• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kegiatan Perencanaan Program Giz

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Kegiatan Perencanaan Program Giz"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN PERENCANAAN PROGRAM GIZI

PENYULUHAN PENANGANAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DENGAN PEDOMAN GIZI SEIMBANG (PGS) DI POSYANDU MATAHARI,

KECAMATAN TAPOS KOTA DEPOK TAHUN 2016

ANGGOTA:

NADYA ANGGRAENI (1210714002) LESTAMI INDAH MAHARDHIKA (1310714008)

NURFATI DHIBA (1310714022)

ADRIYANA CHANDRA RIZQI (1310714032) FIRLI ARDRIANA MARAU (1310714041)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

(2)

i KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat waktu.

Laporan ini disampaikan kepada pembina mata kuliah Perencanaan Program Gizi Ibu

Dr. Fatmah sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada beberapa banyak pihak yang telah membantu dan memotivasi kami selama menyusun dan mengerjakan laporan ini. Tanpa bantuan dari pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai tepat pada waktunya.

Kami sangat mengharapkan laporan ini dapat berguna untuk kedepannya dan juga dapat menambah wawasan bagi yang membaca. Kami juga menyadari bahwa dalam laporan ini masih ada beberapa kekurangan maka dari itu, kami sebagai tim penyusun mengharapkan kritik, saran maupun usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Karena kami menyadari di dunia ini tidak ada yang sesempurna diri-Nya.

Waalaikumsalam Wr.Wb

Depok, 30 April 2016 Hormat Kami,

(3)

ii DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Daftar Tabel iii

Daftar Gambar iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

BAB III METODE PENYULUHAN 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 24

BAB VI DAFTAR PUSTAKA 25

(4)

iii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata Per-Hari

15

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Energi (AKE) & Protein (AKP) Pada Anak

15

Tabel 3.1 Gambaran Wilayah Puskesmas & Wilayah Kerja Kelurahan di UPT Puskesmas Kec. Tapos Tahun 2014

19

Tabel 3.2 Situasi Geografis di Wilayah Kerja Puskesmas Tapos Tahun 2014

21

Tabel 3.3 Penduduk & Jumlah Rumah Tangga di Kel. Tapos & Kel. Leuwinanggung Tahun 2010-2014

22

Tabel 3.4 Data Hasil Kuesioner Pre-Test & Post-Test Dalam Nilai Rata-rata

(5)

iv DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Penyebab Masalah Gizi menurut UNICEF, 1998 5

Gambar 3.1.2 Struktur Organisasi UPT Puskesmas Kec. Tapos Tahun 2015

(6)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan pelaksanaan program gizi menuntut peningkatan pengetahuan dan keterampilan di dalam pengenalan masalah secara mendalam, alternatif pemecahan masalah, perencanaan, pengolahan dan penilaian program. Pengetahuan dan keterampilan dalam

pengelolaan program gizi ditingkatkan kabupaten dan Puskesmas merupakan kebutuhan yang tidak terletakkan bagi para calon sajana gizi yang nantinya akan berfungsi sebagai pengelola program gizi ditingkat propinsi, kabupaten, dan Puskesmas.

Untuk memenuhi kebutuhan di atas, kuliah-kuliah di kelas di rasa belum cukup.Untuk itu praktek kerja lapangan dalam melaksanakan program gizi di tingkat kabupaten dan Puskesmas merupakan bagian yang mutlak untuk dilakukan guna melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di kelas. Manajemen Pelayanan Gizi Masyarakat (Puskesmas) agar calon Sarjana Gizi mampu melaksanakan manajemen program gizi masyarakat.

Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercemin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per kapita. IPM yang rendah antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang berdampak pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu.

Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar 17,9%,keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium Development

(7)

2 1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan gizi terhadap tingkat pengetahun ibu balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan gizi terhadap tingkat pengetahuan ibu balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.

c. Untuk menganalisis pengaruh penyuluhan gizi terhadap tingkat pengetahuan ibu balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.

d. Untuk menganalisis tingkat pengetahuan dengan kejadian balita bawah garis merah (BGM) di Puskesmas Kelurahan Tapos.

1.3 Manfaat

1.3.1 Untuk Peneliti

Dapat mengaplikasikan teori yang telah dipelajari serta meningkatkan peningkatan wawasan dan keterampilan.

1.3.2 Untuk Masyarakat

Dapat memberikan pemahaman mengenai besaran masalah BGM pada balita di Kelurahan Tapos.

1.3.3 Untuk Peneliti Lain

(8)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawah Garis Merah pada Anak Balita

2.1.1 BGM

Gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan

terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (WHO, 2005).

Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor (Supriasa, 2001).

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture, (Supriasa, 2002).

2.1.2 Klasifikasi Gizi Buruk

Bila dilihat berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk dapat dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

1. Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan

pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang.

(9)

4

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang adekuat. Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering

ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati ditemukan perlemakan.

3. Marasmiks-Kwashiorkor

Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok. Bentuk kelainan digolongkan menjadi 4 macam yaitu :

a. Undernutrition, yaitu kekurangan komsumsi pangan secara relatif dan absolute dalam bentuk tertentu.

b. Spesifik depesiensi yaitu kekurangan zat gizi tertentu.

c. Overnutrition yaitu kelebihan konsumsi zat gizi dalam priode tertentu.

d. Imbalance, ketidak seimbangan karena disporsi zat gizi tertentu (Supriasa dkk, 2002).

2.1.3 Faktor Penyebab BGM

BGM dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut :

1. Anak Tidak Cukup Mendapat Makanan Bergizi Seimbang

Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral

(10)

5

keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali seorang anak harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

2. Anak Tidak Mendapat Asuhan Gizi Yang Memadai

Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak

bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang BGM, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya BGM. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan

kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.

Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang BGM ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.

3. Anak Menderita Penyakit Infeksi

Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan BGM. Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.

(11)

6

2.1.4 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat dilakukan dengan empat cara:

1. Secara Klinis

Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

sepertikulit, mata, rambut dan mukosa oral.

2. Secara Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia.

3. Secara Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurnag gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.

4. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat Gizi, Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa

macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

(12)

7

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori : Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gizi lebih jikahasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori : Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil

ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan: Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Kurus jika hasil

ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.

2.1.5 Dampak Gizi Dibawah Garis Merah Pada Balita

Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso, 2003). Dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara lain :

1. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.

2. Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak - anak.

Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas

manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.

(13)

8

Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003).

2.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Bawah Garis Merah Pada Balita

2.2.1 Perilaku Ibu

Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau

makhluk hidup yang bersangkuatan (Notoatmojo,2010) , Segala kegiatan yang dilakukan makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan

kehidupan sehari-hari disebut dengan perilaku. Menurut Skiner (1938), seorang ahli psikologi yang dikutip dalam buku Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perliku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulasi (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus Organisme Respon,

sehingga teori Skinner ini disebut teori „SOR”Berdasarkan pembagian domain oleh

Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo,2010) :

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

2. Sikap (Attitiude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.

3. Tindakan atau Praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

2.2.2 Pola Asuh

(14)

9

dengan kondisi badan yang sehat Pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan dengan pemenuhan pangan, pemeliharan fisik dan perhatian terhadap anak. Pengasuh anak meliputi aktivitas peraatan terkait gizi/persiapan makanan dan menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan rumah.

Berdasarkan pengertian tersebut “Pengasuhan‟‟ pada dasarnya adalah suatu praktek

yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak, higiene perorangan,

sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani(Soetjiningsih, 1995). Pola pengasuhan merupakan salah satu kejadian pendukung untuk mencapai status yang baik bagi anak.

Pola pengasuhan merupakan kejadian pendukung anmun secara tidak langsung. Dengan pola pengasuhan yang baik, maka perkembangan anak juga akan baik. Ahli psikologi perkembangan, dewasa ini menilai secara kritis pentingnya pengasuhan anak oleh orang tuanya. Proses pengasuhan ini erat hubungannya dengan kelekata antara anak dan orang tua dimana proses tersebut melahirkan ikatan emosional secara timbal balik antara bayi atau anak dengan pengasuh (orang tua) (Milis. I, 2004 di dalam Silfiya dkk, 2005).

Berdasarkan pengertian tersebut “ Pengasuhan “ pada dasarnya adalah suatu praktek

yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan penemuan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, (Soetjiningsih, 1995). Menurut Eagle 1995 pola pengasuhan adalah aktivitas terhadap anak terkait makanan, aktivitas mandi mereka menderita infeksi Eagle, (1995). Pola pengasuhan menurut Zeitlin (2000) adalah praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola makan di suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah

faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan pangan dalam kelompok ini termasuk faktor geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis

tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah, bahan pangan yang erat kaitannya dengan tinggi rendahnya persediaan disuatu daerah (Almatsier, 2001).

(15)

10

bertujuan untuk mmenuhi keseimbangan zat dalam tubuh kita untuk mencapai kehidupan yang optimal (Kusumah, 2007).

Kesehatan Lingkungan juga berperan penting terhadap status gizi balita, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain meliputi perumahan, pembuangan tinja, penyediaan air bersih dan pembuangan sampah dan sebagainya. Keadaan perumahan mempunyai hubungan yang erat dengan status kesehatan penghuninya. Air bersih merupakan faktor utama untuk menentukan bagi proses kehidupan dan kesehatan

(Sukarni), karena bibit penyakit tertentu dapat ditularkan oleh air terkontaminasiHigiene atau biasa disebut dengan kebersihan, adalah upaya untuk memelihara hidup sehat yang

meliputi kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Sanitasi lingkungan adalah usaha pengendalian diri dari factor lingkungan yang dapat menimbulkan hal yang merugikan perkembangan fisik, kesehatan dan menurun daya tahan tubuh manusia. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap penurunan status gizi adalah anak usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak sudah tidak mendapatkan ASI sedangkan makanan yang dikonsumsi belum mencukupi kebutuhan gizi yang semakin meningkat. Status gizi secara tidak langsung berkaitan dengan faktor sosial ekonomi dan higiene sanitasi serta berkaitan langsung dengan tingkat konsumsi dan infeksi.

Penelitian Ma‟rifat (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi

batita indikator BB/U dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan dan pemberian makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U hubungan yang signifikan hanya terjadi dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan,

sedangkan terhadap status gizi batita indikator BB/U dan TB/U adalah lama pendidikan ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi.

Aspek kunci dalam pola asuhan adalah :

a. Perawatan dan perlindungan bagi bayi b. Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI c. Pengasuhan psiki-sosial

d. Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

(16)

11 2.3 Epidemiologi BGM

Konsep dasar kejadian BGM menurut segitiga epidemilogi, Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi gambaran tentang hubungan antara tiga faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi antara Host (penjamu), Agent (penyebab) dan Environment (lingkungan). Suatu penyakit dapat timbul di masyarakat apabila terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent dan Environment. Hal ini dikarenakan perubahan pada salah satu faktor atau komponen akan mengubah keseimbangan secara keseluruhan.

Hubungan ketiga komponen digambarkan dengan tuas dalam timbangan, dimana environment sebagai penumpunya.

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur nasry noor,2000). Pada kasus balita yang mengalami BGM, penyakit dapat timbul dikarenakan tidak seimbangnya host, agent, dan environmentnya.

a. Host (Pejamu)

Host atau pejamu ialah keadaan manusia dimana dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. :

1. Umur

Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap penyakit gizi buruk. Selain karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah, faktor organ pencernaan yang belum berfungsi sempurna juga turut mempengaruhi.

2. Status Kesehatan

Status gizi yang kurang menyebabkan mudahnya menderita BGM.

3. Keadaan Imunitas Dan Respons Imunitas

Adanya alergi atau intolerantterhadap protein tertentu terutama protein susu mempengaruhi intake protein dalam tubuh. Sehingga menyebabkan kurangnya

protein apabila tidak dicari penggantinya.

(17)

12

BGM juga dipengaruhi akibat rendahnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi pada anak dan kurangnya pemahaman akan makanan peralihan dari ASIke makanan pengganti ASI.

b. Agent (Penyebab)

Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat timbul hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal semata. Umumnya kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit, namun demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama yakni :

1. Penyebab Kausal Primer, dan 2. Penyebab Kausal Sekunder.

Penyebab kausal primer pada penderita BGM ialah rendahnya asupan makanan yang mengandung protein. Padahal zat ini sangat dibutuhkan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, namun tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang mencukupi kebutuhan dalam tubuh.

Sedangkan penyebab kausal sekunder lebih kepada lingkungan pasien itu sendiri seperti ketersediaan bahan pangan di daerah tempat tinggalnya yang memadai atau tidak.

c. Environment (Lingkungan)

Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan dalam proses kejadian BGM.

- Lingkungan Fisik, daerah dimana ketersediaan dan ketahanan pangannya rendah akan menjadi daerah endemik penyebaran BGM. Lingkungan fisik ada yang terjadi secara alamiah tetapi dapat juga mucul akibat ulah manusia sendiri (Nur Nasri Noor, 2000).

- Lingkungan Sosial, semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik,

sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut. Faktor hidup di tingkat kepadatan penduduk

(18)

13

pendapatan yang rendah sehingga mengakibatkan daya beli barang yang rendah juga turut andil mengakibatkan BGM.

Dari keseluruhan unsur di atas, dimana hubungan interaksi antara satu dengan yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian Terjadinya suatu penyakit tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya.

2.4.Kebutuhan Nutrisi Gizi pada Balita

Bila ditinjau dari segi umur, maka anak balita yang sedang tumbuh kembang adalah golongan yang awan terhadap kekurangan energi dan protein, kerawanan pada anak - anak disebabkan oleh hal-hal di sebagai berikut, (Kardjati, dkk, 1985):

a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume makanan yang mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan anak.

b. Kebutuhan gizi anak per satuan berat badan lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena disamping untuk pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan. c. Segera anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti

pergerakan disekitarnya sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit.

d. Meskipun mempunyai nilai tertentu dalam keluarga, akan tetapi dalam hal penyajian makanan, anggota keluarga yang mempunyai nilai produktif akan mendapatkan pilihan yang terbaik, baru selebihnya yang diberikan pada anggota keluarga yang lain.

Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59 bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Setelah lahir terutama pada 3 tahun

(19)

14

Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/ penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari, (Depkes RI, 2006).

Anak kelompok balita di Indonesia menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang kalori protein dan defesiensi vitamin A serta anemia defesiensin Fe.

Kelompok umur sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan pebaikan gizi dan kesehatan lainnya, karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang telah ditentukan tanpa diantar, padahal yang mengantar sedang semua, (Seadiaoetama, 2000). Adapun kebutuhan nutrisi pada anak balita sebagai berikut :

1. Asupan Kalori

Anak-anak usia balita membutuhkan kalori yang cukup banyak disebabkan bergeraknya cukup aktif pula. Mereka membutuhkan setidaknya 1500 kalori setiap harinya. Dan balita bisa mendapatkan kalori yang dibutuhkan pada makanan-makanan yang mengandung protein, lemak dan gula.

2. Pasokan Lemak

Roti, santan, mentega merupakan makanan yang mengandung lemak dan baik diberikan pada anak balita sebab lemak sendiri mampu membentuk Selubung Mielin yang terdapat pada saraf otak.

3. Kebutuhan Protein

Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang mengandung protein. Karena protein sendiri bermanfaat sebagai prekursor untuk neurotransmitter demi perkembangan otak yang baik nantinya. Protein bisa didapatkan pada makanan-makanan seperti ikan, susu, telur 2 butir, daging 2 onsdan sebagainya.

4. Zat besi

Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi sehingga balita harus diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi. Makanan atau minuman

yang mengandung vitamin C seperti jeruk merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi yang bermanfaat untuk penyerapan zat besi.

(20)

15

Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan karbohidrat sebagai energi utama serta bermanfaat untuk perkembangan otak saat belajar dikarnakan karbohidrat di otak berupa Sialic Acid. Begitu juga dengan balita, mereka juga membutuhkan gizi tersebut yang bisa diperoleh pada makanan seperti roti, nasi kentang dan lainnya.

6. Kalsium

Balita juga membutuhkan asupan kalsium secara teratur sebagai pertumbuhan tulang dan gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik adalah susu yang diminum secara teratur.

7. Vitamin

Vitamin merupakan nutrisi yang juga dibutuhkan, tidak hanya balita, namun untuk semua umur membutuhkannya. Banyak manfaat yang bisa didapat dari vitamin seperti misalnya vitamin A sebagai perkembangan kulit sehat, vitamin C yang berfungsi sebagai penyerapan zat besi. Vitamin E yang berperan untuk mencegah kerusakan struktur sel membrane dan antioksidan.

Dapat dilihat pada tabel berikut :

2.5Prinsip Gizi Seimbang bagi Balita

(21)

16

yang sudah mempunyai gigi dapat belajar mengunyah. Kecukupan gizi: Golongan umum: 1-3

tahun → BB 12 kg, TB 89 cm, Energi 1220 Kkal, Protein 23 gram 4-6 tahun → BB 18 kg, TB 108 cm, Energi 1720 Kkal, Protein 32 gram.

Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Bila mengalami gizi buruk balita maka perkembangan otaknya pun kurang

dan itu akan berpengaruh kepada kehidupannya di usia sekolah dan pra sekolah.

Melaksanakan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan balita yang

bertujuan sebagai berikut:

1. Memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan, memelihara kesehatan dan memulihkannya jika sakit, melaksanakan berbagai jenis aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta psikomotorik.

(22)

17 BAB III

METODE PENYULUHAN

A. Judul Penyuluhan

Penanganan Balita Bawah Garis Merah Dengan Pedoman Gizi Seimbang Di Posyandu Matahari, Kecamatan Tapos.

B. Tema Penyuluhan

Balita BGM (Balita Dibawah Garis Merah).

C. Sasaran Penyuluhan

Sasaran penyuluhan kami adalah kelompok ibu-ibu yang memiliki balita dengan jumlah responden sekitar 30 balita di Posyandu Matahari Kecamatan Tapos Kota Depok, Jawa Barat. Dengan usia anak sekitar 6-12 tahun. Rata-rata ibu di posyandu tersebut kurang mengetahui

apa itu BGM dan apa itu PGS selain itu rata-rata profesi para ibu-ibu sebagai Ibu rumah tangga.

D. Pelaksaan Penyuluhan

1. Waktu Pelaksanaan

Hari dan Tanggal : Senin, 18 April 2016

Waktu : 09:00 s/d 11:00 WIB

2. Tempat Pelaksanaan :

Penyuluhan ini dilaksanakan di Posyandu Matahari Kecamatan Tapos Kota Depok, Jawa Barat.

3. Pelaksana Penyuluhan

Pelaksana penyuluhan tentang Penanganan Balita Bawah Garis Merah Dengan Pedoman Gizi Seimbang Di Posyandu Matahari, Kecamatan Tapos oleh mahasiswa/i jurusan S1 Ilmu Gizi semester 6 (enam) Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta tahun 2016.

E. Media

(23)

18

1. Poster

Poster merupakan media yang digunakan sebagai alat bantu untuk menyampaikan informasi, sehingga informasi dapat tersampaikan dengan mudah. Poster yang kami buat berisikan informasi tentang cara pengenalan ibu-ibu terhadap balita gizi buruk serta pemaparan penyebab masalah gizi buruk secara langsung dan tidak langsung. Tidak hanya itu, kami juga menambahkan informasi tentang upaya para ibu untuk menangani masalah gizi buruk pada balita dan beberapa kriteria yang terjadi pada anak gizi buruk.

Poster ini kami buat dengan warna yang cerah yaitu warna meerah dengan diberi sentuhan garis-garis buru di ujung poster sehingga terlihat menarik, selain itu kami juga menggunakan tulisan yang bisa dilihat dari jarak 3 meter. Dan menggunakan judul poster

yang bisa membuat para pembaca penasaran tentang isi poster yang kami buat. Kami juga menambahkan gambar animasi anak dengan sebagian wajah yang terlihat murung dan satu sisinya lagi dengan wajah yang ceria, hal ini kami lakukan untuk menunjukkan bahwa seperti inilah gambaran dan ekspresi anak yang mengalami gizi buruk/balita BGM.

2. Leaflet

(24)

19 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Gambaran Lokasi Kerja 3.1.1 Gambaran Umum

UPT Puskesmas kecamatan Tapos adalah salah satu dari lima puskesmas yang ada di wilayah kecamatan Tapos dan terletak dibagian timur kota Depok, yang

berbatasan langsung dengan kabupaten Bogor, dengan batas sebagai berikut :

1. Bagian barat berbatasan dengan kelurahan Sukamaju baru (wilayah Puskesmas Sukatani).

2. Bagian utara berbatasan dengan kelurahan Sukatani (wilayah puskesmas Sukatani).

3. Bagian selatan berbatasan dengan Cimpaeun (wilayah puskesmas Cimpaeun). 4. Bagian timur berbatasan dengan kabupaten Bekasi.

Tabel 3.1

Gambaran Wilayah Puskesmas dan Wilayah Kerja Kelurahan di UPT Puskesmas Kec. Tapos Tahun 2014

Kecamatan Puskesmas Wilayah Kerja Kelurahan

Tapos

UPT Puskesmas Kec. Tapos Kelurahan Tapos

Kelurahan Leuwinanggung

UPF Puskesmas Sukatani Kelurahan Sukatani

Kelurahan Sukamaju Baru

UPF Puskesmas Jatijajar Kelurahan Jatijajar

UPF Puskesmas Cilangkap Kelurahan Cilangkap

(25)

20 3.1.2 Struktur Organisasi

GAMBAR 2.2 STRUKTUR ORGANISASI UPT PUSKESMAS KECAMATAN TAPOS TAHUN 2015 LB : Ai Nuraidah, Herawati, Junaidi, Sri Wahyuni, Hilmar Sinaga, Azhriani Rahmawati, Herlina

P2KT & PKP: dr. Mamik Juniarti Profil : Rika Natalia

SIMPUS & P-CARE : Hilmar Sinaga, Azhriani Rahmawati Jamkesda : dr. Surya Desnatalina

KEPEGAWAIAN

Alat Kebersihan : Aprilia Saputri Makanan/minuman : Herwati Harwati

Meubelair : M. Rosadi Alat PONED : Ika Pratiwi K3 (Kebersihan Keindahan, Keamanan) : Junaidi

UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat a.Pelayanan promosi kesehatan, termasuk UKS

Herawati (Promkes, Siaga, Kota Sehat, PHBS), drg. Rizki Andriani Alimy (UKS,UKGS)

b.Pelayanan kesehatan lingkungan Junaidi

c. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM Ai Nuraidah,Alia Devina

d.Pelayanan Gizi yang bersifat UKM Herawati

e. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Dadah Hodijah (Imunisasi), Sri Wahyuni (Survailens Kusta, Campak, ISPA, Diare, W2, STP), dr.Resma Yunita (TBC, MTBS), Fifi Damayanti(HIV/AIDS, IMS), Junaidi (DBD), dr.Surya Desnatalina (Filariasis)

f. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Sri Wahyuni

KEUANGAN BPP : Hilmar Sinaga

BOP : Sari Mulyani, Diyan Trinawati BOK : Fifi Damayanti, Ita Mardhotillah, Yeni Nuraeni

dr. Mamik Juniarti, Junaidi, Herawati, Hilmar Sinaga, Kiswanto, Fahrudin

b. Bidan Kelurahan Ai Nuraidah,Alia Defina

c. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan Herawati, Ai Nuraidah, Alia Defina, Dadah Hodijah

UKP Kefarmasian dan Laboratorium a. Pelayanan Pemeriksaan Umum

dr.Jeanette Florentia,dr.Surya Desnatalina

b. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut drg.Rizki Andriani Alimy

c. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP Fifi Damayanti, Dadah Hodijah, dr. Resma Yunita (MTBS), Ai Nuraidah (KB), dr. Jeanette Florentia (KTA, SDIDTK), Dadah Hodijah (KTA), Herawati (SDIDTK)

d. Pelayanan gawat darurat

Dr. Surya Desnatalina, Hilmar Sinaga

e. Pelayanan Gizi yang Bersifat UKP Herawati, dr.Surya Desnatalina, Sari Mulyani

f. Pelayanan Persalinan

dr.Surya Desnatalina, Alia Devina

g. Pelayanan Kefarmasian

Diyan Trisnawati, dr. Jeanette Florentia (Indikator Peresepan Obat), Yeni Nuraini (Obat PONED), Fifi Damayanti (Obat Posbindu)

b. Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat Nurhaidah

c.Pelayanan Kesehatan Traditional Komplementer Herawati

Fifi Damayanti, dr. Jeanette Florentia,Ai Nuraidah, Alia Devina

g.Pelayanan kesehatan kerja Hilmar Sinaga

(26)

21 3.1.3 Letak geografis

Wilyah kerja puskesmas Tapos meliputi dua wilayah kelurahan yaitu kelurahan Tapos dan kelurahan Leuwinanggung. Dengan luas wilayah ± 6,36km2. Kondisi alam wilayah kerja Puskesmas Tapos sebagaian besar merupakan dataran rendah.

Tabel 3.2

Situasi Geografis di Wilayah Kerja Puskesmas Tapos Tahun 2014

NO Kel kelurahan Tapos menuju ke puskesmas akses kendaraan umum masih terbatas. Sedangkan penduduk dari wilayah kelurahan leuwinanggung menuju puskesmas harus menggunakan dua kali kendaraan angkutan umum (angkot) sehingga biaya transportasi yang harus ditanggung pasien cukup besar.

3.1.4 Demografi

(27)

22 Tabel 3.3

Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga, di Kelurahan Tapos dan Kelurahan Leuwinanggung Tahun 2010-2014

Jumlah penduduk merupakan modal yang potensial dan sangat menguntungkan bila diimbangi dengan peningkatan kualitas yang baik. Namun bila tidak, justru akan menjadi beban dan kendala dalam kegiatan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tetapi kesejahteraannya tidak terjamin akan menimbulkan masalah besar yang umumnya dialami daerah-daerah yang padat penduduk, seperti kota/kabupaten di Jawa Barat, yaitu kemiskinan. Atas dasar pemikiran ini pembangunan manusia dititikberatkan pada peningkatan kualitas SDM yang ssejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Penitikbearatn pada kualitas SDM diperlukan karena penduduk yang besar hanya akan dapat

merupakan aset pembangunan jika “kualitasnya” dilihat dari (derajat kesehatan dan atau

tingkat pendidikan) cukup baik. Jumlah penduduk yang besar disadari hanya merupakan beban pembangunan jika berkualitas rendah apabila dilihat dari komposisinya secara social dan budaya yang sangat beragam.

Angka laju pertumbuhan penduduk Kelurahan Tapos dan Kelurahan

Leuwinanggung relative stabil. Akan tetapi pada akhir tahun 2012 ada penggusuran tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah Kelurahan Leuwinanggungsehingga pada tahun 2013 jumlah rumah tangga di Kelurahan Leuwinanggung berkurang. Sehingga terlihat ada kenaikan jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga. Adapun pada tahun 2014 tidak jauh berbeda dengan tahun 2013.

(28)

23

diperlukan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun dalam pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan dan papan.

3.2 Hasil Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah pelaksanaan penyuluhan berlangsung. Data didapatkan dari hasil pre-test dan post-test ibu yang datang saat penyuluhan. Setelah didapatkan hasil, kemudian hasil pre-test dibandingkan dengan hasil post-test. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh paparan yang disampaikan oleh komunikator kepada

khalayak sasaran, serta mengetahui apakah kegiatan ini berhasil menambah pengetahuan

tentang penanganan balita BGM dengan pedoman umum gizi seimbang yang nantinya dapat

di implementasikan pada kehidupan sehari-hari.

Dari hasil yang didapat, terjadi peningkatan yang bermakna dalam nilai persen antara

pre test dengan post test. Hal tersebut dapat disimpulkan dengan melihat nilai rata-rata yang

didapat dari nilai pre-test terhadap nilai post-test. Hasil tersebut dapat dilihat dalam tabel 3.4

dibawah.

Tabel 3.4 Data Hasil Kuesioner Pre-Test dan Post-Test Dalam Nilai Rata-rata

Data Jenis Kuesioner Nilai Rata-rata

Pengatahuan

Pre-Test 33.6

Post-Test 84.8

TOTAL 100

Berdasarkan data diatas, terjadi perubahan yang cukup bermakna antara hasil dari pre-test dengan hasil dari post-test. Didapatkan data hasil dari nilai rata-rata pre-test sebesar 33.6. Sedangkan pada nilai rata-rata post-test sebesar 84.8.

Berdasarkan hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan berjalan secara baik dengan melihat hasil yang menunjukkan peningkatan yang baik. Hal tersebut dapat terlihat peningkatan pada hasil nilai rata-rata antara pre-test

(29)

24 3.3 Hasil Intervensi

Berdasarkan hasil penyuluhan pada tanggal 18 April 2016 di POSYANDU Matahari Rw 13 Kecamatan Tapos Kota Depok didapatkan hasil sebagai berikut :

 Penyuluhan :

Dengan masalah yang ada di Puskesmas Kecamatan Tapos kelompok kami melakukan kegiatan penyuluhan

 Pengetahuan :

Setelah dilakukan penyuluhan oleh kelompok kami, tingkat pengetahuan ibu balita di posyandu matahari meningkat dari hasil nilai rata-rata antara pre-test dengan post-test

yaitu sebesar 51,2.

 Pemberian PMT :

(30)

25 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terjadi peningkatan pada hasil nilai rata-rata antara pre-test dan post-test yaitu sebesar 51.2.

2. Bentuk intervensi yang diberikan berupa PMT dengan memberikan puding dan biskuit MP-ASI.

3. Masih banyaknya warga yang belum mengetahui tentang Pedoman Gizi Seimbang (PGS).

4. Masih banyaknya warga yang belum mengetahui bahayanya dari balita Bawah Garis Merah (BGM).

B. Saran

1. Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan bahaya dampak dari balita Bawah Garis Merah (BGM)

kepada masyarakat, khususnya kepada ibu yang memiliki balita mulai usia 0-59 bulan. 2. Perlu ditingkatkan peranan bagi tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin,

Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulang tentang Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan bahaya dampak dari balita Bawah Garis Merah (BGM).

(31)

26 BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU:

Sunita Almatsier. 2010. PRINSIP DASAR ILMU GIZI. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

KEMENKES RI. 2014. PEDOMAN GIZI SEIMBANG. (pdf)

SUMBER INTERNET:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45095/4/Chapter%20II.pdf

http://digilib.unila.ac.id/2383/9/BAB%20II.pdf

(32)

LAMPIRAN

MATERI PENYULUHAN GIZI

(33)
(34)

DOKUMENTASI KEGIATAN PENYULUHAN GIZI

Pengisian pre-test kepada ibu-ibu yang baru datang ke POSYANDU sebelum melakukan penimbangan balita

Setelah mengisi pre-test, kemudian dilakukan penimbangan balita serta pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat). Hal ini dikarenakan kegiatan penyuluhan berbarengan dengan

(35)

Setelah pengisian KMS, para ibu diarahkan untuk mengikuti penyuluhan yang materinya dibawakan oleh Nadya selaku pemateri dengan menggunakan media poster

dan leaflet

(36)

Pengisian post-test setelah selesai pemberian materi

Setelah mengisi post-test, peserta penyuluhan diberikan puding dan biskuit bayi sebagai PMT (Pemberian Makanan Tambahan) serta diberikan souvenir sebagai

(37)
(38)

ANGGARAN KEGIATAN PENYULUHAN GIZI

Tanggal Nama Barang Banyak Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

16/04/2016 Puding Susu 2 bks 9.690 16.850

17/04/2016 Puding Susu 2 bks 8.450 17.300

17/04/2016 Parcel Buah 1 ranjang 123.000

17/04/2016 Lapis Legit 3 dus 26.000 78.000

17/04/2016 Pulpen 1 dus 15.000

17/04/2016 Cetak Poster 3 lbr 7.000 21.000

17/04/2016 Aqua Gelas 2 dus 15.000 30.000

17/04/2016 Souvenir 1 dus 100.000

18/04/2016 Pulpen 2 dus 18.000 36.000

17-18/04/2016 Fotocopy 247 lbr 150 37.000

Gambar

GAMBAR 2.2 STRUKTUR ORGANISASI UPT PUSKESMAS KECAMATAN TAPOS TAHUN 2015
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Data Hasil Kuesioner Pre-Test  dan Post-Test Dalam Nilai Rata-rata

Referensi

Dokumen terkait

Masalah gizi rentan terjadi pada semua kelompok umur, terutama       bayi dan anak yang sedang mengalami masa tumbuh kembang (Arisman, 2009).. Anak mulai memahami bahwa makanan yang  

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok usia yang rentan terhadap gizi dan kesehatan.Pada masa ini daya tahan tubuh anakmasih belum kuat, sehingga risiko

Tujuan Penelitian : Diketahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi pada anak usia 1-2 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Minggir Sleman Yogyakarta

Hubungan pemberian ASI eksklusif dan ASI non eksklusif terhadap status gizi pada bayi usia 0-6 bulan yang terdapat pada tabel 4.5, menunjukan bahwa persentase anak

Tujuan Penelitian : Diketahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi pada anak usia 1-2 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Minggir Sleman Yogyakarta

Penelitian ini menggunakan metode two stage cluster sampling Terdapat hubungan yang bermakna antara usia pemberian MP-ASI dengan status gizi anak usia 1-3 tahun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara ASI eksklusif, MP-ASI, tinggi badan ayah, pendapatan dan status gizi dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan.. Tingkat

Apakah faktor anak riwayat ASI ekslusif, status vaksinasi campak dan MR, status gizi dan pemberian vitamin A berhubungan dengan prevalensi penyakit campak pada anak usia 1-5 tahun di