya suspensi larva S. litura yang terinfeksi virus NPV sangat berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas larva (%). Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 1.

Tabel 3. Persentase interaksi stadia larva S. litura dan banyaknya suspensi larva terinfeksi virus NPV (%)

Perlakuan Rataan

I1V0 dan I2V0 (kontrol) 0 g

I1V1(suspensi 10 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) 45,00 c

I1V2(suspensi 20 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) 59,67 b

I1V3(suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) 91,67 a

I2V1(suspensi 10 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 4) 11,67 f

I2V2(suspensi 20 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 4) 16,67 e

I2V3(suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 4) 36,67 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase mortalitas tertinggi (91,67%) dari

interaksi stadia larva dengan banyaknya suspensi larva yang terinfeksi virus

terdapat pada perlakuan I1V3 (suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus

terhadap instar 2) dan persentase terendah (0%) terdapat pada perlakuan I1V0 dan

I2V0 (kontrol) sebesar 0%. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi virus pada

perlakuan I1V3 (suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2)

lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dan pada perlakuan ini

stadia larva yang diaplikasikan virus adalah instar 2 yang memiliki daya tahan

lebih rendah dalam menanggapi patogen NPV. NPV dengan konsentrasi tinggi

(40)

rendah terhadap larva instar 4, terbukti pada perlakuan I1V3 (suspensi 30 ekor

larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Poinar dan Gerard (1984) bahwa semakin tinggi konsentrasi virus yang digunakan

maka persentase kematian larva semakin tinggi. Selanjutnya, Arifin (2011)

menyatakan bahwa larva instar 1 sampai 3 lebih peka terhadap NPV dari pada

larva instar 4 dan 5, sedangkan larva instar 5 menunjukkan ketahanan 100 kali

lebih besar daripada larva instar 1.

2. Intensitas Serangan (%)

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa banyaknya suspensi larva

S. litura yang terinfeksi virus NPV sangat berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan (%). Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4 dan Lampiran 2.

Tabel 4. Banyaknya suspensi larva S. litura yang terinfeksi virus NPV

Perlakuan Rataan

V0 (kontrol) 33,06 a

V1 (suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 25,25 b

V2 (suspensi 20 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 20,07 c

V3 (suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 15,58 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

Tabel 4 menunjukkan intensitas serangan hama S. litura tertinggi (33,06%) terdapat pada perlakuan V0 (kontrol) dan terendah (15,58%) dalam

perlakuan V3 (suspensi 30 ekor larva yang teinfeksi virus/liter air). Perlakuan V0

(kontrol) bisa mencapai nilai tertinggi karena pada perlakuan V0 (kontrol) tidak

diaplikasikan virus sehingga larva yang diaplikasikan dapat tumbuh dengan baik

dan dapat memakan daun tembakau lebih banyak tanpa ada yang terinfeksi virus.

(41)

nilai intensitas yang rendah. Hal ini dikarenakan dalam perlakuan V3 (suspensi 30

ekor larva terinfeksi virus/liter air) konsentrasi virus yang terkandung/liter air

sangat tinggi sehingga apabila termakan larva akan terinfeksi virus. Sehingga

perlakuan V3 (suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/liter air) lebih efektif dalam

menurunkan kerusakan pada daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Trisnaningsih dan Arifin (2008) bahwa NPV yang efektif dan efisien ditentukan

berdasarkan kriteria: tingkat kematian larva minimal yang mencapai 70%, dan

tingkat kerusakan daun yang diakibatkan oleh larva yang bertahan hidup relatif

rendah. Selanjutnya, Arifin dan Desti (1999) menyatakan bahwa makin banyak

polihedra yang tertelan larva, makin besar peluang terjadinya infeksi, dan semakin

cepat larva mati. Apabila tingkat kematian larva tinggi, maka total luas daun yang

dimakan larva berkurang, sehingga tingkat kerusakan daun menjadi rendah.

3. Periode Inkubasi (Hari)

Dari analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa stadia larva S. litura sangat berpengaruh nyata terhadap waktu munculnya gejala infeksi awal atau periode

inkubasi (hari). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 2.

Tabel 5. Periode inkubasi pada stadia larva S. litura yang berbeda (hari)

Perlakuan Rataan

I1 (larva instar 2) 2.58 a

I2 (larva instar 4) 1.67 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan hari muncul gejala awal larva terinfeksi virus

tercepat (1,67 hari) terdapat pada perlakuan I2 (larva instar 4) sedangkan paling

lama (2,58 hari) terdapat pada perlakuan I1 (larva instar 2). Perbedaan waktu

(42)

sedikit memakan daun dibandingkan dengan instar 4. Hasil penelitian ini tidak

berbeda dengan penelitian yang dilakukan dengan Laoh dkk (2003) bahwa larva

instar 2 lebih sedikit memakan daun yang mengandung NPV dibandingkan larva

instar 3 dan 4, sehingga konsentrasi virus di dalam tubuh larva instar 2 ini juga

lebih rendah. Pada konsentrasi virus yang rendah ini belum mampu untuk

membunuh larva instar 2.

Dari hasil pengamatan juga dapat dilihat bahwa gejala larva yang

terinfeksi NPV mengalami perubahan warna menjadi hijau pucat, tidak mau

makan, biasanya larva yang terinfeksi menggantung dengan posisi terbalik di

bagian ujung tanaman dan mengalami kematian setelah 2-3 hari setelah aplikasi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Irfan dkk (2007) bahwa dalam waktu 1-2 hari

setelah polihedra tertelan, hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh.

Kemampuan makannya menurun, sehingga pertumbuhannya lambat. Ulat

cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati menggantung dengan posisi

terbalik dengan tungkai semu bagian akhir pada tanaman

Dari analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa banyaknya suspensi larva

S. litura yang terinfeksi virus/liter air sangat berpengaruh nyata terhadap waktu munculnya gejala infeksi awal atau periode inkubasi (hari). Hal ini dapat dilihat

pada Tabel 6 dan Lampiran 2.

Tabel 6. Banyaknya suspensi larva S. litura yang terinfeksi virus NPV

Perlakuan Rataan

V0 (kontrol) 0 c

V1 (suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 4,00 a

V2 (suspensi 20 ekor larva terinfeksi virus/liter air) 2,67 b

(43)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan data berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 menunjukkan bahwa hari munculnya gejala awal atau periode

inkubasi tercepat (1,83 hari) terdapat pada perlakuan V3 (suspensi 30 ekor larva

terinfeksi virus/liter air) sedangkan pada perlakuan V0 (kontrol) tidak ada

menunjukkan gejala infeksi virus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi virus yang diaplikasikan maka semakin tinggi konsentrasi virus dalam

tubuh larva. Perlakuan V0 (kontrol) tidak menunjukkan gejala infeksi virus,

sedangkan pada perlakuan V1 (suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus/liter air)

menunjukkan waktu yang cukup lama untuk menunjukkan gejala hal ini

dikarenakan konsentrasi virus rendah sehingga waktu menunjukkan gejala juga

lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin dan Wahyoe (2001) bahwa hasil

penelitian mengenai tingkat dan waktu kematian larva tersebut menunjukkan

bahwa tingkat dan waktu kematian larva tergantung pada konsentrasi polihedra.

Semakin tinggi konsentrasi polihedra semakin tinggi dan cepat pula tingkat

kematian ulat. Selanjutnya, Aizawa (1977 dalam Laoh dkk, 2003) bahwa aplikasi virus yang semakin tinggi konsentrasinya akan mengakibatkan makin banyaknya

polihedra virus yang tertelan dan akan makin banyak jaringan larva yang

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase mortalitas tertinggi pada pengamatan stadia larva terdapat

pada perlakuan I1 (larva instar 2) yaitu sebesar 49,08% dan terendah

terdapat pada perlakuan I2 (larva instar 4) yaitu 16,25%.

2. Persentase mortalitas tertinggi pada pengamatan banyaknya suspensi

larva yang terinfeksi virus terdapat pada perlakuan V3 (suspensi 30

ekor larva terinfeksi virus/liter air) yaitu sebesar 64,17% dan terendah

terdapat pada perlakuan V0 (kontrol) yaitu 0%.

3. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan V0 (kontrol) yaitu

sebesar 33,06% dan yang terendah terdapat pada perlakuan V3

(suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus/liter air) yaitu sebesar 15,58%.

4. Periode inkubasi tercepat pada pengamatan stadia larva terdapat pada

perlakuan I2 (larva instar 4) yaitu selama 1,67 hari dan yang terlama

terdapat pada perlakuan I1 (larva instar 2) yaitu selama 2,58 hari.

5. Periode inkubasi tercepat pada pengamatan banyaknya suspensi larva

terinfeksi virus terdapat pada perlakuan V3 (suspensi 30 ekor larva

terinfeksi virus/liter air) yaitu selama 1,83 hari dan pada V0 (kontrol)

(45)

Saran

1. Sebaiknya aplikasi NPV dilakukan dari mulai awal munculnya telur

S. litura pada tanaman tembakau Deli dan aplikasi dilakukan pada sore hari.

2. Larva yang terinfeksi NPV dapat digunakan untuk perbanyakan virus

selanjutnya.

3. Perlu dilakukan penelitian tentang banyaknya virus yang terkandung

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2004. Pengendalian Hama dan Penyakit Utama Pada Tanaman Tembakau.Balai Penelitian Tembakau Deli. Medan.

Arifin, M. 1994. Pemanfaatan SlNPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

dan D. Nuzullianti. 1999. Keefektifan bioinsektisida NPV pada berbagai macam bahan perangsang makan terhadap ulat grayak kedelai, Spodoptera litura (F.). Dalam Prosiding Nasional Pertanian Organik, Bogor 2-4 September 1994.

dan W. I. S. Waskitoe. 2001. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

.2011. Teknik Produksi dan Pemanfaatan Bioinsektisida NPV untuk Pengendalian Ulat Grayak Kedelai. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor.

Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common Cutworm, Spodoptera litura Fabricius (Noctuidae : Lepidoptera) In Benguet.Progress Report. BSU Research In- House Review.

BPTD. 2004. Strategi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Tembakau. BPTD PTP Nusantara II. Medan.

Driesche, R. G. V., dan T. S. Belows. 1996. Biological Control. Chapman and Hall Dept. BC. 115 fifth Avenue, New York.

Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero). Medan.

FAO. 2012. Integreted Pest Management. Food and Agriculture Organization Of The United Nations.

Hall, F. R., dan J. J. Menn. 1999. Biopesticides. Humana Press. Totawa, New Jersey.

Haryani. 2005. Resistensi Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli. Dalam Prosiding Nasional Perlindungan Tanaman. Bandung, 12-13 Februari 2005.

(47)

Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. P. A. Vander Laan dan PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Kamita, S. G., dan S. Maeda. 1993. Inhibiting Bombyx mori Nuclear Ployhedrosis Virus (NPV) Replication by The Putative DNA Helicase Gene Of

Authgrapha californica NPV. J. Virology 67 : (6239-6245).

Kemtan (Kementerian Pertanian). 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Miller, L. K. dan L. A, Ball. 1998. The Insect Viruses. Plenum Press. New York.

Laoh, J. H., F. Puspita., dan Hendra. 2003. Kerentanan Larva Spodoptera litura

Terhadap Nuclear Plyhedrosis Virus. J. Natur Indon. 5(2): 145-151.

Oka, I. N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya Di Indonesia. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.

Poinar G. O., dan G. M. Thomas. 1984. Laboratory Guide to Insect Pathogens and Parasites. Plenum Press. New York.

Purnama, H. A. 2003. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. BPTD PTPP Nusantara II. Medan.

Ravishankar, B. S., dan M. G. Venkatesha. 2010. Effectiveness of SlNPV of

Spodoptera litura (Fab.) (Lepidoptera: Noctuidae) on different host plants.

J. Biopestisida 3 : (168-171).

Riyanto. 2008. Potensi Agen Hayati Spodoptera Litura Nuclear Polyherosis Virus (SlNPV) untuk Pengendalian Spodoptera Litura Fabricus. FORUM MIPA, ISSN 1410-1262.

Subandrijo, S. H., Istdijoso., dan Suwarso. 1992. Pengendalian Serangga Hama Tembakau Besuki Oogst. Badan Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan Tanaman Serat. Malang.

Sudarmo, S. 1992. Tembakau. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Susilo, 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha ilmu: Yogyakarta.

(48)

Trang, T. T. K., dan S. Chaudri. 2002. Bioassay of Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) and in combination with insecticide on Spodoptera litura (Fab).Omonrice (10): 45-53.

Trizelia, M. Syahrawati, dan A. Mardiah. 2011. Patogenitas Beberapa Isolat Cendawan Entomopatogen Metarhizium Spp. Terhadap Telur Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). J. Entomol. Indon. 8 (1): 45-54. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

(49)

BAGAN PENELITIAN

Keterangan:

I1V0 : Kontrol

I1V1 : Suspensi 10 ekor larva/1 liter air terhadap larva instar 2

I1V2 : Suspensi 20 ekor larva/1 liter air terhadap larva instar 2

I1V3 : Suspensi 30 ekor larva/1 liter air terhadap larva instar 2

I2V0 : Kontrol

I2V1 : Suspensi 10 ekor larva/1 liter air terhadap larva instar 5

I2V2 : Suspensi 20 ekor larva/1 liter air terhadap larva instar 5

I2V3 : Suspensi 30 ekor larva/1 liter air terhadap larva instar 5

(50)

DESKRIPSI TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotianae tabacum L.)

Varietas : F1-45

Bentuk Permukaan Daun : Ovalis / rata

Urat Daun : Halus

Tepi daun : Rata

Warna Daun : Hijau Terang

Panjang Daun Pasir (cm) : 38,6

Panjang Daun Kaki I (cm) : 48,23

Panjang Daun Kaki II (cm) : 19,12

Lebar Daun Kaki I (cm) : 22,43

Lebar Daun Kaki II (cm) : 28,61

Tebal Daun Pasir (cm) : 0,38

Tebal Daun Kaki I (cm) : 0,29

Tebal Daun Kaki II (cm) : 0,28

Tinngi Tanaman (cm) : 215

Diameter Batang (cm) : 2,3

Intermedia (cm) : 7,5

Jumlah Daun Per pokok (hl) : 42

Jumlah Daun Produksi (hl) : 26

Mulai Tanaman Berbunga (hr) : 55 – 60

(51)
(52)

Lampiran 1. Persentase mortalitas (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(53)

Transformasi Arc Sin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(54)
(55)

Uji Jarak Duncan

I X V

SY 0.53

-1.60 -1.68 9.95 14.91 35 43.20 57.86 89.85

T 2 3 4 5 6 7 8 9

SSR 0,05 3.00 3.15 3.23 3.30 3.34 3.37 3.39 3.41 LSR 0,05 1.60 1.68 1.72 1.76 1.78 1.80 1.81 1.82 Perlakuan I2V0 I1V0 12V1 I2V2 I2V3 I1V1 I1V2 I1V3

Rataan 0.00 0.00 11.67 16.67 36.67 45.00 59.67 91.67 a. b.

c. d.

e. f.

(56)

Lampiran 2. Intensitas Serangan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

suspensi larva terinfeksi virus Total Rataan

V0 V1 V2 V3

I1 28.72 24.84 20.07 15.61 89.25 22.31 I2 37.39 25.66 20.07 15.56 98.68 24.67 Total 66.12 50.50 40.15 31.17 187.93

(57)

Transformasi Arc Sin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(58)
(59)

Lampiran 3. Periode Inkubasi Vrus Dalam Tubuh Larva (Hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

suspensi larva terinfeksi virus Total Rataan

V0 V1 V2 V3

suspensi larva terinfeksi virus Total Rataan

V0 V1 V2 V3

I1 0.00 4.67 3.33 2.33 10.33 2.58

I2 0.00 3.33 2.00 1.33 6.67 1.67

Total 0.00 8.00 5.33 3.67 17.00

(60)

Transformasi Arc Sin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(61)
(62)

Beda uji rataan pengaruh stadia larva terhadap persentase mortalitas (%)

Beda Uji Rataan Pengaruh Stadia Larva

Terhadap Persentase Moralitas (%)

(63)

Beda uji rataan pengaruh banyaknya ssuspensi larva yang terinfeksi virus terhadap persentase mortalitas (%)

Perlakuan Rataan

V0 (Kontrol) 0

V1 (Suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 28,33

V2 (Suspensi 20 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 38,17

V3 (Suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 64,17

0

Beda Uji Rataan Pengaruh Banyaknya

Suspensi Larva Yang Terinfeksi Virus

Terhadap Persentase Mortalitas (%)

(64)

Beda uji rataan Pengaruh Interaksi Antara Stadia Larva dengan Banyaknya suspensi Suspensi Larva terinveksi virus Terhadap Persentase Mortalitas (%)

Perlakuan Rataan

I1V0 dan I2V0 (Kontrol) 0

I1V1(Suspensi 10 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) 45,00

I1V2(Suspensi 20 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) 59,67

I1V3(Suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) 91,67

I2V1(Suspensi 10 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 4) 11,67

I2V2(Suspensi 20 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 4) 16,67

I2V3(Suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 4) 36,67

0

I1V0 I1V1 I1V2 I1V3 I2V0 12V1 I2V2 I2V3

P

Interaksi antara stadia larva dengan banyaknya suspensi larva terinfeksi virus

Beda Uji Rataan Pengaruh Interaksi Antara

Stadia Larva dengan Banyaknya Suspensi

Larva Terinfeksi Virus (%)

(65)

Beda uji rataan pengaruh banyaknya suspensi larva yang terinfeksi virus terhadap intensitas serangan (%)

Perlakuan Rataan

V0 (Kontrol) 33,06

V1 (Suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 25,25

V2 (Suspensi 20 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 20,07

V3 (Suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 15,58

0

Beda Uji Rataan Pengaruh Banyaknya

Suspensi Larva Yang Terinfeksi Virus

Terhadap Intensitas Serangan

(66)

Beda uji rataan pengaruh stadia larva terhadap periode inkubasi (Hari)

Beda uji rataan pengaruh stadia larva

terhadap periode inkubasi

I1

(67)

Beda uji rataan pengaruh banyaknya suspensi Larva yang terinfeksi virus terhadap periode inkubasi (Hari)

Perlakuan Rataan

V0 (Kontrol) 0

V1 (Suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 4,00

V2 (Suspensi 20 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 2,67

V3 (Suspensi 30 ekor larva terinfeksi virus dalam 1 liter air) 1,83

Uji beda rataan pengaruh suspensi larva

terinveksi virus terhadap inkubasi

Gambar

Gambar 1. Telur S. LituraSumber: Foto Langsung
Gambar 2. Larva S. Litura a. Instar 2 dan b. Instar 4
Gambar 4. Imago S. LituraSumber:http://www.eppo.org/QUARANTINE/insects/Spodoptera_        litura/PRODLI_images.htm
Gambar 5. Gejala serangan S. Litura Sumber: Foto Langsung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti berusaha menggali informasi dan mengeksplor melalui kepustakaan, pengamatan (observasi) serta proses wawancara dengan beberapa warga yang merancang dan mambuat

Hasil uji secara simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel bebas pertumbuhan aktiva, struktur aktiva, return on assets da n current ratio secara bersama-sama

9 Wayang Sandosa Jawa Tengah Wayang Sandosa adalah bentuk pakeliran garapan baru, yang menggunakan layar lebar, dengan dalang lebih dari satu orang,

Dari proses membatik diketahui faktor pekerjaan yang merupakan faktor risiko terjadinya Carpal Tunnel Syndrome pada proses membatik yaitu gerakan tangan berulang,

set-point. Pembuatan sistem ini berdasarkan hasil simulasi dengan sedikit penyesuaian dengan hardware. Selain komputasi yang lama, FP paralel juga memerlukan waktu yang lama

Hasil dari reaktor R-01 berupa asetanilida, anilin, asam asetat dan air diumpankan ke evaporator (EV-01) untuk mendapatkan konsentrasi asetanilida yang lebih baik

Dengan menggunakan metode simulated annealing, robot akan mencari rute terpendek dari posisi start sampai posisi tujuan, kemudian robot akan bergerak sesuai dengan rute yang

GAMPONG MANYANG CUT KECAMATAN MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYAM. TAHUN