• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS ARTIKEL FILSAFAT ILMU Epistemic Ga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS ARTIKEL FILSAFAT ILMU Epistemic Ga"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

Epistemic Game (e-game); Percaya Matematika VS Percaya Intuisi dalam Pemecahan Masalah Fisika

Saprudin

Kandidat Doktor Pendidikan IPA UPI Saprudin_unkhair@yahoo.com

ABSTRAK

Epistimologi adalah cabang filsafat yang menguraikan tentang pengetahuan. Game merupakan sebuah aktifitas yang menyenangkan dan bersifat immersive untuk mencapai tujuan yang menantang menurut aturan-aturan yang disepakati. Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai penggunaan berbagai jalan untuk memecahkan masalah mulai dari mengidentifikasi masalah, penentuan langkah-langkah dan kemudian memecahkannya. Epistemic game (e-game) merupakan salah satu cara yang berguna untuk menganalisa perilaku pemecahan masalah siswa terkait aktifitas-aktifitas yang berorientasi pada tujuan yang secara logis koheren. Mengacu pada framework Tuminaro and Redish (2007), terdapat enam jenis e-game yang dapat menggambarkan perilaku siswa dalam pemecahan masalah fisika diantaranya; Mapping meaning to mathematics, Mapping mathematics to meaning, Physical mechanism game, Pictorial analysis, Recursive Plug-and-Chug dan Transliteration to mathematics.

Kata kunci : Epistemologi, Game, e-game, Pemecahan Masalah

PENDAHULUAN

Pada umumnya, fisika merupakan salah satu bidang studi yang sampai saat ini masih dipandang sulit untuk dipelajari baik oleh siswa ataupun mahasiswa. Para instruktur dapat berasumsi bahwa kesulitan-kesulitan ini muncul sebagai dampak dari kurangnya keterampilan matematis. Akan tetapi masih sedikit bukti yang telah disajikan untuk mendukung asumsi ini (Tuminaro and Redish, 2007).

Hasil penelitian Ornek, et al. (2008) menunjukkan bahwa faktor penyebab yang menjadikan ilmu fisika sulit dipelajari bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi dikategorikan pada; 1) faktor-faktor terkait dengan mahasiswa seperti kurangnya motivasi, minat, kerja keras serta latar belakang pengetahuan, 2) Faktor-faktor terkait dengan pembelajaran seperti banyaknya tugas, struktur kelas, tidak memadainya mutu instruktur, 3) faktor-faktor terkait dengan karakteristik konten fisika seperti kumulatif, abstrak, melibatkan banyak hal yang dipelajari, memerlukan pemahaman matematika yang baik.

(2)

2 lebih banyak pengetahuan dan mengaturnya lebih baik sehingga pengetahuan relevan dengan mudah digunakan untuk aktivasi. Beberapa peneliti menggambarkan pengetahuan siswa yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah sedang kita coba

ajarkan sebagai “miskonsepsi”, “konsepsi alternatif” atau “naïve theory”. Agar

dapat memahami transisi novice - ke - expert, kita dapat menelusuri bagaimana mereka mendekati masalah, sehingga kita dapat menggambarkan model yang dapat menjembatani dua keadaan kognitif ini (Tuminaro & Redish, 2007).

Salah satu cara yang berguna untuk menganalisa perilaku pemecahan masalah siswa terkait aktifitas-aktifitas yang berorientasi pada tujuan yang secara logis koheren disebut epistemic game (Tuminaro & Redisd, 2007; Yavuz, 2015). Tuminaro and Redish (2007) mengembangkan kerangka kerja teoritis epistemic game untuk menggambarkan prosedur-prosedur yang digunakan oleh siswa selama pemecahan masalah dalam fisika.

Dalam artikel ini, akan dipaparkan enam jenis epistemic game mengacu pada framework Tuminaro and Redish (2007) yakni; 1) Mapping meaning to mathematics, 2) Mapping mathematics to meaning, 3) Physical mechanism game, 4) Pictorial analysis, 5) Recursive Plug-and-Chug dan 6) Transliteration to mathematics.

PEMBAHASAN

A. Epistimologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang berarti

“pengetahuan” dan logos artinya perkataan, pikiran, ilmu (Sudarminta, 2002).

Menurut Kneller (1971), epistimologi dapat dipandang sebagai cabang filsafat yang menguraikan tentang pengetahuan. Ahli filsafat sebagai epistimologis akan memberikan gambaran tentang hakekat pengetahuan; apa itu pengetahuan? aktivitas apa saja yang biasanya dilibatkan dalam pengetahuan? apa perbedaan antara pengetahuan, perkataan dan keyakinan? dapatkan kita memperoleh informasi diluar informasi yang dapat disajikan oleh pikiran sehat atau indera kita? apa hubungan antara aktivitas pengetahuan dengan sesuatu yang telah diketahui sebelumnya? serta bagaimana kita dapat menunjukkan bahwa pengetahuan itu adalah benar?.

(3)

3 seperti kebenaran dari tuhan yang telah dituangkan dalam kitab bibel bagi nasrani,

Al-Qur’an untuk muslim dan Bhagavad-gita untuk hindu, 2) Intuitive Knowledge

(pengetahuan intuisi); pengetahuan yang mungkin diperoleh manusia dalam dirinya pada suatu waktu baik muncul dengan tiba-tiba kedalam kesadaran dari suatu ide atau pembuatan kesimpulan oleh suatu proses yang panjang dari pekerjaan yang tidak disadari oleh manusia, 3) Rational Knowledge (pengetahuan rasional); pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio/ akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip logika formal dan matematika murni merupakan paradigma pengetahuan rasioanal, dimana kebenarannya dapat ditunjukkan dengan pemikiran abstrak, 4) Empirical Knowledge (pengetahuan empiris); pengetahuan empiris ditetapkan oleh pikiran sehat, 5) Authoritative Knowledge (pengetahuan otoritas); pengetahuan sebagai kebenaran bukan karena kita sudah mengeceknya tetapi karena itu dijamin oleh pihak yang berwenang.

Suriasumantri (2010) mengungkapkan bahwa pengetahuan yang benar harus memenuhi kriteria kebenaran ilmiah yakni; 1) teori korespondensi (suatu pernyataan adalah benar jika bersesuaian dengan obyek yang dituju serta ditunjang oleh fakta-fakta empiris, 2) teori koherensi (suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dipandang sebagai kebenaran, 3) teori pragmatisme (suatu pernyataan dapat dipandang benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

B. Game

Kata game berasal dari bahasa ingris. Dalam kamus bahasa indonesia, istilah game adalah permaianan. Para peneliti telah mendefisikan game sebagai “sebuah aktifitas yang menyenangkan dan bersifat immersive untuk mencapai tujuan yang menantang menurut aturan-aturan yang disepakati” (Kinzie & Joseph, 2008).

Sehubungan dengan hal tersebut, Salen and Zimmerman (Suharian dan Emigawaty, 2008), mengungkapkan bahwa “game adalah suatu sistem dimana pemain terlibat dalam suatu konflik buatan, yang didefinisikan oleh aturan-aturan, yang mengakibatkan suatu hasil yang dapat dihitung”.

(4)

4 game demi mencapai tujuan. Game, pada intinya adalah sebuah interaktif, aktivitas yang berpusat pada sebuah pencapaian, ada pelaku aktif dan juga ada lawan (Crawford dalam Martono, 2015).

C. Problem Solving dalam Pembelajaran Fisika

Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja diciptakan agar siswa dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fisika yang belum pernah dikerjakan sebelumnya dan juga siswa belum memahami cara pemecahannya. Artinya persoalan itu masih baru bagi siswa meskipun proses atau pengetahuan yang sudah dimilikinya dapat digunakan sebagai pengalaman untuk memecahkannya. Persoalan-persoalan yang dimaksud bisa dalam bentuk soal, tugas atau juga pertanyaan fisika yang diajukan untuk diselesaikan (Tanjung, 1999; Rief, 1995 dan James dalam Soekisno, 2002).

Pemecahan masalah (problem solving) berbeda dengan memecahkan suatu masalah (solving a problem). Pemecahan masalah dipandang sebagai penggunaan berbagai jalan untuk memecahkan masalah mulai dari mengidentifikasi masalah, penentuan langkah-langkah dan kemudian memecahkannya (Robertslein, 1981; Scoenfield, 1979 dalam Janulis Purba, 2003). Sedangkan memecahkan suatu masalah diartikan sebagai menemukan jalan yang tepat dalam menjembatani kesenjangan yang ada. Dengan kata lain menemukan jalan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

(5)

5 D. Epistemic Game (e-game)

Gagasan epistemic-game (disingkat e-game) diperkenalkan oleh Collins dan Ferguson (1993) yang didefinisikan sebagai sekumpulan “aturan dan strategi yang menuntun inkuiri”. Mereka mengenalkan gagasan game epistemic untuk menggambarkan inkuiri ilmiah expert pada berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks pembelajaran fisika, secara umum siswa masih belum layak dikatakan expert sehingga jika menggunakan pendekatan ahli sains untuk inkuiri sebagai suatu norma untuk menggambarkan inkuiri siswa tidaklah tepat.

Untuk alasan inilah, Tuminaro and Redish (2007) menggeneralisasi gagasan epistemic game untuk menjadi deskriptif daripada normatif. Epistemic game didefinisikan sebagai suatu aktifitas koheren yang menggunakan jenis-jenis tertentu dari pengetahuan dan proses yang berhubungan dengan pengetahuan untuk menciptakan pengetahuan atau memecahkan suatu masalah. Aktifitas bersifat “epistemic” dalam pengertian bahwa siswa terlibat dalam aktifitas-aktifitas ini

sebagai cara untuk membangun pengetahuan baru. Kata “game” dalam pengertian

yang sangat nyata menunjukkan suatu aktifitas koheren yang memiliki komponen ontologi dan suatu struktur yang membedakannya dari aktivitas lainnya (Tuminaro and Redish, 2007).

Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasi enam epistemic game yang menggambarkan kebanyakan perilaku dalam pemecahan masalah yaitu; 1) Mapping meaning to mathematics, 2) Mapping mathematics to meaning, 3) Physical mechanism game, 4) Pictorial analysis, 5) Recursive Plug-and-Chug dan 6) Transliteration to mathematics.

1. Mapping Meaning to Mathematics (Memetakan Makna ke Matematika)

Epistemic game ini merupakan game yang paling komplek secara intelektual. Siswa memulai dari pemahaman konseptual mengenai situasi fisik yang digambarkan dalam pernyataan masalah, dan kemudian bergerak ke solusi kuantitatif. Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan lima gerakan dasar pada epistemic game ini seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

(6)

6 bergantung pada pemahaman konseptual mereka sendiri untuk menghasilkan cerita ini, bukan pada prinsip-prinsip fisika dasar. Pada gerakan 2 (menerjemahkan cerita konseptual ke dalam bentuk matematis), pengetahuan matematika intuitif, bentuk simbolis serta alat-alat untuk interpretasi mungkin diaktifkan selama gerakan ini. Pada gerakan 3 (menghubungkan bentuk matematis dengan cerita fisik), sangat tergantung pada pengetahuan matematika intuitif, bentuk simbolis, dan alat-alat untuk interpretasi yang dihasilkan pada gerakan 2. Pada gerakan ke 4 (memanipulasi simbol), persamaan-persamaan fisika dituliskan. Pada gerakan ke 5 (evaluasi terhadap cerita) dapat terjadi dalam banyak cara berbeda misalnya, siswa mungkin mengecek solusi dengan contoh, mengecek jawaban kuantitatif dengan cerita konseptual. Adanya kesamaan dengan hasil yang ditemukan sebelumnya mungkin sudah cukup untuk digunakan dalam memutuskan bahwa kondisi akhir dari game telah terpenuhi.

Gambar 1. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Mapping Meaning to Mathematics (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

2. Mapping Mathematics to Meaning (Memetakan Matematika ke Makna)

(7)

7 struktural dari dua game ini berbeda. Dalam Memetakan Makna ke Matematika, siswa memulai dengan cerita konseptual dan kemudian menerjemahkannya kedalam pernyataan matematis. Sebaliknya, dalam Memetakan Matematika ke Makna, siswa memulai dengan persamaan fisika dan kemudian mengembangkan sebuah cerita konseptual. Perbedaan-perbedaan struktural antara kedua game ini membuatnya dapat saling dibedakan.

Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan empat gerakan dasar pada epistemic game ini yaitu; 1) mengidentifikasikan konsep-konsep sasaran, 2) menemukan persamaan yang menghubungkan konsep-konsep sasaran dengan konsep-konsep lainnya, 3) menceritakan sebuah cerita dengan menggunakan hubungan antara konsep-konsep ini dan 4) mengevaluasi cerita.

Gambar 2. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Mapping Mathematics to Meaning (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

3. Physical Mechanism Game

Pada game ini, siswa berusaha untuk membuat sebuah cerita deskriptif dan secara fisik koheren berdasarkan pemahaman intuisi mereka. Dasar pengetahuan untuk game ini terdiri dari penalaran primitif. Siswa tidak membuat acuan tersirat pada prinsip atau persamaan fisika.

(8)

8 (pengetahuan matematika intuitif, penalaran primitif, bentuk simbolis, dan alat-alat interpretisi) mungkin aktif dalam game ini seperti pada game sebelumnya.

Struktur dari game mekanisme Fisik sama dengan gerakan pertama dalam memetakan makna ke matematika, keduanya melibatkan pengembangan cerita konseptual. Namun, kami dapat membedakan keduanya karena game mekanisme fisik menggambarkan aktifitas yang terpisah, koheren dan memiliki keadaan akhir yang berbeda.

Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan dua gerakan dasar pada epistemic game ini yaitu; 1) mengembangkan cerita tentang situasi fisik dan 2) mengevaluasi cerita.

Gambar 3. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game Physical Mechanism (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

4. Pictorial Analysis

Dalam epistemic game jenis ini, siswa menghasilkan representasi spasial eksternal yang menspesifikasikan hubungan antara pengaruh-pengaruh dalam suatu pernyataan masalah. Misalnya, siswa yang membuat gambar skematis mengenai suatu situasi fisik misalnya free body diagram dalam mekanika atau diagram rangkaian listrik pada listrik dinamis.

Sama seperti pada jenis epistemic game sebelumnya, dasar pengetahuan terdiri dari semua sumber yang dimasukan diatas ditambah beberapa sumber penerjemah representasi. Bentuk epistemik adalah suatu skematis atau diagram yang dihasilkan siswa. Misalnnya, jika siswa menggambar sebuah diagram sirkut selama penyelidikan mreka, maka diagram-diagram tersebut berfungsi sebagai bentuk epistemik yang menuntun penyelidikan mereka. Dalam cara yang sama, gambar skematis dan diagram tubuh-bebas dapat berfungsi sebagai struktur sasaran yang menuntun penyelidikan.

(9)

9 diagram, maka dia akan menentukan gaya-gaya yang beraksi pada objek tersebut. Begitu juga dengan siswa yang memilih menggambarkan diagram rangkaian listrik, maka ia akan mengidentifikasi elemen-elemen seperti resistor, kapasitor, baterai dan lain sebagainya.

Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan gerakan dasar pada epistemic game ini yaitu; 1) menentukan konsep sasaran, 2) memilih representasi eksternal, 3) menceritakan cerita konseptual tentang situasi fisik berdasarkan pada hubungan spasial antar objek, dan 4) mengisi tempat-tempat dalam representasi.

Gambar 4. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game Pictorial Analysis (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

5. Recursive Plug-and-Chug

(10)

10 Bentuk epistemic game ini sama dengan Mapping Meaning to Mathematics dan Mapping Mathematics to Meaning, tetapi sumber yang aktif (yaitu dasar

pengetahuan) cukup berbeda. Aturan dan strategi yang digunakan dalam game ini berbeda dari game lainnya, meskipun bentuk epistemiknya mungkin sama.

Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan lima gerakan dasar pada epistemic game ini yaitu; 1) mengidentifikasi kuantitas sasaran, 2) menemukan persamaan berhubungan antara kuantitas sasaran dengan kuantitas lainnya, 3) menentukan besaran lain yang diketahui,(4) mengidentifikasi kuantitas sasaran baru (jika diperlukan), 5) menghitung kuantitas sasaran.

Gambar 5. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Recursive Plug-and Chug (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

6. Transliteration to Mathematics.

Transliteration to Mathematics merupakan sebuah epistemic game dimana siswa menggunakan contoh yang bekerja untuk menghasilkan sebuah solusi tanpa mengembangkan pemahaman konseptual mengenai contoh tersebut. Mentransilasi berarti merepresentasikan (huruf atau kata-kata) dalam karakter-karakter abjad lainnya yang berhubungan.

Dalam game ini, siswa memetakan kuantitas dari suatu masalah sasaran secara langsung ke dalam pola solusi dari sebuah contoh masalah. Karena siswa menggunakan simbol tanpa makna konseptual, biasanya hanya sumber yang berhubungan dengan struktur sintaksis dari persamaan yang aktif selama game ini. Pola solusi dari contoh sasaran berfungsi sebagai bentuk epistemik untuk game ini.

(11)

kuantitas-11 kuantitas dalam situasi masalah saat itu kedalam pola solusi, dan 4) mengevaluasi pemetaaan.

Gambar 6. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game Transliteration to Mathematics (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

E. E-game; Percaya pada Matematika VS Intuisi pada Pemecahan Masalah Fisika “Sphere and Cylinder Rolling Race”

Pada pembahasan ini, penulis akan memfokuskan pada tiga game epistemik yaitu; 1) Physical Mechanism (PM), 2) Recursive Plug-and-Chug (RPC) dan 3) Mapping Mathematics to Meaning (MMM). Alasannya adalah ketiga jenis game epistemik tersebut memungkinkan untuk menguji apakah siswa percaya pada matematika atau intuisi ketika mereka sedang memecahkan masalah fisika.

Memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan intuitif, tanpa perhitungan matematis dan mengacu secara tersirat pada prinsip-prinsip fisika dapat dianggap sebagai game PM. Sebaliknya, memecahkan masalah dengan hanya menghitung sebuah konsep dengan menggunakan prinsip fisika termasuk ke dalam game RPC. Menghitung nilai suatu konsep, yang diikuti dengan mengevaluasi dan

(12)

12 Gambar 7. Percaya pada Perhitungan Matematika dan Intuisi

Berdasarkan Epistemic Game

Perhatikan permasalahan fisika beriku ini;

Untuk menjawab soal point a, konsep fisika yang dapat digunakan diantaranya massa, percepatan gravitasi, energi kinetik, energi potensial, energi mekanik dan momen inersia. Dengan memanipulasi matematik kita dapat menentukan besarnya kecepatan untuk masing-masing benda dengan menggunakan persamaan;

(13)

13 Pada konteks pemecahan masalah fisika di atas, jika dipandang dari epistemic game maka terdapat dua kategori yakni; 1) MMM game; melibatkan perhitungan

nilai kecepatan untuk setiap benda, kemudian memprediksi urutan balapan dengan membandingkan hasil perhitungan nilai kecepatannya, 2) RPC-PM Game; menghitung kecepatan setiap benda, kemudian memprediksi urutan balapan tanpa mempertimbangkan hasil perhitungan nilai kecepatan tersebut.

Berdasarkan dua katagori tersebut, beberapa kemungkinan jawaban siswa ketika memecahkan masalah fisika di atas ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Kemungkinan Jawaban Siswa

Kategori

Solusi Epistemic Game Deskripsi kategori solusi

1

MMM Game

Menghitung kecepatan benda dengan BENAR – memprediksi

urutan balapan berdasarkan hasil perhitungan nilai kecepatan yang benar

2 Menghitung kecepatan benda dengan SALAH – memprediksi

urutan balapan berdasarkan hasil perhitungan nilai kecepatan yang salah

(14)

14 DAFTAR PUSTAKA

Collins A and W. Ferguson. 1993. Epistemic forms and epistemic games: Structures and strategies to guide inquiry. Educational Psychologist, 28 (1), 24 - 42 Firman Harry. 2017. Pengetahuan, Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Ilmu (Bahan

Kuliah Filsafat Ilmu). Tersedia :

https://www.academia.edu/31488957/PENGETAHUAN_ILMU_ILMU_PE NGETAHUAN_DAN_FILSAFAT_ILMU (14 Februari 2017

Janulis, P.P. (2003) . Pengembangan dan Implementasi Model Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa). Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak Diterbitkan

Kinzie, M. B., & Joseph, D. R. D. (2008). Gender differences in game activity preferences of middle school children: implications for educational game design. Education Technology Research and Development, 56, 643–663. DOI 10.1007/s11423-007-9076-z

Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. New York : John Wiley Sons Inc

Martono. 2015. Pengembangan Game dengan Menggunakan Game Engine Game Maker. Jurnal Sistem Komputer Vol. 5, No 1, Mei 2015, ISSN : 2087-4685, e-ISSN: 2252-3456

Ornek et al .(2008). What Makes Physics Difficult. International Journal of Environmental & Science Education, 2008 , ISSN; 1306-3065 Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan.

Yogyakarta: Kanisius

Suharian & Emigawaty. 2008. Pembuatan Game 3d Fighting dengan Menggunakan Finite State Machine sebagai Strategi Karakter. Jurnal Ilmiah MATRIK Vol. 10 No. 1, April 2008

Soekisno, R.A.B. (2002). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi Heuristik. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak Diterbitkan

Suriasumantri, J. S. (2010). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar popular. Jakarta: Sinar Harapan.

Tanjung, R. (1999). Penggunaan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Studi Eksperimen dalam Pembelajaran pada Topik Bunyi di Kelas II SLTP Negeri Kodya Madya Medan). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak Diterbitkan

Tuminaro, J., & Redish, E.F. 2007. Elements of A Cognitive Model of Physics Problem Solving: Epistemic Games. The American Physical Society. 3 (2). DOI: 10.1103/PhysRevSTPER.3.020101

Gambar

Gambar 1. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Mapping Meaning to Mathematics (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
Gambar 2. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Mapping Mathematics to Meaning (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
Gambar 3. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game Physical Mechanism (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
Gambar 4. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game Pictorial Analysis (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian mengenai penerapan berulir pada tanah lunak, antara lain, adalah pertama, mengetahui seberapa besar efisiensi hasil modifikasi tersebut dipandang dari segi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VIII G pada bidang studi IPA dengan diterapkannya model pembelajaran Tutor

Sedangkan pada kenyataannya pada hari ke-277 penurunan telah mencapai rata-rata 317 mm (penurunan hanya akibat penimbunan S1 – S6), berdasarkan data settlement plate

1) Karakteristik penggunaan bahan bakar memasak masyarakat di bagian Kawasan Perkotaan Gresik adalah LPG, kayu bakar dan minyak tanah. Namun, jumlah rata-rata konsumsi

Keterangan : abc ) Huruf yang berbeda pada tabel menunjukkan rata-rata pada perlakuan berbeda nyata Berdasarkan Tabel 2, rata-rata nilai konversi kemurnian DNA White Spot Syndrom

Koefisien konstanta sebasar 47.869 menyatakan bahwa jika variabel situasi tingkat individu, tingkat kelompok, tingkat organisasi, dan tingkat ekstra organisasi sebagai penyebab stres

Untuk memproses perintah yang berhubungan dengan I/O, CPU mengeluarkan satu alamat yang terspesifikasi secara khusus bagi modul I/O dan perangkat eksternal tertentu dan satau

Pada kode perilaku, rasa jenuh dan capek tergambar jelas dari wajah Sharifah saat pengajuan pernikahan yang harus dirumitkan dengan aturan yang ada (terlihat dalam scene