• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENIN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI LAHAN BASAH SEBAGAI MODEL

PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN

(Studi Kasus Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala)

Dr. Abdul Halim Barkatullah, SH.M.Hum. Ifrani, SH., MH

Mirza Satria Buana, SH., MH

ABSTRAK

Permasalahan umum pertanian di Indonesia adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Para petani tidak dapat menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan biaya dan tidak punya gudang yang memadai. Kondisi ini dimanfaatkan para tengkulak dan rentenir untuk mengambil untung besar. Permasalahan tersebut kemudian dicoba diatasi pemerintah melalui pendirian Sistem Resi Gudang (SRG) dan Resi Gudang dapat dijadikan jaminan kredit di perbankan.

Dalam realisasi penerapan Resi Gudang untuk meningkatkan kesejahteraan petani sebagai model pemasaran komoditas pertanian, khususnya dalam hal jaminan kredit di perbankan masih terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, karena jaminan resi gudang belum memenuhi kriteria yang diinginkan oleh lembaga perbankan. Dalam penerapan SRG di Kabupaten Barito Kuala, kebijakan pemerintah tersebut masih mengalami kendala dalam pelaksanaanya. Antara lain; kurangnya sosialisasi kepada petani, belum tepat sasaran, tingginya bunga pada tahun kedua bagi petani yang memanfaatkan SRG, besarnya biaya operasional pengangkutan hasil pertanian dari tempat petani ke gudang SRG, dan tidak semua bank mau menerima sertifikat resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan mereka.

PENDAHULUAN

Salah satu upaya menghadapi persaingan global adalah dengan menerbitkan instrumen baru dalam bidang pembiayaan perdagangan dan pengelolaan stok nasional, sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem pembiayaan perdagangan tersebut harus dapat diakses setiap waktu oleh setiap pelaku usaha, terutama pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur masalah kesulitan permodalan dan keterbatasan jaminan kredit.1

Permasalahan umum pertanian di Indonesia adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Para petani tidak dapat menyimpan hasil panen lebih lama karena

1

(2)

sudah kehabisan biaya dan tidak punya gudang yang memadai. Kondisi ini

dimanfaatkan para tengkulak dan rentenir untuk mengambil untung besar, para tengkulak dan pengelola gudang besar milik BUMN atau swasta. Permasalahan tersebut kemudian coba diatasi pemerintah melalui pendirian Pasar Lelang Komoditas, Kredit

Usaha Rakyat, dan Sistem Resi Gudang atau Werehouse Receipt System (selanjutnya disebut dengan SRG). Dengan adanya SRG, petani tidak terlalu terburu-buru menjual hasil panen, sebab mereka masih dapat menyimpan hasil panen di gudang terakreditasi, dan dapat menjadikan dokumen resi gudang yang dimilikinya sebagai jaminan kredit di bank. Pada saat harga pasaran telah membaik, petani dapat menjual barang dan melunasi kredit, serta mendapat sisa uang hasil penjualan.

Melalui SRG, petani lebih mudah melakukan transaksi perdagangan tanpa harus membawa barang hasil pertanian ke mana-mana, tetapi cukup dengan menunjukan dokumen pengganti bernama Resi Gudang. Dokumen Resi Gudang dapat dialihkan, diperjualbelikan, dijadikan jaminan kredit, dan dijadikan bukti untuk mengambil barang di gudang. Resi Gudang dapat diperjual belikan melalui bursa (Bursa Berjangka Komoditi/Bursa Efek) dan di luar bursa (Pasar Lelang Komoditas/Pasar Induk). Sistem Jaminan Resi Gudang adalah hasil perkembangan lebih lanjut dari Sistem Jaminan Fidusia, terutama yang khusus berkaitan dengan objek jaminan barang bergerak berupa stok hasil panen pertanian/perkebunan/perikanan.

Pembiayaan pertanian melalui SRG dapat diperoleh dari lembaga perbankan,

lembaga keuangan nonbank, serta dari para investor yang berminat membeli produk

derivative Resi Gudang lewat bursa atau di luar bursa. Melalui cara tersebut, Resi Gudang dapat berpindah tangan berkali-kali sehingga dapat meningkatkan volume transaksi perdagangan dan keuangan yang pada akhirnya diharapkan juga dapat mendorong kemajuan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani.

(3)

Barang hasil panen petani kecil selama ini tidak dapat dijadikan agunan kredit,

karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Namun demikian, permasalahan tersebut mulai ada jalan keluarnya sejak diundangkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi (UU SRG) beserta peraturan pelaksanaanya. Dalam penerapan SRG di Indonesia masih sebahagian besar di terapkan di pulau jawa, sangat sedikit sekali yang diterapkan di luar jawa, sebagai contoh di pulau Kalimantan sebagai pulau besar di Indonesia hanya ada satu SRG, yaitu di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan.

Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai lahan basah, berupa lahan pasang surut yang kebanyakan berupa lahan rawa gambut seluas 191.022 ha yang dominan terdapat di Kabupaten Barito Kuala yang memiliki luasan 99.234 ha akan tetapi dari luasan tersebut hanya 85% yang dimanfaatkan selebihnya adalah lahan tidur.2 Luasan 15% yang tidak diusahakan dalam skala usaha tani disebabkan karena adanya hambatan internal lahan basah pasang surut rawa gambut berupa sifat fisik, kimia dan tata air yang kurang mendukung kegiatan usaha tani. Sifat fisik yang menghambat terkait dengan penyusutan , ketebalan dan kondisi fisik lahan. Sifat kimia lahan yang menghambat terkait dengan keasaman tanah dan keharaan tanah yang rendah, sedangkan faktor tata air yang menghambat terkait dengan adanya variasi genangan.

Kalimantan Selatan mempunyai satu-satunya SRG yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala di mana tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup petani,

berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti mencoba meneliti tentang bagaimana kebijakan pemerintah tentang sistem resi gudang dalam meningkatan kesejahteraan petani lahan basah sebagai model pemasaran komoditas pertanian yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala.

2

(4)

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Sistem Resi Gudang

Sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. (Pasal 1 angka 1 UU SRG)

Sedangkan pengertian Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. (Pasal 1 angka 2 UU SRG) Setiap pemilik barang barang yang menyimpan barang di gudang berhak memperoleh Resi Gudang. (Pasal 6 ayat 1 UU SRG) pengelola gudang menerbitkan Resi Gudang untuk setiap penyimpanan barang setelah pemilik barang menyerahkan barangnya. (Pasal 6 ayat 2 UU SRG)

Pemegang resi gudang memiliki hak atas barang yang disimpan di gudang yang dapat dibuktikan dengan resi gudang yang dibawanya, Pemegang resi gudang adalah pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan lebih pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut (Pasal 1 angka 7 UU SRG). Karena resi gudang adalah surat berharga yang dapat dialihkan dan diperjualbelikan berkali-kali, maka pemegang resi gudang yang paling akhir adalah pihak yang paling berhak atas barang yang disimpan di gudang.

Hak jaminan resi gudang adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima

hak jaminan terhadap kreditor lain (Pasal 1 angka 9 UU SRG). Disamping itu, resi gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa

dipersyaratkan adanya agunan lainnya (Pasal 4 ayat 2 UU SRG). Tujuan dan Manfaat Sistem Resi Gudang

(5)

Untuk maksud tersebut di atas diperlukan sinergi diantara pemerintah pusat,

pemerintah daerah, dan sektor-sektor terkait yang mendukung SRG, serta Pasar Lelang Komoditas. Sehingga dengan adanya SRG dapat menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi

ekonomi sebagai pengejawantahan Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan pemberlakuan SRG tersurat dalam konsiderans UU SRG, sebagai berikut: 1. Bahwa Sistem Resi Gudang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha di bidang Sistem Resi Gudang perlu adanya pengaturan mengenai Lembaga Jaminan Resi Gudang;

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk UU SRG;

Guna mendukung sasaran pencapaian manfaat SRG yang mampu secara optimal mendorong pembangunan nasional, diperlukan upaya menyeluruh, terintegrasi dan terakselerasi oleh segenap stakeholders perekonomian Indonesia untuk mewujudkan dasar-dasar pencapaian manfaat (means to end goal) penerapan SRG. Dasar-dasar pencapaian manfaat SRG tersebut meliputi3 terbangunnya fungsi dan mekanisme pasar yang maksimal atas perdagangan komoditas/produk pertanian terkait SRG, terbangunnya daya dukung lingkungan yang kondusif bagi komoditi-komoditi dan

produk pertanian, terbangunnya kepastian hukum melalui peraturan perundang-undangan, peraturan serta kelembagaan yang mendukung terciptanya performence

guarantee SRG, terbangunnya sistem infeksi dan sertifikasi yang diakui, terbangunnya sistem data dan informasi komoditi yang terakreditasi, terbangunnya partisipasi aktif masyarakat, terbangunnya insentif untuk berkembangnya infrastuktur SRG termasuk industri penyimpanan/pergudangan.

(6)

Pengertian Hukum Jaminan

Untuk menemukan perumusan hukum jaminan, baik dalam undang - undang maupun di dalam literatur, maka tidak akan ada istilah yang tepat untuk rumusan jaminan tersebut. Berdasarkan pendapat para pakar hukum, salah satunya adalah Hartono Hadisoeprapto

dalam bukunya yang berjudul Pokok - Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,

memberikan definisi jaminan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diberikan seorang debitur kepada kreditur sehingga menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan

memenuhi segala kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.4

Didalam literatur memang ditemukan istilah Zekerheidsrechten, yang memang bisa saja diterjemahkan menjadi hukum jaminan. Akan tetapi, hendaknya diingat, bahwa kata " recht " di dalam Bahasa Belanda dan Jerman dapat mempunyai arti yang bermacam - macam. Pertama ia berarti hukum (law), tetapi juga hak (right) atau keadilan. Pitlo memberikan perumusan tentang zekerheidsrechten sebagai: hak (eenrecht) yang memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur - kreditur lain. Dari apa yang dikemukan oleh Pitlo tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa kata "recht " dalam istilah " zekerheidsrechten " berarti " hak ", sehingga zekerheidsrechten

adalah hak - hak jaminan, bukan " hukum jaminan ", kalau mau memberikan perumusan juga tentang " hukum jaminan ", maka mungkin dapat diartikan sebagai: peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.5

Jaminan Kredit Perbankan

Berdasarkan Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan), bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

4

Hartono Hadi Saputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.

50.

(7)

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Sementara itu, karena pada umumnya perbankan memperoleh dana dari masyarakat dan kegiatannya diawasi oleh pemerintah, beberapa tujuan kredit dapat ditambahkan

sebagai berikut :

1. Mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan (kepentingan pemerintah);

2. Meningkatkan kegiatan perusahaan/perorangan yang didanai peminjam guna terpenuhinya kebutuhan usaha dan kebutuhan lainnya (kepentingan masyarakat); 3. Memperoleh laba untuk kelangsungan hidup perusahaan sehingga dapat memperluas

usaha dan pelayanannya (kepentingan pemilik modal/bank/lembaga kredit)6.

Sehubungan dengan perjanjian kredit, maka penjaminan kredit merupakan pelengkap suatu perkreditan. Dalam hal ini, sesuatu yang utama yang harus terlebih dahulu ada adalah suatu kesepakatan antara debitor dan kreditor atau adanya kredit itu sendiri sebagai underlying transaction-nya.

Pengertian jaminan kredit secara tersirat dan tersurat dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan, yang menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan

yang diperjanjikan. Adapun pengertian agunan kredit menurut Pasal 1 angka 23 UU Perbankan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank

dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

(8)

PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Bagi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit Perbankan

1. Resi Gudang Sebagai Agunan Kredit Perbankan

Penggunaan Resi Gudang merupakan agunan kredit perbankan, di samping telah diatur dalam UU SRG, juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor 7/2/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Umum yang berlaku mulai tanggal 2 April 2007.

Diaturnya tentang SRG dalam PBI 9/2007 merupakan dasar hukum bagi petani untuk dapat menjadikan Resi Gudang sebagai agunan kredit baru, selain tanah, rumah, dan aset lainnya. Petani dengan membawa dokumentasi Resi Gudang yang dimilikinya, dapat mengajukan permohonan kredit modal kerja kepada lembaga perbankan. Agunan Resi Gudang ini jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan agunan lain, sebab agunan Resi Gudang (misalnya gabah, beras, jagung) dapat langsung dijual dalam waktu singkat, sedangkan agunan berupa rumah/tanah butuh proses lama untuk menjualnya. Keunggulan lain dari agunan Resi Gudang adalah adanya aturan hukum yang lebih tegas tentang penjualan agunan macet atas kekuasaan kreditor (penerima hak jaminan) tanpa melalui fiat atau penetapan pengadilan, atau yang lebih dikenal dengan istilah

Parate Executie.

Dasar hukum penggunaan Resi Gudang sebagai jaminan utang atau agunan

(9)

2. Perjanjian Jaminan Resi Gudang

Perjanjian hak jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian yang bersifat ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian pokok. Di samping itu, setiap Resi Gudang yang diterbitkan hanya dapat

dibebani satu jaminan utang (Pasal 12 ayat 1 dan 2 UU SRG). Penerima hak jaminan Resi Gudang harus memberitahukan perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai hak jaminan kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang. Pembebanan hak jaminan terhadap Resi Gudang harus dibuat dengan Akta Perjanjian Hak Jaminan di hadapan Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih melindungi dan memberikan kekuatan hukum bagi para pihak dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sempurna dalam penyelesaian setiap perselisihan yang muncul di kemudian hari.

Perjanjian jaminan kebendaan pada umumnya selalu merupakan perbuatan memisahkan suatu bagian dari kekayaan seseorang yang bertujuan untuk menjaminkan dan menyediakan bagi pemenuhan kewajiban seorang debitur, perjanjian jaminan kredit dengan resi gudang adalah merupakan perjanjian accessior (Pengikut) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang-piutang antara kreditur dan debitur atau perjanjian pinjam-meminjam uang. Apabila perjanjian pokok (Perjanjian hutang piutang) tersebut berakhir maka perjanjian accesoir (Perjanjian jaminan kredit dengan resi gudang) tersebut demi hukum

berakhir pula.

Perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai karekteristik usaha

yang khusus dan berbeda dengan kegiatan usaha yang lain, yaitu bekerja dengan sebagian besar modalnya bersumber dari dana masyarakat. Dalam rangka menjamin dan menjaga amanat masyarakat yang menyimpan dana di bank, perbankan senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kreditnya (Prudential Banking Principle). Sebagai salah satu implementasi dari prinsip kehati - hatian bank dalam menyalurkan kredit maka dituangkan UU Perbankan.

(10)

bahwa Resi gudang dapat dijadikan agunan oleh nasabah debitur dalam

mengajukan kredit ke perbankan tanpa adanya agunan tambahan, namun pada umumnya bank memiliki penilaian dan ketentuan yang berbeda dalam penyaluran kreditnya (Self Regulator Bankking Principle ).

Pada dasarnya perbankan dalam menentukan jaminan dalam pemberian kredit lebih memilih jaminan tanah yang nilai jualnya lebih meningkat dalam jangka waktu kedepan. Pada prinsipnya tidak ada hambatan bagi perbankan untuk menerima resi gudang dalam hal menjadikannya agunan atau jaminan pemberian kredit, sepanjang sistem resi gudang ini berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan dukungan dan kepercayaan dari pihak-pihak yang terkait dan infrastruktur yang ada dalam menjalankan sistem resi gudang ini sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian kredit.

Kalau dilihat dari segi jenisnya, maka kredit dengan jaminan sistem resi gudang adalah jenis kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (Unsecured Loan) yaitu pemberian kredit tanpa jaminan material (agunan Fisik) pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah yang telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. Dalam praktik perbankan modern, pemberian kredit seperti ini sering dilakukan.

3. Resi Gudang Sebagai Jaminan yang Bersifat Kebendaan

Pada dasarnya sistem resi gudang adalah satu bentuk jaminan yang bersifat

kebendaan dimana jaminan ini berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri memiliki hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan dari siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dan dapat dialihkan.

(11)

orang lain (Pasal 4 Ayat 1 UU SRG). Pengalihan resi gudang disesuaikan

dengan bentuk resi gudang itu sendiri. Resi gudang atas nama dialihkan dengan

cessie, sedangka resi gudang atas perintah dialihkan dengan cara endosemen. Berlakunya asas prioriteit pada jaminan kebendaan, juga dianut pula oleh

jaminan resi gudang, bahkan UU SRG secara tegas mengatur dalam Pasal 12 Ayat 2 bahwa setiap resi gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani satu jaminan hutang saja, dan ini berarti bahwa dalam setiap resi gudang yang diterbitkan dan dijadikan jaminan utang hanya terdapat satu kreditur saja. Sedangkan untuk setiap resi gudang dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lain (Pasal 4 Ayat (2) UU SRG), sehingga untuk besar jumlah kredit yang diberikan sesuai dengan nilai jaminannya. Hal tersebut menjamin tidak akan terjadi permintaan pemenuhan hasil penjualan objek jaminan baik melalui lelang umum maupun penjualan langsung terhadap benda-benda jaminan lainnya.

Hak jaminan atas resi gudang adalah jaminan yang diperjanjikan atau yang bersumber dari perjanjian karena adanya perjanjian khusus yang diadakan antara debitur dengan kreditur. Selain dikatakan jaminan yang bersumber dari perjanjian atau diperjanjikan, hak jaminan atas resi gudang dapat dikatakan sebagai jaminan kebendaan karena yang dijadikan jaminan adalah resi gudang, yang merupakan dokumen bukti penyimpanan barang di gudang.

Hak jaminan atas resi gudang telah disebutkan sebagai salah satu jaminan kebendaan, sehingga mempunyai keterkaitan dengan hukum benda. Dari segi

fungsinya ini, hak jaminan atas resi gudang dapat dikatakan sebagai hak kebendaan yang memberi jaminan (zekelijk zekerheidsrecht) karena hal ini dapat diketahui dari rumusan Pasal 1 angka 9 UU SRG yang menyatakan :

"Hak jaminan atas resi gudang, yang selanjutnya disebut hak jaminan adalah hak jaminan yang dibebankan pada resi gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditur yang lain"

(12)

yang memberi jaminan yang pada dasarnya terjadi atas benda, berupa resi

gudang milik debitor untuk pelunasan utangnya kepada kreditor, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dari benda ini dengan mendahului kreditur - kreditur lain.

Hak jaminan atas resi gudang adalah sebagai salah satu jaminan kebendaan, sehingga mempuyai keterkaitan dengan hukum benda. Hukum benda adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan benda - benda yang diatur dalam Pasal-pasal buku II KUHPerdata dan menimbulkan hak atas benda atau hak kebendaan. Maka untuk menganalisa kedudukan yuridis resi gudang sebagai jaminan kebendaan, maka digunakanlah teori hukum jaminan kebendaan.

"Dalam hal-hal tertentu, yakni hubungan antara Pemegang Resi Gudang dan Kreditur didasari kepercayaan, Kreditur merasa tidak perlu lagi memegang hak jaminan dan melepaskan hak jaminan tersebut. Dalam hal ini, kreditur tidak lagi memegang hak jaminan dan Resi Gudang yang dijaminkan diserahkan kembali kepada Pemegang Resi Gudang".

Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa apabila kreditor menyerahkan kembali resi gudang yang dibebani hak jaminan kepada debitor pemegang resi gudang, maka kreditur dapat dikatakan melepaskan hak jaminan dan hak jaminan menjadi hapus. Dari ketentuan ini dan penjelasan Pasal 12 ayat (2) UU SRG ,

dapat dinyatakan bahwa resi gudang sebagai jaminan (resi gudang yang dibebani hak jaminan) wajib diserahkan atau berada dalam penguasaan kreditur. Apabila

resi gudang tidak diserahkan kepada kreditur atau kreditur tidak menerimanya, maka hak jaminan menjadi hapus.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa tidak dimungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai hak jaminan yang diatur dalam UU SRG . Dengan kata lain hak jaminan atas resi gudang bersifat memaksa baik dari segi pengalihannya maupun dari segi proses penjaminannya pada pihak kreditur.

(13)

gudang merupakan jaminan kebendaan yang diatur dalam KUHPerdata, dan

sesuai dengan asas-asas jaminan kebendaan. Berdasarkan asas- asas hak jaminan kebendaan itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hak jaminan atas resi gudang sebagaimana dimaksud dalam UU SRG adalah hak jaminan hanya

dapat dibebankan pada resi gudang saja dan tidak dapat dibebankan pada benda - benda selain resi gudang. Resi gudang disini adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang yang dibebani hak jaminan wajib diserahkan pemegang resi gudang (Pemberi hak Jaminan atas resi gudang/debitur) kepada bank atau lembaga keuangan non bank (Penerima hak jaminan/kreditur). Barang yang disimpan di gudang sebagai dasar resi gudang tetap berada di bawah kekuasaan Pengelola Gudang. Bukti adanya hak jaminan adalah adanya perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan yang berbentuk akta perjanjian hak jaminan.

Untuk memperkuat kedudukan penerima hak jaminan atas resi gudang, maka penerima hak jaminan atas resi gudang diwajibkan memberitahukan adanya perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan yang berbentuk akta perjanjian hak jaminan kepada Pengelola Gudang dan Pusat Registrasi.

Hapusnya hak jaminan disebabkan oleh dua hal, yaitu hapusnya hutang pokok yang dijamin dengan hak jaminan dan pelepasan hak jaminan.atas resi gudang oleh penerima hak jaminan atas resi gudang (kreditur). Eksekusi hak

jaminan dilakukan dengan cara menjual resi gudang atas kekuasaan penerima hak jaminan sendiri melalui lelang umum atau penjualan langsung setelah

adanya pemberitahuan tertulis dari penerima hak jaminan atas resi gudang (kreditur ) kepada pemberi hak jaminan atas resi gudang (debitur).

4. Realisasi Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit dalam Perbankan

(14)

Angka 2 UU SRG. Peraturan Pelaksananya masih mengacu pada peraturan

pelaksanaan dari UU SRG (sebelum perubahan) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 yang telah disahkan pada tanggal 22 Juni 2007 serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang barang

yang dapat disimpan di dudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Selain itu Bank Indonesia ( BI ) juga mengakui resi gudang sebagai sal ah satu jaminan untuk mendapatkan kredit, hal ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia ( PBI ) No 9/6/PBI/-2007, perubahan atas PBI No 7/2/2005 Tentang Penilai Kualitas Aktiva Umum yang berlaku sejak 2 April 2007.

Karena perkembangan dalam dunia usaha dan perdagangan, barang -barang yang disimpan tidak hanya barang komoditas pertanian saja. Warehouse receipt

ini sudah lama dijalankan oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (untuk komoditas kapas, gandum, kedelai, kacang tanah), Kanada (untuk biji - bijian), Inggris (untuk timah), Uni Emirat Arab (emas, BBM), Afrika Selatan (jagung, gandum), Tanzania (kopi, kapas), Brazil (barang -barang pertanian dan peternakan), India (kapas, kedelai, kopi), dan Filipina (gabah, jagung, kopi), dan lain-lain.

Resi gudang tersebut merupakan surat berharga yang dapat dijadikan agunan kredit pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan lainnya, dalam menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit maka tidak perlu lagi adanya

agunan tambahan dalam hal pengajuan kredit pada lembaga perbankan, hal ini sudah ditegaskan dalam Pasal ayat (2) UU SRG.

(15)

Oleh karena itu kreditur dapat mengetahui kondisi barang yang terdapat

digudang tanpa harus melakukan pengujian atau pembuktian terhadap barang - barang yang disimpan dalam gudang oleh pengelola gudang.

Demikian juga dengan resi gudang, resi gudang setiap saat dapat dijadikan

uang. Resi gudang diatur dalam UU SRG sebagai dokumen penyerahan barang dapat dialihkan kepada pihak lain yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 8 UU SRG, selain itu resi gudang dan Derivatif Resi Gudang dapat dijualbelikan di pasar bursa, misalnya Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau diluar bursa (Pasal 9 UU SRG).

Dalam hal pengikatan, resi gudang lebih baik sebagai lembaga jaminan baru. Selain prosedurnya sederhana, biaya murah dan waktunya cepat, eksekusinya pun lebih mudah dilakukan walaupun masih ada kelemahannya. Adanya resi gudang dalam kekuasaan kreditur selain memberikan kepastian hukum kepada kreditur terhadap pelunasan kreditnya, tetapi juga bermanfaat mempermudah eksekusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa resi gudang memiliki nilai ekonomis dan yuridis.

Dalam hal resi gudang sebagai jaminan kredit, nilai yang dijaminkan adalah nilai yang terdapat dalam sertifikat resi gudang baik atas perintah maupun atas nama apabila berbentuk warkat dan nilai yang tercatat secara elektronik apabila berbentuk tanpa warkat (scripless). Seiring dengan itu maka secara tidak

langsung resi gudang dapat diikutsertakan ke dalam jaminan kredit perbankan dengan kriteria senilai pinjaman yang diberikan kreditur kepada debitur dengan

jaminan resi gudang yang akan dijaminkan. Penilaian terhadap resi gudang (verifikasi) dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian sebagai lembaga terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem dan/atau personel terpenuhi. Untuk kemudian dikeluarkannya sertifikat resi gudang.

(16)

kebendaan yang mana objek jaminannya adalah barang - barang komoditas

yang disimpan di gudang oleh Lembaga Pengelola Gudang dalam hal prosedur penerbitan resi gudang. Resi gudang adalah dokumen kepemilikan atas barang - barang komoditas yang disimpan digudang dan dikelola oleh pihak Pengelola

Gudang tersebut yang dijadikan jaminan pada perbankan dalam hal untuk memperoleh kredit.

Resi gudang secara yuridis dapat dijadikan jaminan yang layak dan memadai untuk memperoleh kredit tanpa adanya agunan tambahan, hal ini telah diatur dalam UU SRG yaitu pada Pasal 4 ayat (1) dan (2). Disamping itu resi gudang dalam hal kedudukan hukumnya sebagai jaminan adalah merupakan jaminan yang baik dari segi aspek yuridis dan ekonomis serta memberikan kepastian hukum bagi debitur dan kreditur, dan yang paling penting adalah bahwa lembaga hak jaminan atas resi gudang adalah sebuah lembaga jaminan baru yang berdiri sendiri dan berbeda dari lembaga - lembaga jaminan lainnya yang sudah pernah ada seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, dan hipotik. Sehingga kebijakan sistem resi gudang dapat dikatakan secara idealnya adalah dapat memberikan perlindungan hukum terhadap petani dari kemerosotan harga gabah saat panen tiba.

B. Penerapan Kebijakan Sistem Resi Gudang Untuk Menunjang Kesejahteraan Petani Lahan Basah di Kabupaten Barito Kuala

Dalam penerapan SRG tidak semua bank mau menerima sertifikat resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan. Alasan utama bank dalam menolak resi gudang sebagai jaminan kredit adalah karena ketidak percayaan pihak perbankan terhadap kualitas dan kuantitas barang yang disimpan di pengelola gudang atas dasar diterbitkannya resi gudang, dan pihak perbankan dalam menyikapi objek jaminan untuk pemberian kredit lebih memilih "fixed asset" atau aset tetap dan nyata dan memiliki daya jual yang tinggi seperti tanah, rumah dan kendaraan.

(17)

adanya agunan tambahan, maka resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit pada

lembaga keuangan manapun Pasal Ayat (2) UU SRG. Hal ini tentu saja semakin menambah kekhawatiran pihak perbankan atas kerugian yang dialaminya jika menggunakan resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan karena tidak disertai

dengan agunan tambahan seperti diamanatkan dalam Pasal 1 angka (23) Undang - Undang Perbankan. Disamping itu pula ada hal yang membuat bank tidak terlalu berani menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit, karena tingkat resiko kerugian yang tinggi dan tidak adanya pihak penjamin yang dapat diikut sertakan apabila debitur atau pemberi hak jaminan ingkar janji atau wanprestasi di samping itu pula bank berkilah dalam hal eksekusi resi gudang jika terjadi wanprestasi dari debitur sangatlah sulit karena tidak mengetahui secara jelas tentang penjualan barang komoditi yang menjadi objek jaminan resi gudang di pasar lelang ataupun melalui penjualan langsung.

Dalam UU SRG setelah diperbaharui ada satu bab tambahan yang menyebutkan adanya Lembaga Jaminan Resi Gudang (Bab IVA UU SRG Nomor 9 Tahun 2011). Lembaga ini berfungsi sebagai penerima hak jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan/atau kebangkrutan pengelola gudang dalam menjalankan kewajibannya dan memelihara stabilitas dan integritas Sistem ResiGudang sesuai dengan kewenangannya (Pasal 37D UU SRG). Namun dalam kenyataan di masyarakat, bank sangat jarang menerapkan resi gudang sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian kredit yang mana hal ini sudah diatur dalam UU SRG, hal ini karena

masing-masing bank mempunyai kebijakan yang berbeda dalam penilaian pemberian kredit.

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kenapa pihak perbankan menolak resi gudang sebagai jaminan kredit pada perbankan, antara lain adalah:

(18)

resi gudang saja maka hal itu sudah dapat dijadikan jaminan kredit.7 Meskipun begitu, atas barang atau komoditi akan dikeluarkan sertifikat yang memuat antara lain jenis dan jumlah barang, metode pengujian mutu barang dan tingkat mutu dan kelas barang, serta jangka waktu mutu barang. Oleh karena itu kreditur dapat

mengetahui kondisi barang yang terdapat di gudang tanpa harus melakukan pengujian atau pembuktian terhadap barang tersebut. Namun pihak lembaga perbankan tetap saja khawatir menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit, hal ini tentu saja tidak lepas dari peranan lembaga perbankan selain sebagai lembaga intermediasi juga berperan sebagai perusahaan yang mengedepankan provite oriented untuk menunjang kelangsungan hidup bank itu sendiri. Bukankah pada dasamya fungsi daripada kredit adalah untuk mendorong bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga bank dituntut kemampuan dan efektivitasnya dalam mengelola

risiko kredit;

2. Penerapan self regulating banking principle (prinsip bank membuat ketentuan

sendiri) dalam hal membuat penawaran pemberian kredit, sehingga hal ini menjadikan bank diposisi yang mempunyai power dan prinsip ini dilindungi oleh ketentuan tentang peraturan perundang-undangan mengenai perbankan. Pihak bank lebih memilih fixed asset atau aset nyata dan tetap serta kalau bisa nilainya bisa naik atau bertambah beberapa tahun kedepan sebagai objek jaminan karena akan memberikan keuntungan bagi pihak perbankan jika debitur wanprestasi,

7

(19)

yaitu melalui eksekusi langsung berupa lelang dan penjualan;

3. Resi gudang bukanlah fixed asset dan sifat objek jaminannya juga tidak dapat bertahan lama karena berupa barang - barang komoditi, dan dalam hal eksekusinya baik perupa penjualan langsung atau penjualan melalui pelelangan

umum bank tidak terlalu menguasai dalam hal tersebut, sehingga tingkat kerugian yang akan dialami oleh pihak bank diperkirakan akan besar;

4. Bank akan menerima resi gudang sebagai jaminan resi gudang apabila ada pihak ketiga yang bertindak sebagai penjamin utang - utang debitur atau pemberi hak jaminan atas resi gudang bila terjadi wanprestasi, hal ini biasanya dituangkan . dalam bentuk Colateral Management Agrement (perjanjian colateral) yang dilakukan oleh para pihak yang terkait dalam hal ini adalah, pihak pemilik barang atau debitur pemberi hak jaminan atas resi gudang dan pihak perbankan dan pihak penjamin yang mungkin dapat bertindak sebagai pengelola gudang. Tapi pada kenyataannya justru bank asing lebih banyak meminati penggunaan resi gudang sebagai jaminan kredit ketimbang lokal termasuk bank BUMN padahal payung hukumnya sudah jelas - jelas ada yaitu dengan diterbitkannya UU SRG , hal ini karena bank asing lebih memiliki pengalaman menggunakan resi gudang sebagai jaminan kredit, sementara bank lokal masih berpegang pada asset tetap (fixed asset), sampai tahun 2008 ada 13 bank yang menandatangani perjanjian manajemen jaminan (colateral

management agrement) tetapi yang paling banyak berjalan hanya bank asing. Padahal dalam kerjasama itu terlibat juga empat bank BUMN yakni, BNI, BR1, Mandiri, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI). Tetapi yang lebih banyak berjalan ternyata hanya dari

HSBC, Standard Chartered Bank, DBS, dan Rabo Bank.8 Saat ini ada beberapa bank yang juga mau menerima kredit dengan jaminan resi gudang yaitu BJB dan Bank Kalsel. Pada dasarnya bila resi gudang dapat diterapkan secara efektif dalam pemberian kredit maka harus disesuaikan dengan keadaan kualitas dan daya tahan mutu barang yang disimpan dalam gudang tersebut, dalam sistem resi gudang lebih diutamakan kredit jangka pendek, mengingat dalam sistem pemberian kredit ini lebih mengedepankan

8

(20)

kaum petani dalam mendapatkan kreditnya guna membiayai usahanya yang relatif

memerlukah jangka waktu yang pendek.

Dan juga pada dasarnya perbankan dalam menentukan jaminan dalam pemberian kredit lebih memilih jaminan tanah yang nilai jualnya lebih meningkat dalam jangka

waktu kedepan. Pada prinsipnya tidak ada hambatan bagi perbankan untuk menerima resi gudang dalam hal menjadikannya agunan atau jaminan pemberian kredit, sepanjang sistem resi gudang ini berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan dukungan dan kepercayaan dari pihak pihak yang terkait dan insfrastruktur yang ada dalam menjalankan sistem resi gudang ini sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian kredit.9

Prinsip ini juga sangat membuat posisi nasabah debitur yang memohon pemberian kredit pada lembaga perbankan tidak memiliki posisi tawar sendiri dalam transaksi ini. Sehingga pihak yang perlu dalam pemberian kredit ini dalam hal ini adalah nasabah debitur mau tidak mau, atau suka tidak suka harus mengikuti semua ketentuan yang dibuat oleh lembaga perbankan dalam hal persyaratan untuk pencairan kredit tersebut. Sehingga ada istilah Take it or Let it (Ambil atau tinggalkan sama sekali ) dari ketentuan yang dibuat oleh bank tersebut, dengan segala persyaratan dan ketentuan yang dituangkan dalam pasal-pasal perjanjian kredit yang bersifat baku dan lebih mengedepankan asas eksonerasi dalam pemberian kredit tersebut telah memposisikan bank sebagai pihak yang kuat dan menentukan segalanya, termasuk dalam hal

persyaratan jaminan kredit yang lebih aman bagi bank atau dengan menggunakan agunan tambahan untuk menjamin keamanan resiko yang diterima oleh bank

(Persyaratan Kredit dengan jaminan atau agunan tambahan lebih banyak dipilih oleh bank dalam pemberian kredit kepada nasabah debitur yang memohon pemberian kredit). Berdasarkan prinsip-prinsip yang diterapkan oleh pihak perbankan dalam pemberian kredit, maka jelaslah bahwa akan lebih berat bagi para debitur dari kalangan ekonomi menengah kebawah untuk mendapat fasilitas kredit.

Dalam hasil penelitian dilapangan, meskipun tujuan Sistem Resi Gudang untuk

9Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2 Agustus tahun

(21)

kesejahteraan petani, namum dalam praktiknya, khususnya di Kabupaten Barito Kuala

Kalimantan Selatan, kebijakan pemerintah tersebut masih mengalami kendala dalam pelaksanaanya, diantaranya:

1. Kurangnya sosialisasi kepada petani mengenai keberadaan resi gudang di daerah di

Kabupaten Barito Kuala sehingga berpengaruh terhadap volume gabah yang ditampung di dalam gudang;

2. Banyaknya tengkulak yang memanfaatkan resi gudang, sehingga tujuan resi gudang tidak tepat sasaran;

3. Tingginya persentase bunga yang mencapai 12% pertahun di tahun kedua (pemerintah hanya memberi subsidi pada tahun pertama yaitu petani hanya dibebankan bunga 6% pertahun);

4. Besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh petani lebih besar dari keuntungannya. Misalnya biaya pengangkutan sungai dan darat disebabkan kondisi geografis di Kabupaten Barito Kuala tidak bisa dilalui hanya menggunakan angkutan darat.

PENUTUP Kesimpulan

1. Secara yuridis resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit tetapi masih terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, karena jaminan resi gudang untuk

beberapa perbankan belum memenuhi kriteria yang diinginkan oleh lembaga perbankan itu, meskipun resi gudang telah diatur dalam UU SRG yang menyatakan

bahwa resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit tanpa adanya jaminan tambahan. Dalam Penerapan self regulating banking principle dalam hal membuat penawaran pemberian kredit, objek yang dijadikan jaminan tentunya memenuhi kriteria-kriteria yang dapat dilihat dari sudut kepentingan kreditur maupun debitur baik dari aspek ekonomis maupun aspek yuridisnya.

(22)

keberadaan resi gudang di daerah di Kabupaten Barito Kuala, banyaknya tengkulak

yang memanfaatkan resi gudang, tingginya persentase bunga yang mencapai 12% pertahun di tahun kedua, besarnya biaya operasional pengangkutan dari tempat petani untuk menuju gudang.

Saran

1. Adanya kekhawatiran perbankan terhadap berkurangnya nilai aset dalam penerapan Resi Gudang sebagai jaminan, hal ini terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, dan sebagai perusahaan yang mengedepankan

provite oriented. Perbankan lebih memilih fixed asset atau aset nyata dan tetap serta kalau bisa nilainya bisa naik atau bertambah beberapa tahun kedepan, untuk itu perlu adanya intervensi dari Pemerintah yang memberikan rasa aman bagi perbankan dalam pemberian kredit yang menggunakan jaminan resi gudang. 2. Penerapan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala, seyogianya adanya

(23)

DAFTAR PUSTAKA

BPTPH VII (Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah VIII), 2011, Laporan Bulanan Balai Proteksi Tanaman Pangan VIII, Banjarbaru, hlm. 45

Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2 Agustus tahun 2006.

Hariyani, Iswi, dan Serfianto.D.P., Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Majalah Berita Bulanan Notaris " RENVOI " Nomor. 1.61 juni 2008 .

Saputro, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Satrio, J., Hukum jaminan hak jaminan kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

masukan ahli materi serta ahli media yang akan digunakan untuk uji coba. Dalam penelitian ini dilakukan tahap uji coba sebagai berikut:.. Penilaian produk. Penilaian produk ini

Percepatan pelaksanaan Sistem Resi Gudang adalah upaya Pemerintah Provinsi untuk mempercepat pelaksanaan Sistem Resi Gudang di daerah melalui sosialisasi, pemberian

Skema Subsidi Resi Gudang, yang selanjutnya disebut S-SRG, adalah kredit yang mendapat Subsidi Bunga dari Pemerintah dengan jaminan Resi Gudang yang diberikan oleh Bank

Pengeplotan ini adalah untuk memvisualisasikan hasil pengolahan data, yanag pertama yaitu nilai anomali TEC di setiap stasiun pengamatan, dan yang kedua adalah posisi

Dari sisi perbankan sebagai lembaga pembiayaan, Sistem Resi Gudang memberi manfaat karena begitu tersedianya barang di gudang, risiko produksi bisa diperkecil, mutu dapat

Ransum yang palatabel akan dikonsumsi ternak Itik dalam jumlah yang lebih banyak daripada ransum yang tidak palatabel, ketika kebutuhan gizi terpenuhi dengan baik, maka

Kementerian Perdagangan). Berkaitan dengan implementasi Sistem Resi Gudang yang berdasarkan undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 yang telah diamandemen dengan undang-undang Nomor 9

Yang dimaksud dengan Pemegang Resi Gudang terakhir adalah orang atau pihak yang terakhir tertera namanya dalam Resi Gudang.Dalam hal Resi Gudang tanpa warkat, pihak terakhir