• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi Masyarakat Pesisir di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ekonomi Masyarakat Pesisir di Indonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Ekonomi Masyarakat Pesisir yang Rendah

Wihelwina Annisa Putri (08131002)

Menurut Victor P.H. Nikijuluw (2001), masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomianya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan peisisir. Dilihat secara mata pencarian, masyarakat pesisir terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, serta supplier faktor sarana produksi perikanan. Namun, adapula dari bidang non perikanan seperti penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.

Namun, Victor P.H. Nikijuluw (2001) berpendapat bahwa definisi masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil tetapi hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi permukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia. Sehingga perekonomian masyarakat pesisir lebih dispesifikkan kedalam perkonomian para nelayan dan pembudidaya ikan. Sebagian masyarakat nelayan pesisir merupakan pengusaha kecil dan menengah, dimana lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten, yaitu dengan menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu pendek.

(2)

Victor P.H. Nikijuluw (2001) berpendapat kemiskinan merupakan indicator ketinggalan masyarakat pesisir ini disebabkan oleh tiga hal utama yaitu, kemiskinan structural, kemiskinan super structural dan kemiskinan kultural.

- Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena pengaruh faktor atau variable eksternal di luar individu. Variable-variabel tersebut adalah struktur sosial ekonomi masyarakat, ketersedian insentif atau disentif pembangunan, ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersedian teknologi, dan ketersedian sumberdaya pembangunan khususnya sumber daya alam. Hubungan antara variable-variabel ini dengan kemiskinan umumnya bersifat terbalik. Artinya semakin tinggi intensitas, volume, dan kualitas variable-variabel ini maka kemiskinan akan semakin berkurang.

- Kemiskinan super struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variable-variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak pada pembangunan nelayan. Variable-varibel tersebut diantaranya adanya kebijakann fiscal, kebijakan moneter, ketersedian hokum dan perundang-udangan, serta kebijakan pemerintah yang diimplementasikan dalam proyek dan program pembangunan.

- Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variable-variabel yang melekat, inheren, dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya sulit untuk individu bersangkutan keluar dari kemiskinan itu karena tidak disadari atau tidak diketahui oleh individu yang bersangkutan. Variable-variabel penyebab kemiskinan kultural antara lain tingkat pendidikan, pengetahun, adat, budaya , kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-pandangan tertentu, serta ketaatan pada panutan.

Menurut para pakar ekonomi sumberdaya, melihat bahwa kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor tersebut tetap membuat nelayan bertahan pada kemiskinannya.

(3)

sehingga nelayan tidak mampu untuk mengalihfungsikan atau menglikuidasi asset tersebut, oleh sebab itu, meskipun produktivitas rendah, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhanya tidak lagi efisien secara ekonomis.

Subade dan Abdullah (1993) mengajukan argument lain yaitu bahwa nelayan tetap tinggal pada industry perikanan karena rendahnya opportunity cost mereka. Opportunity cost

nelayan, menurut definisi, adalah kemungkinan atau alternative kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bias dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun udaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien.

Selain itu, terdapat argument lain yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan, khususnya negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Sehingga apapun yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakannya.

Kemudian, Panayotou (1982) mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu. Pendapat ini dikalimatkan oleh Subade dan Abdullah (1993) dengan menerangkan bahwa nelayan lebih senang memiliki kepuasan hidup yang diperolehnya dari mengangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan.

Dalam rangka mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir, berbagai program, proyek, dan kegiatan telah dilakukan. Namun, berdasarkan Statistik Perikanan Indonesia (2000) jumlah nelayan miskin makin terus bertambah. Keseluruhan program dan pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dan mengentaskan kemisikinan tidak memiliki dampak yang berarti. Dengan demikian, terdapat sesuatu yang salah terhadap program-program tersebut atau tidak dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

(4)

Program pemberdayaan masyarakat telah menjadi mainstream upaya peningkatan kesejahteraan serta pengengentasan kemiskinan. Dengan pemberdayaan masyarakat maka pembangunan tidak mulai dari titik nadir, tetapi berawal dari sesuatu yang sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti apa yang telah dimiliki oleh masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga makin nyata kegunaannya bagi masyarakat sendiri.

Berdasarkan konsep pembangunan masyarakat yang menekankan pada pemberdayaan maka ditetapkan sasaran pemberdayaan masyarakat pesisir, khusunya nelayan dan petani ikan yang tinggal di kawasan pesisir, yaitu sebagai berikut:

- Tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

- Tersedianya prasarana dan sarana produksi secara local yang memungkinkan masyarakat dapat memperolehnya dengan harga murah dan kualitas yang baik.

- Meningkatnya peran kelembagaan masyarakat sebagai wadah aksi kolektif untuk mencapai tujuan tujuan individu.

- Terciptanya kegiatan kegiatan ekonomi produktif di daerah yang memiliki ciri ciri berbasis sumber daya local, memiliki pasar yang jelas dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan kapasitas sumber daya.

Dalam melaksanakan tujuan pemberdayaan masyarakat pesisir, maka terdapat lima pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir. Kelima pendekatan tersebut ialah sebagai berikut.

(5)

utamanya adalah perlunya penataan sumberdaya perikanan secara lebih baik sehingga drama akses terbuka tidak terjadi.

2. Mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme menandai diri sendiri

Strategi ini sangat penting karena pada dasarnya saat ini masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan sangat sulit untuk memperoleh modal. Sifat bisnis perikanan yang musiman, ketidakpastian serta resiko tinggi sering menjadi alasan keengganan bank menyediakan modal bagi bisnis ini. Sifat bisnis perikanan seperti ini yang disertai dengan status nelayan yang umumnya rendah dan tidak mampu secara ekonomi membuat mereka sulit untuk memenuhi syarat-syarat perbankan yang selayaknya diberlakukan seperti perlu adanya collateral, insurance dan equity. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat (DPM) telah berupaya menjalin hubungan dengan berbagai lembaga perbankan nasional dan daerah untuk menggugah perhatian mereka agar masuk ke sektor perikanan. Tetapi sayangnya belum banyak hasilnya, dibandingkan dengan begitu besarnya kebutuhan. Upaya yang sama telah juga dilakukan dengan menghubungi lembagalembaga lain, tetapi sama hasilnya. Beberapa perusahaan negara dan swasta telah mulai menunjukkan keinginan mereka untuk membantu masyarakat di sektor ini dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan mereka untuk membantu usaha skala kecil dan menengah di sektor ini. Program ini dinamakan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) yang adalah merupakan penyisihan sekitar 5% keuntungan perusahaan, utamanya BUMN, bagi pengembangan usaha kecil dan menengah. Dengan memperhatikan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir akan modal ini maka salah satu alternatif adalah mengembangkan mekanisme pendanaan diri sendiri (selffinancing mechanism). Bentuk dari sistem ini tidak lain adalah pengembangan lembaga keuangan mikro, dan nantinya makro, yang dikhususkan dalam bidang usaha di pesisir, utamanya bidang perikanan. Meskipun masih dalam tahapan konsep, wacana, dan ujicoba, saat ini telah dirintis dan dimulai pengembangan mekanisme pendanaan oleh diri sendiri yang dikenal dengan nama Lembaga Mikro Mitra Mina, Mina Ventura, dan Asuransi Nelayan.

3. Mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna

(6)

produksi hingga pasca produksi dan pemasaran. Berkaitan dengan teknologi yang digunakan, terdapat juga sifat masyarakat (nelayan) yang menentukan atau ditentutukan oleh penggunaan teknoloi tersebut. Untuk itu maka upaya pemberdayaan masyarakat melalui perbaikan teknologi harus juga mempertimbangkan sifat dan karakteristik masyarakat Kesulitan lain dalam hal akses teknologi yaitu kurangnya atau tidak adanya penyuluh atau mereka yang berfungsi sebagai fasilitator dan katalisator. Pada awalnya memang ada penyuluh perikanan yang memerankan tugas ini. Namun dengan DKP sebagai suatu lembaga baru, konsolidasi yang dilakukan untuk memfungsikan penyuluh perikanan dalam menyediakan akses teknologi bagi masyarakat belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Sebagai upaya dalam mengatasi kurangnya tenaga penyuluh perikanan, melalui proyek PEMP tahun 2001 ini, telah diadakan pelatihan bagi sekitar 500 tenaga pendamping desa yang nantinya akan bertugas membantu masyarakat dalam membangun daerah pesisir. Tenaga pendamping desa ini direkruit dari LSM lokal, berijazah minimum D3, memiliki pengalaman dalam pembangunan masyarakat, serta bersedia tinggal di desa selama masa proyek.

4. Mendekatkan masyarakat dengan pasar

Untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan masyarakat pesisir maka upaya yang dilakukan adalah mendekatkan masyarakat dengan perusahaan-perusahaan besar yang juga adalah eksportir komoditas perikanan. Untuk itu maka kontrak penjualan produk antara masyarakat nelayan dengan perusahaan ini dilaksanakan. Keuntungan dari hubungan seperti ini yaitu masyarakat mendapat jaminan pasar dan harga, pembinaan terhadap masyarakat terutama dalam hal kualitas barang bisa dilaksanakan, serta sering kali masyarakat mendapat juga bantuan modal bagi pengembangan usaha.

5. Membangun solidaritas serta aksi kolektif ditengah masyarakat.

(7)

mudah memperoleh input produksi dan dengan mudah pula menjual hasil olahannya dengan harga yang lebih baik.

Kelima pendekatan ini dilaksanakan dengan memperhatikan secara sungguh – sungguh mengenai aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan, dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat pesisir. Selanjutnya, dari pendekatan tersebut maka didapat strategi dalam penganggulangan kemiskinan masyarakat pesisir.

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan harus dipilih strategi yang dapat memperkuat peran dan posisi perekonomian rakyat dalam perekonomian nasional, sehingga terjadi perubahan struktural yang meliputi pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia (Sumodiningrat, 1998). Program yang dipilih harus berpihak dan memberdayakan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan peningkatan perekonomian rakyat. Program ini harus diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses masyarakat miskin kepada sumber daya pembangunan dan menciptakan peluang bagi masyarakat paling bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka mampu mengatasi kondisi keterbelakangannya.

(8)
(9)

Daftar Pustaka

Suparlan, Parsudi (Ed), 1993, Kemiskinan Di Perkotaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Supriatna, Tjahya, 2000, Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Rineka Cipta, Jakarta Sholeh, Maimun, 2012, Telaah Kemiskinan dan Beberapa Strategi Penanggulangannya, Jakarta : UNY

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Suhu Kempa dan Komposisi Perekat Asam Sitrat – Pati terhadap Sifat Fisika Mekanika Papan Partikel.. Bambu

a. Bahwa kinerja pegawai pada Kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pelalawan dapat disimpulkan dalam kategori kurang baik. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kemampuan yang

• Kripik yang mudah menyerah air dari udara menyebabkan produk mudah rusak apabila tidak dikemas dengan bahan yang

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis karangan narasi pada siswa kelas V SD Negeri Kalisegoro Kecamatan

Dalam bidang Psikologi, Sigmund Freud (1856-1939), bapak Psikoanalisa dari Austria, menyebut agama sebagai ilusi yang muncul atas dasar ketidakberdayaan dalam

Justeru TTB adalah sesuai digunakan dalam kajian ini bagi menerangkan faktor kepercayaan ibu bapa Muslim terhadap produk makanan halal dan bagaimana mereka berfikir

Dengan menentukan sudut kemiringan dari pemasangan cermin bagian luar ini maka akan mempengaruhi besarnya sinar pantul yang akan dipantulkan ke bagian dalam perangkat dan