Tumpulnya Cakar Amerika di Suriah
Oleh Ade Chandra R.F0911240035
egemoni yang dikemukakan
oleh Gramsci paling tidak
merupakan gambaran dari
hegemoni Amerika Serikat (AS) di
dunia internasional saat ini. Kata
hegemoni berasal dari “hegemonia” dalam bahasa Yunani yang berarti
“kepemimpinan” (Griffith, 2002).
Didalam hubungan
internasional,
hegemoni lebih di-
kaitkan kepada satu
negara yang mem-
impin negara lain
dalam berbagai bi-
dang,berdasar pada
legitimasi yang diberikan kepada negara
tersebut. Secara jelas, dapat terlihat
bahwa AS merupakan hegemon dunia
saat ini yang memiliki sumber
kekuataan berupa aggregate power, soft power dan institutional power.
Namun kali ini, yang akan menjadi
sorotan adalah mengenai aggregate power AS—“yang menempatkannya sebagai polisi dunia”—akhir-akhir ini
terkesan sedikit melempem dalam
menghadapi Rezim Suriah.
Rezim Suriah dibawah diktator Bassar
Al-Ashad secara internasional telah
melakukan tindakan brutal terhadap
oposisi yang menuntut rezimnya untuk
mundur. Seperti halnya gelombang
reformasi dinegara Arab yang lain, AS
dan dunia Barat mendukung demo-
kratisasi yang terjadi di Suriah. Dan AS
juga menuntut Bassar Al-Ashad untuk
mundur, serta mengakhiri konflik yang
terjadi.
Namun, ancaman AS
terhadap Rezim Bassar
tidak ditanggapi dengan
serius. Konflik Suriah
terus berlanjut hingga
saat ini. Pelanggaran
HAM terus terjadi
ber-larut-larut, tanpa adanya intervensi
militer sekelas NATO untuk
meng-hentikannya. Lalu pertanyaannya
se-karang adalah: kemanakah NATO?
Kemanakah AS? Apakah AS hanya
membiarkan semua ini terjadi?
AS sebagai negara hegemon tentu tidak
membiarkan ini terjadi. Upaya damai
dengan adanya misi pemantau PBB di
Suriah merupakan salah satu inisiasi AS
untuk mengakhiri konflik. Namun
tampaknya hal ini hanya membuang-
(Bersambung ke hal 2. SCO Bela Suriah)
SCO Bela Suriah
buang waktu saja karena konflik masih
terus terjadi. Tidakkah seharusnya AS
melakukan intervensi militer melalui
NATO seperti yang dilakukannya di
Libya, untuk mengakhiri kediktatoran
Bassar Al-Ashad ini? Nampaknya cakar
AS yang kuat dalam perannya sebagai
polisi dunia akan tumpul dalam
menghadapi diktator bertangan besi
Bassar Al Ashad.
AS dibuat frustasi oleh konflik Suriah
ini. Rekomendasinya untuk memberikan
sanksi kepada Suriah terus menemui
jalan buntu. Anggota Dewan Keamanan
pemegang hak veto, yaitu Rusia dan
China akan dengan senantiasa
menghalangi AS untuk menancapkan
cakarnya di Suriah.
Rusia dan China adalah dua negara
pemegang hak veto yang tergabung
dalam Organisasi Kerjasama Shanghai
(SCO). SCO didirikan tahun 2001 dan
beranggotakan China, Rusia, Kazakstan,
Tajikistan, Uzbekistan, dan Kirgistan,
dengan Iran, Pakistan, India dan
Mongolia berstatus sebagai pengamat.
Dalam pertemuan puncak SCO tahun
2012 yang diselenggarakan pada
tanggal 7 Juni di Beijing, SCO sepakat
untuk menentang niat dan rencana Barat
dalam merespon kasus Suriah. SCO
menekankan solusi atas konflik politik
Suriah harus dilakukan melalui dialog,
karena pergantian rezim seperti yang
diusulkan AS tidak akan menjamin
terciptanya kestabilan negara tersebut.
SCO ini seolah-olah menantang
kecakapan AS sebagai negara hegemon
dunia.
Sejalan dengan teori Grimsci, hegemoni
AS saat ini sedang mengalami krisis
kepercayaan dari negara-negara yang ia
pimpin. Krisis kepercayaan ini muncul
dari keraguan apakah AS mampu untuk
menyelesaikan suatu konflik yang
terjadi didunia dengan caranya sendiri.
Fenomena hegemoni AS ini merupakan
suatu hegemoni yang bersifat menurun
(decadent). Konsep hegemoni ini mengatakan bahwa, hegemoni suatu
negara lamban laun akan menurun,
dikarenakan ketidakmampuannya dalam
menjaga legitimasi yang diberikan oleh
negara yang ia pimpin. Hal ini
mengakibatkan negara-negara tersebut
cenderung untuk memilih alternatif lain
yang dapat dipercaya, diluar dari yang
telah ditawarkan oleh negara hegemon,
Seperti halnya SCO yang dengan