• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antara Sentris dan Eksklusif Menjelaskan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Antara Sentris dan Eksklusif Menjelaskan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Antara Sentris dan Eksklusif: Menjelaskan Kemenangan Bharatiya

Janata Party dalam Pemilu India 2014

Disusun sebagai tugas mata kuliah Partai Politik

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ichlasul Amal, Ph.D

Ayu Diasti Rahmawati, MA

Disusun oleh:

Naomi Resti Anditya 14/364286/SP/26076

Fuchia Mutiaramoty 14/364349/SP/26090

Michael Raffy Sujono 15/384146/SP/26858

M. Farhan Isnaen 15/384148/SP/26860

Departemen Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1998, Bharatiya Janata Party (BJP), yaitu partai bernafaskan nasionalisme Hindu, menjadi partai bersayap kanan berdasar etnis (ethnic party) yang kuat dan cukup sentral dalam politik electoral India, setelah Partai Kongres lama menguasai pemerintahan. BJP dengan koalisinya, yaitu National Democratic Alliance (NDA) memenangkan kursi di parlemen di bawah Atal Bivari Vajpayee. Pada tahun 2004, BJP mengalami kekalahan yang tidak terduga. Kemudian pada pemilu tahun 2014, di bawah kepemimpinan Narendra Modi dengan visi yang lebih jelas dan terkonsolidasi, BJP memenangkan kursi secara absolut di federal. Berbagai pemberitaan dan kajian melihat bahwa kemenangan BJP meresahkan bagi keberagaman India, karena sudah tiga kali dalam dua dekade BJP dengan semangat nasionalisme Hindu berkuasa. Hal ini banyak dibaca bahwa mayoritas Hindu memiliki semangat untuk membuat India sebagai negara yang berbasis Hinduisme dan anti-kuota atau anti-minoritas. Di lain sisi, banyak pula kajian yang melihat berkuasanya BJP tidak jauh dari moderasi dan sentrisme. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa meskipun India memiliki konteks sosioreligius yang kompleks dalam membentuk identitas politik yang beragam dan plural, namun masyarakat India tidak pernah benar-benar ter-polarisasi. Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa kekuatan sayap kanan dalam kursi pemerintahan saat ini benar-benar ada, namun outlook BJP masih cenderung sentris, paling tidak di bawah Narendra Modi.

Melalui perdebatan sentris dan eksklusivis, makalah ini pertama-tama ingin menjawab bagaimana BJP dapat meraih suara mayoritas dalam pemilu 2014 di bawah kepemimpinan Narendra Modi, dengan kaitannya terhadap politik identitas dan cara BJP bermanuver antara menjadi partai dengan ideologi yang spesifik dan di sisi lain, mendulang suara dengan strategi yang lebih inklusif.

1.2 Rumusan Masalah

(3)

1.3 Landasan Konseptual

Inclusion-Moderation Theory (Robert Michaels)

Melalui penelitian klasik oleh Robert Michaels di Jerman tentang partai komunis dan partai Kristen yang kian lama menjadi lebih moderat seiring dengan tumbangnya komunisme, teori ini dapat menjelaskan mengapa suatu partai politik yang berbasis identitas yang ekstrim dapat menjadi moderat. Tesis mereka mengatakan bahwa rezim yang inklusif di suatu negara yang mengakomodasi partai dengan ideologi yang ekstrim atau ethnic party dalam pertandingan elektoral biasanya mengubah partai-partai ini menjadi partai yang moderat. Proses moderasi ini dapat terjadi karena empat (4) faktor. Pertama, dalam kontestasi pemilu dalam kerangka demokratis atau semi-demokratis, partai ekstrim menerima institusi yang berdasar pada prinsip liberal, misalnya partai sebelum berpartisipasi terikat untuk berkomitmen dalam keragaman politis. Kedua, ketika partai tersebut masuk ke arena elektoral, ia terikat untuk menenggelamkan ideologinya untuk menarik pemilih dari luar konstituen utamanya. Ketiga, ketika partai radikal didorong untuk menguasai pemerintah, mereka yang gagal mencapai absolute majority lebih mungkin untuk bergantung pada aliansi dengan partai-partai yang tidak memiliki ekstremisme yang sama. Keempat, sementara partai ekstrim muncul dari gerakan yang sangat menekankan kemurnian doktrin, mereka lama-kelamaan membebaskan dirinya dalam proses transformasi dari niche ke partai massa [ CITATION Chr13 \l 1033 ].

(4)

Swayamsevak Sangh (RSS). Dalam konteks BJP di era Modi, hubungannya dengan RSS cukup kompleks dan Modi kerap kali menjauhkan diri dari ideologi RSS.

1.4 Argumentasi Utama

(5)

BAB II

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

2.1 Kemenangan dan Arah Politik BJP

Pada tahun 2014, India mengadakan pemilihan umum (Pemilu) yang akan menentukan 543 anggota parlemen di tingkat majelis rendah. Pemilihan tersebut merupakan pemilihan yang ke-16 kalinya dan di India sendiri menyebutnya sebagai The 16th Lok Sabha. Pemilu tersebut diikuti oleh banyak partai yang terdiri dari dua aliansi besar dan mereka yang tidak tergabung dalam kedua aliansi. Dua aliansi tersebut adalah United Progressive Alliance (UPA) yang dipimpin partai Indian National Congress (INC) dan National Democratic Alliance (NDA) yang dipimpin partai Bharatiya Janata Party (BJP). Hasil Pemilihan Umum tahun 2014 menunjukkan bahwa aliansi UPA mewakili 13 partai di parlemen, sedangkan NDA mewakili 14 partai [ CITATION Ind14 \l 1057 ]. Pada hasil pemilu 2014 tersebut, BJP menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak dengan meraih 31 persen dan aliansi NDA menguasai parlemen yang pada akhirnya menunjuk Narendra Modi sebagai perdana menteri [ CITATION Hea15 \l 1057 ].

(6)

pandangan Hindutva atau berkompromi dengan partai koalisinya, yang pada titik ini akan lebih sentris.

Pada bulan Februari 2013, Modi berpidato di sebuah perguruan tinggi di Delhi yang berfokus pada ekonomi, pemerintahan, catatan perkembangan India, harapan pemuda yang tinggi untuk masa depan mereka, dan isu serupa. Modi juga berusaha mencampuradukkan isu-isu pembangunan, nasionalisme dan identitas Hindu. Dia berpendapat bahwa nasionalisme adalah pembangunan dan menjadi nasionalis adalah nilai inti Hindutva. 'Hindutva' -nya dikaitkan lebih banyak dengan 'pembangunan nasional', sehingga melewati isu-isu hubungan antar masyarakat dan hak-hak minoritas [CITATION Placeholder1 \l 1057 ]. BJP yang mencoba mengesampingkan pandangan Hidutvanya dalam pemilihan umum sebenarnya bukanlah hal yang baru. Setelah 1996, partai tersebut membuat perubahan yang bernuansa dalam strategi pemilihannya, yang mana hal tersebut adalah hasil dari dorongan koalisi dan BJP harus masuk ke dalam koalisi dengan banyak partai negara bagian yang tidak setuju dengan politik Hindutva BJP, sehingga melunakkan retorika Hindutva-nya [CITATION Placeholder1 \l 1057 ].

(7)

Dalam pemilihan umum India 2014, kepemimpinan tampaknya telah membuat perbedaan bagi sebuah partai. Karena partai-partai tingkat nasional sulit dibedakan berdasarkan program di India, para pemimpin itu sendiri harus membuat penggerak, bukan partai. Para pemimpin menarik dukungan dengan meyakinkan penggerak bahwa mereka mampu menang dan memerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa kepemimpinan lebih penting bila sebuah partai memiliki basis sosial yang kuat dan lebih banyak lagi ketika pemilih sebagian besar tidak terafiliasi dengan sebuah partai. Sehingga, memang sosok Modi tidak bisa dilepaskan dari kemenangan Partai BJP di parlemen [ CITATION Chh14 \l 1057 ]. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

Dari pembukaan ini, dapat dilihat bahwa India sebenarnya sudah lama menerapkan prinsip-prinsip yang demokratis, meskipun tidak sempurna, dan polarisasi yang ada dalam masyarakat tidak cukup kuat untuk membelah masyarakat. Partai ekstrim seperti BJP pun dalam pergerakannya tidak pernah lepas dari cara-cara yang demokratis, padahal ia sangat bernafaskan Hindu yang hierarkis dan mendukung kasta. Dengan cara yang demokratis, BJP pun mencoba untuk mendapatkan kekuasaan dengan cara-cara yang cenderung demokratis dan liberal, dengan mencari massa dan kampanye yang baik, meskipun tetap ada kampanye hitam. Dari sini dapat dilihat bahwa BJP dalam prosesnya menjadi partai yang penting sudah cenderung sentris.

2.2 Elemen Kelas-Kasta dan Identitas Hindu dalam Kemenangan BJP

(8)

Marxist masih terlihat sampai sekarang dan digunakan sebagai alat mobilisasi dalam pemilihan electoral di India.

Secara tradisional, masyarakat Hindu mengenal sistem kasta sebagai tatanan sosial yang tidak selalu ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dalam kategori pertama yaitu kasta Brahmana (akademisi, pendeta, rohaniwan), ksatria (bangsawan, prajurit), dan waisya (pedagang). Kategori kedua adalah kasta sudra yang terdiri atas petani, pemberi jasa, dan pekerja. Kategori ketiga disebut ‘untouchables’ karena mereka berada di luar kasta. Semakin rendah posisi seseorang dalam hierarki kasta, semakin sedikit hak yang mereka miliki. Setelah kemerdekaan India, kasta ini tidak menghilang, tetapi berganti nama menjadi lebih modern dan ekonomistis secara de facto. Kategori pertama disebut upper caste, kategori kedua disebut other backward caste (OBC), dan kategori ketiga disebut scheduled caste. Meskipun kasta masih berlaku secara tradisional, akan tetapi ia tidak lagi diperhitungkan sekuat dahulu. Negara berusaha meminimalkan hierarki vertikal melalui pemberian kuota dan aksi afirmatif bagi orang-orang dalam kasta SC. OBC sendiri tidak menerima aksi afirmatif ini, dan negara mendorong mereka untuk bergerak dengan menggunakan basis jumlah yang besar, karena OBC menempati 40% masyarakat India, sedang SC sekitar 23%, dan sisanya adalah kategori pertama [ CITATION Sri01 \l 1033 ]. Karena kedua kategori ini tidak lagi berada di bawah kekuasaan upper caste dan jumlahnya besar, maka SC dan OBC menjadi target dari konstituen politik yang baru dari partai politik, termasuk yang paling terlihat adalah BJP. Kekuatan dan kemenangan BJP selama dekade terakhir ini biasanya dijelaskan sebagai kesadaran dari partai politik untuk menggunakan OBC sebagai basis sosialnya, juga basis di wilayah Barat dan Timur.

(9)

karena ideologi BJP yang menekankan pada nasionalisme Hindutva dan kapitalisme, bahkan pan-India dan para-India (lebih dari India). Ia juga mendorong harapan dan aspirasi. Ia memberikan penjelasan bahwa perubahan kondisi sosio-ekonomi berperan untuk menjelaskan mengapa BJP saat ini lebih diminati daripada partai Kongres. Perubahan kondisi sosio-ekonomi tersebut merupakan mobilitas sosial di India. Banyak penduduk miskin dari kasta rendah yang saat ini mendapatkan pekerjaan lebih baik dengan pindah ke kota dan mendukung industrialisasi. Terjadi transformasi kelas karena orang-orang yang dahulu miskin sekarang menjadi kelas menengah. Visi Partai Kongres yang hendak mengangkat kemiskinan pun tidak lagi menjadi relevan meskipun tuntutan tersebut tetap tidak menghilang. Lagi, Singh melihat bahwa fitur dari meningkatnya jumlah kelas menengah adalah selebrasi terhadap nasionalisme—kelas menengah penting untuk membentuk ide

mengenai ‘bangsa’—seperti apa yang terjadi di Prancis. Kelas menengah di desa dan kota kecil pun mendapatkan ideologi dan visi BJP yang nasionalistik. Sebenarnya, keterlibatan dan assertiveness dari OBC dalam ranah publik dan politik menandakan sebuah ekspansi dari demokrasi yang disambut baik, karena mereka lepas dari dominasi upper caste. Akan tetapi, di saat yang sama, justru dalam OBC inilah kemenangan di titik-titik politik Hindutva bekerja. Sehingga semangat demokrasi mereka sangat rawan di-apropriasi oleh BJP.

(10)

Kepemimpinan Modi di Gujarat—sebagai wilayah yang berkontribusi besar bagi pertumbuhan India (62%)—juga berpengaruh terhadap pandangan pemilih terhadap Modi sebagai ‘wiraswasta’ atau CEO sebuah ‘perusahaan’ [ CITATION Cri15 \l 1033 ].

Apa yang menjadi unik adalah bahwa kelas menengah ini biasanya bias secara sosial. Mereka menggunakan kekuatan finansialnya untuk menolak kuota (pro-minoritas) dalam berbagai aspek dan menutup diri dari identitas yang berbeda. Hal ini dibuktikan dalam survei yang dilakukan oleh Sircar dan Reed yang menunjukkan bahwa 34% dari mereka yang mengklaim diri sebagai kelas menengah menolak memiliki komunitas religius atau kasta yang berbeda sebagai tetangga mereka. Sedangkan secara kontras, di antara mereka yang tidak mengklaim diri sebagai kelas menengah, hanya 17% yang tidak mau memiliki tetangga dari komunitas berbeda. Modi sebagai orang yang besar di Gujarat (salah satu wilayah yang juga paling anti-kuota) dan berasal dari OBC juga mempromosikan visi ini. Pendukung BJP pada pemilu 2014 pun terlihat dominan di sabuk Hindu di India (Bihar dan Uttar Pradesh) [ CITATION Cri15 \l 1033 ].

(11)

Melalui pembahasan ini, apabila dikaji melalui teori moderasi Michaels, maka terlihat bahwa BJP di bawah Modi mencari lebih sentris tetapi di sisi lain tetap eksklusif. Sentris-nya karena ia mulai menenggelamkan ideologinya untuk mempromosikan tujuan yang lebih inklusif, yaitu pembangunan. Ia juga menargetkan basis yang lebih luas, yaitu OBC sebagai kelas menengah baru. Angka menjadi hal yang penting dalam politik elektoral, sehingga BJP mau tidak mau harus membuat agendanya lebih terhubung dengan banyak orang, meskipun berbeda dalam kelompok sosial. Tetapi di saat yang sama, ideologinya tidak berubah. BJP di bawah Modi pun tetap sayap kanan dan hal ini juga menguatkan basis pendukungnya yang semakin bergerak ke kanan pula. Ketakutan terhadap ekstrim Hindu tetap ada, meskipun pada akhirnya adalah mobilisasi tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan power dan ekonomi.

2.3 Politik Identitas dalam Kemenangan BJP

Kompleksitas struktur masyarakat India yang mencampurkan kelas dengan identitas tentu juga mengantarkan kita pada penjelasan akan identitas dalam memahami kemenangan yang diperoleh BJP. Identitas tersebut berupa agama, bahasa, kasta, dan suku. Dimana di India sendiri terdapat agama Hindu, Islam, Buddha, Kristen, Sikh, Jain, dan Zoroastrian. Terdapat 16 bahasa yang tergantung pada negara bagiannya. Terdapat kasta Brahmana, Ksatria, Waisha, dan Sudra, serta berbagai pemisahan ras dan suku[CITATION Sri \l 1057 ]. Keadaan masyarakat yang seperti ini tentu memengaruhi suatu partai dalam strategi politiknya.

BJP sendiri dapat dikatakan merupakan partai beraliran kanan yang sejalan dengan posisi aliran komunal. Ideologi yang lahir sejak awal abad 20 ini bertujuan untuk menghomogenisasikan agama-budaya di India dan agendanya adalah menjadikan budaya Hindu menjadi hegemon. Proyek politik Hindutva ini yakin bahwa bangsa India pada dasarnya beragama dan berkebudayaan Hindu sehingga budaya serta agama Hindu pantas menjadi superior dalam kehidupan bermasyarakat di India. Oleh karena itu, partai ini pun lekat kaitannya dengan organisasi Hindutva lain, seperti Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) [ CITATION Pal16 \l 1057 ].

(12)

perhatian. Pasalnya, dengan logika ideologis yang sangat konservatif tersebut dapat memenangkan pemilu yang masyarakat di dalamnya sangat multikultur.

Sejak kepemimpinannya di tahun 1998, BJP memang terkesan lebih sentris daripada eksklusivis, dengan mencoba memberi jarak antara dirinya dengan RSS. Ketika ia menjadi oposisi pada tahun 2004 pun, BJP mencoba untuk memperoleh lebih banyak otonomi dari RSS dan pemimpinnya, K. Sudarshan. Moderasinya adalah untuk membentuk koalisi yang lebih moderat bersama NDA. Dalam sejarah BJP, pergerakannya sangat dipengaruhi oleh bagaimana hubungannya dengan RSS dan NDA. Apabila hubungannya dengan RSS menguat, maka ada anggota dalam NDA yang pergi dan sebaliknya [ CITATION Chr13 \l 1033 ]. Hal ini merupakan cerminan dari analisis Luca Ozzano bahwa strategi BJP yang berubah-ubah sesuai dengan hubungannya dengan modelnya, yaitu RSS. RSS selalu menekankan ideologinya, tetapi BJP lebih progresif meskipun masih tergantung kepada RSS. Kampanye yang dilakukan BJP pun menjadi multilayer tergantung pada kondisi negara bagian yang didatangi. Misalnya, pada negara bagian Uttar Pradesh (UP) yang disana terdapat kompetisi antara 4 kubu, BJP mengampanyekan mengenai polarisasi komunal dan menjadikan para pemilih beragama Hindu untuk menjadi basis pemilihnya [ CITATION Pai14 \l 1057 ]. Sedangkan di negara bagian lain seperti negara bagian Northeast yang kebanyakan berasal dari agama Kristen dan etnis yang beragam, BJP lebih berhati-hati dalam mengungkapkan ajaran Hindutva serta keinginan untuk melakukan polarisasi [CITATION Pal16 \p 726 \l 1057 ]. Begitu juga terjadi Assam, dimana terdapat permasalahan imigran dan demografi yang seimbang antar agama. Selain itu juga pada Mei tahun 2014 terjadi masalah Bodo dimana adanya konflik antara Hindu dan Muslim [CITATION Bar \l 1057 ]. Sehingga BJP pun sangat menakar kampanye mengenai Hindutva di negara bagian ini.

Identitas Modi sebagai Pemicu Kemenangan BJP

Berbicara tentang kemenangan BJP pada 2014 lalu tidak lepas dari pembicaraan mengenai Narendra Modi yang diusung sebagai perdana menterinya. Identitas Modi dapat dikatakan agak berseberangan dengan basis pendukung BJP. Dimana BJP selama ini memiliki basis pendukung dari kasta atas, sementara Modi berasal dari kalangan Other Backwards Castes (OBCs).

(13)

BJP. Pidato Modi berfokus pada isu ekonomi, pemerintahan, agenda pembangunan India, harapan tinggi pemuda akan masa depannya, dan sebagainya. Dia mengatakan bahwa nasionalisme adalah pembangunan dan menjadi nasionalis adalah inti dari nilai Hindutva [ CITATION Nar13 \l 1057 ].

Sedangkan, Rajnath Singh selaku Preseiden dari BJP mengatakan secara terang-terangan dalam pidatonya di negara bagian Uttar Pradesh (UP) bahwa saatnya untuk meningkatkan eksistensi identitas Hindutva [ CITATION Men13 \l 1057 ]. Jika kita kaitkan tentu menjadi kesan yang berbeda mengenai konseptualisasi Hindutva itu sendiri antara Modi dan Singh. Dimana Modi menekankan bahwa adanya relasi antara Hindutva dengan pembangunan, sementara Singh melihat bahwa Hindutva sebagai identitas yang secara moral harus diterapkan di India. Dari sini terlihat bahwa identitas Hindutva menjadi alat politik yang penggunaannya dilakukan secara berbeda untuk mendorong simpati dari pemilih.

Identitas Masyarakat yang Merasa Terwakili

Agenda Hindutva yang dibumbui dengan pembangunan ternayata cukup ampuh menjadi senjata kampanye BJP dan Modi. Sebagai bukti adalah hasil survei yang dilakukan oleh National Election Studies dalam menakar alasan pemilih dalam memilih partai pada pemilu 2014 lalu.

(14)

2.4

(15)

Sumber : National Election Study 2014 – Pre-Poll Survey Findings

Dari tabel hasil survei diatas terlihat bahwa harapan sebagian besar masyarakat memang lebih kepada isu ekonomi dan pembangunan. Hal ini terlihat dari sebesar 18,3% masyarakat melihat bahwa isu harga dan minyak adalah hal terpenting dibandingkan dengan isu identitas seperti isu kasta bahkan poin isu Hindutva pun sangat sedikit presentasenya yaitu hanya 0,1%. Dari sini dapat dikatakan bahwa harapan masyarakat pada umumnya dapat diakomodasikan oleh BJP melalui kampanyenya yang juga sejalan yaitu lebih kepada isu pembangunan ekonomi debanding mempromosikan Hindutva sendiri.

2.6 Manuver Politik BJP yang Moderat dalam Koalisi

(16)

mengambil banyak suara, selain itu perlu diperhatikan bagaimana BJP ini juga akhirnya mampu naik ke beberapa kekuasaan. Taktik yang digunakan BJP ini memang sengaja digunakan agar dapat kontekstual dengan sistem dan kondisi yang berlaku. Oleh karena demikian, penting untuk pertama-tama melihat beberapa aspek penting mengenai keberlangsungan sistem pemilihan yang berjalan di India.

(17)

hal ini dianggap sebagai conduct of politics. Hal tersebut juga amat berpangaruh terhadap proses politik berjalan, sehingga proses kontestasi politik ini lebih cenderung terdesentralisasi dan heteregon, dimana hal tersebut pula berimplikasi pada distribusi kekuatan politik. Pada 2001, Rudolph berargumen bahwa melemahnya sebuah sistem partai dominan oleh munculnya sistem multipartai dan partai berbasis wilayah, akan banyak berputas terhadap peran negara sebagai regulator tadi. Pada akhirnya negara berjalan sebagai sebuah institusi yang mempertahankan stabilitas melalui sistem renegoisasi akan balance of power. [ CITATION Sin16 \l 1033 ]

(18)

BJP perlu mulai memperluas wilayahnya ke daerah timur dan selatan untuk memenangkan kursi lainnya. Tahap ketiga, dalam tahap ini BPJ mulai merangkul banyak partai wilayah untuk semakin banyak mencari dukungan. Hingga tahun 2003, partai ini telah berkuasa selama lima tahun. Langkah taktis ini memang dilakukan pertama untuk misalnya membetuk pemerintah sebagai posisi partner junior dengan partai wilayah lainnya. Di Karnataka misalnya BJP berkoalisi dengan partai lokal Janata Dal, dan pada pemilu tahun 1998 memenangkan lebih banyak kursi, menjadikan Karnataka basis wilayah dari BJP pada waktu waktu berikutnya. Secara garis besar, [ CITATION Esw03 \l 1033 ]menjelaskan BJP akhirnya dapat menjadi sebuah kekuatan dominan. Pembentukan koalisi memiliki dua tujuan utama, pertama untuk memenangkan kekuasaan di setiap negara bagian masing-masing. Hal yang paling krusial sebenarnya terletah dalam membuat pilihan untuk beraliansi dengan partai lainnya, yang bertujuan misalnya untuk mengambil posisi partner junior di dalam pemerintah atau untuk membentuk sebuah pemerintah mayoritas.

(19)

BAB III KESIMPULAN

Melalui berbagai pembahasan di atas, makalah ini telah menjawab bagaimana BJP sebagai partai dengan aliran bersayap kanan memenangkan pemilu electoral 2014 di India karena ia mencoba bermanuver antara menjadi eksklusif dan sentris. Eksklusif, karena ia tetap mempertahankan ideologinya yang nasionalis Hindu, dan hal ini tetap penting untuk memobilisasi massa yang simpatik terhadap ideologi ini, tetapi di saat yang sama juga BJP mencoba mempromosikan agenda-agenda yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, yang merupakan agenda-agenda yang lebih inklusif.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Baruah, Sanjeeb. "The Politics of Electoral Violence." Outlook. May 9, 2014.

http://www.outlookindia.com/article/The-Politics-Of-Electoral-Violence/290704 (accessed April 25, 2017).

Chhibber, Pradeep K., and Susan L. Ostermann. "The BJP’s Fragile Mandate: Modi and Vote Mobilizers in the 2014 General Elections." Studies in Indian Politics, 2, 2, 2014: 137-151.

Engineer, Ashgar Ali. "NDA: Electoral Performance and Future Strategies." Economic and Political

Weekly, 2001: 2614-2615.

Heath, Oliver. "The BJP's return to power: mobilisation, conversion and vote swing in the 2014 Indian elections." Contemporary South Asia, Vol. 23, No. 2, 2015: 123-135.

Jaffrelot, Christophe. "Refining the moderation thesis. Two Religious parties and Indian democracy: The Jana Sangh and the BJP between Hindutva radicalism and coalition politics." Democratization, 2013: 876-894.

Jaffrelot, Cristophe. "The Class Element in the 2014 Indian Election and the BJP’s Success with Special Reference to the Hindi Belt." Studies in Indian Politics, 2015: 19–38.

Maps of India. India General (Lok Sabha) Elections 2014. Mei 21, 2014.

http://www.mapsofindia.com/parliamentaryconstituencies/ (accessed April 24, 2017).

Menon , Aditya. "Mail Today." Modi Charms Students of DU College with Gujarat Story…. February 7, 2013. [http://indiatoday.intoday.in/story/gujarat-chief-minister-narendra-modi-srcc-college-delhi-university/1/249136.html (accessed April 25, 2016).

Mody, Anjali. "Inflammatory Speeches by BJP Men Show that Hindutva, Not Development, is Still Core of the Party." Scroll.in. April 23, 2014. [http://scroll.in/article/662616/Inflammatory-speeches-by-BJP-men-show-that-Hindutva,-not-development,-is-still-core-of-party%27s-ideology (accessed April 25, 2017).

Mrug, Jai. "Changing Patterns of Support." Economic and Political Weekly, 2004: 16-19.

"Narendra Modi Addresses Students at Delhi University's SRCC." The Times of India. February 6, 2013.

[http://timesofindia.indiatimes.com/india/Narendra-Modi-addresses-students-at-Delhi-Universitys-SRCC/articleshow/18367028.cms (accessed April 25, 2017).

Ozzano, Luca. "The Many Faces of the Political God: A Typology of Religiously Oriented Parties."

Democratization, 2013: 807–830.

Pai, Sudha. "Uttar Pradesh: Competitive Communalism Once Again." Economic & Political Weekly

(21)

Palshikar, Suhas. " The BJP and Hindu Nationalism: Centrist Politics and Majoritarian Impulses." Journal

of South Asian Studies, 2015: 719-735.

Palshikar, Suhas. "The BJP and Hindu Nationalism: Centrist Politics and Majoritarian Impulses." South

Asia: Journal of South Asian Studies, 2016: 720.

Palshikar, Suhas. "The BJP and Hindu Nationalism: Centrist Politics and Majoritarian Impulses." South

Asia: Journal of South Asian Studies, Vol. 38, No. 4, 2015: 719-735.

Prakash, Smita. NDA Implodes. Juni 17, 2013. http://archive.mid-day.com/columnists/2013/jun/170613-nda-implodes.htm (accessed April 24, 2017).

Singh, Ujjwal Kumar, and Anupama Roy. Persistent Centrism and Its Explanations. Symposium, Sage, 2016.

Sridharan, E., and Ashutosh Varshney. "Toward Moderate Pluralism: Political Parties in India." In

Political Parties and Democracy, by Larry Diamond and Richard Gunther, 206. Maryland: John

Hopkins University Press, 2001.

Sridharan, E., and Ashutosh Varshney. "Toward Moderate Pluralism: Political Parties in India." In

Political Parties and Democracy, by Larry Diamond and Richard Gunther, 208-209. London: The

Johns Hopkins University, 2001.

Gambar

Tabel Hasil Survey Mengenai Alasan Pemilih Lok Sbha dalam Memilih

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, persaingan yang kompetitif harus memperlihatkan adanya tautan elektoral, yaitu ideologi dan program partai di dalam kampanye harus mewarnai perilaku koalisi

Wacana-wacana tersebut dikonstruksikan oleh media massa sebagai bentuk pertarungan wacana politik antar kelompok partai-partai di parlemen yang tergabung dalam koalisi

Berdasarkan hasil penyelenggaraan pilkada serentak, pasangan calon kepala daerah dari figur petahana yang diusung oleh koalisi partai yang mendominasi dukungan, hal ini

Teori koalisi digunakan untuk melihat proses dan landasan dalam pembentukan koalisi yang dilakukan partai politik dipakai teori dari William Riker, Arend Lijphart dan studi

Perubahan sebagai akibat terjadinya pergeseran dalam tujuan organisasi, tanpa perubahan esensial dalam pencapaian tujuan tersebut.. Dorongan Internal Dorongan Eksternal

Penulis nantinya akan menggunakan dua dari lima strategi dalam negosiasi tersebut, yakni Contending dan Problem solving, di mana dari strategi yang digunakan tersebut,

Tiga alternative strategi tersebut adalah CV BJP harus melakukan upaya meminimalkan biaya dan operasi yang tidak efisien untuk mengontrol kualitas produk, CV BJP harus

|51 STRATEGI POLITIK KOALISI PARTAI DALAM PEMENANGAN PASLON KEPALA DAERAH : STUDI KASUS PADA PILKADA KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2017 GUNAWAN, ARRY BAINUS, DAN CAROLINE PASKARINA