• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI PENDIDIKAN DAN TEORI BUDAYA ORGANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI PENDIDIKAN DAN TEORI BUDAYA ORGANI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan mempunyai pengertian dinamis, maka tidak boleh dilihat dari konsep yang statis. Pembangunan juga mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir.

Proses pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan menunjukkan terjadinya suatu proses maju berdasarkan kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi tergantung dengan “innerwill”, proses emansipasi diri. Dengan demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam proses pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses pendewasaan.

Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang masih belum mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat, hingga muncul perubahan yang lebih efektif dan efisien.

(2)

1.2 Rumusan Masalah

1) Seperti apa teori evolusi pendidikan di Indonesia?

2) Apa saja yang termasuk ke dalam teori pendidikan dan pengembangan? Serta bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pendidikan dan pengembangan?

3) Bagaimana teori budaya organisasi yang berkembang pada saat ini?

1.3 Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui seperti apa teori pendidikan di Indonesia.

2) Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam teori pendidikan dan pengembangan serta mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pendidikan dan pengembangan.

3) Untuk mengetahui teori budaya organisasi yang berkembang pada saat ini.

(3)

2.1 Teori Evolusi Pendidikan di Indonesia A. Teori Evolusi

Veeger, Karel (1993:79), Charles Darwin(1809-1882) ia membuktikan bahwa variasi dan diferensiasi besar di alam flora dan fauna merupakan hasil suatu proses yang amat lama. Proses itu bercirikan empat hal yaitu struggle for life, survival of the fittest , natural selection dan progress.

Aguste Comte (1798-1857) mengambil ciri khas manusia yaitu akal budinya sebagai prinsip evolusi. Akal budi manusia dikekang oleh suatu hukum atau daya gerak evolusioner dari dalam diri yang secara bertahap menyebabkan umat manusia mula-mula berpikir kongkret dan partikular, lantas berpikir abstrak dan umum dan akhirnya positif dan empiris.

Dadang supardan(155-156) menjelaskan bahwasannya dalam buku yang berjudul principles of sociology (1876-1896) Herbert Spencer, seorang sosiologi inggris mengemukakan Teori Evolusi Sosial sebagai berikut:

1. Masyarakat yang merupakan suatu organisme, berevolusi menurut pertumbuhan manusia seperti tubuh yang hidup, masyarakat bermula seperti kuman yang berasal dari massa yang dalam, segala hal dapat dibandingkan dengan massa itu dan sebagian diantaranya akhirnya dapat didekati. (Spencer dalam Lauer, 2003:80).

(4)

3. Pertumbuhan masyarakat tidak sekedar menyebabkan perbanyakan dan penyatuan kelompok, tetapi juga meningkatkan kepadatan penduduk atau meningkatkan solidaritas, bahkan massa yang lebih akrab.

4. Dalam tahapan masyarakat yang belum beradab (uncivilised) itu bersifat homogen karena mereka terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki kewenangan, kekuasaan, dan fungsi yang relatif sama terkecuali masalah jenis kelamin.

5. Suku nomaden memiliki ikatan karena dipersatukan oleh ketundukan kepada pemimpin suku. Ikatan ini mengikat hingga mencapai masyarakat beradab yang cukup untuk diintegrasikan bersama “selama 1000 tahun lebih “.

6. Jenis kelamin pria, didentikkan dengan simbol-simbol yang menuntut kekuatan fisik, seperti keprajuritan, pemburu, nelayan, dan lain-lain.

7. Kepemimpinan muncul sebagai konsekuensi munculnya keluarga yang sifatnya tidak tetap atau nomaden.

8. Wewenang dan kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik dan kecerdikkan seseorang, selanjutnya kewenagan dan kekusaan tersebut memiliki sifat yang diwariskan dalam keluarga tertentu. 9. Peningkatan kapasitaspun menandai proses pertumbuhan

masyarakat. Organisasi-organisasi sosial yang mulanya masih samar-samar, pertumbuhannya mulai mantap secara perlahan-lahan, kemudian adat menjadi hukum, hukum menjadi semakin khusus dan institusi sosial semakin terpisah berbeda-beda. Jadi, dalam berbagai hal memenuhi formula evolusi. Ada kemajuan menuju ukuran, ikatan, keanekaragaman bentuk, dan kepastian yang semakin besar (Spencer dalam Lauer, 2003:81).

(5)

tumbuhnya kelas –kelas sosial dalam masyarakat yang ditandai oleh suatu pembagian kerja.

B. Teori Struktural Fungsionalisme

Pendekatan fungsionalisme tidak bersifat historis dan tidak mengikuti perkembangan suatu gejala social, seperti misalnya keluarga dalam tahap-tahapnya dikurun waktu melainkan statis. Veeger, Karel J (1993 : 87), Gerhard dan Jean Lenski dalam bukunya Human Societies (1974 : 28) menyebutkan enam keharusan fungsional yaitu komunikasi, produksi, distribusi, pertahanan, penggantian anggota lama, dan kontrol sosial.

Teori menekankan pada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest, dan keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap stuktur dalam system social, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional terhadap yang lain maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini adalah Robert K.Merton dan Talcott Parson.

(6)

Beberapa ahli teori modern yang dianggap sebagai wakil tradisi ‘ talcott pnarsons dan Robert K merot, para sosiolog yang kurang terkenal juga mengemukan bahasa dan konsep fungsionalisme walaupun terkadang tanpa menguji konsep secara krotis atau hanya mengapresiasikan implikasi penggunaan belaka.

Asumsi-asumsi dasarnya adalah bahwa seluruh struktur social atau setidaknya yang diprioritaskan, menyumbangkan terhadap suatu interaksi dan adapti system yang berlaku. Pada umumnya para fungsionalis telah mencoba menunjukkan bahwa suatu pola yang ada telah memenuhi “ kebutuhan system “ yang vital dan menjelaskan eksistensi pola tersebut. Zeitlin (1998, hal 03).

C. Teori Konflik

Tokoh utama dalam teori ini, selain Karl Marx, adalah Ralp Dahrendorf, Georg Simmel, C.Wright Mills, dan L.A Coser. Asumsi dasar teori konflik ini antara lain bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus-menerus di antara unsur-unsurnya. Setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan terhadap disintegrasi social. Keteraturan yang terdapat dalam suatu masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Teori konflik ternyata agak mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat disamping konflik itu sendiri.

(7)

Teori konflik dalam sosiologi untuk sementara waktu membatasi diri dan hanya bermaksud menerangkan antagonisme atau ketegangan antara pihak berkuasa dengan pihak yang dikuasai dalam rangka pengorganisasian struktural yang tertentu.

Penalaran teori konflik adalah sebagai berikut :

1. Kedudukan orang-orang didalam kelompok atau masyarakat tidak sama, karena ada pihak yang berkuasa dan berwenang dan ada pihak yang tergantung.

2. Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan-kepentingan yang berbeda pula.

3. Mula-mula sebagian kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda itu tidak disadari dan karenanya dapat disebut “kepentingan sembunyi “(latent interests) yang tidak akan meletuskan aksi. 4. Konflik itu akan berhasil membawa perubahan dalam struktur

relasi-relasi sosial, kalau kondisi-kondisi tertentu telah dipenuhi yaitu kondisi –kondisi yang menyangkut keorganisasian, kondisi-kondisi yang menyangkut konflik sendiri dan ada kondisi-kondisi-kondisi-kondisi yang menentukan bentuk dan besarnya perubahan struktural.

Teori konflik memandang bahwa kemiskinan didunia ketiga sebagai akibat proses perkembangan kapitalis didunia barat. Kalau Negara yang berkembang ingin maju maka harus mampu melepaskan dan memutuskan hubungan dengan Negara-negara kapitalis. Teori konflik ini meskipun sangat ringkih namun mendapat dukungan yang luas terutama dari kalangan intelektual muda dikalangan negara yang berkembang.

Perkembangan pendidikan hanya merupakan suatu proses strata pikasi social yang cenderung memperkuat posisi kaum yang selama ini memiliki keistimewaan. Beberapa asumsi dari teori konflik ;

(8)

2. Kekuasaan mendapatkan penekanan sebagai pusat hubungan social 3. Ideology dan nilai-nilai dipandang sebagai suatu senjata yang

digunakan oleh kelompok yang berbeda dan mungkin bertentangan untuk mengejar kepentingan sendiri

Teori konflik sangat bertentangan dengan teori structural fungsional, penganut paham teori konflik terdapat perbedaan yang tajam dan tidak kalah serunya dengan perbedaan penganut struktural fungsional. Zamroni (1988, hal 30-32).

Asumsi dasar teori konflik menurut karl marx menyatakan bawa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Syamsir (2006, hal 09)

D. Teori Aksi

Syamsir ( 2006,hal 09-10) menjelaskan, Teori ini sepenuhnya mengikuti karya max weber. Tokoh teori ini antara lain plorient znaniccki, Robert max iver talcol parson, hinkle parto dan Durkheim. Asumsi dasar teori aksi adalah bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek ; sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.

Beberapa asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh linkle dengan merujuk karya max iver znanniccki dan parson adalah sebagai berikut :

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi dalam posisinya sebagai objek

2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu 3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur,

serta perangkat yang cocok untuk mencapai tujuan

(9)

5. Manusia memilih menilai mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya

6. Aturan ukuran prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan study mengenai antar hubungan social memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subjekti

E. Teori Interaksionisme

Simbolik Istilah “ interaksionisme Simbolik” berasal dari Herbeart Blumer, yang telah mengembangkan teori dari George Herbert Mead. Veeger,Karel J (1993 : 95), Blumer, Herbeart dan George Herbert Mead menegaskan bahwa perilaku manusia tidak dapat diuraikan secara memadai dengan hanya memakai skema-skema determinitis seperti skema stimulus-respons dari behaviorisme atau skema variable independen –variabel dependen dari fungsionalisme.

Interaksionisme Simbolik memahami perilaku sebagai rancangan yang artinya manusia sendiri membentuk perilakunya dengan memakai unsur-unsur yang disediakan oleh situasi. Gambaran masyarakat Interaksionisme Simbolik berlainan dari gambaran yang dibuat oleh Funsionalisme. Dimana berhadapan dengan suatu gambaran yang statis dan beku , Interaksionisme Simbolik memperlihatkan gambaran yang pluralistik dan serba berubah-ubah.

F. Teori Fenomenologi

Syamsir (2006, hal 11), Alfred de eschutz berpendapat bahwa teori fenomenologi adalah tindakan manusia menjadi suatu hubungan social bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakan tertentu dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai suatu yang penuh arti. Pemahaman secara subjektif terhadap sesuatu tindakan sangat menetukan kelangsungan proses interaksi social.

(10)

merujukkan diri mereka dengan menamakan kaum fenomenologis atau yang dianggap kaum lain. Fenomenologi bukanlah suatu aliran atau suatu system. Bahkan istilah ” gerakan “ sebagai mana yang digunakan penganut sejarah fenomenologi mengalamatkan suatu kesalahan, ketidak jelasan label fenomenologi tidak menurunkan famornya yang telah diperkenalkan sejak decade abad 19-an. Zeidlin (1998, hal 208).

G. Etnometodologi

Entometodologi adalah cabang dari fenomenologi yang mempelajari dan berusaha menangkap arti dan makna kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan ungkapan-ungkapan atau perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Menurut teori ini seorang sosiolog tidak perlu memberikan arti/makna kepada apa yang dibuat oleh orang lain atau kelompok, tetapi tugas sosiolog adalah menemukan bagimana orang-orang atau anggota masyarakat membangun dunia sosialnya sendiri dan mencoba menemukan bagaimana mereka memberi arti atau makna kepada dunia sosialnya sendiri. Misalnya di Manggarai ada istilah Bisbalar dan Gegerta. Kedua ungkapan ini sering ditemukan dalam sebuah perkawinan. ‘Bisbalar’ artinya bisa dibawa larikah! Dan jawaban dari pemudi;”Gegerta’ artinya tunggu hingga pagi hari. Arti ungkapan itu adalah bahwa pemudi mau di bawa lari tapi tunggu hingga pagi tiba. Dalam tiap masyarakat memiliki peribahasa atau ungkapan-ungkapan semacam ini yang harus ditemukan artinya oleh seorang sosiolog. Tokoh terkemuka teori ini adalah Harold Garfinkel.

H. Teori perilaku (Behavioral theory)

(11)

dasar teori ini adalah mengenai “reinforcement”(penguatan) yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reword).

Tak ada sesuatu yang melekat dalam dalam objek yang dapat menimbulkan ganjaran. Pengulangan tinglah laku tak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri. Perulangan dirumuskan dalam pengertiannya terhadap actor. Suatu ganjaran yang tak membawa pengaruh terhadap actor tak akan diulang.

I. Teori pertukaran (Exchange Theory)

Tokoh utama teori ini adalah George human. Teori ini dibangun dengan maksud sebagai reaksi terhadap paradigm fakta sosial, terutama menyerang Durkheim, terutama pandanagnnya terhadap emergence (kemunculan reaksi) dan psikologi. Proposisi yang perlu diperhatikan antara lain adalah bahwa tinggi ganjaran (reword) yang diperoleh atau yang akan diperoleh makin besar kemungkinan sesuatu tingkah laku yang akan diulang, dengan demikian pula sebaliknya. Makin tinggi biaya atau ancaman hukuman (punishment) yang akan diperoleh, maka kecil kemungkinan tingkah laku yang serupa akan diulang. Adanya hubungan berantai antara berbagi stimulus dan antara berbagi tanggapan.

2.2 Teori Pendidikan dan Pengembangan 2.2.1 Sekolah dan Masyarakat

(12)

memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan yang maksimal dapat diperolah dari dunia pendidikan.

Masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Adapun jenis-jenis peran serta masyarakat dalam pendidikan yang dimulai dari tingkat terendah ke tingkat lebih tinggi, yaitu:

1) Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis ini adalah jenis tingkatan yang paling umum, pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk pendidikan anak.

2) Peran serta secara pasif yaitu menyetujui dan menerima apa yang diputuskan lembaga pendidikan lain, kemudian menerima keputusan lembaga tersebut dan mematuhinya.

3) Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada jenis ini, masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sarana dan prasaranan pendidikan dengan menyumbangkan dana, barang atau tenaga.

4) Peran serta melalui adanya konsultasi, orangtua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami anaknya.

5) Peran serta dalam pelayanan, dimana masyarakat terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya membantu sekolah dalam bidang studi tertentu.

6) Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan/dilimpahkan. Misalnya, sekolah meminta masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan.

(13)

Dengan adanya peran serta dari masyarakat dalam hal pendidikan, maka dapat dijadikan salah satu landasan pengembangan selanjutnya di sekolah dan masyarakat. Kemudian sekolah juga dapat mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat sekitar.

2.2.2 Sekolah Berbahaya

Sekolah pada saat ini tidak dapat dipungkiri adalah sarana pendidikan formal yang wajib dijalani oleh anak – anak Indonesia, para orangtua menitipkan anaknya ke sekolah untuk dibimbing dan diberi pengajaran yang sesuai karena mereka tidak bisa secara intens mendidik anak-anaknya karena keterbatasan tertentu misalnya karena kesibukannya dll. Orangtua sudah mempercayakan untuk menitipkan anaknya ke sekolah agar dapat menjadikan mereka disiplin.

Namun kenyataan yang terjadi disekolah anaknya tersebut diperlakukan kurang baik. Misal seorang guru yang melempar penghapus papan tulis kepada siswa yang tidak sengaja mengenai kepalanya. Itu adalah salah satu bentuk sekolah berbahaya dalam bentuk fisik. Adapun sekolah berbahaya yang mengancam dalam bentuk lainnya yang akan di bahas disini hanya terbatas pada penganiayaan fisik dan non fisik saja, sebagai berikut :

 Penganiayaan fisik

Penganiayaan fisik ini bisa dilakukan oleh murid terhadap murid dan juga guru terhadap muridnya. Mengapa hal ini dianggap buruk? Padahal pada sistem pendidikan dahulu di Indonesia pun apabila kita telusuri sering melakukan tindakan fisik seperti yang sudah disebutkan di contoh di atas salah satunya.

(14)

 Penganiayaan Psikologis

Penganiayaan psikologis ini lebih cenderung dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya. Alasan mengapa guru bisa melakukan hal tersebut dikaenakan murid tersebut melakukan pelanggaran – pelanggaran yang ada, diantaranya :

- Kurang disiplin

- Penampilan fisik dan atribut - Nilai yang buruk

- Tidak saling menghargai antara siswa dengan guru - Penghinaan

- Ejekan - Fitnah

- Pelecehan seksual

Hal yang sudah disebutkan di atas, tentunya memberikan dampak yang buruk terhadap anak didik, diantaranya :

- Anak-anak menjadi terganggu dalam mental dan fisik - Kebencian dalam melakukan kegiatan disekolah - Perilaku menjadi pemberontak

- Tidur terganggu

- Tidak tenang dalam melakukan aktifitas diluar sekolah - Menjadi terasing melihat lingkungan sekitar

2.2.3 Masyarakat Tanpa Sekolah

Pendidikan diidentikkan dengan sekolah. Dengan kata lain, pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga tempat mendidik atau mengajar. Jadi, perspektif sempit ini membatasi proses pendidikan berdasarkan waktu atau masa pendidikan, lingkungan pendidikan maupun bentuk pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Lalu, bagaimanakah tindakan efektif menjadikan manusia sebagaimana mestinya manusia? Apakah dengan adanya sekolah kita bisa mewujudkan hal tersebut.

(15)

terspesikasi dalam bidang-bidang dan jurusan-jurusan, maka hal ini menyulitkan para murid dan insan pendidikan agar dapat memahami masalah-masalah kemanusiaan secara holistis.

 Masyarakat Tanpa Sekolah Menurut Ivan Illich

Ivan Illich dalam konsep karyanya yang diambil dari situs http://ziyadan.wordpress.com/2012/01/26/pendidikan-tanpa-sekolah-kritik-rekonstruksi-pembelajaran/, Deschooling Society (Masyarakat Tanpa Sekolah) bisa dipandang sebagai penolakan komprehensif terhadap sekolah formal yang memasung kebebasan dan perkembangan manusia. Sekolah dianggapnya sama sekali tidak memadai bagi perkembangan anak-anak dan kaum muda. Illich sangat yakin tujuan penolakan sekolah dalam masyarakat akan menjadikan siswa dapat memperoleh kebebasan dalam belajar tanpa harus memperjuangkan untuk memperolehnya dari masyarakat. Setiap orang harus dijamin kepribadiannya dalam belajar, dengan harapan dia akan menerima kewajiban membantu orang lain untuk tumbuh sesuai kepribadiannya.

Illich mengejek kaum yang mengatakan bahwa hanya dari sekolahlah pengetahuan dan keterampilan didapat, pada kenyataanya sekolah bukanlah satu-satunya lembaga modern dengan tujuan utama membentuk pandangan manusia mengenai realita. Kurikulum terselubung (Hidden curriculum) dalam kehidupan keluarga, wajib militer, pelayanan kesehatan dan apa yang disebut profesionalisme ataupun media, memainkan peranan penting dalam manipulasi institusional dunia manusia, visi, bahasa-bahasa, dan kebutuhannya.

Illich pun menegaskan kembali bahwa “sekolah jauh lebih memperbudak orang dengan cara yang lebih sistematis, karena hanya sekolah yang dianggap mampu untuk melaksanakan tugas utama, anehnya sekolah melakukan tugas tersebut dengan cara membuat pemahaman tentang diri sendiri, tentang orang lain dan tentang alam, menjadi tergantung pada proses yang sudah dibentuk terlebih dahulu. Begitu dahsyat pengaruh sekolah atas diri kita sehingga tidak seorang pun diantara kita dapat berharap bahwa ia dapat dibebaskan dari padanya oleh sesuatu yang lain”.

(16)

dimanapun tempatnya. Seperti halnya membicarakan dunia kehidupannya, alam yang terjadi dengan kontradiksinya, masalah sosial dan masalah politik yang tengah terjadi. Tentunya, akan ada banyak guru bagi anak-anak, dengan mendapatkan pengetahuan dan keteladanan kapanpun dan dimanapun berada. Sehingga Insan pendidikan akan menghadapi kawan-kawan yang menantangnya untuk bernalar, bersaing tanpa distandarisasi dengan adanya rapor, bekerja sama dan sebagainya. Perspektif sempit inilah, yang menyebabkan terbatasnya proses pendidikan. Sehingga akan membawa dampak-dampak buruk pendidikan tersendiri;

Pertama, karena hampir semua orang menganggap pendidikan dipahami melalui lembaga sekolah, maka cara berfikir formalistik merasuk dalam pemikiran orang. Pada akhirnya para orang tua melihat pendidikan anaknya hanya dapat diandalkan dari sekolah. Mereka melihat di sekolahlah tempat satu-satunya bagi anak-anaknya untuk memperoleh pengetahuan dan pembentukan mental dan karakter. Hal buruknya adalah orangtua tidak mau mendidik anaknya karena sudah mendapatkan pendidikan di sekolah dan tidak mempedulikan pendidikannya diluar sekolah.

Kedua, sekolah dijadikan satu-satunya lembaga yang sah bagi masyarakat sebagai jalan mobiltas sosial. Seakan-akan sudah baku bahwa jika ingin mendapatkan pekerjaan harus masuk dan lulus sekolah terlebih dahulu, syarat formalnya adalah mendapatkan ijazah. Jadi, tidak heran ketika banyak bisnis ijazah atau bisnis pendidikan tanpa melibatkan si terdidik dalam proses belajar mengajar. Padahal formalitas bukanlah esensi.

Oleh karena itu, ijazah ataupun output sekolah tidak menunjukkan adanya mutu. Tidak jarang pula, orang yang bersekolah tingkatan tinggi, tetapi kecerdasannya rendah, mentalnya rusak, karakternya kerdil, dan jiwanya koruptif. Sehingga sekolah akan melahirkan manusia-manusia “dehuman” yang akan merampok potensi kemanusiaan manusia.

(17)

2.3 Teori Budaya Organisasi

A. Mengenal Budaya Organisasi

Semua perkembangan perilaku orang dalam organisasi akan memberikan dampak tersendiri bagi organisasi yang bersangkutan. Namun kesemua perilaku yang timbul tersebut akan membentuk satu nilai atau norma yang sama-sama diyakini dan dipegang oleh orang-orang yang tergabung dalam organisasi tersebut. Nilai dan norma ini lah yang kemudian dijadikan sebagai budaya dalam organisasi.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, budaya organisasi terbentuk melalui pembiasaan dalam organisasi tersebut. Pembiasaan bisa mulai diterapkan dalam setiap sektor organisasi, sehingga setiap individu menyadari pentingnya budaya yang akan bersama diwujudkan.

Proses pembiasaan budaya dalam organisasi, manajer bisa menggunakan prinsip-prinsip dan teori motivasi untuk menggerakan individu yang tergabung supaya mau bersama-sama mulai membangun budaya. Misalnya saja menerapkan reward and punishmen, pemberian kompensasi, penghargaan bagi karyawan terbaik, dan lain sebagainya.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli (http://jurnal-sdm.blogspot.com) :

a) Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn, budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.

b) Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar, budaya organisasi adalah cara-cara berfikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.

c) Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.

(18)

suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e) Menurut Cushway dan Lodge, budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi. Budaya ini akan berkembang, dan menjadi ciri khas dari satu organisasi dan bahkan bisa menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

Brown mengembangkan unsur-unsur dasar budaya organisasi berdasarkan kerangka yang dikembangkan oleh Schein pada tahun 1985. Unsur-unsur budaya organisasi menurut Brown adalah sebagai berikut: Pertama adalah artifacts (unsur dasar organisasi yang paling mudah dikenali karena ia dapat dilihat, didengar, dan dirasakan). Artifacts biasanya berbentuk cerita, mitos, lelucon, metafora, upacara dan tatacara, perayaan, pahlawan, dan simbol-simbol. Ada juga beberapa hal yang bersifat subkategori untuk artifacts, yaitu: hal-hal yang bersifat material, tampilan fisik, teknologi, bahasa, pola perilaku, system, prosedur dan program. Unsur kedua adalah keyakinan, nilai-nilai, dan sikap yang berlaku di dalam organisasi. Nilai ini lebih mengarah pada kode moral dan etika yang menjadi penentu apa yang sebaiknya di lakukan. Misalnya, sebuah perusahaan punya nilai-nilai kejujuran, keterbukaan dan integritas dalam menjalankan aktifitas bisnisnya. Maka penerapan untuk bagian keuangan, misalnya adalah meyusun laporan keuangan secara transparandan jujur, maksudnya tidak melakukan penipuan agar organisasi tersebut lebih menarik minat investor tertentu.Unsur ketiga adalah asumsi-asumsi dasar mau tidak mau harus diterima sebagai solusi bila terjadi suatu masalah.

(19)

pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4) luar organisasi; (5) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya; (2) benturan budaya; dan (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi. Lebih jelasnya, proses pembentukan budaya ini dapat diragakan dalam bagan 2 berikut ini:

Manajemen Puncak

Seorang atau para manajer puncak dalam organisasi yang masih baru atau muda mengembangkan dan berusaha untuk

mengimplementasikan suatu visi, filosofi dan atau strategi

Perilaku Organisasi

Karya-karya implementasi. Orang berperilaku melalui cara yang dipandu oleh visi, filosofi dan strategi

Hasil

Dipandang dari berbagai segi, organisasi itu berhasil dan keberhasilan itu terus berkesinambungan selama

bertahun-tahun

Budaya

Suatu budaya muncul, mencerminkan visi dan strategi serta pengalaman yang dimiliki orang dalam

(20)

(sumber : John P. Kotter. & James L. Heskett, 1998. Corporate Culture and Performance (terjemahan Benyamin Molan). Jakarta: PT Prehalindo, h.9)

Budaya organisasi sangat erat kaitannya dengan kinerja para anggotanya, sebab budaya dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan bersemangat. Hal tersebut dilatarbelakangi dengan perilaku dan kebiasaan yang terbentuk di dalam organisasi tersebut. Dengan menciptakan budaya kerja yang baik, maka akan dapat meningkatkan kinerja para anggota di dalam suatu organisasi.

B. Mempertahankan Budaya

Melihat begitu pentingnya budaya satu organisasi, maka perlu juga dikembangkan dan diperhatikan dengan baik oleh setiap organisasi. Ada beberapa cara untuk meningkatkan kualitas budaya organisasi, diantaranya :

1. Mulai dengan pembiasaan. Ala bisa karena biasa, jika tidak dimulai dengan pembiasaan maka akan sulit membentuk nilai-nilai dan budaya. Jelaskan kepada seluruh bagian organisai jika hal itu terasa baru bagi anggota organisasi, berikan pengertian sehingga mereka sadar akan pentingnya nilai yang akan bersama-sama dibangun. 2. Pertahankan nilai-nilai baik yang sudah berkembang, dan mulai

hapus nilai-nilai yang dirasa kurang menguntungkan. Hal ini sepertinya akan lebih fair dalam mengambil kebijakan, kebiasaan yang memang sudah baik sudah semestinya dikembangkan, sedangkan kebiasaan yang tidak menguntungkan berikan pengetian kepada semua anggota organisasi untuk bersama-sama merubahnya.

3. Pupuk terus semangat dalam setiap individu untuk memberikan karya dan semangat terbaik dalam hidup berorganisasi.

Untuk mempertahankan budaya sedikitnya terdapat tiga kekuatan yang memainkan suatu peran penting, yaitu :

(21)

implementasi perubahan budaya organisasi. Wujudnya dapat berupa penetapan keputusan yang terkait dengan pembentukan budaya baru, tindakan dan keterlibatan pimpinan puncak dan besarnya dukungan sumber daya yang dialokasikan.

2. Praktik seleksi. Direkrut dan diseleksi orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan kepemimpinan dan keteladanan untuk mempertahankan budaya sesuai dengan kaidah dan norma dari tata nilai dari budaya organisasi.

3. Metode dan keefektifan penerapan sosialisasi. Bagaimana bagusnya pelaksanaan penerimaan dan penyeleksian pegawai baru yang dilakukan suatu organisasi, karyawan-karyawan baru tidak sepenuhnya terdoktrin dengan budaya organisasi tersebut. Dikarenakan tidak terbiasa dengan budaya organisasi tersebut, karyawan-karyawan baru memiliki kecerendungan untuk mengganggu kepercayaan dan kebiasaan yang sudah berlaku.

Dengan demikian, organisasi perlu membantu karyawan-karyawan baru dalam beradaptasi dengan budaya mereka. Proses adaptasi ini disebut sosialisasi, agar organisasi selalu mensosialisasikan program kegiatan mereka sesaui dengan tata nilai budaya. Tahapan tersebut diantaranya adalah :

1. Mengarah pada semua pembelajaran yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dengan organisasi.

2. Karyawan baru berusaha mencari seperti apa organisasi tersebut membandingkan keadaan yang diharapkan dengan realita yang mungkin saja berada.

3. Muncul dan berlaku perubahan yang relatif bertahan lama.

(22)

keterampilan berinteraksi, setiap individu dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya sebagai berikut :

1. Interpersonal skill, yaitu keterampilan berinteraksi antar personal 2. Intrapersonal skill, yaitu keterampilan berinteraksi di dalam diri

setiap manusia yang paling dalam.

Sedangkan peran implementasi adalah peran yang dimainkan oleh setiap individu yang berinteraksi dengan individu lainnya dalam kelompok atau organisasi yang dapat mengubah perilakunya dalam melaksanakan tujuan bersama guna memaksimumkan kepuasan (produktivitas). Jika perpaduan ketiga aspek tersebut telah mengalami internalisasi atau sosialisasi dan telah terjadi penghayatan yang mendalam bagi diri dan kepentingan yang bersangkutan, itu berarti telah terjadi perubahan dalam bersikap, berfikir dan bertindak.

Tentunya perubahan tersebut akan mempengaruhi perubahan perilaku, sedangkan perubahan perilaku akan mempengaruhi peningkatan keefektifan organisasi dan kinerjanya. Jika terjadi proses pembiasaan bagi para anggota organisasi atas perubahan tersebut, itu berarti membentuk suatu kebiasaan yang diyakini secara luas oleh para anggota organisasi. Kebiasaan yang diyakini secara luas dan merasa terikat kepadanya, sebagai sumber kepadanya, sebagai sumber kekuatan penting dan berharga, megakibatkan terjadinya perubahan dan pembentukan budaya.

Menggerakkan perubahan organisasi menurut David Firth (2000) mencakup leadership dominant, the changing team dominant, the employee dominant. Mengingat penataan organisasi berhadapan dengan berbagai jenis perubahan, keefektifan organisasi menurut Verma (1997) bergantung pada 4 faktor utama yaitu people factors, structural factor, technological factor dan teamwork. Setiap penerapan suatu sistem atau tindakan yang akan mempengaruhi kesuksesan organisasi, memecahkan kesuksesan organisasi, memecahkan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi, berarti menghadirkan perubahan perilaku.

(23)

konsistensi sikap anggotanya. Budaya merupakan suatu kecerendungan pada saat nilai-nilai bersama tidak selaras dengan efektivitas organisasi untuk waktu-waktu selanjutnya, sehingga konsistensi terhadap perilaku merupakan asset bagi suatu organisasi yang berada didalam lingkungan yang stabil.

Suatu budaya organisasi tidak akan muncul begitu saja. Suatu budaya yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang dan disepakati untuk dijalankan bersama, sehingga suatu budaya yang kuat jelas sekali akan memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi dibandingkan dengan budaya yang lemah. Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah keluar masuknya pekerja yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Analisis Teori Evolusi Pendidikan di Indonesia A. Teori structural fungsional

Dimana teori ini menekankan pada fungsi peran dari struktur sosial yang menekankan pada konsensus dalam suatu masyarakat. Struktur itu sendiri berarti suatu sistem yang terlembagakan dan saling berkaitan. Kaitannya dengan pendidikan, Talcot Parson mempunyai pandangan terhadap fungsi sekolah diantaranya:

(24)

dekat, dll) ke peran dewasa yang diberikan penghargaan berdasarkan prestasiyang sesungguhnya.

2. Sekolah sebagai seleksi dan alokasi dimana sekolah memberikan motivasi-motivasi prestasi agar dapatsiap dalam dunia pekerjaan dan dapat dialokasikan bagi mereka yang unggul.

3. Sekolah memberikan kesamaan kesempatan. Suatu sekolah yang baik pastinya memberikan kesamaan hak dan kewajiban tanpa memandang siapa dan bagaimana asal usul peserta didiknya.

B. Teori Konflik

Dimana dalam teori ini tidak mengakui kesamaan dalam suatu masyarakat. Menurut Weber,stratifikasi merupakan kekuatan sosial yang berpengaruh besar. Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan merupakan variabel kelas atau status. Pendidikan akan mengantar sesorang untuk mendapatkan status yang tinggi yang menuju kearah konsumeris yang membedakan dengan kaum buruh. Namun tekanan disini bukan pada pendidikannya melainkan pada unsur kehidupan yang memisahkan dengan golongan lain. Menurut Weber, dalam dunia kerja belum tetntu mereka yang berpendidikan tinggi lebih trampil dengan mereka yang diberi latihan-latihan, namun pada kenyataanya mereka yang berpendidikan tinggi yang menduduki kelas penting. Jadi pendidikan seperti dikuasai oleh kaum elit, dan melanggengkan posisinya untuk mendapatkan status dan kekuasaannya.

C. Teori interaksionisme simbolik

Dimana teori ini berasumsi bahwa kehidupan sosial hanya bermakna pada tingkat individual yang realita sosial itu tidak ada. Sebagai contoh buku bagi seorang berpendidikan merupakan suatu hal yang penting, namun bagi orang yang tidak mengenyam pendidikan tidak bermanfaat

(25)

Bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek ; sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi usaha seorang guru sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dalam bentuk motivasi dan penguatan agar mereka lebih terpacu demi tercapainya suatu tujuan.

E. Teori Evolusi

Ciri khas manusia yaitu akal budinya sebagai prinsip evolusi. Akal budi manusia dikekang oleh suatu hukum atau daya gerak evolusioner dari dalam diri yang secara bertahap menyebabkan umat manusia mula-mula berpikir kongkret dan partikular, lantas berpikir abstrak dan umum dan akhirnya positif dan empiris. Dalam teori ini terjadinya perubahan pola pikir manusia akibat dari perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun dari luar diri manusia tersebut,disini pendidikan juga berperan penting dalam mengubah pola pikir seseorang dari ia tidak tau menjadi tau sehingga akal dan budinya pun akan berubah dan menjadi manusia yang lebih baik. Berguna untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

F. Teori fenomenologi

Tindakan manusia menjadi suatu hubungan social bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakan tertentu dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai suatu yang penuh arti. Pemahaman secara subjektif terhadap sesuatu tindakan sangat menetukan kelangsungan proses interaksi social. Maka dari itu pentingnya penanaman nilai tolong menolong dan saling memberi kepada anak semenjak dini. Seperti pepatah “ Siapa yang menuai benih ia akan menuai padi,Jika ia menuai angin maka ia akan menuai badai “.

G. Teori Etnometodologi

(26)

perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Pendidikan tidak hanya akan mengubah kehidupan seseorang melalui ilmu yang diberikan tetapi juga cara pemikiran seseorang melalui semua hal yang ia dapat baik dari manusia itu sendiri (guru) tetapi juga alam.

H. Teori perilaku

Teori ini memusatka perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan actor dengan tingkah laku actor. Konsep dasar teori ini adalah mengenai “reinforcement” (penguatan) yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reword). Metode seperti ini dapat digunakan dalam pembelajaran diPAUD karena anak usia dini memiliki rasa ingin ingin tahu yang sangat tinggi, biarkan ia melakukan apa yang ia hendak lakukan tugas kita hanya mengawasi, maka ia akan tahu apa pembelajaran yang ia dapat dari aktifitas yang ia lakukan akan mendapatkan penguatan atau reword .

I. Teori pertukaran

(27)

3.2 Analisis Teori Pendidikan dan Pengembangan

Sekolah merupakan salah satu sarana yang sengaja di rancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju dan berkembangnya suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Sekolah dan masyarakat merupakan unsur yang saling berkaitan untuk terlaksana dan tercapainya proses pendidikan.

Tapi dengan pro kontra yang ada tentang sekolah, lahirlah pula tentang sekolah yang berbahaya bagi kelangsungan moral, mental dan psikologi murid. ini menjadikan masyarakat berfikir bahwa kebebasan sang anak terkekang dengan adanya sekolah dan sekolah itu hanya bisa merusak mental dan psikologis anak saja, karena pada kenyataannya sekolah sering di anggap berbahaya bagi perkembangan anak.

Sekolah berbahaya ada karena adanya kesempatan yang ada, adanya celah – celah membuat kesalahan ataupun kekurangan fisik yang dimiliki korban menjadikan para pelaku penganiayaan ini memiliki kesempatan untuk melakukan penganiayaan. Adapun upaya yang dilakukan apabila orang tua mengetahui masalah ini hanya bisa mendatangi pihak sekolah untuk berdiskusi kepada guru ataupun kepala sekolah yang bersangkutan, apabila kasusnya ingin di bawa ke jalur hukum pun sedikit sulit, karena kasus penganiayaan fisik yang terjadi harus sudah memperlihatkan bukti yang cukup, seperti fisik yang lebam, saksi yang melihat. Jika kita ingin menentukan bahwa penganiayaan terjadi, kita harus mempertimbangkan empat langkah berikut sebelum kita memutuskan tindakan apa yang akan kita ambil untuk memperkarakan penganiayaan yang terjadi :

• Mengidentifikasi cedera. • Mendokumenkan cedera.

• Mendokumentasikan kejadian tersebut. • Menetapkan kesalahan

(28)

Tapi disini kelompok kurang setuju dengan pendapat masyarakat tanpa sekolah. Karena bagaimanapun sekolah merupakan tempat atau sarana dimana orang bisa mendapatkan pendidikan secara ilmu pengetahuan maupun pembentukan sikap dan perilaku. Dimana di sekolah setiap orang bisa bersosialisasi dengan sebaya dan orang-orang yang berpendidikan juga.

Sedangkan mungkin apabila orang yang tidak menjalankan pendidikannya di sekolah, memang tidak menutup kemungkinan kalau orang itu akan cerdas secara psikomotor tapi dengan sosialisasi dan lingkungannya yang kurang baik maka pembentukkan karakter tidak akan dia dapatkan seperti yang bisa didapatkan di sekolah.

Tidak ada ruginya apabila melaksanakan pendidikan di sekolah, selain ilmu pengetahuan maka kita akan mendapatkan pengalaman dan sosialisasi yang baik di lingkungan pendidikan.

Adapun cara yang bisa dilakukan agar sekolah menjadi efektif dan tidak menimbulkan sekolah yang berbahaya. untuk memecahkan masalah sekolah yang berbahaya ini adalah dengan membenahi sekolah tersebut, menjadikan sekolah tersebut demokratis, adapun caranya sebagai berikut :

1) Menciptakan iklim sekolah yang baik yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar dan disiplin siswa

2) Ketersediaan layanan dukungan profesional, ketersediaan sumber daya seperti buku dan bahan pengajaran lainnya, Kecukupan perpustakaan, ketersediaan fasilitas yang memadai di sekolah

3) Adanya staf tambahan untuk membantu dengan masalah disiplin

4) Guru berkomunikasi dengan orang tua dan pengelola pendidikan dengan baik

5) Demokrasi di dalam kelas

(29)

Untuk menunjang keberhasilan proses pendidikan yang berlangsung di sekolah, perlu adanya kesadaran dari masyarakat yang dapat dimulai dan dilakukan dari sekarang. Dalam hal ini seperti adanya rasa memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan yang maksimal khususnya untuk dunia pendidikan.

3.3 Analisis Teori Budaya Organisasi

A. Perubahan Budaya Pada Organisasi Pendidikan

Pendidikan mengajarkan segalanya bagi manusia, mulai dari agama, hukum, sosial dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya pendidikan hanya menghasilkan mental manusia yang selalu mempromosikan seseorang hanya berdasarkan faktor pembawaan seperti status sosial, ekonomi, koneksi, jenis kelamin, keturunan maupun karakteristik individual, seharusnya pendidikan dijadikan upaya untuk mempromosikan seseorang berdasarkan prestasi atau kemampuannya dengan mengabaikan subyektifitas” (Suryadi & Tilaar, 1993).

(30)

buku paket tidak berisi proses belajar mengajar yang menganut prinsip belajar aktif.

Nilai-nilai yang mungkin dikembangkan di sekolah tentunya sangat beragam. Jika merujuk pada pemikiran Spranger sebagaimana disampaikan oleh Sumadi Suryabrata (1990), maka setidaknya terdapat enam jenis nilai yang seyogyanya dikembangkan di sekolah. Dalam tabel berikut ini dikemukakan keenam jenis nilai dari Spranger beserta perilaku dasarnya.

Jenis Nilai dan Perilaku Dasarnya menurut Spranger

No Nilai Perilaku Dasar

Sumber : Modifikasi dari Sumadi Suryabrata. 1990. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali. h.105

(31)

B. Upaya Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Seperti Implikasinya bagi Pendidikan

(32)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pendidikan adalah hal yang terjadi sudah dari dahulu kala, pendidikan berkembang dengan sesuai bertambahnya waktu dan kemajuan jaman. Sesuai dengan teori Evolusi yang sudah di tuliskan di atas, bahwa pendidikan berkembang dari yang dulunya hanya bersifat non formal kini berkembang menjadi formal dan tentu saja harus terus di iringi pula dengan nonforlmal dan informal dalam keluarga.

Meskipun dalam perkembangannya pendidikan secara formal menimbulkan pro kontra akibat cara berfikir masyarakat yang belum berkembang, serta sistim pendidikan yang belum sesuai dengan harapan yang ada, seperti lembaga sekolah yang seharusnya bisa menjadi wadah tempat pembentukan karakter anak, tetapi dikarenakan belum sempurnanya pendidikan formal yang ada malah menjadikan celah untuk sekolah menjadi “sekolah yang berbahaya” bagi perkembangan psikologis dan fisik anak murid.

Hal ini tentunya menjadi dilema bagi masyarakat, mengingat pentingnya pendidikan formal bagi anak – anak mereka pada saat ini. Tentu hal ini bisa ditangani dengan menjadikan sekolah yang demokratis, lebih mendengarkan dan memahami anak didik dan juga para staff pengajar yang ada, serta menjadikan suasana yang kekeluargaan akan menjadikan sekolah sebagai tempat yang nyaman, tentu hal ini ahrus di iringi dengan lingkungan yang menyenangkan dan juga penguatan religi terhadap unsur pendidik dan peserta didik.

4.2 Saran

(33)

(ilmu pengetahuan dan teknologi) yang seluas-luasnya kepada warga negaranya yang punya hak untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan.

DAFTAR PUSTAKA

(34)

John P. Kotter. & James L. Heskett, 1998. Corporate Culture and Performance. (terj Benyamin Molan). Jakarta: PT Prehalindo.

Snook, A. Pamela and Irwin A. Hyman. (1999). Dangerous Schools: What We Can Do About the Physical and Emotional Abuse of Our Children. California: Jossey Bass

Sumadi Suryabrata. 1990. Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali. h.105 Supardan, dadang. 2007. Pengantar ilmu social. Bandung: Bumi Aksara

Suryadi & Tilaar. 1993. Budaya Organisasi Pendidikan. Jakarta : CV Rajawali Syamsir. 2006. Pengantar Sosiologi. padang. Unp Press

Veeger, Karel J.1993.Pengantar Sosiologi. Jakarta: Gramedia

Zamroni. 1988. Pengantar Pengembangan Teoti social. Jakarta: Depdikbud

Zeilin,Irving M.1998.Memahami kembali Sosiologi. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press

_____. (2013). Teori – teori Sosiologi . [Online] Tersedia: Www. scribd.com/doc/29902345/Teori-Teori-Sosiologi. (10 Februari 2013) _____. (2009). Jenis-Jenis Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan. [Online]

Tersedia:

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/jenis-jenis-peran-serta-masyarakat.html (13 September 2013)

_____. (2013). Teori Pendidikan. [Online] Tersedia:

Referensi

Dokumen terkait

Kesadaran bela negara dapat diwujudkan dengan cara ikut dalam mengamankan lingkungan sekitar seperti menjadi bagian dari siskamling, membantu korban bencana sebagaimana kita

Berdasarkan syarat kinematik untuk longsoran jungkiran yang diusulkan oleh Goodman dan Bray’s (1976 op cit. Hoek, 2000), JSC 1 memiliki arah kemiringan (Ap) yang hampir paralel

keputusan SPM tahun 2011 atau 2012 Kategori D - Pemohon yang menggunakan keputusan; SPM 2010 dengan sijil ulangan SPM 2011 atau, SPM 2011 dengan sijil ulangan SPM 2012 atau,

Kabupaten Minahasa Selatan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah telah ditata untuk menjadi kota Minapolitan yaitu suatu wilayah dengan konsep pembangunan ekonomi

Dalam satu semester, pada suatu program studi harus berlangsung rapat dosen lengkap, kegiatan pembelajaran, kegiatan evaluasi hasil proses pembelajaran setiap

Lebih dari 20% cell dengan nilai harapan > 5, kita tidak bisa menggunakan Chi Square test.

Hipertensi merupakan sesuatu yang penting dalam timbulnya penyakit kardiovaskuler, yang kalau tidak ditangani akan mengakibatkan komplikasi pada jantung, otak,

• Secara periodik melakukan kunjungan dan pemeriksaan untuk memastikan Standart Operating Prosedur telah dilaksanakan pada bagian pengolahan, laboratorium dan maintenance..