• Tidak ada hasil yang ditemukan

B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

B A B 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Limbah Medis Padat 2.1.1. Pengertian Limbah Rumah Sakit

Prüss, A.(2005), Limbah rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004, mengatakan Limbah Rumah Sakit ada 3 macam yakni; 1) Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. 2) Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat Sitotoksik. 3) Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007). Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di

(2)

manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non

padat (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004) Tabel 2.1. Klasifikasi Limbah Medis Padat yang Berasal dari Rumah Sakit

Kategori Limbah

Definisi Contoh limbah yang dihasilkan 1. Infeksius Limbah yang terkontaminasi

organisme patogen (bakteri, virus, parasit, atau jamur) yang tidak secara rutin ada lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

Kultur laboratorium, limbah dari bangsal isolasi, kapas, materi, atau peralatan yang teresentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta.

2. Patologis Limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

Bagian tubuh manusia dan hewan (limbah anatomis), darah dan cairan tubuh yang lain, janin.

3. Sitotoksis Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau mengahambat pertumbuhan sel hidup.

Dari materi yang terkontaminasi pada saat persiapan dan pemberian obat, misalnya spuit, ampul,

kemasan,obatkedaluarsa, larutan sisa, urine, tinja, muntahan pasien yang mengandung obat sitotoksik.

(3)

Lanjutan Tabel 2.1 Kategori

Limbah

Difenisi Contoh limbah yang dihasilkan 4. Benda tajam merupakan materi yang dapat

menyebabkan luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda- benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

jarum, jarum suntik, skalpel, pisau bedah, peralatan infus, gergaji bedah, dan pecahan kaca

5. Farmasi Limbah farmasi mencakup produksi farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan di buang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, slang penghubung darah atau cairan, dan ampul obat.

obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kedaluarsa, tidak digunakan, tumpah, dan

terkontaminasi, yang tidak diperlukan lagi.

6. Kimia mengandung zat kimia yang berbentuk padat, cair, maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostic dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan rumah sakit dengan menggunakan desinfektan.

Reagent di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluarsa atau sudah tidak diperlukan lagi, solven

7. Radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio

nukleida.

Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir,

radio-imunoassay dan bakteriologis;

dapat berbentuk padat, cair atau gas

Cairan yang tidak terpakai dari radioaktif atau riset dilaboratorium, peralatan kaca, kertas

absorben yang terkontaminasi, urine dan

ekskreta dari pasien yang diobati atau diuji dengan

radionuklida yang terbuka.

(4)

Lanjutan Tabel 2.1 Kategori

Limbah

Definisi Contoh limbah yang dihasilkan 8. Logam yang

bertekanan tinggi/ berat

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsetrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contohnya adalah limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak

Thermometer, alat pengukur tekanan darah, residu dari ruang pemeriksaan gigi, dan sebagainya.

9. Kontainer bertekanan

Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan di rumah sakit.

tabung gas, kaleng

aerosol yang mengandung residu, gas

cartridge. (sumber : Pengelolaan aman limbah layanan kesehatan, 2005)

2.1.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Depkes RI (2001) Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

1. Gangguan kenyamanan dan estetika

Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

2. Kerusakan harta benda

Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang

Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

(5)

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia

Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. 2.1.3. Persyaratan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit sesuai

keputusan KEPMENKES No. 1204/Menkes/SK/X/2004 a. Minimasi Limbah:

1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber. 2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan

kimia yang berbahaya dan beracun.

3. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.

4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangakutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang

1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan limbah.

(6)

2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.

4. Jarum dan srynges harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan

kembali.

5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes

Bascillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan

tes Bacillus subtilis.

6. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.

Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah

melalui proses salah satu metode sterilisasi.

7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan wadah dan label seperti tabel 2.2.

(7)

N o Kategori Wadah kontainer/kan tong plastik Lambang Keterangan

1 Radioaktif Merah Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif

2 Sangat infeksius

Kuning Kantong plastik

kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat di sterilisasi dengan otoklaf 3 Limbah infeksius, patologi anatomi

Kuning Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer

4 Sitotoksik Ungu Kontainer plastik kuat dan anti bocor

5 Limbah kimia dan farmasi

Coklat _ Kantong plastik atau kontainer

(Sumber: KepmenkesNo. 1204/Menkes/SK/X/2004).

8. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.

9. Limbah Sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.

c. Tempat penampungan sementara

1. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

(8)

2. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila di simpan pada suhu ruang.

d. Transportasi

1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.

2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.

3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri: Topi, Masker, Pelindung amta, pakaian panjang (coverall),

apron untuk industri, pelindung kaki/sepatu boot, dan sarung tangan khusus

(disposable gloves atau heavy duty gloves).

e. Pengolahan, Pemusnahan dan pembuangan Akhir limbah padat 1) Limbah infeksius dan benda tajam

a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbahinfeksius yang lain cukup dengan cara desinfeksi.

b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.

(9)

c. Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuaang ke tempat penampungan B3 atau di buang ke landfill jika residunya sudah aman. 2) Limbah Farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,

dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kli, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.

3) Limbah Sitotoksik

a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfiil) atau saluran limbah umum.

b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi. c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200°C dibutuhkan untuk

menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.

d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat di pertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.

(10)

a. Pembuangan limbah kimia biasa.

Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam, dan gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.

b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil

Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi,

atau ditimbun (landfill).

5) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi

Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinesrasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang landfill karena dapat mencemari air tanah.

6) Kontainer Bertekanan

Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau pengunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam

bentuk cair dan dikemas dalam botol harus di perlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

7) Limbah radioaktif

Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kibijakan dan strategi nasional yang menyangkut perturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. (Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

(11)

2.1.4. Tata Cara Pelaksanaan membuang Limbah medis padat berdasarkan masing-masing fungsinya dirumah sakit

Kering (spuit,dsb) incinerator a) Laboratorium

Infection Autoclave

Cair

Penampungan setempat UPL

UPL (Unit Pengelolaan Limbah) merupakan sarana untuk mengolah limbah cair dari limbah yang kotor kemudian diproses sampai menjadi cukup bersih dan diusahakan untuk dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah.

Kering (spuit,dsb) incinerator

Basah (sisa makanan,dsb) bak penampungan luar RS b) O.K

Cair bak penampungan UPL Sungai Sisa organ tubuh pathology Incinerator

Cair bak penampungan khusus

c) Radiologi

colbalt ex Reexport

Cair (urine,faeces pasien) bak penampungan khusus

(septic tank khusus) d) Kedokteran Nuklir

(12)

(dilapisi Pb) Incinerator

Bak penampungan UPL

Cair

e) Unit rawat Jalan Septik tank Luar RS medis Incinerator sampah padat

Non medis bak Luar RS

Kering (spuit, perban) Incinerator

f) Unit perawatan Basah Bak penampungan luar RS (sisa makanan)

septic tank Luar RS

cair

(wastafel dsb) UPL g) Laundry/Catering UPL

(Sumber : Manajemen Rumah Sakit, 2003)

Gambar 2.1. Tata Cara Pelaksanaan Membuang Limbah di Rumah Sakit

2.1.5. Pendidikan dan Pelatihan Perawat Tentang bahaya yang berkaitan dengan Limbah Medis Padat

(13)

Kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan limbah rumah sakit tidak akan dapat efeketif jika tidak diterapkan dengan seksama, konsisten, dn menyeluruh. Dengan demikian, pelatihan tenaga kesehatan khususnya perawat dalam menerapkan kebijakan menjadi sangat penting jika berharap agar program pengelolaan tersebut dapat berlangsung sukses.

1. Tujuan

Tujuan pokok diadakannya pelatihan adalah untuk menggugah kesadaran terhadap permasalahan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan limbah layanan kesehatan, dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi pekerja didalam pekerjaan sehari-harinya.

2. Pekerja yang perlu diberi pelatihan

Perawat rumah sakit, termasuk dokter senior, harus diyakinkan akan perlunya suatu kebijakan menyeluruh mengenai pengelolaan limbah dan mengadakan pelatihan terkait, serta akan menfaatnya terhadap kesehatan dan keselamatan semua pihak.

3. Pelatihan lanjutan dan pelatihan penyegaran

Pelatihan lanjutan bermanfaat dan informatif bagi pelatih. Pada pelatihan ini dapat mengukur tingkat pengetahuan peserta pelatihan dan mengantisipasi kebutuhan yang mungkin muncul akan pelatihan penyegaran. Selain memberikan penyegaran sekaligus orientasi bagi pegawai baru, pelatihan yang di ulang secara berjangka akan memberi tanggung jawab baru bagi pegawai yang sudah lama bekerja.

(14)

4.1. Paket pelatihan

Paket latihan dapat disusun oleh lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk menangani masalah pembuangan limbah medis padat. Paket pelatihan harus dilengkapi dengan gambar, bagan, foto, slide, atau transparansi untuk OHP. Materi paket harus mencerminkan lingkungan tempat kerja latih dan menyajikan contoh tindakan yang telah atau akan diterapkan.

5. Rekomendasi pelatihan : tenaga layanan kesehatan (perawat)

Pemilahan limbah merupakan unsur kunci di dalam pelatihan pengelolaan limbah yang ditujukan bagi yang merawat pasien seperti perawat.

Materi pelatihan dalam tindakan pencegahan adalah sebagai berikut: a. Hati-hati jika melepas jarum dari spuit.

b. Jika terjadi kekeliruan dalam pemilahan, tindakan seperti mengeluarkan item yang ada dalam sebuah kantong atau kontainer atau memasukkan sebuah kantong ke kantong yang lain dengan warna yang berbeda, tidak boleh dilakukan.

c. Limbah berbahaya dan limbah umum atau domestik tidak boleh dicampur. Jika keduanya tanpa sengaja tercampur, keseluruhan campuran tersebut harus diperlakukan sebagai limbah yang berbahaya.

d. Perawat harus memastikan bahwa jumlah kantong dan kontainer yang ada mencukupi untuk pengumpulan limbah medis demikan pula tempat pembuangan sementaranya mis; diruang bangsal, kamar bedah, dan lokasi yang menghasilkan limbah.

(15)

a. Kantong limbah tidak boleh bersentuhan dengan tubuh selama penanganan dan pengumpul kantong limbah itu tidak boleh membawa terlalu banyak dalam satu waktu yg bersamaan.

b. Kantong untuk limbah medis padat yang berbahaya dan limbah umum tidak boleh disatukan, tetapi harus dipisahkan selama penanganan; limbah berbahaya harus ditempatkan di lokasi penampungan saja.

c. Pakaian pelindung yang tepat baru digunakan selama operasi penanganan limbah.

d. Prosedur pembersihan dan desinfeksi yang tepat harus dilakukan jika terjadi tumpahan tidak sengaja.

e. Jika pemindahan kantong atau kontainer limbah telah selesai, segel/ikatan sekali lagi harus diperiksa untuk memastikan bahwa tidak ada ikatan yang terlepas.

2.1.6. Peran perawat dalam pengelolaan limbah medis padat

The International Council of Nurses (ICN) di Switzerland (Persatuan Dewan

Perawat Internasional (PDPI)), menyikapi; Profesi perawat di seluruh dunia, mengetahui pentingnya peranan lingkungan alam dalam kesehatan menyeluruh dan mengetahui bahwa ancaman lingkungan alam berasal dari limbah rumah sakit. ICN percaya bahwa setiap perawat memiliki tugas untuk mengurangi ataupun menghilangkan efek negatif dari hasil lingkungan limbah medis.

ICN dan National Nurses Association (NNAs) sebagai perwakilan organisasi

(16)

bagaimana menangani limbah medis. ICN mendukung upaya untuk mengurangi dampak bahaya dari limbah medis, meliputi :

1. Mengambil keputusan yang dapat membantu mengurangi keracunan akibat penggunaan jumlah produk yang besar dalam bentuk kemasan .

2. Menggunakan tempat ruang khusus untuk mengembangkan produk alternatif yang kadar racunnya lebih rendah.

3. Membatasi penggunaan pestisida

4. Mengurangi limbah medis dengan strategi menempatkan wadah untuk mengurangi volume limbah butuh perhatian khusus dan memfasilitasi daur ulang jika masih memungkinkan.

5. Dengan adanya Pengelolaan limbah medis diharapkan dapat memperkecil racun pembunuh kuman.

6. Pengelolaan limbah medis diharapkan dapat mengurangi dengan cara pembakaran (incenerator) yang maksimal

7. Memberikan pendidikan kepada pasien untuk mengetahui dampak polusi lingkungan rumah sakit.

Perawat yang profesional perlu menyadari konsekuensi dari limbah medis yang dihasilkan dari berbagai sektor kesehatan. Maka dari itu organisasi perawat membutuhkan:

1. Fasilitas yang dapat diakses oleh perawat untuk melanjutkan program pendidikan dengan subjek limbah medis.

(17)

2. Penerapan pencegahan berdasarkan evaluasi pemilihan produk yang ramah lingkungan

3. Mempertahankan keterlibatan perawat secara langsung dalam mengambil keputusan.

4. Mempertahankan mekanisme pengolahan limbah secara aman.

5. Mengembangkan kerjasama dengan tenaga ahli yang lain untuk mengelola limbah yang aman.

6. Merumuskan dan membuat peraturan tentang kompetensi perawat dalam kesehatan lingkungan. (Position Statement 1998, Medical Waste Role of Nurses and Nursing)

2.2. Konsep perilaku Kesehatan

Skinner (1938) cit Notoadmojo (2005), Perilaku kesehatan adalah semua

aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang

tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Becker(1979), membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, dan membedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Perilaku sehat (healthy behavior)

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

(18)

2. Perilaku sakit (Ilness behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan pada dirinya, untuk mencari penyembuhan, dan untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

3. Perilaku peran orang sakit (the sick behavior)

Dari sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup

hak-haknya (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).

2.2.1. Domain Perilaku kesehatan

Benyamin Bloom (1998) cit Notoadmojo (2005), membagi perilaku manusia

kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni ; (1) kognitif (Cognitif), (2) afektif

(affective), (3) Psikomotor (psychomotor). Berdasarkan pembagian domain,

dikembangkan menjadi 3 tingkat kawasan perilaku sebagai berikut: 1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang di peroleh melalui indera pengelihatan (mata), indera pendengaran (telinga).

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(19)

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik,dsb). Campell (1950) Sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

3. Tindakan atau praktik (practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

2.2.2. Determinan Perilaku Kesehatan

Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku sering disebut determinan. Dimana diketahui perilaku adalah perilaku seseorang atau subjek di pengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Dalam bidang perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering acuan dalam penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah :

1. Teori Lawrence Green

Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan ada dua determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor

perilaku), dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Selanjutnya

(20)

1) Faktor-faktor predisposisi (Prediposing factor) dapat terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, sosio demografi (pendidikan, umur, dan masa kerja). 2) faktor-faktor pendorong (factor reinforcing)

terwujud dalam sikap dan perilaku dari petugas kesehatan dan petugas lainnya serta kebijakan yang ada seperi peraturan, sanksi dan penghargaan. 3) faktor-faktor pemungkin/ pendukung (factor enabling) yang terwujud dalam lingkungan fisik

antara lain tersedia atau tidak fasilitas kesehatan dan sarana kesehatan dalam hal ini adalah fasilitas pembuangan limbah medis padat.

2. Teori Snehandu B. Karr (1983)

Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu: 1) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di

luar dirinya. 2) Adanya dukungan dari masyrakat sekitarnya (social support). 3)

terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya informasi

– informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. 4) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan.

5) Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk

bertindak apa pun memang diperlukan kondisi dan situasi yang tepat, baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada. (Notoadmojo, 2005)

3. Teori World Health Organization (WHO)

Tim kerja pendidikan WHO merumuskan determinan perilaku 4 alasan pokok yaitu: 1) Pemikiran dan perasaan (thoughts ang feeling) hasil pemikiran dan

perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak dan

(21)

berperilaku. 2) Adanya acuan atau referensi, dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personnal references). 3) Sumber daya (resources) yang tersedia

merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. 4) Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang. Faktor sosio budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku seseorang. (Notoadmojo, 2005)

2.3. Landasan Teori

Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah dirumah sakit adalah kunci pembuangan yang baik di lakukan oleh perawat. Hal ini berkaitan dengan perilaku perawat di ruang penghasil limbah medis padat. Determinan tindakan perawat dalam membuang limbah medis padat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor pendukung sesuai dengan pendapat menurut teori Green dan Kreuter (1980) dalam Notoatmodjo (2005),

yaitu:

1. Faktor predisposisi (factor Prediposing) dapat terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, sosio demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin, dan masa kerja).

2. Faktor pendorong (factor reinforcing) terwujud dalam ucapan, sikap dan

tindakan dari petugas kesehatan dan petugas lainnya yang memotivasi seorang perawat membuang limbah medis pada tempatnya, kebijakan yang ada sehubungan

(22)

dengan pengelolaan limbah medis diantaranya adanya peraturan tertulis yang merujuk peraturan di atasnya berupa prosedur tetap dengan sanksi dan penghargaan.

3. Faktor pendukung (factor enabling) yang terwujud dalam lingkungan fisik

antara lain tersedia atau tidak fasilitas kesehatan dalam pembuangan limbah medis seperti tempat limbah medis berbeda dengan limbah non medis, tempat limbah medis memenuhi syarat kesehatan (tidak mudah bocor, tertutup, mudah di bersihkan), ada papan penunjuk arah, ada tanda khusus, dan ketersediaan sarana memperoleh informasi tentang limbah medis seperti ada brosur yang bisa dipelajari, ada peraturan tertulis dan pernah disosialisasikan, ada kursus, pelatihan, penyuluhan, dan ada diskusi tentang pembuangan limbah medis.

The Precede/Proceed Model Green and Kreuter, menganalisa kebutuhan

kesehatan masyarakat dengan cara lima diagnosis sosial, epidemiologi, perilaku/lingkungan, pendidikan/organisasi, dan administrasi/kebijakan. Diagnosis pendidikan maupun perilaku, keduanya menekankan pada hubungan antara perilaku dan lingkungan. Sesuai dengan perspektif perilaku, fase diagnosis pendidikan/organisasi model precede memberi penekanan pada faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong.

(23)

PROMOSI Faktor

KESEHATAN Predisposisi

Pendidikan Faktor

Kesehatan Pendorong Perilaku Kesehatan Kualitas Hidup

Kebijakan Faktor Lingkungan

peraturan Pendukung

Organisasi

Sumber : Green and Kreuter, 1980. Health Education Planning a Diagnostic Approach, USA : The Johns Hopkins University, First edition.

(24)

2.4. Kerangka Konsep independent variabel Predisposing Factors - Umur - Pendidikan - Masa kerja - Sikap - Pengetahuan Dependent variabel Tindakan perawat dalam membuang

Enabling Factors limbah medis padat

- Ketersediaan fasilitas

pembuangan limbah medis padat - Ketersediaan sarana memperoleh

Informasi limbah medis padat

Reinforcing Factors

- Kebijakan rumah sakit berkaitan dengan limbah medis padat (sanksi & pengahargaan)

- Motivasi yang diperoleh perawat

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Peneliti

Berdasarkan kerangka konsep, independent variabel (variabel bebas) adalah

faktor yang membentuk/menentukan terjadinya perilaku yakni; predisposing factors, enabling factors, reinforcing factors. Dependent variabel (variabel

terikat/tergantung) adalah ranah (kawasan) tindakan perawat dalam membuang limbah medis padat.

Gambar

Gambar 2.1. Tata Cara Pelaksanaan Membuang Limbah di Rumah Sakit
Gambar  2.2. The Precede-Proceed Model
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menemukan konstruksi Islamisasi pengetahuan tentang filsafat dari Ismail Raji’ Al-Faruqi, (2) Menemukan konstruksi

Prinsip perhitungan massa gas CO 2 dapat dilakukan dengan berdasarkan pada berat kering biomassa dan perhitungan persamaan gas ideal. Prinsip perhitungan berdasarkan

Pelaksanaan jual beli arisan uang yang terjadi di Desa Sidokumpul Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik yaitu peserta penjual menjual nama arisan yang dimilikinya kepada pihak yang

佐賀県の事例から 佐賀県は強固な佐賀大学医局 ILM を形成したことで初期研修必修化後も特段 の影響を受けなかった。ただし、佐賀大学

1) Dua garis tersebut akan berpotongan, maka himpunan penyelesaiaanya tunggal. 2) Dua garis tersebut akan saling berimpit, maka himpunan penyelesaiannya tak hingga. 3) Dua

Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak (software) yang mudah dipelajari sehingga dengan

[r]

siswa di MAN Mojosari dibandingkan dengan tanpa musik dengan nilai P (0,000) < α(0,05) yang ditunjukkan pada tabel 9 pada kolom kelompok. Sehingga