• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Ulang Operasi Pembuatan Sewing bag Di Pabrik kantong PT. Semen Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rancang Ulang Operasi Pembuatan Sewing bag Di Pabrik kantong PT. Semen Padang"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

DI PABRIK KANTONG PT. SEMEN PADANG

Oleh

EVA SURYANI

057025003/TI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DI PABRIK KANTONG PT. SEMEN PADANG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Industri Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVA SURYANI

057025003/TI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Nomor Pokok : 057025003 Program Studi : Teknik Industri

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M. Eng) (Ir. Nazaruddin, MT)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.DR.Ir. Sukaria Sinulingga, M. Eng) (Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. Ir. Sukaria Sinulingga, M. Eng Anggota : Ir. Nazaruddin, MT

Prof. DR. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

Ir. Harmein Nasution, MSIE

(5)
(6)

Sekitar 90% semen yang diproduksi oleh PT. Semen Padang dikemas dalam kantong, sedangkan 10% lagi didistribusikan dalam bentuk semen curah. Salah satu jenis kantong semen produksi PT. Semen Padang adalah sewing bag, sesuai dengan namanya kantong ini dibuat dengan cara dijahit pada kedua sisi kantong.

Ditinjau dari operasi pembuatan sewing bag hingga saat ini pabrik kantong PT. Semen Padang masih belum mampu melaksanakan kegiatannya dengan optimal. Indikasi ini terlihat dari cara kerja yang tidak sesuai dengan kondisi operator yang diakibatkan oleh adanya perbedaan tinggi antara belt conveyor dan lantai yang mencapai 75 cm sehingga tidak sesuai dengan antropometri tinggi genggaman tangan operator pada saat berdiri, tingginya tumpukan tuber yang mencapai hampir 2 m dan memerlukan space (150x150) cm2 untuk menyusun tuber tersebut sehingga memaksa operator untuk bekerja dengan cara menjangkau secara maksimal dan membungkuk sampai 900, dan tingginya beban kerja operator belt conveyor yang mencapai 100%. Kondisi ini mempercepat terjadinya kelelahan dan berpotensi menimbulkan gangguan pada tulang belakang bagian bawah, serta mengakibatkan rendahnya efisiensi dan produktifitas kerja.

A Standardized Nordic Questionnaire yang disebarkan menunjukkan bahwa 100% operator mengalami nyeri pada tulang punggung bagian bawah. Penggunaan metode Rapid Entire Body Assessment untuk menilai postur operator pada saat melakukan pekerjaannya juga memberikan score 8 untuk pekerjaan meletakkan tuber ke lantai dan mengangkat tuber dari lantai ke mesin jahit yang artinya postur kerja tersebut mempunyai level resiko yang tinggi terhadap operator sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan segera untuk mengurangi bahkan menghilangkan dampaknya pada operator. Berdasarkan indikasi diatas perlu dikembangkan suatu model rancang ulang operasi untuk perbaikan produktivitas pembuatan kantong semen.

Hasil rancang ulang dalam bentuk perancangangan fasilitas kerja berupa meja dengan dimensi (150 x 60 x 75) cm, rancangan SOP untuk operator belt conveyor dan operator mesin jahit, rancangan daerah kerja dengan adanya penambahan fasilitas meja, berkurangya space untuk menyusun tuber menjadi (150 x 60) cm2, terjadinya penurunan beban kerja operator belt conveyor menjadi 70%, dan adanya peningkatan produktifitas kerja operator belt conveyor dari 8 lembar/detik menjadi 22 lembar/detik.

(7)

Approximately 90% cement produced by PT. Semen Padang tidy in pocket, while 10% again is distributed in the form of bulk cements. One of bag block type produce of PT. Semen Padang is sewing bag, as according to the name this pocket made by the way of sewed at pocket both sides.

Evaluated from operation of making of sewing the existing finite bag of pocket fabric PT. Semen Padang still be not able to applied the activity normally. This indication seen from made of action which unmatched to condition of operator resulted from existence of high difference between belt conveyor and floor reaching 75 cm so that unmatched to high anthropometry of operator hand grasp at the time of standing, height of heap tuber reaching deconvolution 2 m and requires space (150 x 150) cm2 to compile tuber causing forces operator to work by the way of reaching maximumly and bows to 90 degrees, and height of operator working load belt conveyor until 100%. This condition quickens the happening of fatique and lower back pain and results the low of work efficiency and productivity.

A Standardized Nordic Questionnaire propagated indicates that 100% operator to experience at lower back pain. Usage of methode Rapid Entire Body Assessment to assess operator posture at the time of doing the work is also gives score 8 for work puts down tuber to floor and lifts tuber from floor to sewing machine with the meaning the work posture has level high risk to operator causing need to be conducted action refinement soon to lessen even eliminates the impact at operator. Based on indication is upper need to be developed a redesign model operated for refinement of sewing bag to increase the productivity.

Result of redesign in the form of scheme of work facility in the form of table with dimension (150 x 60 x 75) cm, redesign SOP for operator belt conveyor and sewing machine operators, working area planning with existence of addition of table facility, the lessen of space to compile tuber becomes (150 x 60) cm2, the happening of derivation of operator working load belt conveyor becomes 70%, and existence of improvement of operator work productivity belt conveyor from 8 pieces/sec. becomes 22 pieces/sec.

(8)
(9)

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan dengan segala upaya yang cukup berarti bagi penulis. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Magister Teknik Industri Sekolah Pasca Sarjana Univeristas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

Bapak Prof. DR. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng, selaku ketua Program Studi sekaligus Pembimbing Utama dalam penulisan tesis ini, yang telah bersedia membimbing dan memberikan masukan-masukannya pada penulisan tesis.

Bapak Ir. Harmein Nasution, MSIE, selaku Sekretaris Program pada Magister Teknik Industri dan komisi pembanding pada saat seminar hasil atas semua pengetahuan yang diberikan selama mengikuti pendidikan magister dan masukan-masukannya pada saat seminar hasil.

Bapak Ir. Nazaruddin, MT, selaku pembimbing II atas bantuan dan arahan yang diberikan selama penulisan tesis

Bapak Prof. DR. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, dan Ibu Ir. Nazlina, MT, selaku komisi pembanding pada saat kolokium dan seminar hasil.

Bapak Prof. DR. Yunazar Manjang, selaku Rektor Universitas Bung Hatta, atas izin pendidikan yang diberikan kepada penulis.

Seluruh staf pengajar pada Program Magister Teknik Industri, atas semua pengetahuan yang diberikan.

Bapak Irfansyah, selaku Kepala Bidang Pabrik Kantong PT. Semen Padang, dan Bapak Jarjis selaku Kepala Urusan atas semua kemudahan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian dilaksanakan.

(10)

Seluruh pihak yang pernah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu sangat diharapkan saran dan masukan yang konstruktif sehingga berguna bagi penulis dan para pembaca nantinya.

Medan, April 2008 Penulis,

(11)

Nama Lengkap : Eva Suryani, ST.

Tempat / Tgl. Lahir : Padang, 6 November 1969 Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Sutomo No. 20 B, Padang

Pendidikan dan Pelatihan

1. SD Adabiah 4 Padang, tamat tahun 1983 2. SMPN 8 Padang, tamat tahun 1986 3. SMAN 3 Padang, tamat tahun 1989

4. Sarjana (S-1) Program Studi Teknik Industri Universitas Pasundan Bandung, tamat Tahun 1995

5. Pelatihan Penyusunan Buku Ajar di Cisarua Th. 1998

6. Workshop Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Berbasis Komputer Tgl. 9-10 November 1998, di Univ. Pasundan Bandung

7. Lokakarya Adaptasi ISO/TC 159 (Ergonomics) dalam SNI, Tgl. 17 – 19 Oktober 2000 di Lab. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi ITB 8. Teaching Improvement Workshop Bacth VII, Fakultas Teknik Universitas

Indonesia di Jakarta Th. 2000

Pekerjaan

Staf Pengajar jurusan Teknik Industri Universitas Bung Hatta

Penelitian dan Karya Ilmiah

1. Pengabdian Masyarakat ‘ Pengembangan Industri Kecil di Kecamatan Lubuk Kilangan Padang, 1998

2. Perancangan Sistem dan Prosedur Kerja Penyelenggaraan Kegiatan Akademik Fakultas Teknologi Industri, Universitas Bung Hatta, 2004

3. Identifikasi Potensi Industri Kecil di Kecamatan Lubuk Kilangan Padang, 2004

4. Perancangan Sistem dan Prosedur Kerja Penyelenggaraan Kegiatan

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ………. ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.6 Batasan Masalah ... ... 7

1.7 Asumsi-asumsi ... 8

LANDASAN TEORI... 9

2.1 Perancangan Sistem Kerja ... 9

2.2 Peran Keilmuan Perancangan Sistem Kerja dalam Peningkatan Produktivitas... 9

2.3 Peta Aliran Proses ………. ... 10

2.3.1 Kegunaan Peta Aliran Proses ... 11

2.3.2 Analisis Peta Aliran Proses ... 11

2.4 Diagram Sebab Akibat ... 12

2.5 Ergonomi ... 13

(13)

2.6.3 Aspek-aspek dalam Perancangan... 17

2.7 Antropometri ... 17

2.7.1 Antropometri dan Aplikasinya dalam Perancangan Fasilitas ... 18

2.8 Penilaian Postur Kerja dengan Metode REBA ... 24

2.9 Pengukuran Waktu Kerja ... 26

2.9.1 Pengukuran Waktu dengan Jam Henti ... 27

2.10 Man Machine Chart ... 27

GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI... 29

3.1 Sejarah Berdirinya PT. Semen Padang ... 29

3.2 Perkembangan PT. Semen Padang... 31

3.3 Lokasi Pabrik ... 32

3.4 Jenis Produk ... 33

3.5 Proses Produksi ... ... 34

3.5.1 Bahan dan Mesin yang Digunakan ... 35

3.5.1.1 Bahan yang Digunakan ... 35

3.5.1.2 Mesin yang Digunakan dan Fungsinya .. ... 36

3.5.2 Proses Pembuatan Sewing Bag ... 36

3.5.2.1 Proses pada mesin Tubing... 36

3.5.2.2 Proses pada mesin Jahit ... 39

3.6 Struktur Organisasi ... ... 41

3.7 Aktivitas Perusahaan ... 46

3.7.1 Tenaga Kerja ... ... 46

3.7.2 Jam Kerja ... ... 46

(14)

4.3 Jadwal Penelitian... 51

4.4 Metodode Pengumpulan Data ... 51

4.4.1 Pengumpulan Data Primer ... 52

4.4.2 Pengumpulan Data Sekunder ... 53

4.5 Metodologi Pengolahan dan Analisis Data ... 53

4.5.1 Plan ... 54

4.5.2 Do... 55

4.5.3 Check... 55

4.5.4 Act ... 56

PENGEMBANGAN MODEL PEMECAHAN MASALAH ... 57

5.1 Analisis Masalah ... 57

5.2 Asumsi dalam Pengembangan Model... 61

5.3 Model Pemecahan Masalah... 61

5.3.1 Analisis Operasi Sekarang ... 62

5.3.2 Identifikasi Masalah ... 63

5.3.3 Analisis Faktor Penyebab Masalah ... 63

5.3.4 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah ... 63

5.3.5 Pemilihan Alternatif dan Implementasi ... 64

5.3.6 Spesifikasi Alternatif Terpilih... 64

PEMECAHAN MASALAH ... 65

6.1 Hasil Pemecahan Masalah... 65

6.1.1 Analisis Operasi Sekarang ... 65

6.1.1.1 Fisiologis ... 65

6.1.1.2 Jumlah Produksi ... 75

(15)

6.1.3 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah untuk

Mengoptimalkan Operasi Pembuatan Sewing Bag ... 103

6.1.4 Alternatif Pemecahan Masalah untuk Mengoptimalkan Operasi Pembuatan Sewing Bag... 105

6.1.4.1 Merancang Fasilitas ... 106

6.1.4.2 Menambah Jumlah Operator Belt Conveyor atau Menambah Job Operator Mesin Jahit... 116

6.1.4.3 Merancang Ulang SOP ... 117

6.1.5 Pemilihan Alternatif Rancangan ... 122

6.1.5.1 Pemilihan Alternatif Rancangan Meja Kerja ... 122

6.1.5.2 Pemilihan Alternatif Penambahan Operator Belt Conveyor atau Penambahan Job Operator Mesin Jahit... 123

6.1.5.3 Pemilihan Alternatif SOP... 124

6.2 Analisis / Pengujian Hasil Pemecahan Masalah ... 124

6.2.1 Analisis terhadap Fasilitas Kerja... 125

6.2.1.1 Analisis Berdasarkan Waktu Kerja ... 125

6.2.2 Analisis terhadap Penambahan Job Operator Mesin Jahit ... 131

6.2.3 Analisis terhadap Produktivitas …... 133

6.3 Analisis Kepekaan ... 134

6.3.1 Analisis terhadap Peningkatan Jumlah Permintaan ... 135

6.3.2 Analisis terhadap Breakdown Mesin ... 138

DISKUSI DAN EVALUASI HASIL ... 139

7.1 Kendala dalam Penggunaan Hasil... 139

(16)

8.3 Studi Lanjutan ... 142

(17)

1 Produksi Kantong Semen per 6 Bulan ... 2

2 5W 1H ... 12

3 Jadwal Penelitian... 53

4 Rekapitulasi Hasil Kuesioner... 67

5 Score REBA untuk Pekerjaan Mengambil Tuber dari Belt Conveyor... 69

6 Score REBA untuk Pekerjaan Meletakkan Tuber ke Lantai... 70

7 Score REBA untuk Pekerjaan Mengangkat Tuber dari Lantai ke Mesin Jahit ... 71

8 Score REBA untuk Pekerjaan Mengangkat Sewing Bag dari Belt Conveyor... 73

9 Score REBA untuk Pekerjaan Meletakkan Sewing Bag dari Belt Conveyor ke Palet ... 75

10 Spesifikasi Mesin dan Peralatan Pembuatan Sewing Bag... 76

11 Analisa Aliran Proses Pembuatan Tuber pada Tubing Machine... 82

12 Analisa Aliran Proses Pemindahan Tuber dari Belt Conveyor ke Lantai .. 84

13 Analisa Aliran Proses Mengangkat Tuber dari Lantai ke Sewing Machine dan Penjahitan Tuber ... 86

14 Analisa Aliran Proses Penyusunan Sewing Bag ke Palet... 88

15 Data Waktu Pengangkatan Tuber dari Belt Conveyor ke Lantai ... 91

(18)

19 Data Waktu Pengangkatan Sewing Bag dari Belt Conveyor ke Palet ... 95

20 Allowance untuk Operator Palet... 95

21 Data Antropometri Tinggi Genggaman Tangan ... 98

22 Data Antropometri Jangkauan Tangan ke Atas ... 99

23 Data Antropometri Jangkauan Tangan ke Depan ... 99

24 Penjadwalan Kerja Operator Sewing ... 101

25 Rekap Masalah, Fenomena, dan Akar Masalah ... 103

26 Rekap Masalah, Fenomena, Akar Masalah, dan Rencana Tindakan ... 105

27 Distribusi Frekuensi ... 111

28 Distribusi Frekuensi (lanjutan)... 112

29 Spesifikasi Rancangan Meja ... 113

30 Data Waktu Pengangkatan Tuber dari Belt Conveyor ke Meja ... 126

31 Allowance untuk Operator Belt Conveyor... 127

32 Data Waktu Pengangkatan Tuber dari Meja ke Mesin Jahit... 128

33 Allowance untuk Operator Mesin Jahit ... 129

34 Data Waktu Pengangkatan Sewing Bag dari Belt Conveyor ke Palet ... 130

35 Allowance untuk Operator Palet ... 131

(19)
(20)

No. Judul Halaman

1 Diagram Sebab Akibat ... 13

2 Daerah Jangkauan Horizontal ... 20

3 Daerah Jangkauan Vertikal ... 21

4. Worksheet REBA ... 21

5 Struktur Operasional Unit Pabrik Kantong PT. Semen Padang... 45

6 Grafik Rencana dan Realisasi Produksi Kantong Semen 40 kg ... 60

7 Grafik Rencana dan Realisasi Produksi Kantong Semen 50 kg ... 61

8 Kerangka Konseptual ... 62

9 Model Pemecahan Masalah... 64

10 Grafik Perbandingan Nyeri Pada Organ Gerak Operator ... 67

11 Postur Kerja Mengambil Tuber dari Belt Conveyor ... 68

12 Postur Kerja Meletakkan Tuber ke Lantai ... 70

13 Postur Kerja Mengangkat Sewing Bag dari Belt Conveyor ... 72

14 Postur Kerja Meletakkan Sewing Bag ke Palet ... 74

15 Peta Proses Operasi Pembuatan Sewing Bag ... 79

16 Flow Process Chart Pembuatan Sewing Bag... 80

17 Daerah Kerja Sewing Line... 90

18 Fish Bone Diagram ... 102

(21)
(22)

No. Judul Halaman

1 Tabel REBA... 148

2 Flow Process Chart ... 150

3 Kuesioner ... 153

4 Rancangan Meja... 179

5 Daerah Kerja ... 182

(23)
(24)

1.1 Latar Belakang Masalah

Meningkatnya persaingan, perubahan dan dinamika pasar serta perubahan

teknologi yang sangat cepat dewasa ini menuntut setiap perusahaan atau bisnis untuk

dapat secara terus menerus melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap sistem

yang dijalankan. Sehingga dengan demikian perusahaan dan bisnis yang dijalankan

dapat terus bertahan bahkan memenangkan persaingan tersebut.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan dan bisnis mengahadapi

perubahan dan dinamika yang dimaksud, mulai dari melakukan penyesuaian dan

perubahan terhadap proses produksi secara periodik pada lantai produksi hingga

penyesuaian dan perubahan pada fungsi bisnis lainnya.

Pemikiran perlunya melakukan penyesuaian dan perubahan untuk

meningkatkan daya saing perusahaan seperti diatas bagi pabrik kantong semen PT.

Semen Padang belum dapat dilaksanakan secara optimal hingga saat ini. Walaupun

disisi lain prospek produksi dan pemasaran PT. Semen Padang saat ini maupun pada

masa yang akan datang sangat baik dan diperkirakan hingga tahun 2025 akan

mengalami pertumbuhan hingga 7,1%.

Sejak didirikan pada tahun 1984, pabrik kantong semen yang dibangun di

daerah Bukit Putus, 10 km dari Kota Padang ini yang dalam proses produksinya

(25)

dan permintaan kantong dari PT. Semen Padang, seperti yang diperlihatkan pada

tabel dibawah ini ;

Tabel 1. Produksi Kantong Semen per 6 Bulan

Isi Kantong

Jenis Kantong (Sewing Bag)

Rencana Produksi (lembar)

Realisasi Produksi (lembar)

SMC DW 4 ply 1.270.000 854.500

PPC DW 4 ply 3.390.000 1.947.800

OWC 6 ply 482.400 94.025

40 kg

PPC 3 ply Reinforced 3.804.000 612.000

DW 4 ply 1.264.000 996.500

Merah 4 ply 4.360.000 3.520.000

50 kg

DW 3 ply Reinforced 8.196.000 7.563.400

Sumber : Pabrik Kantong PT. Semen Padang 2007

Pada tabel diatas dapat dilihat dari 6 bulan data rencana produksi yang dibuat

oleh manajemen pabrik kantong untuk 2 jenis kantong yang diproduksi rata-rata

hanya 20% - 80 % dari rencana produksi yang terealisasi.

Namun dalam upaya memenuhi permintaan tersebut terlihat proses operasi yang

dilaksanakan masih belum optimal. Tingkat efisiensi dan produktifitas yang berhasil

dicapai masih sangat rendah.

Beberapa fenomena yang menunjukkan belum optimalnya proses operasi

pembuatan kantong yang dijalankan saat ini dan berujung pada rendahnya pencapaian

tingkat efisiensi dan produktifitas yang dapat diamati terutama pada lantai produksi

adalah ;

1. Masih tingginya tingkat pemborosan pemakaian sumber daya yang di

akibatkan masih tingginya jumlah produk cacat yang dihasilkan.

2. Tidak ada waktu khusus yang diberikan untuk beristirahat pada operator

(26)

3. Pola produksi yang digunakan sebagai dasar proses operasi masih berorientasi

kepada permintaan yang diajukan oleh PT. Semen Padang yang biasanya

sangat fluktuatif sehingga seringkali menimbulkan berbagai masalah dan

ketidak effisienan dalam kegiatan operasi produksi yang dilaksanakan, seperti

tingginya jumlah overtime, terganggunya jadwal kerja operator yang telah

disusun serta tingginya tingkat kelelahan yang dialami oleh operator.

4. Adanya penumpukan tuber dengan ketinggian hampir 2 meter pada stasiun

kerja menunggu proses penjahitan. Tuber yang sudah diproses pada tubing

machine dipindahkan dengan menggunakan belt conveyor. Perbedaan

ketinggian antara belt conveyor dan lantai mencapai 75 cm, jika dikaitkan

dengan antropometri pekerja yang akan menyusun dan mengambil tuber dari

belt conveyor ke lantai maupun dari lantai ke mesin jahit jauh melebihi tinggi

genggaman tangan operator pada saat berdiri normal. Kondisi ini

mengakibatkan operator harus berulang kali membungkuk sampai 90o dan

menjangkau dengan jangkauan maksimal untuk meletakkan dan mengambil

tuber. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan operator belt

conveyor dan operator mesin jahit dalam bekerja bahkan kondisi ini

berpotensi menimbulkan cedera pada tulang belakang bagian bawah.

Permasalahan yang ditunjukkan melalui fenomena diatas tentu saja harus

diatasi oleh pabrik kantong ini terutama dalam upaya memenuhi permintaan semen

nasional yang cenderung meningkat dan akan mengalami pertumbuhan hingga 7,1 %

(27)

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pabrik kantong semen untuk dapat

memenuhi permintaan kantong semen saat ini dan mengantisipasi permintaan masa

datang adalah melakukan perubahan-perubahan dan inovasi dalam kegiatan

operasional sistem produksi, disamping dalam jangka panjang penambahan kapasitas

dengan memasang mesin dan peralatan baru.

Untuk melakukan perubahan-perubahan dalam jangka pendek tersebut,

khususnya dalam kegiatan operasional produksi salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah meningkatkan efisiensi dan produktifitas operasi pembuatan kantong yang

dilakukan saat ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan

suatu permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu belum

optimalnya operasi pembuatan kantong semen terutama dikaitkan dengan faktor

manusia yang berkontribusi dalam menimbulkan berbagai permasalahan yang terjadi

di lantai produksi.

Hal ini terlihat dari masih tingginya tingkat pemborosan pemakaian sumber

daya yang diakibatkan masih tingginya jumlah produk cacat yang dihasilkan, adanya

penumpukan tuber dengan ketinggian hampir 2 meter pada stasiun kerja menunggu

proses penjahitan, tidak adanya waktu istirahat bagi operator selama 7 jam kerja

dalam 1 shift. Disamping itu dalam rangka memenuhi permintaan kantong dari PT.

(28)

Kondisi tersebut diatas jelas memperlihatkan bahwa operasi pembuatan

kantong yang dilaksanakan oleh pabrik kantong saat ini belum optimal. Oleh sebab

itu pemecahan masalah ini penting dilakukan tidak saja untuk mengantisipasi dampak

dari permasalahan diatas tetapi juga dalam rangka mengantisipasi peningkatan

permintaan kantong semen dimasa yang akan datang.

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan

diatas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk perbaikan dan

peningkatan produktifitas melalui pengembangan suatu model rancang ulang operasi

pembuatan kantong semen. Untuk mencapai tujuan tersebut maka sasaran yang akan

dikembangkan dalam penelitian ini adalah ;

1. Membuat rancangan daerah kerja operasi pembuatan kantong semen

2. Merancang ulang standar operasi pembuatan kantong semen

3. Membuat standarisasi waktu kerja pembuatan kantong semen

1.4 Manfaat Penelitian

Ada 3 manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini yaitu ;

1.4.1 Bagi Perusahaan

Implementasi dari model yang dikembangkan dan didapatkan dari penelitian

(29)

pihak manajemen pabrik kantong PT. Semen Padang dalam pengelolaan

operasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja pabrik kantong

khususnya dan PT. Semen Padang pada umumnya.

1.4.2 Bagi Perguruan Tinggi

a. Penelitian ini dapat memperkaya referensi karya ilmiah yang ada dari

mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

b. Menguatkan posisi bersaing Perguruan Tinggi di kancah pendidikan tinggi

yang ada di tanah air.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

a. Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa terutama dalam mempertajam

kemampuan analisis dan berfikir sistematis, memberikan dan menambah

pemahaman tentang cara melakukan penelitian untuk dapat menghasilkan

karya ilmiah yang bermanfaat.

b. Memberikan informasi khususnya kepada mahasiswa bagaimana penerapan

konsep ergonomi yang ditinjau dari aspek antropometri dalam proses rancang

(30)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka perlu ditetapkan beberapa hal

yang menyangkut ruang lingkup kajian dan analisis sehingga penelitian ini tidak

keluar dari tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.

a. Melakukan analisis terhadap aliran proses pembuatan kantong

b. Merancang model operasi pembuatan kantong

c. Melakukan pengukuran waktu kerja pembuatan kantong

1.6 Batasan Masalah

Untuk melaksanakan penelitian ini perlu ditetapkan beberapa batasan kegiatan

penelitian yang dilakukan sehingga tujuan dan sasaran dari penelitian yang telah

ditetapkan dapat dicapai. Adapun batasan-batasan kegiatan yang dimaksud adalah

sebagai berikut :

1. Perancangan ulang operasi pembuatan kantong semen difokuskan kepada

perancangan alat bantu, perancangan metoda kerja dan pembebanan kerja

operator belt conveyor dan operator mesin jahit terutama pada operasi

pembuatan kantong semen unit sewing bag.

2. Rancangan yang dibuat atau diusulkan tetap mengacu kepada fasilitas dan

penggunaan teknologi sewing bag saat ini.

3. Kriteria performansi rancang ulang yang digunakan didasarkan pada kriteria

(31)

4. Rancangan alat bantu yang dibuat hanya untuk digunakan oleh operator belt

conveyor dan operator mesin jahit.

1.7 Asumsi-Asumsi

Agar penelitian ini sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan,

maka dalam penelitian ini akan digunakan beberapa asumsi yang secara langsung

berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Adapun asumsi-asumsi yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

a. Kapasitas produksi terpasang saat ini tidak mengalami perubahan selama

kurun waktu tertentu dan minimal sama dengan kapasitas efektif yang dapat

dicapai saat ini.

b. Pekerja yang diamati adalah pekerja yang ada sekarang dan mempunyai

kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan pekerjaannnya,

c. Lingkungan kerja khususnya pada lantai produksi tidak mengalami

perubahan dan sangat memungkinkan untuk melakukan perubahan.

d. Pola proses operasi yang dijalankan tetap mengacu kepada jumlah produksi

(32)

2.1 Perancangan Sistem Kerja

Perancangan sistem kerja didefenisikan sebagai suatu disiplin ilmu yang

mengkaji prinsip-prinsip dan teknik-teknik perancangan, perbaikan, pengukuran, dan

pembakuan sistem kerja. Sistem kerja yang dimaksud mencakup manusia, mesin,

peralatan, material, dan lingkungan kerja yang dirancang sedemikian rupa sehingga

menjadikan sistem kerja tersebut efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien (ENASE).

Pendekatan yang digunakan dalam perancangan sistem kerja adalah perancangan

berpusat pada manusia (human centered design).

2.2 Peran Keilmuan Perancangan Sistem Kerja dalam Peningkatan Produktivitas

Perancangan sistem kerja dalam dinamika perancangannya berlandaskan

kepada keilmuan Teknik Industri yakni tidak ada sistem yang paling baik, dengan

kata lain sistem kerja yang kita hadapi selalu dapat diperbaiki. Prinsip ini sangat besar

peranannya dalam rangka peningkatan produktivitas yang berkaitan dengan

aspek-aspek input, proses, dan output. Input ini bisa berupa bahan, material, informasi, dan

lain-lain. Output merupakan hasil transformasi dari material, informasi, dan

sejenisnya dengan bantuan proses yang berkaitan. Produktivitas sering

(33)

Suatu sistem yang produktif adalah sistem yang menghasilkan output semaksimal

mungkin dengan input seminimal mungkin. Ukuran dari produktivitas disini dapat

ditinjau dari berbagai aspek, seperti waktu, biaya, maupun kuantitas produk. Proses

transformasi input menjadi output turut berperan dalam menentukan tinggi rendahnya

produktivitas. Disamping hubungan antara input, proses, dan output, faktor

lingkungan kerja turut juga mempengaruhi produktifitas.

Perancangan sistem kerja merancang dan memperbaiki sistem kerja sebagai

suatu kesatuan yang saling berhubungan secara kontinu, dimana setelah hasil

rancangan diaplikasikan, kemudian dilakukan pengujian terhadap rancangan sistem

kerja tersebut. Setelah pengoperasian sistem kerja, dilakukan lagi pemantauan

terhadap operasi sistem kerja tersebut. Apabila masih diperlukan perbaikan dan

pembaharuan, maka dilakukan lagi pengecekan ulang sebelum dioperasikan kembali.

Hal tersebut dilakukan secara terus menerus sehingga dicapai efisiensi dan

produktivitas yang tinggi dalam berproduksi.

2.3 Peta Aliran Proses

Peta aliran proses merupakan diagram yang menunjukkan urut-urutan dari

operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi selama

suatu proses atau prosedur berlangsung. Peta ini juga memuat informasi-informasi

yang diperlukan untuk analisa seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan.

(34)

2.3.1 Kegunaan Peta Aliran Proses

Kegunaan Peta Aliran Proses secara lebih terperinci dapat diuraikan sebagai

berikut :

a. Untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai dari awal masuk

dalam suatu proses atau prosedur sampai aktivitas terakhir.

b. Peta ini memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses

atau prosedur.

c. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau

dilaksanakan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.

d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja.

e. Khusus untuk peta yang hanya menggambarkan aliran yang dialami oleh

suatu komponen atau satu orang, secara lebih lengkap , maka peta ini

merupakan suatu alat yang akan mempermudah proses analisa untuk

mengetahui tempat-tempat dimana terjadi ketidakefisienan pekerjaan,

sehingga dengan sendirinya dapat digunakan untuk menghilangkan

ongkos-ongkos yang tersembunyi.

2.3.2 Analisis Peta Aliran Proses

Cara yang cukup efektif untuk menganalisa Peta Aliran Proses yaitu dengan

mengajukan enam buah pertanyaan pada setiap kejadian dari suatu Peta Aliran

Proses. Ke enam pertanyaan itu dikenal dengan teknik 5W 1H, yaitu dengan cara

(35)
[image:35.612.112.531.133.464.2]

Tabel 2. 5W 1H

Who (Siapa) What (Apa) Where (Dimana)

Siapa yang melaksanakan?

Siapa yang sedang melaksanakannya?

Siapa yang seharusnya melaksanakan?

Siapa lagi yang dapat melaksanakan?

Siapa lagi yang seharusnya melaksanakan?

Apa yang harus dilaksanakan?

Apa yang sedang dilaksanakan?

Apa yang seharusnya dilaksanakan?

Apa lagi yang dapat dilaksanakan?

Apa lagi yang seharusnya dilaksanakan?

Dimana melaksanakannya?

Dimana sedang dilaksanakan?

Dimana seharusnya dilaksanakan?

Dimana lagi dapat dilaksanakan?

Dimana lagi seharusnya dilaksanakan?

When (Kapan) Why (Mengapa) How (Bagaimana) Kapan melaksanakannya?

Kapan dilaksanakan?

Kapan seharusnya melaksanakannya?

Kapan lagi dapat dilaksanakan?

Kapan lagi seharusnya dilaksanakan? Mengapa ia melaksanakannya? Mengapa melaksanakannya? Mengapa melaksanakannya disana? Mengapa melaksanakannya disaat itu? Mengapa dilaksanakan dengan cara itu?

Bagaimana melaksakannya?

Bagaimana dilaksanakan?

Bagaimana seharusnya dilaksanakan?

Dapatkah metode ini digunakan di bidang lain?

Apakah ada cara lain untuk melaksanakannya?

Sumber : Masaaki Imai, 1992

2.4 Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuk

diagram ini menyerupai kerangka tulang ikan. Diagram sebab akibat ini digunakan

untuk menentukan akar penyebab masalah. Diagram ini dikembangkan oleh Prof.

Kouru Ishikawa dari Jepang. Diagram ini terdiri dari sebuah tulang besar yang pada

bagian kanannya menunjukan informasi tentang masalah yang terjadi. Di sekitar

tulang besar akan didapatkan beberapa tulang berukuran sedang yang menunjukkan

penyebab utama dari permasalahan tersebut, seperti metode, tenaga kerja, mesin, dan

aliran proses. Disekitar tulang-tulang berukuran sedang ditemukan beberapa tulang

(36)

Adapun bentuk diagram tulang ikan tersebut dapat dilihat pada gambar 1 di bawah

ini.

Metode Tenaga Kerja

Masalah

[image:36.612.121.491.163.423.2]

Mesin Aliran Proses

Gambar 1. Diagram Sebab Akibat

2.5 Ergonomi

Istilah ergonomi disebut juga dengan human factor. Fokus human factor

adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan

lingkungan kerja. Human factor melihat perubahan dari segala sesuatu yang

digunakan manusia sesuai dengan kemampuan, keterbatasan, dan kebutuhan manusia.

Dennis,2004 menyatakan Human factor mempunyai dua objektif, yang

pertama yaitu mempertinggi efektifitas dan efisiensi kerja, dengan cara penggunaan

alat yang tepat, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan produktifitas. Objektif

kedua adalah mempertinggi nilai manusia, meliputi perbaikan keselamatan,

mengurangi kelelahan dan stress, meningkatkan kenyamanan, meningkatkan

(37)

diaplikasikan pada setiap operasi dimana terjadi interaksi antara manusia dengan

lingkungan kerjanya.

2.5.1 Prinsip Ergonomi

Ergonomi dapat digunakan dalam menelaah sistem manusia dan produksi

yang kompleks. Suma’mur P.K, M.Sc. menyatakan ada beberapa prinsip ergonomi

yaitu :

1. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan,

ukuran, penempatan mesin-mesin dan penempatan alat-alat penunjuk atau

penempatan tombol-tombol pada mesin.

2. Untuk normalisasi ukuran mesin dan alat-alat industri, harus diambil ukuan

terbesar sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara agar ukuran tersebut

dapat diperkecil dan dapat dilayani oleh tenaga kerja yang lebih kecil.

3. Ukuran-ukuran antropometri terpenting sebagai dasar ukuran dan penempatan

alat-alat industri yaitu :

Berdiri :

a. Tinggi Badan Berdiri

b. Tinggi Bahu

c. Tinggi Siku

d. Tinggi Pinggul

(38)

4. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk . Jika

tidak mungkin kepada pekerja diberi tempat dan kesempatan untuk duduk.

2.6 Perancangan

Dalam suatu pekerjaan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pekerjaan tersebut. Faktor-faktor penting tersebut terdiri dari manusia, mesin,

material, metode, dan manajemen. Diantara faktor-faktor tersebut manusia

merupakan faktor paling penting karena manusia berperan sebagai perencana,

perancang, dan pengendali serta pengevaluasi dari seluruh jalannya proses. Oleh

karena itu faktor manusia harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya agar suatu proses

dapat berjalan dengan lancar.

2.6.1 Perancangan Produk

Dalam perancangan produk ada beberapa pertimbangan yang perlu

diperhatikan, diantaranya :

1. Pertimbangan fungsional

Menganalisis dan memproyeksikan setiap pemecahan masalah produk industri

ke arah tepat guna sehingga dapat bermanfaat bagi pemakainya.

2. Pertimbangan teknis

Menganalisis dan memperhitungkan setiap kegiatan perencanaan kearah

(39)

pemilihan material, spesifikasi teknis, standar komponen, dan lain-lain yang

berhubungan dengan asumsi perencanaan.

3. Pertimbangan ergonomi

Menganalisa dan mengadakan penyesuaian-penyesuaian ke arah standar

antropometri untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja, kenyamanan,

keamanan, dan kesehatan.

2.6.2 Prinsip-prinsip Dasar Perancangan

Tujuan dasar dari proses perancangan adalah untuk menciptakan sesuatu, bisa

berupa produk ataupun peralatan kerja, fungsinya dikehendaki untuk meningkatkan

kesejahteraan manusia maupun untuk menambah kemampuan kerja manusia.

Melalui proses perancangan produk semua faktor yang berkaitan dengan

karakteristik manusia berupa kelebihan, kekurangan ataupun keterbatasannya akan

diperhatikan secara seksama. Ada 2 prinsip perancangan, yaitu :

1. Seorang perancang produk harus menyadari benar bahwa faktor manusia

akan menjadi kunci sukses operasional sebuah produk dalam sebuah

rancangan sistem kerja manusia dan mesin.

2. Seorang perancang produk juga harus menyadari bahwa setiap produk akan

memerlukan informasi-informasi detail dari semua faktor yang terkait dalam

setiap proses perancangan. Kelebihan dan keterbatasan manusia sangat perlu

(40)

2.6.3 Aspek-aspek dalam Perancangan

Dalam perancangan produk ada beberapa aspek yang diperhatikan oleh

seorang perancang yang berkaitan dengan faktor manusia, yaitu :

1. Aspek Anatomi

a. Antropometri

b. Biomekanik (aplikasi sumber daya dari model biologi manusia dengan

menggunakan ilmu mekanika)

2. Aspek Fisiologi

a. Fisiologi kerja (pendayagunaan energi, fungsi, dan koordinasi organ

tubuh)

b. Fisiologi Lingkungan (dampak lingkungan fisik terhadap fungsi kerja

organ)

3. Aspek Psikologi

a. Psikologi keterampilan (proses informasi dan pembuatan keputusan)

b. Psikologi kerja (pelatihan upaya perbedaan individual)

2.7 Anthropometri

Anthropometri berasal dari kata anthropos yang berarti manusia dan metrikos

yang berarti ukuran. Roebuck, 1995 secara defenitif antropometri dapat dinyatakan

sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang

digunakan untuk menentukan perbedaan pada individu, kelompok, dan sebagainya.

(41)

akomodasi maka harus diperhatikan faktor-faktor seperti panjang dimensi tubuh

manusia dalam posisi statis dan dinamis.

Hasil pengukuran dimensi tubuh manusia berbeda antara satu populasi dengan

populasi yang lainnya. Variabilitas ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti jenis

kelamin, suku bangsa, usia, jenis pekerjaan, dan lain-lain.

Keaadan dan ciri-ciri fisik dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga terdapat

perbedaan antara satu dengan yang lainnya, oleh sebab itu terdapat tiga prinsip dalam

pemakaian data-data tersebut :

1. Perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim

2. Perancangan fasilitas yang disesuaikan

3. Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata pemakai.

Dalam aplikasinya antropometri mempunyai beberapa kegunaan, yaitu :

1. Menganalisa postur tubuh manusia dalam merancang tempat kerja

2. Menentukan kelonggaran dalam perancangan peralatan

3. Merancang produk

2.7.1 Antropometri dan Aplikasinya dalam Perancangan Fasilitas

Data antropometri yang diperoleh dapat diaplikasikan secara luas antara lain

dalam hal :

a. Perancangan daerah kerja (work station)

Daerah kerja dapat dioptimalkan jika gerakan-gerakan yang tidak perlu

(42)

dalam kaitannya dengan jangkauan horizontal dan jangkauan vertikal.

Jangkauan yang berlebihan tidak hanya menimbulkan stress pada pekerja,

tetapi juga pemborosan waktu dan uang.

Daerah jangkauan horizontal

Mayoritas tugas dilaksanakan pada permukaan datar yang berada

dihadapan operator. Jumlah gerakan tubuh yang minimum sangat

diperlukan untuk mengoptimalkan performance operator dalam daerah

jangkauan horizontal. Ada 4 kelompok daerah jangkauan horizontal ;

Daerah jangkauan horizontal ke-1

Pada daerah ini operator dapat menjangkau objek dengan nyaman, pada

umumnya daerah jangkauan berada pada radius 5”-7” dari depan tubuh.

Daerah jangkauan ini memerlukan waktu paling sedikit untuk menjangkau

objek dan melibatkan sedikit tegangan otot.

Daerah jangkauan horizontal ke-2

Daerah jangkauan ini memerlukan perluasan lengan, menggunakan sendi

putar dan gerakan bahu tanpa gerakan tubuh. Secara normal berada pada

radius 15”-18” dari titik pusat tubuh operator.

Daerah jangkauan horizontal ke-3

Pada daerah ini, gerakan penuh dari lengan dan tubuh diperlukan untuk

menjangkau daerah 24”-30” dari titik pusat tubuh operator. Pada daerah

ini terjadi pengurangan efisiensi verja dibandingkan dengan 2 daerah

(43)

Daerah jangkauan horizontal ke-4

Daerah jangkauan horizontal paling jauh, gerakan tubuh sepenuhnya

diperlukan untuk menjangkau. Seringkali operator harus meninggalkan

posisinya atau berputar untuk menjangkau daerah ini. Diperlukan

[image:43.612.164.454.254.477.2]

sejumlah besar tenaga dan waktu.

Gambar 2. Daerah Jangkauan Horizontal

Daerah jangkauan vertikal

Kebanyakan tugas-tugas memerlukan lebih banyak ruang yang tersedia

untuk bidang kerja ke arah vertikal. Ada 3 kelompok daerah jangkauan

vertikal ;

Daerah jangkauan vertikal ke-1

Daerah ini meliputi luas permukaan kerja ke suatu posisi dimana lengan

bawah operator berada di dekat hati/jantung operator. Ini adalah prioritas

(44)

Daerah jangkauan vertikal ke-2

Daerah jangkauan ini dimulai dari jantung dan perpanjangan maksimum

dari lengan sampai tinggi bahu. Prioritas peralatan pendukung dapat

diletakkan di daerah ini sepanjang operator tidak menghabiskan banyak

waktu dalam posisi tersebut.

Daerah jangkauan vertikal ke-3

Pada daerah jangkauan paling atas operator harus menggunakan gerakan

tubuh bagian atas untuk menjngkau pada daerah ini. Gerakan dalam derah

ini seringkali memerlukan gerakan kepala. Daerah prioritas rendah ini

[image:44.612.160.449.386.664.2]

dapat diperbaiki dengan cara mendekatkan objek pada operator.

(45)

b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas (tools), dan lain-lain.

Adapun langkah-langkah perancangan fasilitas dengan pertimbangan aspek

antropometri adalah :

a. Melakukan pengukuran dimensi tubuh yang terkait dengan fasilitas yang

akan dirancang

b. Menghitung nilai rata-rata dari hasil pengukuran

X =

X /n

c. Menghitung Rata-rata sub group

X =

k X

d. Menghitung standar deviasi

δ =

N X Xi

( − )2

e. Menghitung standar deviasi sub group

x = n

δ

f. Melakukan uji keseragaman data

(46)

g. Melakukan uji kecukupan data

N’ =

( )

2 2 2 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ −

Xi

Xi Xi

N Zt

α

h. Menentukan letak persentil

Pi =

(

)

100 1

+

N i

i. Menghitung nilai persentil

Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase

tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih

rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95% populasi adalah sama dengan atau

lebih rendah dari 95 persentil; 5% dari populasi berada sama dengan atau

[image:46.612.126.454.93.373.2]

lebih rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari

tabel probabilitas distribusi normal.

Dalam antropometri 95 persentil menunjukkan tubuh berukuran besar,

sedangkan 5 persentil menunjukkan tubuh berukuran kecil. Jika diinginkan

dimensi untuk mengakomodasi 95% populasi maka 2,5 dan 97,5 persentil

adalah batas rentang yang dapat dipakai.

Pi =

(

)

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + f F N i p b 100

(47)

b = Batas bawah kelas persentil

p = Lebar kelas persentil

N = Jumlah data

F = Jumlah frekuensi semua kelas interval dengan tanda kelas yang lebih

kecil dari tanda kelas untuk kelas persentil ke-i

f = Frekuensi kelas persentil

i = 1,2,3,…sesuai dengan persentil yang ingin dicari

2.8 Penilaian Postur Kerja dengan Metode REBA (Rapid Entire Body

Assessment)

a. Merupakan suatu metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko

gangguan tubuh keseluruhan.

b. Untuk masing-masing tugas, penilaian dibagi atas masing-masing grup yang

terdiri dari 2 grup yaitu Grup A dan Grup B.

c. Grup A terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk),

leher (neck), dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur tubuh

kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm, lengan bawah (lower arm), dan

pergelangan tangan (wrist).

d. Skor A adalah jumlah dari hasil pada tabel A dan skor beban/kekuatan.

e. Skor B adalah jumlah skor dari tabel B dan skor coupling untuk

(48)

f. Skor C dibaca dari tabel C dengan memasukkan skor A dan skor B.

g. Skor REBA diperoleh dengan jumlah dari skor C dan skor tindakan.

[image:48.612.134.470.242.645.2]
(49)

2.9 Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran waktu kerja merupakan kriteria yang paling banyak digunakan

untuk mendapatkan ukuran performansi kerja. Beberapa kegunaan pengukuran waktu

kerja diantaranya :

a. Dasar untuk menetapkan waktu standar dan kecepatan produksi

b. Dasar menetapkan hari atau jam kerja yang wajar untuk dasar menetapkan

upah kerja serta target produksi

c. Dasar untuk melakukan perbaikan kerja lebih lanjut

d. Dasar untuk menyusun perencanaan dan pengendalian produksi yang wajar

Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk mendapatkan waktu baku

penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

kerja terbaik saat itu. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang

dicari bukanlah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan secara tidak wajar

seperti terlampau cepat atau terlampau lambat, bukan diselesaikan oleh seorang

pekerja yang istimewa terampilnya atau lamban, dan bukan pula yang

mengerjakannya dalam sistem kerja yang belum baik.

Pengukuran waktu kerja dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Pengukuran waktu secara langsung berarti pengukurannya dilakukan secara

langsung di tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Metode yang dapat digunakan untuk

pengukuranwaktu secara langsung ini adalah metoda jam henti atau dengan sampling

(50)

2.9.1 Pengukuran Waktu dengan Jam Henti

Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan jam henti dilaksanakan

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Tetapkan tugas / aktivitas yang akan diukur

b. Pilih operator yang normal

c. Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor dan

operatornya

d. Catat semua data yang berkaitan dengan sistem operasi kerja

e. Uraikan tugas atas elemen-elemennya

f. Laksanakan pengukuran waktu sejumlah N kali

g. Cek statistik data (keseragaman dan kecukupan data)

h. Hitung waktu siklus (Ws)

i. Tetapkan faktor penyesuaian (p) dan kelonggaran (l) kerja yang wajar

j. Hitung waktu normalnya

( )

WN =WSxp

k. Tetapkan waktu baku

( )

Allowance W

Wb N

− =

1

2.10 Man Machine Chart

Man Machine Chart merupakan grafik yang menggambarkan koordinasi

antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi antara pekerja dan

mesin. Adapun kegunaan dari peta ini adalah untuk melakukan penyelidikan,

(51)

pekerja dan mesin bisa ditingkatkan, disamping itu juga keseimbangan kerja antara

pekerja dan mesin bisa lebih diperbaiki. Peningkatan efektifitas penggunaan dan

perbaikan keseimbangan kerja tersebut dapat dilakukan dengan cara :

a. Merubah tata letak tempat kerja

b. Mengatur kembali gerakan-gerakan kerja

c. Merancang kembali mesin dan peralatan

d. Menambah pekerja bagi sebuah mesinatau sebaliknya menambah mesin bagi

seorang pekerja

Lambang-lambang yang digunakan dalam pembuatan Man Machine Chart yaitu :

Menunjukkan waktu menganggur

Digunakan untuk menyatakan pekerja atau mesin yang sedang menganggur

atau salah satu sedang menunggu yang lain.

Menunjukkan kerja tak bergantungan (independent)

Jika ditinjau dari pekerja maka keadaan ini menunjukkan seorang pekerja

yang sedang bekerja dan independent dengan mesin dan pekerja lainnya.

Menunjukkan kerja kombinasi

Jika ditinjau dari pekerja maka antara operator dan mesin atau dengan

operator lainnya sedang bekerja secara bersama-sama. Jika ditinjau dari pihak

mesin, maka berarti selama bekerjanya mesin tersebut memerlukan pelayanan

(52)
(53)

Bab ini berisi tentang pengkajian terhadap sistem produksi yang dilakukan

pihak perusahaan sebelum dilakukan perbaikan. Pada bab ini juga dijelaskan

beberapa hal yang berhubungan dengan perusahaan sebagai data pendukung dan

pelengkap seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, aktivitas

perusahaan dan data perusahaan lainnya.

3.1 Sejarah Berdirinya PT. Semen Padang

Tahun 1906 seorang perwira Belanda berkebangsaan Jerman yang bernama Ir.

Carl Christopus Lau tertarik dengan batu-batuan yang ada di bukit Karang Putih dan

Bukit Ngalau. Batuan itu dikirimnya ke negeri Belanda untuk diteliti dan hasilnya

menunjukkan bahtuan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku semen.

Tanggal 25 Januari 1907, Ir. Carl Christopus Lau lalu mengajukan

permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan pabrik semen di

Indarung dan pada tanggal 16 Agustus 1907 permohonannya disetujui.

Sumber bahan baku kapur dan batu silika pada awalnya berasal dari Bukit

Ngalau dan tanah liat dari daerah sekitar pabrik. Pada tahun 1920 penambangan batu

kapur dipindahkan ke Bukit Karang Putih. Bahan bakar untuk operasi pabrik

(54)

Untuk kelanjutan usaha, Lau menghimpun kerjasama dengan beberapa

perusahaan. Pada tanggal 18 Maret 1910 berdirilah NV. MIPCM dengan Akte Notaris

Johannes Peider Smidth Amsterdam.

Tahun 1911 Kiln pertama selesai dan mulai memproduksi dengan kapasitas

76,5 ton/hari. Kiln ke 2 selesai dipasang pada tahun 1912 dengan kapasitas yang sama

dengan Kiln yang pertama. Ternyata kedua Kiln ini tidak berfungsi dengan baik,

maka Kiln pengganti siap dan mulai memproduksi pada tahun 1919 dan tahun 1925

dengan kapasitas masing-masing 110 ton/hari. Pada tahun 1927 dipasang kiln ketiga

dengan kapasitas 210 ton/hari.

Perluasan selanjutnya dilakukan pada tahun 1935 dengan kapasitas produksi

kiln baru 270 ton/hari. Meletusnya perang dunia ke II tahun 1939 perluasan pabrik

terhenti. Tanggal 17 Maret 1942 Jepang merebut Indonesia dari tangan Belanda,

sehingga manajemen perusahaan ditangani oleh Asano Cement, pabrik terbesar di

Jepang. Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu dan mengambil alih

pabrik dan merubah namanya menjadi Kilang Semen Indarung.

Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresinya yang pertama merebut

kembali pabrik semen. Pabrik itu baru bisa dijalankan pada bulan April 1948 setelah

dilakukan perbaikan dan namanya dirubah menjadi NV. Padang Portland Cement

Maatschpij (PPCM). Peningkatan produksi terlihat baik sehingga pada tahun 1957

PPCM mencapai kapasitas produksi 154.000 ton/tahun.

Pada tanggal 5 Juli 1958 normalisasi pabrik ini dilaksanakan dibawah

(55)

dengan nama Semen Indarung. Berdasarkan PP No.7/1971 yang dikeluarkan pada

tahun 1972 statusnya berubah menjadi PT . Semen Padang yang seluruhnya dimiliki

oleh pemerintah.

3.2 Perkembangan PT. Semen Padang

Untuk mengimbangi permintaan akan semen, PT. Semen Padang yang semula

mampu memproduksi 170.000 ton/tahun merasa perlu untuk mengadakan perluasan

usaha. Usaha yang dilakukan dengan melakukan dua tahap rehabilitasi yaitu :

1. Tahap I (Rehabilitasi Indarung I)

Mulai berproduksi tahun 1973 dengan kapasitas produksi 220.000 ton per

tahun.

2. Tahap II (Rehabilitasi Indarung II)

Mulai berproduksi tahun 1975 dengan kapasitas produksi sampai 330.000 ton

per tahun.

Indarung I merupakan satu-satunya pabrik yang dimiliki dan merupakan

peninggalan Belanda dengan proses konvensional (proses basah). Pada tahun 1977

ditandatangani kontrak dengan Denmark dimulainya pengembangan pabrik Semen

Padang dengan membangun unit Indarung II dengan proses kering (dry process) yang

selesai pembangunannya pada tahun 1980 dengan kapasitas 660.000 ton per tahun.

Tahun 1981 ditandatangani kontrak dengan pemerintah Denmark dan India

untuk membangun pabrik Indarung IIIA dan IIIB dimana Denmark membangun

(56)

membangun III B dan selesai pada tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton

per tahun.

Pada tahun 1991 PT. Semen Padang membangun lagi pabrik Indarung IIIC dan

kemudian digabungkan dengan Indarung IIIB dan sekarang menjadi Indarung IV

dengan kapasitas produksi 1.620.000 ton per tahun. Untuk pengembangun lebih lanjut

PT. Semen Padang telah membangun Indarung V dengan kapasitas produksi 2,3 juta

ton per tahun yang dibangun secara swakelola, maka total kapasitas produksi menjadi

5.570.000.000 per tahun.

3.3 Lokasi Pabrik

Pabrik kantong PT. Semen Padang berlokasi di jalan By Pass km 10, Bukit

Putus. Lokasi pabrik kantong ini terletak di pinggiran kota sehingga membuat proses

produksi tidak terlalu mengganggu pemukiman penduduk dan dapat dengan mudah

dicapai oleh kendaraan serta terletak di pinggir jalan raya.

Adapun batas-batas wilayah unit kantong PT. Semen Padang adalah :

a. Sebelah timur : Lubuk Kilangan

b. Sebelah barat : Samudra

c. Sebelah utara : Kuranji

(57)

3.4 Jenis Produk

PT. Semen Padang saat ini memproduksi Semen Portland, Oil Well Cement

(OWC), dan Super Mansory Cement (SMC).

a. Semen Portland

Semen ini telah memenuhi standar SII No. 0013/1981 BSBi, 12/1978 :

ASTMC No. 150.

Semen Portland terdiri dari beberapa tipe :

b. Semen Portland Type I

Semen tipe ini digunakan untuk keperluan yang tidak memerlukan persyaratan

khusus seperti tahan terhadap panas, hydrasi, dan tekanan awal. Kadar

kandungan sulfat pada tanah dan air 1,0%. Pemakaian semen ini adalah untuk

pembangunan rumah pemukiman, gedung sekolah, kantor, bangunan pabrik,

dan lain-lain.

c. Semen Portland Type II

Digunakan untuk bangunan besar dari beton massa. Kandungan sulfat pada

tanah dan air 0,1 – 0,2% panas hydrasi sedang dan digunakan untuk

pembangunan tepi laut, bangunan bekas tanah rawa, aliran irigasi, landasan

jembatan, dan lain-lain.

d. Semen Portland Type III

Digunakan untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekanan

(58)

seperti pembuatan jalan beton, bangunan dalam air yang tidak memerlukan

ketahanan terhadap serangan sulfat, bangunan tingkat tinggi, dan lain-lain.

e. Semen Portland Type IV

Digunakan untuk bangunan yang memerlukan hydrasi yang rendah seperti

pembuatan dam-dam besar, beton yang massanya lebih besar, bangunan di

daerah panas dan kering.

f. Semen Portland Type V

Digunakan untuk konstruksi bangunan pada tanah dan air. Arealnya

mengandung sulfat yang sangat tinggi seperti instalasi pengolahan limbah

pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan, dan lain-lain.

g. Oil Well Cement (OWC)

Semen ini merupakan semen khusus yang digunakan untuk pengeboran

minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak dibawah

permukaan laut dan bumi yang telah memenuhi standar.

h. Super Mansory Cement (SMC)

Digunakan untuk konstruksi perumahan , gedung, jalan yang struktur

betonnya maksimal k 225. Dapat juga digunakan untuk bahan baku

pembuatan genteng beton dan lain-lain.

3.5Proses Produksi

Proses produksi pembuatan kantong semen yang akan diuraikan disini adalah

(59)

3.5.1 Bahan Dan Mesin Yang Digunakan

Bahan-bahan untuk pembuatan kantong semen ini ada yang didatangkan dari

luar negeri dan ada juga produksi dalam negeri. Sedangkan mesin-mesin yang

digunakan semuanya merupakan teknologi dari Jepang.

3.5.1.1Bahan Yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kantong ini ada 4 macam :

a. Kertas Kraft

Kertas ini berbentuk gulungan dengan diameter 1m dan berat 667 kg

sampai 870 kg didatangkan dari Rusia dan Swedia. Ukuran standar kertas

kraft ini 75 gr/m2.

b. Lem

Bahan pembuatan lem ini merupakan tepung tapioka yang didatangkan

dari PT. Inchasi Raya di daerah Sijunjung Sumatera Barat.

c. Benang

Benang yang digunakan adalah benang alas (polymida) yang didatangkan

dari Surabaya dan benang jahit (nilon) dari Cilacap untuk menjahit ujung

kantong.

d. Tinta

Tinta yang digunakan didatangkan dari Jakarta dan bermerk Indo Ink.

Fungsi dari tinta ini sebagai pewarna logo PT. Semen Padang yang

(60)

3.5.1.2Mesin Yang Digunakan dan Fungsinya

a. Tubing Machine 2 unit

Mesin yang digunakan untuk membuat kantong setengah jadi.

b. Sewing Machine 12 Unit

Mesin yang digunakan untuk membuat kantong jadi.

c. Slitter Machine

Digunakan untuk memotong kertas kraft untuk membuat kertas pita (crepeed)

dengan ukuran yang telah ditentukan.

d. Mixer Glue

Alat yang digunakan untuk membuat lem dengan menggunakan proses panas.

3.5.2 Proses Pembuatan Sewing Bag

Berikut ini diuraikan masing-masing proses produksi pembuatan kantong

yang dimulai dari pembuatan kantong ½ jadi pada tubing machine dan pembuatan

kantong jadi pada sewing machine.

3.5.2.1Proses Pada Mesin Tubing (Mesin Potong)

Proses yang terjadi pada mesin potong adalah proses pembuatan kantong

setengah jadi yang masih dalam bentuk tube, dengan kapasitas sebesar 7000 – 7500

lembar/jam dari kapasitas terpasang 150 lembar/menit atau 9000 lembar/jam. Mesin

(61)

tersendiri. Dalam hal ini akan kita tinjau mesin potong menurut aliran proses produksi

yang terjadi yaitu :

1. Paper Roll Stand

Gulungan kertas dipasang pada masing-masing paper roll stand yang

tersusun berjajar. Jumlah gulungan kertas kraft yang dipasangkan pada

paper roll stand disesuaikan dengan jumlah lapisan kantong (ply) yang

akan diproduksi. Kertas yang terletak pada stand pertama yang digunakan

untuk lapisan luar kantong dialirkan terlebih dahulu ke printing unit.

Sedangkan kertas pada stand lainnya langsung menuju ke separate roll.

2. Printing Unit

Printing unit ini digunakan untuk mencetak logo serta merk PT. Semen

Padang. Mesin cetak yang digunakan adalah mesin cetak dua warna.

Kertas yang diprinting dialirkan bersama-sama kertas lainnya ke separate

roll.

3. Separate Roll

Pada separate roll ini masing-masing kertas dipisahkan satu sama lainnya

agar dapat ditarik secara merata oleh Web Draw Unit yang dilengkapi

dengan roller-roller yang terletak pada mesin lipat. Web Draw Unit ini

digunakan untuk mengatur ketegangan kertas supaya sama.

4. Longitudinal Pasting Unit

Lapisan-lapisan kertas yang telah disusun rapi pada separate unit

(62)

tepi kertas yang telah ditentukan. Satu set Glue Device (peralatan lem)

yang terdiri dari Glue Whell (roda lem) yang jumlahnya disesuaikan

dengan jumlah ply (lipatan lapisan kertas) yang akan diproduksi.

5. Forming Unit

Kertas yang sebelumnya dibubuhi lem pada Longitudinal Pasting Unit

diteruskan ke Forming Unit untuk melakukan pelipatan pada kertas hingga

terbentuk tube.

Forming Unit dilengkapi dengan Forming Plate. Press Roller, Gusset

Roller yang merupakan tahap-tahap pelipatan kertas pada Forming Unit.

6. Cutting Unit

Pada unit ini, kertas yang telah dilipat pada forming unit dilanjutkan ke

mesin potong untuk dilakukan pemotongan tube sesuai panjang yang

ditentukan. Panjang pemotongan pada mesin potong ini dapat dirubah

dengan mengganti Gear (Change Gear). Change Gear ini dilengkapi

dengan beberapa buah gigi yang dijadikan sebagai ketentuan dari panjang

pemotongan tube.

7. Dual Conveyor

Tube yang telah dipotong pada Cutting Unit dibawa ke Dual Conveyor

dengan menggunakan Conveyor Separator. Ada 3 unit Conveyor

Separator yaitu Conveyor Separator 1, Conveyor Separator 2, Conveyor

Separator 3 yang digerakkan dengan motor penggerak sendiri. Dual

(63)

menghitung tube sesuai dengan yang telah ditentukan oleh operator. Tube

yang telah dipotong pada cutting unit dipress pada conveyor dengan

menggunakan Bag Press Roll. Pada conveyor 2 tube ditumpuk dengan

rapi. Jika jumlah tube yang tertumpuk telah sesuai dengan jumlah yang

telah distel conveyor ini akan bergerak dan diikuti oleh conveyor 3 untuk

selanjutnya tube atau produk setengah jadi dengan menggunakan belt

conveyor dibawa ke mesin jahit untuk melakukan penjahitan kedua ujung

tuber.

3.5.2.2Proses Pada Mesin Jahit

Proses yang dihasilkan pada mesin potong (Tubing Machine) masih dalam

bentuk ½ jadi yang disebut tuber, dimana pinggir atas dan bawah belum dijahit.

Dengan menggunakan belt conveyor tuber dibawa ke mesin jahit.

Proses yang terjadi pada mesin jahit ini adalah proses lanjutan untuk membuat

produk jadi, dengan kapasitas produksinya antara 1800-2000 lembar/jam dari

kapasitas terpasangnya 40 bag/menit. Mesin jahit ini terdiri dari beberapa unit

rangkaian berdasarkan proses produksi yaitu :

1. Automatic Bag Feeder

Automatic Bag Feeder berfungsi untuk mengumpankan tuber secara

otomatis. Tuber ditarik satu per satu oleh vacuum chuck dengan

memanfaatkan angin kompresor lalu dibawa dan diletakkan pada roll

(64)

2. Valve Former Unit

Pembentukan valve dilakukan oleh valve former. Valve ini merupakan

lobang (klep) untuk memasukkan semen pada packing plant. Unit ini juga

terdapat vacuum chuck dan open powl yang berfungsi membuka bagian

valve yang akan dilipat oleh Folding Bar. Setelah selesainya pembentukan

valve maka tube dibawa oleh conveyor untuk diumpankan ke Sewing

Machine Unit.

3. DSM (Double Sewing Machine Unit)

DSM Unit (Double Sewing Machine Unit) berfungsi untuk menjahit kedua

ujung tuber. Pada mesin jahit ini juga terdapat cutter yang bergerak secara

otomatis berfungsi memotong craft tape (Kertas Pita) yang dijahitkan

pada tuber guna menutupi pinggir bawah tuber.

4. Automatic Bag Cloting Unit

Setelah melakukan proses penjahitan maka proses pembuatan kantong jadi

telah selesai. Kantong dikumpulkan di automatic bag colling unit guna

dilakukan perhitungan banyaknya kantong yang telah selesai dibuat.

Kantong ditumpuk menurut setting yang dikehendaki.

5. Belt Conveyor

Kantong yang ditumpuk dijalankan diatas belt conveyor yang siap

membawa kantong ke tempat pemeriksaan akhir dan penyusunan ke palet

(65)

3.6Struktur Organisasi

Dalam suatu perusahaan harus memiliki suatu manajemen atau organisasi

yang baik agar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dapat berjalan dengan lancar.

Struktur organisasi dalam sebuah perusahaan sangatlah diperlukan karena dapat

memudahkan di dalam melaksanakan tugas-tugas yang akan dilakukan. Maka dengan

adanya struktur organisasi para pekerja atau bawahan dapat digerakan secara

bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dengan

adanya struktur organisasi dapat ditentukan fungsi, wewenang dan tanggung jawab

setiap karyawan baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan. Struktur organisasi

yang dipakai oleh Pabrik Kantong PT. Semen Padang adalah struktur organisasi garis

dan staff.

Adapun tugas dan tanggung jawab serta wewenang setiap jabatan di pabrik

kantong PT. Semen Padang adalah :

1. Kepala Bidang

Wewenang dan tanggung jawab

a. Memeriksa, mengawasi persediaan bahan penolong kantong

b. Memeriksa dan mengetahui kondisi operasional mesin

c. Mengevaluasi pemakaian bahan dan kemampuan mesin

d. Mengkoordinasikan tugas bawahan serta memberi pangarahan untuk

melaksanakan tugas

e. Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan dengan unit-unit terkait.

(66)

g. Mengimplementasikan sistem manajemen mutu lingkungan dan

melaksanakan koordinasi dan pengawasan.

h. Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan pemeliharan peralatan

i. Menandatangani surat-surat dan membuat laporan kegiatan pembuatan

kantong.

2. Kepala Urusan Operasional A

a. Mencek langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi operasi mesin.

b. Mencek persediaan kantong dan bahan yang ada.

c. Mengevaluasi pemakaian bahan dan kemampuan pabrik kantong dalam

melayani pesanan-pesanan dari unit pemasaran.

d. Koordinasi pelaksanaan pekerjaan dengan unit-unit terkecil.

3. Kepala Urusan Operasional B

a. Membuat laporan bulanan bahan dan kantong semen dan mengevaluasinya.

b. Mengawasi pengujian bahan-bahan kantong semen dan drop test semen.

c. Membuat laporan evaluasi hasil tes bahan-bahan kantong.

4. Operasi I Sewing bag Machine

a. Mencatat berapa banyak produksi kantong yang menggunakan mesin jahit.

b. Mengcek kantong jahit yang ada di gudang.

c. Mengawasi kelancaran mesin sewing/mesin jahit.

5. Operasi I Pasted Bag Machine

a. Mencatat berapa banyak produksi kantong pada mesin pasted.

(67)

c. Mengawasi kelancaran mesin pasted.

6. Electrician I

b. Mengawasi/mengecek mesin apabila ada kerusakan pada mekanik, electrical

maupun instrumennya.

7. Operator I pada operasional B

a. Mengurus administrasi pabrik.

c. Mengurus perbekalan pabrik kantong.

8. Operator Printing

a. Mencek persediaan tinta pada printing unit.

b. Mengawasi printing unit dalam penempelan logo pada kertas.

c. Menambah tinta yang sudah habis.

9. Operator Unwind

a. Mengawasi unwind unit apabila terjadi kerusakan.

10. Operator Cutting

a. Mengawasi pemotongan kertas.

b. Mengatur ukuran pemotongan.

c. Mengecek cutting unit apabila ada kerusakan.

11. Tata Usaha

a. Membuat laporan produksi kantong daam sehari.

b. Membuat jurnal harian.

(68)

12. Operator Bidang transit/log

a. Mengawasi penyusunan kantong jadi.

b. Mengecek berapa banyak kantong jadi di gudang.

13. Operator Glue Mixer

a. Mengecek persediaan bahan pembuat lem.

b. Membuat lem.

c. Memeriksa apabila ada lem yang habis.

d. Mengawasi kelancaran mesin glue m

Gambar

Tabel 2.  5W 1H
Gambar 1.  Diagram Sebab Akibat
Gambar 2.  Daerah Jangkauan Horizontal
Gambar 3.  Daerah Jangkauan Vertikal
+7

Referensi

Dokumen terkait