POLA AKTIVITAS PASIEN RHEUMATOID ARTHRITIS
DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM
RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
JANI NASUTION 091121046
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Peneliti : Jani Nasution
Nim : 091121046
Jurusan : S1 Keperawatan Program Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2011
Abstrak
Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit yang menyebabkan terjadinya peradangan persendian. Pasien yang terkena penyakit rheumatoid arthritis dapat mengkibatkan aktivitas sehari-harinya terganggu. Faktor yang mempengaruhi rheumatoid arthritis sampai sekarang belum diketahui pasti. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Polikilinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rheumatoid arthritis yang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convinience sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 17 pasien yang ditentukan dengan menggunakan kriteria.
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner data demografi dan kuesioner pola aktivitas pasien Rheumatoid arthritis. Pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan Juni sampai dengan Juli 2010, melalui penyebaran kuesioner kepada responden di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa 17 responden yang diteliti, pasien yang mengalami pola aktivitasnya terganggu sebanyak 14 orang (82,3%) dan yang tidak terganggu aktivitasnya berjumlah 3 orang (17,7%).
Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien rheumatoid arthritis dan dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang terjadinya gangguan aktivitas sehari-hari.
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang telah
dilimpahkan-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan
judul “Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP. Haji Adam Malik Medan”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukunagan dalam proses penyelesaian
Skripsi ini, sebagai berikut :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.
2. Bapak Dudut Tanjung, S.Kp, M.Kep,Sp.KMB dan Bapak Achmad Fathi S.Kep
Ns, MNS selaku dosen pembimbing 1 proposal dan skripsi.
3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing 2 proposal
dan skripsi.
4. Ibu Lufthiani S.Kep. Ns selaku dosen penguji.
5. Ucapan Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada
Ayahanda H. Japijor Nasution dan Ibunda Hj. Hotnida Hasibuan tercinta dan
tersayang yang selalu berdoa dalam sholat lima waktunya, menyayangiku,
memberikan motivasi dan dukungan moril maupun material. Semangat mereka
membuat penulis tidak putus asa dalam menghadapi rintangan yang ada. Hanya
Allah SWT sajalah yang mampu membalas besarnya kebaikan dan
6. Terima kasih juga kepada adik-adik saya (Muhajir Lelo Nasution, Abdul Gani
Jamora Nasution, Septi Novita Nasution dan April Sabri Nasution) yang selalu
memberi motivasi atas segala limpahan dukungan, pengertian, cinta, kasih
sayang dan doanya.
7. Bapak Iwan Rusdi, S. Kp, MNS selaku dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan nasehat dan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas
Keperawatan USU serta seluruh Dosen dan Staf Pengajar serta pegawai
Fakultas Keperawatan USU
8. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua sahabat F.Kep ‘09 Jalur
B semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan terima kasih atas
kebersamaannya, support serta semangat yang selalu kalian berikan.
Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik serta masukan yang membangun dari semua pihak
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
pelayanan serta untuk penelitian selanjutnya.
Medan, Januari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... v
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... . 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Rheumatoid Arthritis ... 6
2.1.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis ... 6
2.1.2 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis ... 6
2.1.3 Etiologi ... 7
2.1.4 Patofisiologi ... . 7
2.1.5 Manifestasi Klinis ... ..8
2.1.6 Evaluasi Diagnostik ... 10
2.1.7 Penatalaksanaan ... 11
2.2 Aktivitas ... 12
2.2.1 Pengertian Aktivitas ... 12
2.2.2 Mekanika Tubuh ... 13
2.2.4 Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Masalah Aktivitas..19
2.3 Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis ... 22
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 24
3.1 Kerangka Konsep ... 24
3.2 Defenisi Operasional ... 26
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27
4.1 Desain Penelitian ... 27
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
4.4 Pertimbangan Etik ... 28
4.5 Instrumen Penelitian ... 29
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 30
4.7 Pengumpulan Data ... 31
4.8 Analisa Data ... 32
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33
5.1 Hasil Penelitian ... 33
5.2 Pembahasan ... 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Surat Izin Survey Awal dari Fakultas Keperawatan USU
Lampiran 4 Surat Keterangan Izin Penelitian dari RSUP. Haji Adam Malik Medan
Lampiran 5 Tabel Uji Reliability
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Format Defenisi Operasional...26
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik data
demografi pasien rheumatoid...34
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi persentase pola aktivitas pasien rheumatoid 35
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan pola aktivitas pasien
Judul : Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Peneliti : Jani Nasution
Nim : 091121046
Jurusan : S1 Keperawatan Program Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2011
Abstrak
Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit yang menyebabkan terjadinya peradangan persendian. Pasien yang terkena penyakit rheumatoid arthritis dapat mengkibatkan aktivitas sehari-harinya terganggu. Faktor yang mempengaruhi rheumatoid arthritis sampai sekarang belum diketahui pasti. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Polikilinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rheumatoid arthritis yang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convinience sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 17 pasien yang ditentukan dengan menggunakan kriteria.
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner data demografi dan kuesioner pola aktivitas pasien Rheumatoid arthritis. Pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan Juni sampai dengan Juli 2010, melalui penyebaran kuesioner kepada responden di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa 17 responden yang diteliti, pasien yang mengalami pola aktivitasnya terganggu sebanyak 14 orang (82,3%) dan yang tidak terganggu aktivitasnya berjumlah 3 orang (17,7%).
Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien rheumatoid arthritis dan dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang terjadinya gangguan aktivitas sehari-hari.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat
berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama
tanpa gejala. Rheumatoid arthritis merupakan penyakit progresif biasanya yang
memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan fungsional.
Penyakit ini telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan
ras dan kelompok etnik. Rheumatoid artritis lebih sering dijumpai pada wanita,
dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1 (Reeves, Roux & Lockhart,
2001).
Timbulnya kejadian rheumatoid arthritis sampai sekarang belum
sepenuhya diketahui. Meskipun agen infeksi seperti virus, bakteri, dan jamur telah
lama dicurigai, tak satu pun telah terbukti sebagai penyebabnya. Penyebab
rheumatoid arthritis merupakan masalah yang sangat aktif diteliti diseluruh dunia.
Hal ini diyakini bahwa kecenderungan untuk terkena penyakit rheumatoid arthritis
dapat diwariskan secara genetik. Hal ini juga diduga infeksi tertentu atau
lingkungan yang mungkin memicu pengaktifan sistem kekebalan tubuh pada
individu yang rentan (Shiel, 2010). Serangan rheumatoid arthritis sering terjadi
membuat kelemahan dan sangat menyakitkan diantara penyakit arthritis yang lain
(Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
Walaupun arthritis bukan merupakan penyakit yang mendapat sorotan
seperti penyakit jantung, kanker, atau AIDS, namun arthritis adalah masalah
kesehatan yang terjadi di mana-mana. Fakta statistik mengenai arthritis sangat
mengejutkan yaitu 14,3 % dari populasi Amerika Serikat (Gordon, 2002). Data di
Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi dari rheumatoid
arthritis adalah pada suku Amerika Indian dibanding dengan yang Non Indian.
Lebih dari 36 juta penduduk Amerika menderita 1 dari 100 jenis artritis (Reeves,
Roux & Lockhart, 2001). Di Indonesia sendiri diperkirakan kasus rheumatoid
arthritis berkisar 0,1 % sampai dengan 0,3 % dari jumlah penduduk Indonesia.
Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien.
Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau hanya menimbulkan
gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh penyakit rheumatoid
arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan
aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat
menimbulkan kegagalan organ atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri,
keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur. Lebih lanjut
awitan keadaan ini bersifat akut dan perjalanan penyakitnya dapat ditandai oleh
periode remisi (suatu periode ketika gejala penyakit berkurang atau tidak terdapat)
berat). Bertambah beratnya gejala penyakit rheumatoid arthritis sehingga
mengakibatkan terjadi perubahan aktivitas pada pasien (Smeltzer & Bare, 2002).
Aktivitas merupakan suatu aksi energetik atau keadaan bergerak. Semua
manusia yamg normal memerlukan kemampuan untuk dapat bergerak.
Kehilangan kemampuan dalam bergerak walaupun dalam waktu yang singkat
memerlukan tindakan-tindakan tertentu yang tepat oleh pasien atau perawat.
Orang yang menderita penyakit seperti rheumatoid arthritis mempunyai masalah
dalam menjaga aktivitasnya (Priharjo Robert, 1993). Kebanyakan orang menilai
tingkat kesehatan berdasarkan kemampuannya untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang mutlak
diharapkan oleh setiap manusia. Kemampuan tersebut meliputi berdiri, berjalan,
bekerja, makan, minum dan lain sebagainya. Disamping itu, kemampuan bergerak
akan mempengaruhi harga diri seseorang. Kemampuan aktivitas seseorang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskletal (Mubarok, Nurul
& Chayatin, 2007).
Hal yang terburuk pada penderita rheumatoid arthritis adalah pengaruh
negatifnya terhadap kualitas kehidupan. Bahkan kasus rheumatoid arthritis yang
tidak begitu parah pun dapat menghilangkan kemampuan seseorang untuk
produktif dan fungsional seutuhnya. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan
tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seutuhnya (Gordon, 2002).
Dari hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti dari data rekam medik,
ke Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
adalah 24 orang. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dari 3 orang pasien
mengatakan bahwa mereka merasa terganggu aktivitasnya apabila nyeri
rheumatoid arthritis kambuh.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
untuk mengetahui pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUP. Haji Adam Malik Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola
aktivitas sehari-hari pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran pola aktivitas
pasien rheumatoid arthritis dan sebagai sumber informasi yang dapat membantu
perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan yang berhubungan dengan
1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat pendidik
untuk mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam memahami pola aktivitas pasien rheumatoid
arthritis dan mempersiapkan mahasiswa untuk menerapkannya dalam pemberian
asuhan keperawatan.
1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai penambah bahan informasi dan wacana untuk pengembangan
penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan yang ingin
melakukan pengembangan penelitian tentang pola aktifitas pasien rheumatoid
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rheumatoid Arthritis
2.1.1 Pegertian Rheumatoid Arthritis
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa,
rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis
dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial.
2.1.2 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,
yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.
2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),
faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
2.1.4 Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus
akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer &
Bare, 2002).
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan
sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada
tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif.
Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi
secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa
bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada
umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala
kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan
energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan
kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping
itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya
mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan,
panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik
rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan
menurun, anemia (Long, 1996).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada
persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai
persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks,
dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian
dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari
30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit
yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi
yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak,
tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi
tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas
dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang
tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare,
2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan
kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba
akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak
tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.
2.1.6 Evaluasi Diagnostik
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada
penegakan diagnosis rheumatoid arthritis, yaitu nodul rheumatoid, inflamasi sendi
yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor
rheumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif.
C-reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil
yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh,
berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang
yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit
tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan
penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara
pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal
Anti-Inflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis
terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun
analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut
resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan
sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis
menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang
lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan
penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer &
Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,
sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat
pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa
mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara
berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu
seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.
Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung
Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara
persendian agar tetap lentur.
2.2 Aktivitas
2.2.1 Pengertian Aktivitas
Menurut Sriyono 2001, aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan
baik secara jasmani atau rohani. Sangat beruntung bila kita dapat melakukan
aktivitas-aktivitas yang positif. Kita sering tertarik dengan macam-macam
aktivitas itu dan kadang-kadang ingin mengikuti semuanya. Tetapi tentu saja kita
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaaan bergerak di mana manusia
memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto,&
Wartonah, 2004).
2.2.2 Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh adalah penggunaan organ secara efisien dan efektif sesuai
dengan fungsinya. Melakukan aktivitas dan istirahat pada posisi yang benar akan
meningkatkan kesehatan (Tarwoto & Wartonah, 2004).
Melakukan aktivitas secara benar dan beristirahat dalam proses yang benar
dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan mencegah timbulnya penyakit.
Gangguan mekanika tubuh dapat terjadi pada individu yang menjalani tirah baring
lama karena dapat menjadi penurunan kemampuan tonus otot. Tonus otot sendiri
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan kontraksi otot
rangka (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).
Lebih lanjut, penjelasan mengenai mekanika tubuh akan berfokus pada :
1. Kesejajaran tubuh dan postur
Kesejajaran tubuh (body alignment) adalah susunan geometrik
bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian-bagian-bagian-bagian tubuh lainnya.
Kesejajaran tubuh dan postur tubuh yang baik akan menempatkan tubuh pada
posisi tubuh yang meningkatkan keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh
yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk maupun tidur. Kesejajaran tubuh
Kesejajaran tubuh penting untuk meningkatkan fungsi tangan yang baik,
mengurangi jumlah energi yang digunakan dalam mempertahankan
keseimbangan, mengurangi kelelahan, memperluas ekspansi paru, meningkatkan
sirkulasi ginjal dan fungsi pencernaan. Sedangkan kesejajaran tubuh yang buruk
dapat mengganggu penampilan dan mempengaruhi kesehatan karena ada beberapa
bagian tubuh yang terbatas kemampuannya (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).
Tugas perawat terkait dengan kesejajaran tubuh adalah memberikan
contoh bagaimana melakukan kebiasaan yang baik pada postur tubuh sehingga
tubuh menjadi sehat. Selain itu, perawat juga bertugas memberikan kenyamanan
pada klien yang menderita lumpuh atau cacat serta klien yang mengalami
komplikasi akibat kesejajaran tubuh yang kurang baik (Mubarok, Nurul &
Chayatin, 2007).
Berikut adalah prinsip-prinsip pada kesejajaran tubuh (Mubarok, Nurul &
Chayatin, 2007):
1. Keseimbangan tubuh dapat dipertahankan apabila garis gravitasi (garis
imajinasi vertikal yang melalui pusat gravitasi atau suatu objek) melewati
pusat gravitasi (titik tempat semua masa tubuh terpusat) dan pondasi
penyokong (pondasi tubuh pada posisi istirahat).
2. Jika pondsai penyokong lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah,
kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar.
3. Jika garis gravitasi berada diluar pusat fondasi penyokong energi akan
4. Pondasi penyokong yang luas dan kesejajaran tubuh yang baik akan
menghemat penggunaan energi dan mencegah kelelahan otot.
5. Perubahan posisi tubuh akan membantu mencegah ketidaknyamanan otot.
6. Kesejajaran tubuh yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.
7. Karena struktur anatomi yang berbeda, maka intervensi keperawatan yang
diberikan harus bersifat individual dan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing.
8. Dapat memperkuat otot-otot yang lemah dan membantu mencegah
kekakuan otot serta ligamen.
2. Keseimbangan
Mekanisme yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan dan
postur tubuh cukup rumit untuk dipahami. Secara umum perasaan seimbang
bergantung pada input informasi yang diterima dari labirin (telinga bagian dalam),
penglihatan (input vestibulo-okular), dan dari reseptor otot dan tendon (input
verstibulospinalis). Pada keadaan normal, reseptor keseimbangan di aparatus
vestibular mengirimkan sinyal menuju otak yang akan mengawali refleks yang
dibutuhkan untuk mengubah posisi. Sedangkan pada keadaan lain, misalnya pada
perubahn posisi kepala informasi yang diterima langsung dikirim ke pusat refleks
di batang otak sehingga memungkinkan respon refleks yang lebih cepat guna
mempertahankan keseimbangan tubuh. Selain mekanisme di atas, keseimbangan
tubuh juga dipengaruhi oleh pusat gravitasi, dan fondasi penyokong seperti yang
3. Gerakan tubuh yang terkoordinasi
Gerakan yang halus dan seimbang merupakan hasil dari kerjasama yang
baik antara korteks serebri, serebrum, dan ganglia basalis. Dalam mekanisme ini
korteks serebri bertugas melakukan aktivitas motorik volunter, sedangkan
serebrum bertugas mengatur aktivitas gerakan motorik, dan ganglia basalis
bertugas mempertahankan postur tubuh. Misalnya serebrum, gerakan menjadi
kaku, tidak terarah, dan tidak terkoordinasi (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejajaran tubuh (Mubarok, Nurul &
Chayatin, 2007) :
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia serta perkembangan sistem muskuloskletal dan persarafan akan
mempengaruhi terhadap postur, proporsi tubuh, masa tubuh, pergerakan, serta
refleks tubuh seseorang. Untuk itu, dalam melakukan pengkajian dan intervensi
keperawatan, perawat harus memerhatikan aspek tumbuh kembang individu dan
membuat penyesuaian yang di butuhkan.
2. Kesehatan fisik
Gangguan pada sistem muskuloskletal atau persarafan dapat menimbulkan
dampak yang negatif pada pergerakan dan mekanika tubuh seseorang. Adanya
penyakit, trauma, atau kecacatan dapat mengganggu pergerakan dan struktur
tubuh. Oleh karena itu untuk memberikan intevensi yang tepat kepada klien,
alaminya. Selain itu penguatan prilaku juga perlu diberikan kepada klien guna
meningkatkan fungsi kesehatanya.
Masalah pada sistem muskuloskletal, seperti penyakit kongenital atau
postur tubuh yang abnormal dapat menghambat pergerakan seseorang. Untuk itu,
perawat perlu melakukan upaya deteksi dini guna mengetahui adanya masalah
pada sistem muskuloskletal. Disamping itu, perawat juga perlu memberikan
penyuluhan kesehatan, konseling, dan dukungan terkait dengan program
perawatan yang sesuai untuk klian, misalnya cara melakukan aktivitas dan
pengaturan posisi yang tepat untuk klien.
Berbagai pengaturan atau penyakit pada sistem saraf, seperti Parkinson,
sclerosis multiple, cedera serebrovaskular, stroke, atau tumor pada sistem saraf
dapat menyebabkan kelemahan, paralysis spastik dan flasid pada otot dapat
menghambat pergerakan dan mobilisasi otot.
3. Status mental
Gangguan mental atau afektif seperti atau stres kronis dapat
mempengaruhi keinginan seseorang untuk bergerak. Individu yang mengalami
cenderung tidak antusias dalam mengikuti kegiatan tertentu, bahkan kehilangan
energi untuk melakukan perawatan hygiene. Demikian pula halnya dengan stres
yang berkepanjangan, kondisi ini bisa menguras energi individu kehilangan
4. Gaya hidup
Gaya hidup yang terkait dengan kebiasaan yang dilakukan individu
sehari-hari. Individu dengan pola hidup yang sehat atau kebiasaan makan yang baik
kemungkinan tidak mengalami hambatan dalam pergerakan. Sebaliknya, individu
dengan gaya hidup yang tidak sehat dapat mengalami gangauan kesehatan yang
pada akhirnya akan menghambat pergerakannya.
5. Sikap dan nilai personal
Nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga dapat mempengaruhi aktivitas
yang dijalani oleh individu. Sebagai contoh, anak-anak yang tinggal dalam
lingkungan keluarga yang senang melakukan kegiatan olahraga sebagai sebuah
rutinitas akan belajar menghargai aktivitas fisik.
6. Nutrisi
Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan status kesehatan.
Apabila pemenuhan nutrisi tidak adekuat, hal ini bisa menyebabkan kelelahan dan
kelemahan otot yang akan mengakibatkan penurunan aktivitas atau pergerakan.
Sebaliknya, kondisi nutrisi berlebih (misalnya, obesitas) dapat menyebabkan
terbatasnya pergerakan tubuh sehingga individu menjadi mudah lelah.
7. Stres
Status emosi seseorang akan berpengaruh terhadap aktivitas tubuhnya.
untuk beraktivitas. Kondisi ini ditandai dengan penurunan nafsu makan, perasaan
tidak berdaya, dan pada akhirnya menyendiri.
8. Faktor sosial
Individu dengan tingkat kesibukan yang tinggi secara tidak langsung akan
sering menggerakkan tubuhnya. Sebaliknya, individu yang jarang berinteraksi
dengan lingkungan sekitar tentu akan lebih sedikit beraktivitas/menggerakkan
tubuhnya.
2.2.3 Ambulasi
Ambulasi adalah kegiatan bejalan. Persiapan latihan fisik yang diperlukan
klien hingga memiliki kemampuan ambulasi, antara lain :
1. Latihan untuk menguatkan otot ekstremitas atas dan lingkar bahu yaitu :
bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat traksi atau
benda yang beratnya berangsur-angsur di tambah dan jumlah pengulangannya. Ini
berguna untuk menambah kekuatan otot ekstremitas atas, latihan push-up dengan
posisi tiarap, menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan
genggaman, angkat kepala bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan tangan
sejauh mungkin.
2. Latihan berjalan yaitu: dilatih untuk duduk terlebih dahulu baru dilatih untuk
turun dari tempat tidur, kemudian bergeser ketepi tempat tidur dan di bantu untuk
duduk bila merasa enak, maka dibantu dengan menyanggahnya di bawah bahu.
depannya. Kemudian biarkan berdiri sebentar untuk memastikan bahwa ia tidak
merasa pusing. Apabila memerlukan bantuan sebaiknya yang membantunya
berada disampingnya (Asmadi, 2008).
2.2.4.Asuhan keperawatan klien dengan masalah aktivitas
2.2.4.1 Pengkajian
Pengkajian terkait aktivitas klien meliputi riwayat keperawatan dan
pemeriksaan fisik tentang kesejajaran tubuh, gaya berjalan, penampilan, dan
pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot,
toleransi aktivitas, masalah terkait mobilitas dan kebugaran fisik.
2.2.4.2 Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi riwayat aktivitas dan olahraga
yang mencakup tingkat aktivitas, toleransi aktivitas, jenis dan frekuensi olahraga,
faktor yang mempengarui mobilitas, serta pengaruh imobilitas (Mubarok, Nurul
& Chayatin, 2007).
2.2.4.3 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan
kesejajaran tubuh, cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan
dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot, serta toleransi aktivitas.
Tujuan pemeriksaan kesejajaran tubuh adalah untuk mengidentifikasi
perubahan postur akibat pertumbuhan dan perkembangan normal, hal-hal yang
perlu dipelajari untuk mempertahankan postur tubuh yang baik, faktor yang
menyebabkan postur tubuh yang buruk (misalnya kelelahan dan harga diri rendah)
, serta kelemahan otot dan kerusakan motorik lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, dan posterior guna mengamati
apakah bahu dan pinggul sejajar, jari-jari kaki mengarah kedepan dan tulang
belakang lurus, tidak melengkung kesisi lain (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).
2.Cara berjalan
Pengkajian berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien dan
resiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan dengan meminta klien berjalan
sejauh kurang lebih 10 kaki didalam ruangan, kemudian amati hal-hal berikut:
kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus. Tumit menyentuh tanah
lebih dulu dari pada jari kaki, kaki dorsofleksi pada fase ayunan. Lengan
mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki disisi yang berlawanan.
Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama, ayunan tubuh dari sisi ke
sisi minimal dan tubuh bergerak lurus kedepan, dan gerakan dimulai dan di akhiri
dengan santai. Selain itu perawat juga perlu mengkaji kecepatan berjalan
(normalnya 70-100 langkah permenit) (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak
aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji antara lain: adanya kemerahan
atau pembengkakan sendi, adanya deformitas, perkembangan otot yang terkait
dengan masing-masing sendi, adanya nyeri tekan, krepitasi, peningkatan
temperatur di sekitar sendi dan derajat gerak sendi.
4.Kemampuan dan keterbatasan gerak.
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya indikasi
rintangan dan keterbatasan pada pergerakan klien dan kebutuhan untuk
memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu di kaji antara lain :
a. Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk
bergerak.
b. Adanya hambatan dalam bergerak
c. Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk mengikuti petunjuk.
d. Keseimbangan dan koordinasi klien
e. Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat.
f. Derajat kenyamanan klien
g. Penglihatan
5.Kekuatan dan masa otot.
6.Toleransi aktivitas
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah klien mengalami imobilisasi.
Data yang diperoleh tersebut kemudian menjadi standar (data dasar) yang akan di
bandingkan dengan data selama periode imobilisasi(Mubarok, Nurul & Chayatin,
2007).
2.3 Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis
Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis aktivitas
yang dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Hal ini disebabkan adanya gerakan
sendi yang terbatas. Rheumatoid arthritis mengurangi kemampuan seseorang
untuk menggerakkan sendi mereka dalam jangkauan gerakan yang penuh. Sumber
utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa tidak nyaman pada fisik penderita
rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa
lemah dan lelah pada dokter mereka, mereka disarankan untuk mengurangi
jumlah kegiatan mereka, dan bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi
untuk istirahat yang banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang
berlebihan dapat merusak kesehatan (Gordon, 2002). Pengaruh negatif dari sistem
otot dan tulang yang tidak bergerak, mencakup: terhentinya pertumbuhan otot,
tendon, ligament dan tulang. Melemahnya otot otot, tendon, ligament dan tulang.
Merosotnya kondisi tulang rawan sendi, bertambahnya risiko tulang yang patah
karena hilangnya massa tulang, suatu kondisi yang disebut dengan osteoporosis.
Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang tergaggu diterjemahkan
dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan melakukan
untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir rambut, bangun dari
tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri (Gordon, 2002). Selain itu juga
pasien dengan rheumatoid arthritis mengalami kesulitan melakukan kegiatan
normal sehari-hari dalam hal berpakaian, berdandan, mencuci, menggunakan
toilet, menyiapkan makanan, dan melakukan pekerjaan rumah. Gejala-gejala
rheumatoid arthritis dapat juga menganggu kerja bagi orang banyak. Setengah
dari pasien-pasien rheumatoid tidak lagi mampu bekerja 10-20 tahun setelah
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan adanya pola aktivitas
sehari-hari pada pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pada pasien stadium lanjut aktivitas
dan kualitas hidupnya menurun. Rheumatoid arthritis biasanya mengakibatkan
ketidakmampuan yang bisa berlangsumg lama. Peradangan pada sendi
menyebabkan nyeri, kekakuan dan bengkak. Rheumatoid arthritis paling sering
menyerang sendi kecil seperti tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, lutut, dan
pergelangan kaki. Gejala ini mengakibatkan ketidaknyamanan.
Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
hidup sehari-hari terjadi pada pasien rheumatoid arthritis sehingga pasien tersebut
mengalami kesulitan. Pasien mungkin mengalami kesulitan untuk melakukan
perawatan diri dan pekerjaan rumah. Adanya keterbatasan gerak maka pasien
tersebut tidak mampu melakukan aktivitas yang sewajarnya dilakukan. Sehingga
mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari pada pasien. Pasien yang
biasanya mampu melakukan kegiatan sehari-hari menjadi tidak mampu untuk
rheumatoid arthritis tidak mampu untuk melakukan aktivitas yang biasanya
dilakukan karena ada rasa nyeri dan melemahnya otot sendi.
3.1.1 Skema krangka konseptual Pola Aktivitas
-kemampuan berdiri
-kemampuan duduk
-kemampuan perawatan diri
-kemampuan melakukan
pekerjaan rumah
-Terganggu
3.2 Defenisi Operasional
Untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang istilah yang dipergunakan
dalam penelitian ini, maka di bawah ini dijelaskan secara operasional beberapa
istilah berikut :
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
Pola aktivitas
menggunakan toilet,
menyiapkan
makanan, dan
melakukan
pekerjaan rumah.
Kuisioner a. terganggu
(55-108)
b. tidak
terganggu
(27-54)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pola aktivitas pasien
rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rheumatoid arthritis yang
datang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan. Hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,
terdapat 24 pasien rheumatoid arthritis pada tahun 2009.
4.2.2. Sampel
Menurut Arikunto (2006), jika jumlah populasi kurang dari 100, maka
lebih baik diambil semua untuk dijadikan sampel penelitian (total sampling),
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Untuk itu yang menjadi
sample dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita rheumatoid arthritis di
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 17 orang. Ini karena saat peneliti
melakukan penelitian hanya terdapat 17 orang yang berkunjung untuk berobat ke
Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. Haji Adam Malik Medan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara convinience
sampling yang dilakukan dengan mengambil responden yang tersedia pada saat
itu dan telah memenuhi kriteria sample yang telah ditentukan terlebih dahulu
(Natoatmodjo, 2002). Adapun sampel yang ditentukan untuk subjek penelitian
adalah pasien rheumatoid arthritis dengan kriteria berikut:
1. Penderita rheumatoid arthritis yang datang ke Poliklinik Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
2. Bersedia menjadi responden.
4.3Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih sebagai lokasi penelitian
karena rumah sakit tersebut mempunyai letak yang strategis dan merupakan
rumah sakit pendidikan dan juga salah satu rumah sakit rujukan sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan jumlah responden yang sesuai dengan kriteria
penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni–Juli 2010.
4.4Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari institusi Pendidikan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan
Medan. Setelah mendapat persetujuan peneliti melakukan pengumpulan data
dimana peneliti mengukur langsung kepada pasien rheumatoid arthritis. Sebelum
melakukan penelitian, responden diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan,
manfaat dari penelitian, dan kegiatan dalam penelitian, hak-hak responden dalam
penelitian dan kerahasiaan terjaga.
Jika responden bersedia untuk diteliti, maka responden terlebih dahulu
menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat peneliti. Responden berhak
untuk menentukan sendiri kesediaan berpartisifasi sampai akhir penelitian
walaupun penelitian masih berlangsung dan belum selesai. Hal tersebut tercantum
dengan jelas dalam informed consent yang berupa persetujuan partisipasi secara
lisan atau yang ditandatangani oleh responden sebelum penelitian di laksanakan.
Sebelum menandatangani informed consent tersebut, responden diberi
waktu hingga benar paham sepenuhnya atas apa yang akan dijalaninya dalam
penelitian. Jika responden tidak bersedia atau menolak untuk berpartisifasi, maka
peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak responden.
Dalam menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memakai inisial atau
kode yang hanya diketahui oleh peneliti dan responden. Kerahasiaan informasi
responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner
yang disusun oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep.
Kuisioner penelitian ini terdiri dari dua bagian :
4.5.1 Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi yang meliputi inisial, umur, jenis kelamin,
agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan.
4.5.2 Kuesioner pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis
Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola aktivitas pasien
rheumatoid arthritis yang berisi bentuk pernyataan. Bagian ini terdiri dari 27
pernyataan dengan pilihan jawaban selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang
(KD), dan tidak pernah (TP). Pegisian jawaban berupa tanda checklist (√).
Jawaban untuk selalu (SL) diberi skor 4, sering (SR) diberi skor 3, kadang-kadang
(KD) diberi skor 2 dan tidak pernah (TD) diberi skor 1. Ini terdiri dari 2 kelas
interval nilai minimum adalah 27 dan nilai maksimum adalah 108.
Berdasarkan rumus statistik P = rentang dibagi banyak kelas (menurut
Sudjana, 1992). Maka untuk kriteria pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis
dengan rentang 108 dan banyak kelas 2 yang dikategorikan berubah dan tidak
berubah maka di dapatkan P = 54. Maka pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis
dikategorikan dalam kelas interval sebagai berikut:
27-54 = tidak terganggu
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
4.6.1 Validitas
Validitas dapat di uraikan sebagai ukuran penelitian yang sebenarnya,
yang memang didesain untuk mengukur. Validitas berkaitan dengan nilai
sesungguhnya dari hasil dan merupakan karakteristik yang penting dari penelitian
yang baik (Slevin dkk, 2005). Uji validitas penelitian ini akan dilakukan oleh
dosen keperawatan medikal bedah.
4.6.2 Reliabilitas
Kuesioner pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis disusun sendiri oleh
peneliti sehingga perlu dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk
mengukur secara konsisten sasaran yang di ukur.
Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data dilakukan. Uji
reliabilitas ini dilakukan pada 10 orang di luar sampel yang menderita rheumatoid
arthritis juga. Uji kuisioner pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis
menggunakan rumus Alpha Cronbach (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas yang
dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach maka diperoleh hasil 0,704.
4.7 Pengumpulan Data
a. Mengajukan permohonan izin pelaksaaan penelitian ke bagian pendidikan
Fakultas Keperawatan USU.
b. Setelah mendapatkan izin dari Fakultas Keperawatan USU, peneliti
mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Direktur Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
c. Setelah mendapatkan izin Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data penelitian.
d. Menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian kepada responden.
e. Setelah responden setuju untuk dijadikan sampel dari penelitian, maka
peneliti memberikan surat persetujuan untuk menjadi responden agar
ditandatangani oleh responden. Apabila responden tidak bersedia maka
peneliti tidak boleh memaksanya.
f. Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dan responden
diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti dengan mengisi kuisioner
yang telah diberikan oleh peneliti.
g. Setelah diisi, data kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan
diperiksa kelengkapannya. Apabila ada kuesioner yang tidak lengkap,
maka responden diminta untuk melengkapi disaat itu juga.
4.8Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dianalisa melalui beberapa tahap.
Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan
bahwa semua jawaban telah diisi. Selanjutnya data diklarifikasi dengan
Data yang telah terkumpul, diolah dan ditabulasi dengan menggunakan
sistem komputerisasi yaitu dengan data dianalisa menurut jawaban responden.
Data yang telah terkumpul, diolah dan ditabulasi melalui proses sebagai berikut
editing, koding dan analisa. Editing yaitu memeriksa kembali semua kuisioner
yang telah diisi oleh responden dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap
kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk. Koding yaitu memberi kode tertentu
pada pernyataan/kuisioner. Analisa yaitu menganalisa data yang telah terkumpul
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan
mengenai pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP. Haji Adam Malik Medan dilakukan pengumpulan data mulai dari Juni
sampai dengan Juli 2010.
5.1.Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan menjabarkan tentang deskripsi karakteristik
responden dan pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUP. Haji Adam Malik Medan.
5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin, agama,
suku, pendidikan terahir, pekerjaan dan penghasilan perbulan. Dari 17 orang
responden yang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. Haji Adam Malik
Medan yang menjadi responden pada penelitian ini didapat karakteristik
responden yaitu rata-rata responden berusia 54 tahun (SD=8,7), mayoritas
berjenis kelamin perempuan (70,6%), lebih dari setengah responden beragama
Islam (58,8%) dan suku Batak (58,8%). Responden yang memiliki tingkat
pendidikan SMA sebanyak 6 responden (35,3%) dan yang memiliki pekerjaan
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik data
demografi pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. Haji Adam Malik Medan (N=17).
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Pendidkan Terahir
5.1.2 Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis
Untuk mengetahui pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di lakukan
dengan cara membagi 2 kelas interval yaitu, terganggu dan tidak terganggu. Dari
hasil yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian mulai dari bulan
Juni sampai dengan Juli 2010 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. Haji Adam
Malik Medan diperoleh bahwa mayoritas pola aktivitas pasien rheumatoid
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi persentase pola aktivitas pasien rheumatoid
arthritis (N=17)
Pola aktivitas
pasien
rheumatoid
arthritis
Terganggu Tidak terganggu
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan pola
aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP. Haji Adam Malik Medan (N=17).
No Pertanyaan Frekuensi (persentase)
Selalu
1. Dengan adanya rematik saya
kehilangan semangat untuk
malakukan aktivitas.
11(64,8) 3(17,6) 3(17,6) 0(0,0)
2. Rematik dapat menimbulkan rasa
nyeri ketika saya melakukan
aktivitas.
9(52,9) 8(47,1) 0(0,0) 0(0,0)
3. Aktivitas saya terganggu semenjak
menderita rematik
1(5,9) 6(35,3) 10(58,8) 0(0,0)
4. Saya tidak mampu berjalan seperti
biasa sejauh 50 meter walaupun
mengalami sedikit rasa nyeri.
6(35,3) 7(41,2) 4(23,5) 0(0,0)
dengan cara seimbang.
6. Rematik membuat kemampuan
beraktivitas saya terbatas.
3(17,6) 8(47,1) 6(35,3) 0(0,0)
7. Saat tidur, saya bisa untuk
meluruskan tubuh saya.
0(0,0) 0(0,0) 5(29,4) 12(70,6)
8. Rematik mengurangi kemampuan
saya untuk menggerakkan sendi
saya.
9(52,9) 2(11,8) 5(29,4) 1(5,9)
9. Gejala-gejala yang terjadi, seperti
kaku pada pagi hari dapat
mengganggu kerja saya.
6(35,3) 8(47,1) 2(11,9) 1(5,9)
10. Sejak menderita rematik saya
cenderung tidak bersemangat dalam
mengikuti kegiatan tertentu.
8(47,1) 5(29,4) 4(23,5) 0(0,0)
11. Saya tidak mampu untuk memakai
pakaian saya sendiri dan harus di
Bantu oleh orang lain.
0(0,0) 0(0,0) 3(17,6) 14(82,4)
12. Saya cendrung tidak mampu untuk
melakukan perawatan hygiene
(kebersihan diri).
13. Saya tetap dapat berdiri dengan
seimbang.
1(5,9) 1(5,9) 12(70,6) 3(17,6)
14. Saya tidak dapat membungkuk
untuk memungut sesuatu yang ada
di lantai.
15(88,2) 0(0,0) 1(5,9) 1(5,9)
15. Saya tidak mampu untuk
membersihkan pekarangan rumah
saya.
3(17,7) 5(29,4) 4(23,5) 5(29,4)
16. Saya tidak mampu langsung duduk
di atas tempat tidur saat bangun
tidur pada pagi hari.
0(0,0) 0(0,0) 6(35,3) 11(64,7)
17. Saya tidak mampu untuk mandi
sendiri ketika saya mengalami
sedikit nyeri.
0(0,0) 0(0,0) 2(11,8) 15(88,2)
18. Dalam hal mangangkat beban yang
berat saya tidak mampu untuk
melakukannya.
17(100) 0(0,0) 0(0,0) 0(0,0)
19. Saya mampu makan sendiri tanpa
bantuan orang lain.
0(0,0) 0(0,0) 0(0,0) 17(100)
sewaktu saya melakukan pekerjaan
rumah saya.
21. Saya tidak mampu untuk minum
sendiri.
0(0,0) 0(0,0) 1(5,9) 16(94,1)
22. Saya tidak mampu menyiapkan
makanan saya tanpa bantuan dari
keluarga.
3(17,6) 2(11,8) 8(47,1) 4(23,5)
23. Saya mampu menyapu rumah saat
mengalami sedikit nyeri.
1(5,9) 2(11,8) 6(35,3) 8(47)
24. Untuk BAB (buang air besar) dan
BAK (buang air kecil) saya perlu
ditemani.
0(0,0) 0(0,0) 5(29,4) 12(70,6)
25. Saya tidak mampu untuk berpindah
dari satu tempat ketempat lain.
3(17,6) 2(11,8) 6(35,3) 6(35,3)
26. Saya tidak mampu untuk menyuci
pakaian.
10(58,8) 7(41,2) 0(0,0) 0(0,0)
27. Saya tidak mampu untuk merapikan
tempat tidur saya pada pagi hari.
5.2 Pembahasan
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik data demografi rata-rata
responden berusia 54 tahun (SD=8,7). Ini sesuai dengan penjelasan Reeves, Roux
& Lockhart (2001) bahwa serangan rheumatoid arthritis sering terjadi pada umur
25-55 tahun. Sedangkan berdasarkan karakteristik jenis kelamin mayoritas
responden adalah wanita 12 orang (70,6%) dan hasil penelitian ini sesuai dengan
penjelasan Reeves, Roux & Lockhart (2001) dan Long (1996) bahwa
perbandingan kasus wanita dan pria 3:1. Disini dapat terlihat yang menderita
rheumatoid arthritis lebih banyak wanita daripada pria.
Tabel 5.2 menunjukkan pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. Haji Adam Malik Medan mayoritas
mengatakan merasa terganggu aktivitasnya dengan jumlah responden 14 orang
(82,3%). Hal ini seiring dengan penjelasan Gordon (2002) bahwa rheumatoid
arthritis sering mengganggu aktivitas dan dapat mengakibatkan tidak mampunya
melakukan aktivitas sehari-hari dengan seutuhnya. Pada rheumatoid arthritis
terjadi pembentukan tulang yang berubah atau berkurangnya lingkup
gerak/keterbatasan gerak, sehingga anggota tubuh tertentu tidak dapat berfungsi
lagi sebagaimana mestinya.
Tabel 5.3 menunjukkan pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis dengan
adanya rematik mereka kehilangan semangat untuk malakukan aktivitas sebanyak
11 orang (64,7%) dan rematik dapat menimbulkan rasa nyeri ketika mereka
bahwa rasa nyeri merupakan gejala penyakit reumatik yang paling sering
menyebabkan seseorang mencari pertolongan. Responden mengatakan bahwa
mereka merasa selalu terganggu dan merasa adanya nyeri terutama pada pagi hari.
Responden yang tidak mampu berjalan seperti biasa sejauh 50 meter
walaupun mengalami sedikit rasa nyeri sering merasa terganggu 7 orang (41,2 %).
Responden mengatakan tidak mampu berjalan karena rasa nyeri yang diakibatkan
oleh rheumatoid arthritis mengganggu pergerakannya. Responden yang tidak
mampu untuk duduk dengan cara seimbang 10 orang (58,8%). Keseimbangan
adalah kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan postur tubuh tetap
tegak melawan gravitasi (duduk atau berdiri) untuk mengatur seluruh
keterampilan aktivitas motorik (Perry & Potter, 2006). Responden mengatakan
tidak mampu untuk duduk dengan seimbang.
Sedangkan responden yang menjawab selalu merasa terganggu dengan
rematik karena mengurangi kemampuan mereka untuk menggerakkan sendi 9
orang (52,9%). Sendi-sendi yang terserang dengan adanya rheumathoid arthritis
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan
gerakan ekstensi. Gejala lain mencakup pembengkakan sendi, gerakan yang
terbatas, kekakuan, dan perasaan mudah lelah Smeltzer & Bare (2001).
Responden mayoritas tidak dapat membungkuk untuk memungut sesuatu yang
ada di lantai 15 orang (88,2%). Responden merasa mampu langsung duduk di
atas tempat tidur saat bangun tidur pada pagi hari dan mampu untuk mandi sendiri
ketika mengalami sedikit nyeri. Sedangkan responden slalu merasa terganggu
untuk melakukannya sebanyak 17 orang (100%). Perubahan pada sisitem
muskuloskletal diantaranya mencakup perubahan jaringan penghubung
diantaranya kolagen dan elastin, tulang, otot, sendi yang menyebabkan turunnya
fleksibilitas sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan
untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dan hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini responden mengatakan tidak
mampu mengangkat beban yang berat.
Responden tidak pernah merasa tergaggu dalam hal menyapu rumah saat
mengalami sedikit nyeri sebanyak 8 orang (47,1%). Menyapu rumah merupakan
aktivitas yang dilakukan dengan posisi pada saat berdiri jadi responden
mengatakan tidak ada masalah dan mampu untuk menyapu rumah. Untuk BAB
dan (buabg air besar) dan BAK (buang air kecil) tidak pernah ditemani sebanyak
12 orang (70,6%). Responden mampu ke toilet sendiri, beranjak dari kloset,
merapikan pakaian sendiri, membersihkan sendiri organ ekskresi.
Responden tidak pernah merasa tergaggu untuk merapikan tempat tidur
mereka pada pagi hari sebanyak 14 orang (82,4%). Responden mengatakan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan yang dilakukan oleh
peneliti terhadap 17 responden dapat ditarik kesimpulan mayoritas berjenis
kelamin perempuan (70,6%), lebih dari setengah responden beragama Islam
(58,8%) dan suku Batak (58,8%). Responden yang memiliki tingkat pendidikan
SMA sebanyak 6 responden (35,3%) dan yang memiliki pekerjaan wiraswasta
sebanyak 6 responden (35,3%).
Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di poliklinik RSUP. Haji Adam
Malik Medan mayoritas mengatakan kalau aktivitasnya terganggu dengan jumlah
responden 14 orang (82,3%). Hasil penelitian ini sebagai informasi bagi perawat
dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien khususnya
pasien rheumatoid arthritis.
6.2 SARAN
1. Bagi praktek keperawatan
Hasil penelitian ini digunakan sebagai gambaran acuan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien rheumatoid arthritis dan
dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang terjadinya gangguan aktivitas
sehari-hari pada pasien rheumatoid arthritis. Serta memberikan motivasi bagi pasien agar
2. Bagi pendidikan keperawatan
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pola aktivitas pasien rheumatoid
arthritis mengatakan aktivitasnya terganggu. Oleh karena itu perlu ditingkatkan
pengetahuan mahasiswa tentang rheumatoid arthritis serta dapat dibahas lebih
lanjut dalam proses pembelajaran oleh dosen yang berasangkutan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Pada penelitian ini selanjutnya perlu dipertimbangkan jumlah sampel yang
lebih banyak agar hasilnya lebih representatif. Selain itu juga penelitian
selanjutnya sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara pembagian kuesioner
dan wawancara saja tetapi dilakukan observasi untuk melihat bagaimana aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Manajemen Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Asmadi, (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Bingham, (2010). Rheumatoid Arthritis. Di ambil pada tanggal 15 April 2010 dari
Long, Barbara C(1996). Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran
Buffer (2010). Rheumatoid Arthritis. Di ambil pada tanggal 17 April 2010 dari http//www.rheumatoid_arthritis .net/duwload.doc.
Engram,B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta: EGC.
Gordon, N.F. (2002). The Cooper Clinik and Research Institute Fitness Series. Fajar Interpratama Offset.
Jong, W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC
Mansjoer, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Mubarak, I.W, & Cahayatin,S. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia:Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Natoadmojo. (2002). Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta: Rineka Cipta Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Priharjo, R.(1993). Perawatan nyeri:Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta: EGC.
Reeves, J. R., Roux,G.,Lockhart,R. (2001). Medikal-Surgical Nursing. Jakarta: Salemba Medika.
Shiel, (2010). Aktivitas Pada Pasien Rheumatoid Arthritis. Di ambil 15 April 2010 dari http://rheumatoid arthritis.com
Sudjana, (1992). Metode Statistik. Ed.3, Bandung: Tarsito.
Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Tarwoto & Wartonah, (2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Judul Penelitian : Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik RSUP. Haji Adam Malik Medan.
Penelitian : Jani Nasution
Saya adalah mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis di Poliklinik RSUP. Haji Adam Malik Medan. Penelitian merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatrra Utara.
Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Jika bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan.
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga anda bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas pribadi anda dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya dipergunakan untuk penelitian ini. Dan saya ucapkan terima kasih atas partisipasi yang telah diberikan dalam penelitian ini.
Tanda Tangan :
Tanggal :
Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah titik dibawah ini dan beri tanda checklist (√ ) pada salah satu kolom kurung () sesuaai dengan jawaban menurut anda benar.
2. Bila ada yang kurang mengerti dapat ditanyakan kepada peneliti
A. Data Demografi
1. Kode (diisi peneliti) :………….
2. Umur :………….tahun
3. Jenis kelamin
() Laki-laki
() Perempuan
4. Agama
() Islam
() Protestan
() Khatolik
5. Suku / bangsa
() 1. Batak
() 2. Jawa
() 3. Melayu
6. Pendidikan Terahir
() 1. SD
() 2. SMP
() 3. SMA
() 4. Perguruan tinggi
7. Pekerjaan
() 1. Pegawai negeri
() 2. Pegawai swasta
() 3. Wiraswasta
() 4. Ibu rumah tangga
() 5. Dan lain-lain
8. Penghasilan perbulan
() Rp < 600.000
() Rp 600.000-Rp 1.000.000
B. Kuisioner pola aktivitas pasien rheumathoid arthritis
Isilah titik dibawah ini dan beri tanda checklist (√ ) pada salah satu kolom
kurung () sesuaai dengan jawaban menurut anda benar.
Petunjuk pengisian
SL: Selalu
SR: Sering
KD: Kadang-kadang
TP: Tidak Pernah
No Pengkajian Selalu Sering
Kadang-kadang
Tidak
pernah
1. Dengan adanya rematik saya
kehilangan semangat untuk
malakukan aktivitas.
2. Rematik dapat menimbulkan rasa
nyeri ketika saya melakukan
aktivitas.
menderita rematik
4. Saya mampu berjalan seperti biasa
sejauh 50 meter walaupun
mengalami sedikit rasa nyeri.
5. Saya tidak mampu untuk duduk
dengan cara seimbang.
6. Rematik membuat kemampuan
beraktivitas saya terbatas.
7. Saat tidur, saya bisa untuk
meluruskan tubuh saya.
8. Rematik mengurangi kemampuan
saya untuk menggerakkan sendi
saya.
9. Gejala-gejala yang terjadi, seperti
kaku pada pagi hari dapat
mengganggu kerja saya.
10. Sejak menderita rematik saya
cenderung tidak bersemangat dalam