Estimasi tipe penyanggaan untuk rancangan terowongan jalan dari Aek
Nauli ke Parapat
(Estimation of support tipe for tunneling design from Aek Nauli street to
Parapat)
M.Imam Taufik1, Pendi Hutauruk1, Hotden Manurung, Zehri Nasution1
1Jurusan Teknik Pertambangan – FTM – Institut Teknologi Medan (ITM), Medan 20217, Indonesia
Sari
Jalan raya dari Aek Nauli ke Parapat merupakan daerah perbukitan yang tidak stabil. Dikarenakan kemiringan lereng yang curam dan lintasan jalan berkelok-kelok. Sehingga sering terjadi longsoran kecil pada jalan raya dan beresiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan. Pembuatan terowongan merupakan salah satu solusi alternatif untuk mengatasi masalah ini . Oleh karena itu perlu dilakukan penyelidikan geoteknik untuk memenuhi kebutuhan data dalam mengetahui jenis penyanggaan yang akan diterapkan pada terowongan.
Metoda rancangan terowongan yang digunakan adalah metoda empiris dan analitik. Metode empiris digunakan untuk mendapatkan rekomendasi penyanggan yang akan diterapkan pada rancangan terowongan, kemudian dalam memverifikasi kestabilan terowongan digunakan metode analitik yang berbasis finite elemen method (FEM).
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan geologi struktur dan lithologi daerah penelitian didapat nilai pembobotan kondisi massa batuan dengan RMR, RSR dan Q-system, untuk RMR = 68 (good rock), RSR = 55 dan Q-system = 0.8 (very poor rock). Berdasarkan hasil verifikasi dengan software Phase2 didapatkan total deformasi RMR = 1.22772 mm, RSR = 1.22782 mm dan Q-system = 1.22732 mm. Berdasarkan ketiga metode tersebut setelah diverifikasi yang paling baik adalah rekomendasi penyanggaan metoda Q-system dengan variasi penyanggaan ; shotcrete 120 mm, dikombinasikan dengan rockbolt sepanjang 2.5 meter dengan spasi 1,6 meter dengan total displacement sebesar 1.22732 mm.
Kata-kata kunci :Terowongan, desain penyanggaan, metode empirik, metode analitik, stabilitas sistem penyanggan
Abstract
Highway of Aek Nauli to Parapat is a hilly area that is not stable. Due to the steep slope and the path winding road. So often a small avalanche on the highway and at high risk for accidents. Making the tunnel is one alternative solution to overcome this problem. Therefore, it needs to be done to meet the needs of the geotechnical investigation in knowing the type of buffering the data to be applied to the tunnel.
Tunnel design method used is empirical and analytical methods. Empirical methods used to obtain recommendations that will be applied to the buffering tunnel design, then in verifying the stability of the tunnel used analytical methods based finite element method (FEM).
Based on data obtained from geologic structure and lithology observation area of the research, the weighting value with RMR rock mass conditions, RSR and the Q-system, to RMR = 68 (good rock), RSR = 55 and Q-system = 0.8 (very poor rock). Based on the results obtained Phase2 software verification with total deformation RMR = 1.22772 mm, RSR = 1.22782 mm and Q-system = 1.22732 mm. Based on these three methods after having verified, the best result is the recommendation buffering buffering method Q-system with variations; shotcrete 120 mm, combined with rockbolt 2.5 meters long and spaced 1.6 meters with a total displacement of 1.22732 mm.
Keywords:Tunnel, buffering design, empirical methods, analytical methods, stability buffering system. *Penulis untuk korespondensi (corresponding author):
Telp: 0878 6836 1151, 0852 9685 4391 E-mail : imam1st@rocketmail.com
I. PENDAHULUAN
Jalur Aek Nauli-Parapat merupakan jalur utama yang dilewati oleh kendaraan antar kota dan antar provinsi yang membawa berbagai macam barang dan jasa yang membutuhkan keamanan dan keselamatan dalam perjalanan. Seperti diketahui jalur ini dibuat mengikuti kaki perbukitan, sehingga sering terjadi longsoran yang menggangu perjalanan. Selain itu lebar jalan yang terbatas dan kondisi lereng tidak stabil (curam) menuntut
pengguna jalan untuk berhati-hati saat melintasi jalur tersebut. Jika terjadi longsoran maka aktivitas transportasi pada jalur tersebut akan terganggu sampai jalur tersebut selesai diperbaiki
Terewongan merupakan salah satu alternatif yang dapat mempersingakat waktu perjalanan dan meningkatkan keamanan perjalanan. Selain itu pembuatan terowongan untuk lalu lintas dilaksanakan dengan alasan-alasan tertentu misalnya sering terjadi longsoran kecil, curamnya jalan dan tidak tersedianya lahan yang cukup untuk lalu lintas. Alasan lain yaitu untuk menangani masalah transportasi akibat aktivitas manusia misalnya permukiman yang padat huni, kota, industri, tempat-tempat keramaian atau adanya pegunungan terjal yang sulit untuk dibuat jalur transportasi di permukaan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rekomendasi penyanggan terowongan yang sesuai dengan kondisi massa batuan di daerah penelitian, berdasarkan tiga metode pengklasifikasian. Kemudian rekomendasi penyanggaan dari ketiga metoda tersebut diferivikasi dan dibandingkan dengan software yang berbasis metode elemen hingga (FEM). Dengan acuan nilai total displacement akan diketahui tipe penyanggaan dari ketiga rekomendasi mana yang paling baik.
II. TINJAUAN LOKASI PENELITIAN
Jalan Aek Nauli-Parapat berada pada kecematan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Siantar provinsi sumatera utara. Panjang lintasan daerah penelitian yang dilakukan berkisar 2.4 km lihat Gambar 1
Gambar 1. Peta Administrasi daerah penelitian Secara geografis daerah penelitian berada pada koordinat 980 55’ 35.45’’BT- 980 56’ 3.05’’ BT dan 20 42’ 8.5” LU–20 40’ 42.4” LU dengan kondisi topografi merupakan perbukitan. Kondisi demikian akan menimbulkan permasalahan yang kurang baiknya keslamatan dalam perjalanan.
2.1 Stratigrafi Daerah Penelitian
Berdasarakan peta geologi lembar Sidikalang dan (Sebagian) Sianbang, Sumatera, yang disusun oleh D. T Aldiss, dkk (1983) lihat pada gambar 2, tatanan stratigrafi daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi dua formasi, yang secara umum berupa kelompok metamorf dan batuan sedimen.
Formasi batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan adalah Formasi Bahorok (Pub), berumur Karbon Akhir sampai Permian Awal terdiri dari satuan metawake, metakonglomerat dan batusabakFormasi Kualu (Mtks) yang terdiri anggota batugamping sibaganding, serpih, batupasir dan lanau yang berumur periem akhir.
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian
2.2 Geologi Sekitar Daerah Penelitian
Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan, batuan yang dijumpai sepanjang daerah penelitian terdiri dari:
Batuan metawake: batuan sedimen yang termetamorfosiskan dari batupasir menjadi metawake yang bersifat Homogen, bartekstur send, berwarna gelap.
Batu sabak: berwarna abu-abu dan kehijau-hijauan, hitam dan merah, serta dapat dibelah-belah menjadi lempengan tipis yang lebih keras dari batu serpih.
Batuserpih: berwarna abu-abu sampai kehitaman, bersifat kompak, cukup kuat-sampai kuat. Jika terkena udara akan mudah hancur.
Batugamping: berwarna abu-abu, bersifat kom[ak, cukup kuat samapai kuat.
III. KOMDISI STRUKTUR, SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN
3.1 Rock Quality Designation Index (RQD)
Dikarenakan tidak adanya data pemboran. maka menentukan besarnya nilai RQD. diperkirakan dengan menggunakan rumus :
RQD = 100 e0.1λ (1+0.1λ) (1)
Dimana nilai λ adalah perbandingan antara banyaknya jumlah bidang lemah yang memotong panjang garis pengamatan dengan panjang garis pengamatan (scanline). Hasil rekapitulasi perhitungan RQD setiap titik pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tablel 1. Rekapitulasi hasil perhitungan RQD setiap titik pengamatan
3.2 Geological Strenght Index (GSI)
Geological Strenght Index (GSI) adalah parameter yang akan menggambarkan kondisi struktur dan kondisi permukaan dari bidang lemah yang berada pada massa batuan. termasuk karakteristik kekasaran (Roughness) dan geser (Friction) dari bidang lemah pada suatu massa batuan. Hoek.E, (2013). Karena besarnya nilai Geological Strenght Index (GSI) dipengaruhi oleh kondisi struktur pada massa batuan maka. besarnya nilai GSI dapat diperhitungkan dengan rumus :
GSI = 5 .
karakteristik kekasaran dan geser dari suatu massa batuan. Hoek.E, (1995). Hasil perhitungan nilai GSI, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi hasil perhitungan nilai GSI setiap titik pengamatan
3.3 Sifat Fisik & Mekanik Batuan
Dikarenakan tidak dilkkukanya analisa laboratorium, maka parameter sifat fisik dan mekanik batuan diperkirakan dengan menggunakan software Rocdata, dengan data masukan :
Geological Strenght Index (GSI) Kuat tekan batuan (Field Index Strenght) Konstanta mi
Konstanta D
Dari hasil perhitungan menggunakan software. didapat besarnya nilai rata-rata sifat fisik dan mekanik batuan daerah penelitian sebagai berikut : Unit weight (MN/m3) = 0.0227
Cohesion (MPa) = 4.6 Friction Angle (0) = 40.2 Tensile Strenght (MPa) = 2.6 Uniaxial Compressive Strenght
(MPa) = 23.4
Modulus of Deformation (MPa) = 52814.1 (Tabel 4)
3.4 Geometri Terowongan
Geometri terowongan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :
Tipe terowongan adalah tapal kuda Panjang lantai 10 meter
Tinggi terowongan 6 meter
Gambar 3. Desain geometri terowongan
IV.Pembahasan
4.1Pengklasifikasian Kondisi Massa Batuan
Setelah dilakukan observasi di 5 titik pengamatan pada lokasi penelitian. maka didapat data parameter kondisi massa batuan. sebagai berikut :
1. Nilai kuat tekan batuan diketahui berdasarkan Field Index Strenght, dengan rata-rata kuat tekan batuan di daerah tersebut berkisar antara 15 – 75 MPa.
2. Rata-rata nilai RQD (Table 1.) dari ke 5 titik pengamatan adalah sebesar 98.3 %.
3. Rata-rata jarak antar bidang lemah yang diukur pada 5 titik pengamatan adalah berkisar antara 272.24 – 379.21 mm.
4. Bidang lemah khususnya kekar-kekar yang diukur tidak memiliki material pengisi dan besarnya separasi kekar berkisar ≤ 1 mm. 5. Kondisi air pada daerah pengamatan
sumber mata air dari pegunungan di daerah tersebut.
6. Derajat pelapukan dari batuan di daerah pengamatan diindikasikan terlapukan (moderatly weathered).
Dengan menggunakan parameter-parameter diatas. maka diketahui klasifikasi massa batuan di daerah penelitian tersebut menurut RMR dengan nilai bobot 68 termasuk dalam kelas II (Good Rock). menurut Q-System dengan nilai bobot 0.8 (Very Poor Rock) dan RSR dengan nilai bobot 55. (Table 5).
4.2 Sisitem Penyanggaan
Berdasarkan hasil dari klasifikasi massa batuan diatas, maka sistem penyanggaan yang digunakan adalah Rock bolting dan dikombinasikan dengan shotcrete. Khusus untuk baut batuanya digunakan jenis Grouted Cable Bolt-Flexirope, spesifikasi teknis rock bolt dapat dilihat pada Tabel 6
Dengan variasi ketiga metode pengklasifikasian, maka diketahui tiga rekomendasi penyanggaan yang berbeda. Ketiga rekomendasi dapat dilihat pada tabel
Tabel 3. Rekapitulasi rekomendasi penyanggaan dari ketiga metoda Q-System Rock-bolting
Panjang 2.5 m dan
4.3 Analisa Sistem Penyanggaan Menggunakan Metode Elemen Hingga (FEM)
Software Phase2 yang berbasis metode elemen hingga (Finite Element Method) merupakan metode numerik, dimana dalam geomekanika dipakai untuk menentukan medan tegangan dan perpindahan jika diketahui modulus elastisitas atau deformasi berdasarkan perilaku massa batuan yang diterapkan. Dan telah terbukti bahwa metode ini dapat menghitung secara lebih konsisten terhadap distribusi tegangan, regangan, dan perpindahan akibat pembuatan lubang bukaan bawah tanah. Setelah model terowongan dibuat dan diproses dengan software Phase2, diketahui nilai total displacement masing-masing rekomendasi penyanggaan tiap metode pada Tabel 7:
Rekomendasi penyanggaan RMR, dengan tipe penyanggaan rock-bolting dengan panjang 3 m dan spasi 2.5 m dan dikombinasikan dengan shotcrete 50 mm. Memiliki nilai total displacement sebesar 0.00122772 m.
Rekomendasi penyanggaan Q-System, dengan tipe penyanggaan rock-bolting dengan panjang 2.5 m dan spasi 1.6 m dan dikombinasikan dengan shotcrete 120 mm. Memiliki nilai total displacement sebesar 0.00122732 m.
Rekomendasi penyanggaan RSR, dengan tipe penyanggaan rock-bolting dengan panjang 1.2 m dan spasi 2 m dan dikombinasikan dengan shotcrete 20 mm. Memiliki nilai total displacement sebesar 0.00122782 m.
Berdasarkan gambar 4,5 dan 6 terlihat dimensi runtuhan yang paling kecil ditunjukan oleh sistem penyanggaan yang direkomendasikan oleh metode Q-System yaitu rock-bolting dengan panjang 2.5 m dan spasi 1.6 m dan dikombinasikan dengan shotcrete 120 mm. Kemantapan kestabilan terowongan juga ditunjukan dengan nilai total displacement yang dimiliki sebesar 0.00122732 m (1,2 mm) dimana nilai ini lebih kecil dari pada rekomendasi sistem penyanggaan yang direkomendasikan oleh dua metode yang lain.
V. KESIMPULAN
1. Kondisi massa batuan di daerah penelitian menurut RMR termasuk dalam kelas II (Good Rock), Q-system termasuk dalam massa batuan very poor rock dan RSR termasuk dalam massa batuan Good Rock.
2. Sistem penyanggan yang direkomendasikan adalah metoda Q-system karena dari model terowongan yang dihasilkan pada software phase 2, metoda ini yang memiliki dimensi runtuhan yang paling kecil dan nilai total displecment yang terkecil sebesar 0.00122732 m.
3. Tipe penyanggan yang akan dipakai untuk terowongan adalah rock bolting dengan panjang 2.5 m dan spasi 1.6 m dan dikombinasikan dengan shotcrete dengan tebal 120 mm.
4. Rekomendasi geometri terwongan yang digunakan adalah tipe tapal kuda, dengan panjang lantai 10 m dan tinggi 6 m untuk tunnel sepanjang 1.3 Km.
VI. UCAPATAN TERIMAKASIH
1. Ucapan terima kasih kepada Jurusan Teknik Pertambangan Institut Teknologi Medan. 2. Ucapan terima kasih kepada Ir. Tengku tibri,
MT, M. Eka Onwardana, MT dan Ir. Syafriadi, MT.
3. Rekan-rekan yang membatu dalam menyelesaikan paper ini khusunya Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan.
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Hook, E. 2000. Practical Rock Engeering, Text Book. North Vancouver,B,C, Canada
2. Hook, E, dkk. 2013. Quantification Of The Geological Strength Index Chart. Paper Geomechanics Symposium Held In San Fransisco, USA
3. Sulistianto, B, dkk. 2009. Estimation Of Rock Support Type For South Ramp Down B Devploment At Pongkor Underground Gold Mine. Department Of Mining Eneering ITB, Bandung
4. Mahmud, G. _____. Pemodelan Pemasangan Penyangga Sementara Menggunakan Perangkat Lunak Phase 2 Pada Headrace Tunnel Chainage 45 m -155 m Di PLTA Tulis Kabupaten Banjar Negara.
5. Fathoni, M. R _____. Pemodelan pemasangan penyangga sementara menggunakan perngakat lunak phase 2 pada headrace tunnel Chainage 155 m – 2665 m Di PLTA Tulis Kabupaten Banjar Negara.
VIII. LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel 4. Sifat Fisik & Mekanik
No Titik
Pengamatan Batuan
Unit Weight (MN/m3)
Cohesion (MPa)
Friction Angle
(0)
Tensile Strenght
(MPa)
Uniaxial Compressive Strenght (MPa)
Modulus of Deformation
(MPa)
1 TP-1 Claystone 0.018 1.98 31.7 -1.5 7.7 34518
2 TP-2 Claystone 0.018 2.38 34.8 -1.6 9.8 30800.7
3 TP-3 Limestone 0.0265 6.8 46 -3.5 36.4 72867
4 TP-4 Limestone 0.0265 7.2 46 -3.8 38.5 77184.6
5 TP-5 Shalestone 0.0245 4.9 42.7 -2.7 24.6 48700.2
Average = 0.0227 4.6 40.2 -2.6 23.4 52814.1
Lampiran 2
Tabel 5. Rekapitulasi Pengklasifikasian Massa Batuan
Klasifikasi Hasil Average
TP-1 TP-2 TP-3 TP-4 TP-5
RMR 57 65 76 67 77 68 (Good Rock)
Q-system 1.46 0.79 0.2 1.2 0.6 0.8 (Very Poor Rock)
RSR 44 53 70 53 56 55
Table 6. Data Teknik Dari Grouted Cable Bolt-Flexirope
Spesifikasi Kualitas steel Diameter kabel
Beban batas (Yield load)
kabel
Beban ultimat (Ultimate load) kabel
Regangan axial ultimate
kabel
Berat
kabel Panjang kabel
Diameter lubang bor
yang dianjurkan 1770
N/mm2 28 mm 500 kN 500 kN 3%
3,1 kg/m
Sesuai panjang
yang dibutuhkan 35 mm
Lampiran 3.
RMR Sebelum dipasang penyangga Setelah dilakukan penyanggaan
Supporting :
Rock-bolting Panjang 3 m dan spasi 2.5 m
Shotcrete 50 mm
Gambar 4. Rekomendasi sistem penyanggaan metode RMR
Q-System Sebelum dipasang penyangga Setelah dilakukan penyanggaan
Supporting :
Rock-bolting Panjang 2.5 m dan spasi 1.6 m
Shotcrete 120 mm
Gambar 5. Rekomendasi sistem penyanggaan metode Q-system
Lampiran 5
RSR Sebelum dipasang penyangga Setelah dilakukan penyanggaan
Supporting :
Rock-bolting Panjang 1.2 m
dan spasi 2 m
Shotcrete 20 mm
Gambar 6. Rekomendasi sistem penyanggaan metode RSR
Lampiran 6
Table 7. Nilai total displacement
Metoda
Total Displacement
Sebelum disangga Setelah dilakukan Penyanggaan
RMR 0.00122812 m 0.00122772 m
Q-System 0.00122812 m 0.00122732 m