• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversifikasi Usaha Tani Bentuk Adaptasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Diversifikasi Usaha Tani Bentuk Adaptasi"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

SALAM

#

14

m

are

t

20

0

6

8

U

saha tani merupakan kegiatan yang dinamis. Berbagai perubahan kondisi sosial ekonomi secara umum, termasuk pertumbuhan penduduk yang cepat dan pembangunan pada berbagai sektor, tentu menimbulkan tekanan-tekanan yang cukup kuat terhadap usaha tani itu sendiri. Namun, perubahan yang terjadi dalam pertanian bukan sekadar tanggapan terhadap tekanan luar. Perubahan tersebut juga merupakan ungkapan kreativitas lokal masyarakat setempat, dalam hal ini petani, untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan usaha tani mereka.

Beberapa waktu yang lalu penulis mengadakan penelitian dengan melakukan survei pada wilayah agroekologi lahan sawah di Kab. Tulungagung, Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memperoleh informasi tentang proses dan perubahan (dinamika) yang terjadi dalam usaha tani masyarakat Tulungagung dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (1990-2000).Survei dilakukan terhadap 150 petani responden di dua kecamatan, yaitu Gondang dan Rejotangan. Tiap-tiap kecamatan diwakili oleh 75 orang responden.

Sumber Mata Pencaharian

Sampai dengan tahun 2000, lebih dari 65% penduduk Kab. Tulungagung bermukim di kawasan

pedesaan. Sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani. Kegiatan usaha tani sebagian besar berada di agroekologi sawah, yang didominasi usaha skala kecil. Penggunaan lahan untuk pertanian tanaman pangan, khususnya padi,

memanfaatkan kurang lebih 18,52% dari total luas lahan di kabupaten ini. Sekitar 55% keluarga tani di daerah ini memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar, 20% memiliki lahan antara 0,5–1 hektar dan 25% sisanya memiliki lahan lebih dari 1 hektar.

Tercatat sekitar 32% responden mengaku telah mengalami degradasi luas kepemilikan lahan untuk kegiatan usaha tani dalam lima tahun terakhir karena alasan penjualan tanah dan pewarisan. Karena pemilikan lahan terbilang sempit, pengelolaanya dilakukan dengan intensif. Namun, kepemilikan lahan yang sempit telah mengakibatkan inefisiensi skala usaha dan tidak dapat memberikan jaminan

pendapatan yang layak, khususnya dari usaha tani padi yang merupakan komoditas andalan di lokasi ini.

Selain lahan sebagai modal utama dalam kegiatan pertanian, ada aset lain yang penting untuk diperhatikan dalam mengamati suatu sistem usaha tani, yaitu kepemilikan hewan ternak. Kepemilikan ternak bagi masyarakat pertanian bisa dikatakan merupakan hal yang sangat wajar sejak dulu. Dalam

Diversifikasi Usaha Tani, Bentuk Adaptasi Petani

Lahan Sawah di Tulungagung

oleh: Kuntoro Boga Andri

(2)

SALAM

kasus ini mayoritas petani di lokasi studi memiliki dan mengusahakan ternak yang cukup beragam, baik berupa rumenansia besar dan kecil, maupun unggas. Pengusahaan ayam buras, kambing dan sapi potong merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara, diikuti domba dan sapi perah.

Bagaimanapun tujuan utama dari suatu kegiatan produktif adalah untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga. Dari hasil survei diperoleh informasi

persentase sumber pendapatan rumah tangga di Kab. Tulungagung sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1. Informasi yang ditunjukkan pada Gambar 1 dapat menjelaskan pentingnya kedudukan suatu kegiatan ekonomi bagi mereka.

Gambar 1 menunjukkan bahwa proporsi

pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha di sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultiura hampir setara dengan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan peternakan. Hal ini secara nyata menunjukkan bahwa petani di lokasi studi saat ini tidak lagi

mengandalkan mata pencahariannya hanya dari satu kegiatan usaha saja.

Dinamika yang Terjadi

Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian sebenarnya merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang bekerja di dalam masyarakat. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah persepsi dan orientasi petani. Pelaksanaan dan

keberlanjutan usaha tani sangat ditentukan oleh persepsi dan orientasi dari petani yang bersangkutan.

Dari hasil survei ditemukan bahwa mayoritas petani (47%) menyatakan tidak puas terhadap usaha taninya, khususnya pada budidaya padi mereka saat ini.

Sedangkan 25% responden menyatakan kurang puas dan hanya sekitar 20% yang menyatakan cukup puas, selain yang menyatakan sangat puas sekitar 8% dari total responden petani. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa 74% responden mengaku tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya dari pengusahaan sumber daya yang dimiliki, dan masih ada 31% responden yang mengaku masih belum dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya meskipun sudah melakukan kegiatan di luar usaha tani.

Responden menyatakan bahwa saat ini sekitar 34% dari mereka lebih mengandalkan pendapatan rumah tangga dari usaha peternakan, dan sekitar 10% dari usaha perikanan. Sedangkan, yang masih

mengandalkan sumber pendapatan utama keluarga dari usaha pertanian tanaman pangan, khususnya padi, hanya 18%, sisanya hortikultura 6%, buruh pertanian 5%, dan usaha nonpertanian 27%.

Di masa yang akan datang tampaknya usaha peternakan akan lebih menjadi tumpuan kegiatan ekonomi bagi sebagian besar petani di lokasi ini. Karena pada kenyataannya sebanyak 58% responden menyatakan bahwa dalam usaha meningkatkan kesejahteraan

keluarganya di masa yang akan datang mereka akan lebih giat berusaha meningkatkan pendapatan dari usaha peternakan. Sekitar 19% responden menyatakan akan terus mengupayakan peningkatan pendapatan keluarga dari sektor pertanian, dan hanya 23% menyatakan akan

berupaya mencari peluang usaha di luar kedua sektor tersebut. Dominasi peternakan terhadap usaha pertanian juga didukung oleh temuan hasil survei bahwa rata-rata alokasi waktu petani (dalam setahun) untuk usaha peternakan telah melampau usaha pertanian.

Untuk mengetahui lebih jelas dinamika sesungguhnya di lokasi studi khususnya trend yang terjadi, ditelusuri lebih jauh mengenai pengusahaan komoditas yang paling intensif dilakukan responden dalam usaha tani mereka selama beberapa tahun ini. Hasil yang diperoleh seperti terlihat pada Gambar 2.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, jelas terjadi trend penurunan yang sangat tajam dalam pengusahaan pertanian tanaman pangan, serta peningkatan yang signifikan dalam usaha peternakan selama 10 tahun terakhir. Hal ini menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran orientasi usaha tani yang tadinya lebih bertumpu pada usaha tanaman pangan, menjadi kegiatan lain khususnya peternakan.

Diversifikasi yang muncul pada peternakan, antara lain rumenansia besar (sapi perah dan sapi potong), unggas (ayam buras dan ras petelur) dan perikanan.

Tantangan dan Peluang Integrasi

Tanaman-Ternak

Pemeliharaan ternak dan budidaya tanaman pertanian merupakan faktor yang saling menunjang dan terkait dalam pengelolaannya. Berdasarkan kondisi aktual yang terjadi saat ini, terlihat bahwa sebagian besar petani lahan sawah di Tulungagung sebenarnya secara massive telah melakukan usaha ternak

sekaligus bersama dengan usaha tani tanaman padinya. Mengingat tipologi usaha tani tersebut paling dominan saat ini, maka kedua komponen usaha tani tersebut diharapkan dapat saling berinteraksi. Sehingga terjadi sinergi yang positif yang dapat meningkatkan

(3)

SALAM

produktivitas lahan sawah dan hasil-hasil peternakan secara bersama.

Dari pengamatan di lapangan, di daerah ini umumnya ternak (rumenansia), seperti sapi, kambing dan domba, dipelihara dengan dikandangkan di halaman belakang rumah. Sumber pakan utamanya masih mengandalkan hijauan dari rumput yang ditanam di tepi-tepi sawah dan tampingan (lereng atau punggung) teras lahan yang ada di sekitar rumah petani, selain daun dari pohon tertentu (daun dari pohon nangka, rambutan, lamtoro, gamal, mahoni dan sengon) di kebun. Masalah yang sering dihadapi para peternak adalah terbatasnya ketersediaan rumput dan pakan hijauan di musim kemarau. Sehingga umumnya selama musim kemarau, ternak sapi dan domba banyak yang dijual dan

kondisinya kurus akibat kekurangan pakan. Populasi ternak, khususnya rumenansia, yang semakin

meningkat tajam beberapa tahun terakhir ini nampaknya berpengaruh juga terhadap kuantitas persediaaan pakan hijauan yang dibutuhkan. Petani semakin kesulitan dan bersaing dalam mendapatkan pakan ternak.

Mencermati kondisi yang berkembang di daerah ini, ada beberapa kondisi yang dapat menghambat terwujudnya sinergi antara usaha tani tanaman pangan dan ternak, antara lain adanya pemberian pola pakan ternak yang “irrasional”, di mana banyak dijumpai peternak yang mengeluarkan biaya sangat besar untuk membeli rumput dari daerah lain, terutama di musim kemarau. Mereka juga seringkali memberikan pakan pada ternak dengan tidak efektif, yaitu tidak

memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan ternak yang berhubungan dengan Total Digestible Nutrient.

Pemanfaatan sumber daya lokal untuk mendukung pasokan pakan ternak juga belum maksimal. Di bidang usaha tanaman pangan, petani belum memanfaatkan kotoran ternak untuk menghasilkan pupuk organik secara optimal.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu pertama

menerapkan pola pakan ternak yang rasional dan efektif.

Para peternak seharusnya memberikan pakan dengan memperhatikan aspek ekonomis (murah dan terjangkau) dan kebutuhan nutrisi ternak. Kedua, pemilihan bahan pakan tidak perlu terpaku oleh satu jenis bahan saja seperti rumput. Bisa dicari alternatif beberapa bahan pakan yang murah dengan memperhatikan kebutuhan kandungan nutrisi tiap ternak atau Total Digestible

Nutrient, yaitu bahan kering, protein kasar, lemak kasar

dan serat kasar yang berimbang. Misalnya pemberian hijauan cukup sekitar 3% berat badan (dasar bahan kering) atau 10–15% berat badan (dasar bahan segar). Pakan tambahan perlu juga diberikan, khususnya saat ternak bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1,5% berat badan dengan kandungan protein 16%. Protein kasar dan lemak kasar bisa diperoleh, antara lain dari ampas tahu dan ampas tebu. Selain itu, ada beberapa jenis bahan pakan murah dan terjangkau yang tersedia di daerah ini, yang bisa digunakan sebagai pengganti rumput, seperti bungkil kopra, dedak padi kasar dan halus, kulit kopi, tetes tebu, tongkol jagung, kulit kacang, jerami kedelai dan tentu saja jerami padi.

Ketiga, pengolahan sisa panen untuk pakan ternak.

Keempat, petani juga perlu diperkenalkan dengan

teknologi yang tepat dalam memanfaatkan sisa tanaman pertanian seperti jerami dan sisa palawija. Selama ini sisa tanaman, khususnya jerami, di lokasi penelitian yang sangat melimpah baru sedikit yang digunakan untuk pakan ternak, yaitu sekitar 20% saja. Sedangkan, sisanya dibakar untuk dijadikan pupuk atau dibuang. Produksi jerami yang melimpah tersebut di banyak negara maju secara optimal telah digunakan sebagai pakan utama ternak, terutama di musim dingin. Kandungan nutrisi jerami padi untuk pakan ternak (sekaligus daya cernanya oleh ternak) dapat ditingkatkan dengan proses biologis ataupun kimia melalui teknologi pengolahan yang sederhana. Kelima, yang tidak kalah pentingya adalah kotoran yang dihasilkan ternak harus dapat dimanfaatkan dan diproses menjadi pupuk organik. Konsep yang mengintegrasikan tanaman dan ternak ini dapat mendorong peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani secara signifikan.

Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penerapan usaha tani terpadu tanaman-ternak, antara lain 1) Meminimalisasi risiko kegagalan karena lebih dari satu komoditas yang diusahakan, 2) Diversifikasi usaha yang terus berlangsung sebagai sumber pendapatan dan bahan makanan bagi keluarga, 3) Mengoptimalkan siklus daur ulang pemanfaatan biomassa dalam kegiatan pertanian, 4) Mengurangi ketergantungan terhadap input pupuk kimia dan 5) Meningkatkan kesempatan kerja di wilayah pedesaan.

Pemberdayaan Agen-agen Perubahan

Persepsi petani sebagai bagian dari dinamika yang terjadi dalam masyarakat pedesaan merupakan hal yang juga harus diperhatikan dalam menawarkan solusi teknologi ataupun inovasi baru. Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan, perubahan persepsi petani sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima. Dari

Gambar 2. Trend perubahan kegiatan usaha yang paling intensif

(4)

SALAM

#

14

m

are

t

20

0

6

11

pertanyaan yang diajukan kepada mereka mengenai asal sumber utama informasi pertanian yang mereka dapatkan, diperoleh jawaban yang sangat menarik. Ternyata sumber utama informasi pertanian dan

peternakan) adalah dari tetangga (getok-tular/tradisional, 35%) dan toko/kios pertanian (20%). Kondisi tersebut tidak seperti yang selama ini dibayangkan bahwa informan utama bagi petani adalah petugas pertanian/PPL (15%) dan kontak tani hanya 17% (informan lainnya sebesar 13% adalah media cetak/elektronik dan pamong desa setempat, red).

Hal tersebut tentu ada korelasinya dengan pilihan jenis komoditas yang mereka usahakan saat ini. Pilihan komoditas yang diusahakan sebagian besar akibat pengaruh informasi dari tetangga tani (41%) dan toko/kios pertanian (26%), sedangkan pengaruh informasi petugas pertanian/PPL dan kontak tani hanya 10% dan 11% saja. Sisanya merupakan pengaruh informasi dari media cetak/ elektronik (8%) dan pamong desa setempat (4%). Kondisi ini merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam suatu paradigma penyuluhan. Jika adopsi dianggap sebagian tujuan akhir dari kegiatan penyuluhan maka adanya difusi informasi yang menyebar dari dalam masyarakat sendiri atau melalui sarana berhubungan langsung dengan masyarakat lokal ternyata sangat efektif. Namun, bagaimanapun PPL bersama lembaga

penelitian yang ada di daerah tetap memikul tugas penting untuk penyampaian informasi dan teknologi pertanian oleh pemerintah.

Informasi yang baik sekali pun belum tentu akan dicoba oleh petani, bila mereka belum yakin benar akan efektivitasnya serta keuntungan ekonomisnya. Petani akan mengikuti bila sudah melihat hasil nyata. Karena itu, khusus dalam usaha peternakan, sosialisasi dari PPL perlu dibarengi dengan plot-plot percontohan di lahan milik petani sendiri. Contoh program-program penyuluhan yang dibutuhkan saat ini adalah pola makan ternak yang “rasional”, pengolahan jerami menjadi pakan ternak, pengolahan hasil peternakan dan pemasarannya, serta cara pembuatan pupuk kandang dan penjelasan manfaatnya.

Selain itu, diperlukan dukungan yang kuat dari pemerintah daerah. Dalam kasus ini pengadaan bibit ternak unggul, pakan tambahan maupun penyediaan alat-alat produksi hingga proses pemasaraan hasil sangat dibutuhkan. Juga perlu adanya dukungan finansial berupa kredit lunak dari bank desa ataupun koperasi tani bagi pengembangan usaha peternakan dan perikanan, untuk mendukung permodalan dan

kesinambungan produksi.

Kuntoro Boga Andri, SP., M.Agr.

Kandidat Doktor Ekonomi Pertanian, Kagoshima National University, Japan. Staf Peneliti BPTP Jawa Timur, Badan Litbang Deptan. Jl. Raya Karangploso Km. 4 PO Box 188 Malang, Jawa Timur 65101 tel/fax: 0341 - 494 052 / 471 255 email: kuntoro_boga@hotmail.com

Gambar

Gambar 1. Proporsi sumber-sumber pendapatan keluarga tani lahansawah di Tulungagung dalam satu tahun musim tanam 2000/2001.
Gambar 2. Trend perubahan kegiatan usaha yang paling intensifdilakukan oleh responden.

Referensi

Dokumen terkait

Partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan desa wisata di Desa Lubuk Dagang dapat berjalan dengan lancar dan telah menghasilkan rencana

Baik kerangka konseptual maupun kerangka teori tidak digambarkan secara jelas dalam jurnal penelitian tersebut, namun pada bagian pembahasan, tinjauan pustaka

Guru sosiologi tidak menerapkan 1 komponen yang tidak dieterapkan yaitu memotivasi siswa.Dari semua komponen keterampilan menutup pelajaran yang terdiri dari 3 komponen

Dari rekapitulasi nilai rasio konsistensi setiap responden pada tabel 5 dapat diketahui bahwa penilaian ketiga responden sudah konsisten karena kurang dari 10%. Setelah

Disarankan kepada perusahaan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi keselamatan kerja dan membuat variasi yang baru dalam mengkomunikasikan keselamatan kerja,

Isolasi dan Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Laut Belawan Sumatera Utara Dalam Mendegradasi Pestisida Karbosulfan.. Medan: Universitas

pilih tidak terdaftar dalam pemilu terdaftar dalam daftar pemilih

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semua sampel minyak dalam keadaan cair pada suhu ruang (±27ºC) namun ketika pada suhu rendah (±5ºC) terjadi perubahan fase pada beberapa