• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN RESORT

MANDALAWANGI OLEH MASYARAKAT

SEKITAR KAWASAN

ARIF SETYAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Arif Setyawan

(4)

ABSTRAK

ARIF SETYAWAN. Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan. Dibimbing oleh TUTUT SUNARMINTO dan RACHMAD HERMAWAN.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu contoh taman nasional di Indonesia yang keberadaannya dapat menjadi sumber kemakmuran rakyat sehingga harus dikelola secara lestari. Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat yang ada di dalam kawasan dan/atau sekitar kawasan taman nasional, tetapi penelitian tersebut hanya sebatas berorientasi pada masyarakat tradisional. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan persepsi pemanfaatan, motivasi pemanfaatan, dan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan. Metode pengambilan data melalui kuesioner terbuka, kuesioner tertutup, kuesioner pola pertanyaan berskala (rating), observasi non partisipan, dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan persepsi bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan untuk setiap kelompok sumberdaya hutan, masyarakat lebih banyak memanfaatkan sumberdaya hutan untuk kelompok flora dan kelompok gejala alam dengan bentuk pemanfaatan tertentu dibandingkan kelompok fauna, motivasi tertinggi pemanfaatan sumberdaya hutan untuk setiap kelompok sumberdaya hutan adalah sama yaitu menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat (pendidikan). Kata kunci: masyarakat, motivasi, pemanfaatan, persepsi, sumberdaya hutan

ABSTRACT

ARIF SETYAWAN. Analysis of Forest Resources Utilization of Resort Mandalawangi by Communities Around The Area. Supervised by TUTUT SUNARMINTO and RACHMAD HERMAWAN.

Gunung Gede Pangrango National Park is a kind of national park in Indonesia where its existence can be source of prosperity for cityzenry, therefore it is important to be managed eternally. There were some researches about forest resource utilization by communities inside whether around the conservation area, yet those researches were oriented on local community. The objectives of this research are describing perception of use, motivation of use, and perception of the utilization’s impact of forest resources of the Resort Mandalawangi by communities around the area. This research used open questionnair, close questionnair, rating questionnair, non pasticipant observation, and literature study in acquairing data. The results of this research are there is some different perception in resource utilization for each groups of forest resources, people use groups of flora and natural symptom by specifics type of use much more than group of fauna, the highest motivation of use for each group of forest resources is same that is to gain the people’s insight and knowledge (education).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN RESORT

MANDALAWANGI OLEH MASYARAKAT

SEKITAR KAWASAN

ARIF SETYAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Masyarakat Sekitar Kawasan

Nama : Arif Setyawan

NIM : E34090122

Disetujui oleh

Dr Ir Tutut Sunarminto, Msi Pembimbing I

Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Resort Mandalawangi oleh Mastarakat Sekitar Kawasan berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran maupun arahan selama penelitian, Dr Ir Ricky Avenzora, MScF yang telah mengajarkan bentuk pembelajaran yang kuat dalam kehidupan, Dr Ir Harnios Arief, MSc dan Ir Bintang CH. Simangunsong, MS Phd yang telah memberikan saran mengenai isi karya ilmiah, serta Dr Ir Agus Hikmat, MScF yang telah memberikan saran mengenai format penulisan karya ilmiah. Penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, pemerintah Desa Cimacan dan Desa Ciloto, masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto, Bapak Sofyan, Kang Heri, dan Adi yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Yono Afandi dan Mama Karmini selaku orang tuaku tercinta, Aris Kristianto dan Anita Tripuspita selaku adikku tersayang, Nisa Silmi Afina selaku terkasih, keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, sahabat seperjuangan “Anggrek hitam 46”, dan keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Karate Institut Pertanian Bogor atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 4

Lokasi dan Waktu 4

Alat dan Objek 5

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

Metode Pengambilan Sampel 8

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9

Karakteristik Responden 11

Persepsi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan 11

Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Berdasarkan

Peraturan Perundangan 21

Motivasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan 22

Analisis Motivasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Berdasarkan

Teori Abraham Maslow 23

Persepsi Dampak Pemanfaatan Sumberdaya Hutan 24

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

(11)

DAFTAR TABEL

1 Data yang diambil dalam penelitian 5

2 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok fauna 12 3 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna 13 4 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok flora 15 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora 15 6 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok gejala alam 19 7 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 2

2 Lokasi penelitian 4

3 Bentuk pemanfaatan kelompok fauna 14

4 Bentuk pemanfaatan kelompok flora 18

5 Bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam 21

6 Perbandingan nilai motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan 22 7 Piramida kebutuhan (Teori Abraham Maslow) 24 8 Perbandingan nilai persepsi dampak ekonomi pemanfaatan

sumberdaya hutan 25

9 Perbandingan nilai persepsi dampak sosial pemanfaatan

sumberdaya hutan 26

10 Perbandingan nilai persepsi dampak budaya pemanfaatan

sumberdaya hutan 28

11 Perbandingan nilai persepsi dampak ekologi pemanfaatan

sumberdaya hutan 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil kuesioner karakteristik responden 36

2 Struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu contoh taman nasional di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Keberadaan TNGGP mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman hayati serta perlindungan sistem penyangga kehidupan dan menyediakan sumberdaya alam hayati untuk pemanfataan secara berkelanjutan. Atas dasar tersebut, keberadaan TNGGP dapat menjadi sumber kemakmuran rakyat karena memiliki manfaat dan fungsi di dalamnya sehingga harus dikelola secara lestari khususnya pada Resort Mandalawangi. Hal ini karena Resort Mandalawangi memiliki sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan seperti fauna, flora, dan gejala alam. Selain itu, masyarakat yang berada di sekitar kawasan Resort Mandalawangi tidak lagi termasuk ke dalam kriteria masyarakat tradisional, melainkan masyarakat transisi sehingga dibutuhkan bentuk pengelolaan kawasan yang berbeda.

Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat yang ada di dalam kawasan dan/atau sekitar kawasan taman nasional di antaranya adalah Gailea (2005); Marliani (2005); Baharuddin (2006); Souhuwat (2006); Dewi (2007); Fakhrozi (2009); Anggana (2011); Novitasari (2011), tetapi penelitian tersebut hanya sebatas berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat tradisional yang dilakukan secara subsisten. Hal yang terlupakan yaitu bahwa tidak seluruh masyarakat yang berada di sekitar kawasan taman nasional merupakan masyarakat tradisional, salah satu contohnya adalah masyarakat sekitar Resort Mandalawangi. Padahal secara tersirat di dalam pengertian taman nasional menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, terdapat manfaat lain yang bisa dinikmati oleh masyarakat khususnya masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Selain itu, penelitian yang membahas tentang persepsi pemanfaatan, motivasi pemanfaatan, dan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan pada kawasan taman nasional masih belum ditemukan. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengetahui persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat, motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat, dan persepsi dampak pemanfataan sumberdaya hutan bagi masyarakat khususnya pada masyarakat sekitar kawasan Resort Mandalawangi, TNGGP.

Perumusan Masalah

(13)

2

nasional adalah karakteristik masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut karena Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memberikan jaminan hak bagi masyarakat adat yang merupakan kategori masyarakat tradisional untuk dapat memanfaatkan dan mengelola sumberdaya hutan, namun tidak untuk masyarakat yang di luar kategori tersebut karena telah dibatasi akan pemanfaatan sumberdaya hutan. Hal ini secara tidak langsung telah membatasi hubungan antara sumberdaya hutan pada kawasan taman nasional dengan masyarakat yang tidak termasuk ke dalam kategori masyarakat adat.

Pengelolaan kawasan taman nasional tersebut telah terbukti gagal meningkatkan mutu masyarakat yang berada di sekitar kawasan karena kurang mengakomodasi kebutuhan masyarakat sehingga menimbulkan konflik antara taman nasional dengan masyarakat sekitar kawasan akibat pemanfaatan sumberdaya hutan. Kegagalan tersebut bukan disebabkan oleh faktor teknis melainkan oleh faktor sosial karena ketidakpahaman pengelola taman nasional maupun kalangan akademisi dalam memahami karakteristik masyarakat.

(14)

3 Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi, yaitu masyarakat yang mengalami perubahan dari kondisi tradisional menuju kondisi modern. Karakteristik masyarakat transisi berbeda dengan masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Menurut Nasution (2009); Riggs (1964) diacu dalam Nursanti (2010), masyarakat transisi dapat dikatakan sebagai masyarakat campuran antara nilai tradisional dan proses modernisasi yang telah terjadi tumpang tindih di antara kedua nilai tersebut.

Masyarakat transisi memiliki kesamaan dengan masyarakat tradisional dan masyarakat modern terkait hubungannya dengan kawasan taman nasional yaitu pemanfaatan sumberdaya hutan taman nasional, tetapi dengan bentuk pemanfaatan yang kemungkinan berbeda. Perbedaan bentuk pemanfaatan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan pada setiap karakteristik masyarakat sehingga akan menghasilkan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan yang kemungkinan juga akan berbeda dalam hal ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi. Kondisi tersebut tentu saja akan membedakan bentuk pengelolaan kawasan taman nasional.

Data yang didapatkan pada penelitian ini merupakan informasi awal mengenai persepsi bentuk pemanfaatan, motivasi pemanfaatan, dan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan bagi masyarakat transisi yang ada di sekitar Resort Mandalawangi, TNGGP. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pemanfaatan sumberdaya Resort Mandalawangi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan?

2. Apakah bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan Resort Mandalawangi berbeda dengan masyarakat tradisional yang ada di taman nasional lainnya?

3. Apa motivasi masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi?

4. Apa dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi yang dirasakan oleh masyarakat dalam hal ekonomi, sosial, budaya dan ekologi?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.

2. Mendeskripsikan motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.

3. Mendeskripsikan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi bagi masyarakat sekitar kawasan.

Manfaat Penelitian

(15)

4

2. Bagi pengelola TNGGP, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengelola kawasan TNGGP khususnya pada Resort Mandalawangi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.

3. Bagi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk berperan aktif dalam melestarikan kawasan konservasi di Jawa Barat khususnya TNGGP.

4. Bagi pemerintah pusat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengelola kawasan konservasi di Indonesia khususnya taman nasional.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Cimacan dan Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Waktu pengambilan data berlangsung dari bulan Maret sampai Mei 2013.

(16)

5 Alat dan Objek

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, literatur, dan kuesioner. Objek pada penelitian ini adalah sumberdaya hutan Resort Mandalawangi serta masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Bentuk data yang dihasilkan pada penelitian ini berupa data kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data tersebut dikumpulkan melalui kuesioner pola pertanyaan terbuka, kuesioner pola pertanyaan tertutup, kuesioner pola pertanyaan berskala (rating), observasi non partisipan, dan studi literatur (Tabel 1).

Tabel 1 Data yang diambil dalam penelitian Jenis

b) Persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.

c) Motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.

d) Persepsi dampak (ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi) pemanfaatan sumberdaya hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort

Mandalawangi bagi masyarakat sekitar

b) Bentuk dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar

a) Kondisi umum lokasi penelitian.

b) Identifikasi sumberdaya hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort Mandalawangi. c) Bentuk dan dampak pemanfaatan sumberdaya

hutan (fauna, flora, dan gejala alam) Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan.

d) Peraturan perundangan.

(17)

6

Kuesioner

Altinay dan Paraskevas (2008) mengklasifikasikan kuesioner ke dalam tiga tipe yaitu kuesioner pola pertanyaan terbuka, kuesioner pola pertanyaan tertutup, dan kuesioner pola pertanyaan berskala (Rating). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh tipe kuesioner tersebut. Kuesioner pola pertanyaan terbuka dan kuesioner pola pertanyaan tertutup digunakan untuk mengetahui karakteristik responden, sedangkan kuesioner pola pertanyaan berskala (Rating) digunakan untuk mengetahui persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan, motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan, dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan.

Observasi Lapangan Non Partisipan

Menurut Altinay dan Paraskevas (2008), observasi lapangan non partisipan merupakan teknik observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara tidak terlibat langsung ke dalam masyarakat. Observasi lapangan non partisipan dilakukan dengan mengamati karakteristik masyarakat serta mengamati segala hal yang berkaitan dengan bentuk dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi di lokasi penelitian. Selain itu, observasi lapangan non partisipan dilakukan untuk memastikan hasil kuesioner yang diberikan kepada masyarakat dengan kondisi di lapangan.

Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data pendukung dalam penelitian yang dilaksanakan sebelum dan sesudah pengambilan data di lapangan. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang terkait seperti buku, laporan penelitian, jurnal, karya ilmiah, dan lain-lain. Data yang dikumpulkan di antaranya adalah kondisi Resort Mandalawangi, kondisi Desa Cimacan dan Desa Ciloto, peraturan perundangan, pemanfaatan sumberdaya hutan, motivasi, dan dampak pemanfaatan sumberdaya hutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah:

1. Sumberdaya hutan Resort Mandalawangi dibagi menjadi tiga kelompok untuk memudahkan dalam mengidentifikasi yaitu fauna, flora, dan gejala alam. Pada penjelasan Undang-Undang Republik Indonesai Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari hewani, nabati, dan fenomena alam. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan membagi sumberdaya alam menjadi tiga kelompok yaitu fauna, flora, dan keadaan alam. Avenzora (2008b); Basuni dan Kosmaryandi (2008) membagi sumberdaya alam menjadi tiga kelompok yaitu fauna, flora, dan gejala alam. Pada dasarnya, maksud dari terminologi setiap klasifikasi sumberdaya hutan tersebut adalah sama, namun peneliti menggunakan terminologi yang sekiranya dapat diterima oleh peneliti yaitu fauna, flora, dan gejala alam.

(18)

7 3. Kelompok fauna Resort Mandalawangi dibagi menjadi tiga sub kelompok berdasarkan definisi satwa liar di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu amphibi, reptilia, aves, dan mamalia. Sub kelompok amphibi di antaranya adalah Kodok merah (Leptophryne cruentata), Katak bertanduk (Megophrys montana), dan Katak mutiara (Nyctixalus

margaritfier). Sub kelompok reptilia di antaranya adalah Ular pucuk

(Ahaetulla prasina), Ular welang (Bungarus fasciatus), dan Bunglon tanduk (Gonocephalus kuhlii). Sub kelompok aves di antaranya adalah Anis siberia (Zoothera sibirica), Elang jawa (Spizaetus bartelsi), dan Opior jawa (Lophozosterops javanicus). Sub kelompok mamalia di antaranya adalah Macan tutul jawa (Panthera pardus melas), Surili (Presbytys comata), dan Kijang (Muntiacus muntjak).

4. Kelompok flora Resort Mandalawangi dibagi menjadi tiga sub kelompok berdasarkan tipe habitus yaitu pohon, perdu, terna, dan liana. Sub kelompok pohon di antaranya adalah Rasamala (Altingia excelsa), Saninten

(Castanopsis argentea), dan Jamuju (Dacrycarpus imbricatus). Sub

kelompok perdu di antaranya adalah Katutungkul (Polygala venenosa), Cempaka gondoh (Magnolia candollii), dan Cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium). Sub kelompok terna di antaranya adalah Hariang beureum (Begonia robusta), Konyal/markisa (Passiflora edulis), dan Honje hutan

(Etlingera hemisphaerica). Sub kelompok liana di antaranya adalah Kantong

semar merah (Nepenthes gymnamphora), Paku sarang burung/Kadaka (Asplenidum nidus), dan Tabat barito (Ficus deltoidea).

5. Kelompok gejala alam Resort Mandalawangi dibagi menjadi dua sub kelompok berdasarkan gejala alam yang sudah dikembangkan menjadi objek wisata dan gejala alam yang belum/tidak dikembangkan menjadi objek wisata. Sub kelompok gejala alam yang sudah dikembangkan menjadi objek wisata di antaranya adalah Curug Cibeureum, Curug Ciwalen, Telaga biru, Mata air panas, Rawa gayonggong, dan Kandang badak. Sub kelompok gejala alam yang belum/tidak dikembangkan menjadi objek wisata di antaranya adalah Curug Pancaweuleuh, Pancuran mas, Sumber mata air, Rawa denok, Goa lalay, dan Batu kukus.

6. Masyarakat sekitar kawasan Resort Mandalawangi di antaranya adalah masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto. Penentuan desa tersebut sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena kedua desa tersebut secara administratif merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Resort Mandalawangi sehingga disebut daerah penyangga TNGGP. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, daerah penyangga merupakan daerah yang mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan konservasi dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan.

(19)

8

berkelanjutan yang mengukurnya berdasarkan perspektif produk dan pasar wisata yaitu ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya. Avenzora (2008a); Dowling dan Fennel (2003) diacu dalam Diarta dan Sari (2008); McKerher (2003) diacu dalam Pitana dan Rukendi (2008) menyatakan bahwa terdapat prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu berkelanjutan ekonomi (economic sustainability), berkelanjutan ekologi (ecological sustainability), berkelanjutan budaya (cultural sustainability), dan berkelanjutan lokal (local

sustainability). Wisata merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya

hutan sehingga berada dalam konteks yang sama dengan penelitian ini. Atas dasar tersebut, peneliti menggunakan empat dampak pemanfaatan sumberdaya hutan yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi.

Metode Pengambilan Sampel

Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cara Non-Probability

Sampling dengan teknik Convenience Sampling.Menurut Altinay dan Paraskevas

(2008), Non-Probability Sampling umumnya digunakan dalam penelitian kualitatif dan teknik Convenience Sampling digunakan ketika populasi dapat diakses oleh peneliti. Teknik ini digunakan oleh peneliti karena umum digunakan dalam penelitian kualitatif, populasi dapat diakses tetapi tidak semua anggota populasi dapat dijangkau oleh peneliti, mudah dalam penggunaannya, efisiensi waktu, efisiensi biaya, dan tidak berjalannya cara Probability Sampling dengan teknik Simple Random Sampling karena kejenuhan masyarakat Desa Cimacan dan Desa Ciloto akibat telah banyaknya penelitian di lokasi tersebut dan/atau tidak bersedia mengisi kuesioner. Teknik Convenience Sampling dilakukan dengan cara memberikan kuesioner secara langsung kepada masyarakat yang bersedia mengisi kuesioner.

Jumlah Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 45 orang/desa lokasi penelitian sehingga total jumlah sampel adalah 90 orang. Menurut Gravetter dan Wallnau (2007) diacu dalam Fachri (2008); Abrami et al. (2001), penggunaan sampel sebanyak 30 orang pada penelitian dianggap mendekati distribusi normal. Semakin besar jumlah sampel yang digunakan (n>30) pada penelitian, menyebabkan distribusi sampel akan semakin mendekati ditribusi normal. Ada beberapa penelitian yang menggunakan batas minimal pengambilan sampel 30 orang untuk penelitian kualitatif di antaranya adalah Kaharuddin (2003); Mariani (2004); Herlina (2006); Iswandono (2007); Sulaksmi (2007); Fachri (2008). Oleh karena itu, peneliti menggunakan jumlah minimal sampel setiap desa lokasi penelitian adalah 30 orang.

Analisis Data

Pemetaan Skor (Score Mapping)

(20)

9 Menurut Avenzora (2008b), dalam penggunaan sistem skoring sangat sering dijumpai kesalahan dan kelemahan berupa inkonsistensi struktur skor dan kelemahan penetapan indikator setiap satuan skor. Untuk mengeliminasi hal tersebut, salah satu cara yang dapat dipakai adalah melengkapi Skala Likert

menjadi sistem skoring yang terstruktur dengan skor 1 sampai 7. Skor tersebut digunakan karena masyarakat Indonesia memiliki rentang yang lebih panjang dalam memberikan suatu pemaknaan, termasuk dalam memberikan penilaian. Data yang dikumpulkan pada penelitian digunakan untuk mengetahui persepsi atau motivasi responden terhadap satu aspek dan elemen-elemennya, sehingga nilai skor 1 diberikan untuk pernyataan “sangat tidak setuju”, nilai 2 untuk pernyataan “tidak setuju”, nilai 3 untuk pernyataan “agak tidak setuju”, nilai 4 untuk pernyataan “ragu-ragu”, nilai 5 untuk pernyataan “agak setuju”, nilai 6 untuk pernyataan “setuju” dan nilai 7 untuk pernyataan “sangat setuju”. Pola pemaknaan dari setiap nilai tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Nilai rata-rata untuk setiap aspek dan elemen yang dinilai merupakan nilai persepsi atau motivasi responden terhadap aspek dan elemen tersebut.

Analisis Kualitatif

Data primer yang telah dianalisis dengan pemetaan skor (score mapping), data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner terbuka, kuesioner tertutup, observasi non partisipan, dan data sekunder selanjutnya dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Menurut Bungin (2006), analisis kualitatif umumnya digunakan untuk menganalisis makna dengan memberikan deskripsi segala bentuk temuan di lapangan. Seluruh data tersebut diberikan deskripsi untuk menjelaskan makna dari persepsi pemanfaatan sumberdaya hutan, motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan, dan persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)

Berdasarkan letak geografis, TNGGP berada di antara 106º51’-107º02’ BT dan 6º41’-6º51’ LS. Berdasarkan administratif, TNGGP berada di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kebupaten Sukabumi. Batas wilayah TNGGP yaitu:

Utara : wilayah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, Barat : wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor,

Selatan : wilayah Kabupaten Sukabumi, Timur : wilayah Kabupaten Cianjur.

(21)

10

zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona konservasi owa jawa, zona khusus (BBTNGGP 2011).

Desa Cimacan

Desa Cimacan merupakan salah satu kawasan penyangga TNGGP khususnya pada Resort Mandalawangi (Gambar 2). Desa Cimacan memiliki luas 636 ha dengan jumlah penduduk 18507 orang. Masyarakat Desa Cimacan pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan mata pencaharaian sebagai pedagang, buruh tani, karyawan, petani, dan pertukangan. Desa Cimacan berada di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah Desa Cimacan yaitu:

Utara : Desa Ciloto,

Barat : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Selatan : Desa Sindang Jaya,

Timur : Desa Palasari.

Masyarakat Desa Cimacan dapat dikategorikan ke dalam masyarakat transisi. Hal ini terlihat jelas pada hasil observasi lapangan seperti mata pencaharian masyarakat Desa Cimacan yang heterogen, banyak masyarakat yang beralih profesi dari bidang pertanian ke bidang non pertanian, pengalihan fungsi kawasan menjadi areal villa maupun areal pemukiman, banyaknya masyarakat pendatang, kemajuan teknologi dan transportasi masyarakat Desa Cimacan yang menandakan keterbukaan terhadap budaya baru, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, dan pendidikan masyarakat yang semakin tinggi meskipun pada umumnya masih berpendidikan rendah. Selain itu, terdapat pembangunan yang dapat menandakan kemajuan Desa Cimacan seperti sarana pendidikan dari tingkat SD sampai SLTA, tempat penginapan (villa dan hotel), pusat perbelanjaan (vactory autlet), dan aksesibilitas berupa jalan aspal. Atas dasar tersebut, masyarakat Desa Cimacan tidak lagi termasuk ke dalam kategori masyarakat tradisional, melainkan masyarakat transisi.

Desa Ciloto

Desa Ciloto merupakan salah satu kawasan penyangga TNGGP khususnya pada Resort Mandalawangi (Gambar 2). Desa Ciloto memiliki luas 891 ha dengan jumlah penduduk 8920 orang. Masyarakat Desa Ciloto pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan mata pencaharaian sebagai karyawan, buruh, pedagang, petani, dan pegawai negeri sipil. Desa Ciloto berada di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah Desa Ciloto yaitu:

Utara : Desa Batulawang, Barat : Desa Tugu Selatan, Selatan : Desa Cimacan, Timur : Desa Palasari.

(22)

11 keterbukaan terhadap budaya baru, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, dan pendidikan masyarakat yang semakin tinggi meskipun pada umumnya masih berpendidikan rendah. Selain itu, terdapat pembangunan yang dapat menandakan kemajuan Desa Ciloto seperti sarana pendidikan dari tingkat SD sampai SLTP, pondok pesantren, tempat penginapan (villa dan hotel), villa kedutaan besar (Swiss, Belanda, Swedia, dan Amerika), dan aksesibilitas berupa jalan aspal. Atas dasar tersebut, masyarakat Desa Ciloto tidak lagi termasuk ke dalam kategori masyarakat tradisional, melainkan masyarakat transisi.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, status pernikahan, jumlah anak, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pendapatan (Lampiran 1). Responden pada penelitian ini lebih banyak berasal dari laki-laki (57%) dengan kondisi responden pada umumnya sudah berumah tangga (84%) dan pada umumnya telah mempunyai anak berjumlah 1-3 orang (52%). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi jawaban dari responden karena pada umumnya akan cenderung bertindak untuk kebutuhan keluarga. Kelas umur responden lebih banyak pada umur 16-34 tahun (50%) dengan pendidikan terakhir pada umumnya setingkat SD/MI (46%). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi jawaban dari responden karena pada umumnya responden memiliki tingkat pendidikan rendah dan pada umumnya berada pada umur produktif untuk bekerja. Responden pada penelitian ini lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta (41%) dengan jumlah pendapatan pada umumnya berada di bawah Rp1 500 000/bulan (setara dengan upah minimum rata-rata Kabupaten Cianjur, yaitu Rp. 970.000/bulan). Pekerjaan sebagai wiraswasta banyak dilakukan oleh masyarakat karena memiliki tempat tinggal yang berada di jalur wisata Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) dan dekat dengan kawasan wisata Cibodas. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya, minimnya keterampilan khusus, dan minimnya kemampuan bersaing memaksa masyarakat membuka lapangan pekerjaan sendiri akibat sulitnya mencari pekerjaan.

Menurut Riyanto 2010, terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor stimulus dan faktor perseptor. Faktor stimulus merupakan faktor yang berasal dari objek saat melakukan proses persepsi, sedangkan faktor perseptor merupakan faktor yang berasal dari subjek saat melakukan proses persepsi. Adanya faktor perseptor menggambarkan bahwa karakteristik responden dapat mempengaruhi persepsi yang diberikan oleh responden. Atas dasar tersebut, segala bentuk jawaban yang diberikan oleh responden pada kuesioner penelitian dapat dipengaruhi oleh karakteristik responden.

Persepsi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

(23)

12

Persepsi Pemanfaatan Kelompok Fauna

Berdasarkan hasil pada Tabel 2, persepsi pemanfaatan kelompok fauna memiliki nilai akhir 1 (tidak pernah). Hasil ini menggambarkan bahwa masyarakat pada umumnya tidak pernah memanfaatkan kelompok fauna Resort Mandalawangi untuk bentuk pemanfaatan yang diberikan pada kuesioner. Meskipun persepsi pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok fauna memiliki nilai akhir 1 (tidak pernah), namun terdapat pemanfaatan kelompok fauna pada objek fauna tertentu dengan bentuk pemanfaatan tertentu yang memiliki nilai persepsi tertentu.

Apabila hasil pada Tabel 2 dianalisis berdasarkan bentuk pemanfaatan kelompok fauna yang memiliki nilai persepsi tertinggi, maka terdapat nilai persepsi yang dapat menggambarkan kondisi di lapangan (Tabel 3). Bentuk pemanfaatan kelompok fauna tersebut memiliki nilai persepsi tertinggi (2/jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan kelompok fauna Resort Mandalawangi hanya untuk bentuk pemanfaatan tertentu dengan nilai persepsi tertentu.

Tabel 2 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok fauna

No. Objek Fauna

Nilai Persepsi Pemanfaatan Kelompok Fauna

A B C D E F G Total

Rata-rata

1 Kodok merah 1 1 1 1 1 1 2 9 1

2 Katak bertanduk 1 1 1 1 1 1 2 9 1

3 Katak mutiara 1 1 1 1 1 1 2 9 1

4 Ular pucuk 1 2 1 1 1 1 2 10 1

5 Ular welang 1 2 1 1 1 1 2 10 1

6 Bunglon tanduk 1 1 1 1 1 1 1 8 1

7 Anis siberia 2 1 1 3 1 3 2 13 2

8 Elang jawa 2 1 1 2 1 2 2 10 1

9 Opior jawa 2 1 1 2 1 2 2 12 2

10 Macan tutul jawa 1 2 1 2 1 1 2 11 2

11 Surili 1 1 1 2 1 2 2 10 1

12 Kijang 1 1 2 1 1 1 2 10 1

Total 17 16 14 19 16 19 21 121 17

Rata-rata 1 1 1 2 1 2 2 1 1

Keterangan : a. A = Dijual langsung, B = Bahan baku kerajinan tangan, C = Bahan baku makanan/minuman (konsumsi), D = Objek peragaan/kontes, E = Objek rekreasi, F = Dipelihara sendiri (koleksi/dokumentasi), G = Objek pendidikan lingkungan.

(24)

13 Tabel 3 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna

No.

Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat peragaan/kontes kelompok fauna yang diadakan pada hari minggu di Desa Cimacan dan hari Rabu di sekitar Pasar Cipanas. Fauna tersebut merupakan sub kelompok aves yang memiliki suara merdu seperti Anis siberia (Zoothera sibirica) dan Opior jawa (Lophozosterops javanicus). Tidak menutup kemungkinan bahwa fauna yang dikonteskan oleh masyarakat hanya untuk sekedar menarik minat pembeli karena fauna tersebut memiliki nilai ekonomi.

2 Dipelihara sendiri (koleksi/dokumenta si)

Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat masyarakat yang memelihara kelompok fauna sebagai koleksi di rumah. Fauna tersebut merupakan sub kelompok aves yang memiliki suara merdu seperti Anis siberia (Zoothera sibirica) dan Opior jawa (Lophozosterops javanicus). Tidak menutup kemungkinan bahwa fauna yang dipelihara oleh masyarakat hanya untuk sekedar menunggu pembeli karena fauna tersebut memiliki nilai ekonomi. Selain itu, terdapat masyarakat yang memiliki dokumentasi berupa foto fauna untuk kesenangan pribadi. Menurut BBTNGGP (2012b), terdapat bentuk gangguan terhadap Resort Mandalawangi berupa perburuan satwa. Laporan tersebut dapat menjadi salah satu bukti adanya pemanfaatan sumberdaya hutan kelompok fauna oleh masyarakat sekitar kawasan. Kondisi ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Abywijaya et al. (2013) yang menyatakan bahwa terdapat penangkapan, pemeliharaan, dan penjualan burung oleh warga Kampung Rarahan, Desa Cimacan (Gambar 3).

3 Objek pendidikan lingkungan

(25)

14

Tabel 3 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna (lanjutan)

No.

Persepsi Bentuk Pemanfaatan

Tertinggi

Keterangan Objek pendidikan

lingkungan (lanjutan)

oleh pengelola TNGGP dengan mengikutsertakan masyarakat seperti pembinaan masyarakat, kemah konservasi, kunjungan ke sekolah (visit to school), kunjungan ke pesantren, dan kunjungan ke kampus. Temuan tersebut dapat menjadi media yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan kelompok fauna untuk pendidikan lingkungan.

Apabila hasil pada Tabel 3 dibandingkan dengan pemanfaatan kelompok fauna yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di dalam/sekitar kawasan konservasi, maka terdapat perbedaan bentuk pemanfaatan. Penelitian yang dilakukan oleh Hastiti (2011); Himakova (2012) menunjukkan bahwa masyarakat tradisional melakukan pemanfaatan kelompok fauna untuk bahan makanan, kegiatan adat, dan obat tradisional yang dilakukan secara subsisten (kebutuhan skala rumah tangga). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Souhuwat (2006), pemanfaatan fauna yang dilakukan oleh masyarakat tradisional tidak hanya untuk kebutuhan skala rumah tangga, tetapi juga untuk dijual meskipun hanya dalam jumlah yang rendah apabila dibandingkan dengan kebutuhan skala tumah tangga. Persepsi Pemanfaatan Kelompok Flora

Berdasarkan hasil pada Tabel 4, persepsi pemanfaatan kelompok flora memiliki nilai akhir 2 (jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok flora Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan memiliki tingkat intensitas yang jarang. Meskipun persepsi pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok flora memiliki nilai akhir 2 (jarang), namun terdapat pemanfaatan kelompok flora pada objek flora tertentu dengan bentuk pemanfaatan tertentu yang memiliki nilai persepsi tertentu.

(a) (b)

(26)

15

Apabila hasil pada Tabel 4 dianalisis berdasarkan bentuk pemanfaatan kelompok flora yang memiliki nilai persepsi tertinggi, maka terdapat nilai persepsi yang dapat menggambarkan kondisi di lapangan (Tabel 5). Bentuk pemanfaatan kelompok flora tersebut memiliki nilai persepsi tertinggi (2/jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan kelompok flora Resort Mandalawangi hanya untuk bentuk pemanfaatan tertentu dengan nilai persepsi tertentu.

Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora

No.

Persepsi Bentuk Pemanfaatan

Tertinggi

Keterangan

1 Dijual langsung Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat kelompok flora yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijual langsung yaitu Konyal/Markisa

(Passiflora edulis), Kantong semar merah

(Nepenthes gymnamphora), Paku sarang

burung/Kadaka (Asplenidum nidus), dan Cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium). Pemanfaatan Tabel 4 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok flora

No. Objek Flora

Nilai Persepsi Pemanfaatan Kelompok Flora A B C D E F G Total Rata-

rata

1 Rasamala 2 2 2 2 2 2 2 14 2

2 Saninten 2 2 2 1 2 2 2 13 2

3 Jamuju 2 2 1 1 2 2 2 13 2

4 Katutungkul 1 1 2 1 1 2 2 11 2

5 Cempaka gondoh 2 2 2 2 2 2 2 12 2

6 Cantigi gunung 2 2 2 2 2 1 2 11 2

7 Hariang beureum 2 2 2 1 2 2 2 12 2

8 Konyal/Markisa 3 2 3 2 2 2 2 15 2

9 Honje hutan 2 1 3 1 2 2 2 13 2

10 Kantong semar

merah 2 1 1 2 2 3 2 13 2

11 Paku sarang

burung/Kadaka 2 2 2 2 2 2 2 13 2

12 Tabat barito 2 1 2 1 2 2 2 13 2

Total 23 21 24 19 20 24 23 153 22

Rata-rata 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Keterangan : a. A = Dijual langsung, B = Bahan baku kerajinan tangan, C = Bahan baku makanan/minuman (konsumsi), D = Objek peragaan/kontes, E = Objek rekreasi, F = Dipelihara sendiri (koleksi/dokumentasi), G = Objek pendidikan lingkungan.

(27)

16

Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora (lanjutan)

No.

tersebut dilakukan karena flora memiliki nilai ekonomi, nilai estetika, dan permintaan pasar. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat melihat peluang dari tahap terakhir kegiatan wisata di kawasan wisata Cibodas maupun wisata lainnya pada jalur Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) yaitu penyediaan cinderamata/tahap rekoleksi untuk wisatawan (Avenzora 2008a). Laporan BBTNGGP (2012b) dan peta rawan gangguan hutan menurut BBTNGGP (2012a) menunjukkan bahwa telah terjadi pemanfaatan flora secara ilegal pada kawasan Resort Mandalawangi seperti pencurian tumbuhan hias. Hal ini menggambarkan bahwa memang terdapat pemanfaatan kelompok flora untuk dijual langsung oleh masyarakat sekitar kawasan. Kondisi tersebut terjadi karena masyarakat sekitar kawasan Resort Mandalawangi banyak yang kehidupannya bergantung pada budidaya tanaman hias.

2 Bahan baku

kerajinan tangan

Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat kelompok flora yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku kerajinan tangan yaitu Jamuju (Dacrycarpus imbricatus). Biji jamuju dijadikan aksesoris sehingga memiliki nilai ekonomi dan nilai estetika yang dapat dijual pada kawasan wisata Cibodas. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat melihat peluang dari tahap terakhir kegiatan wisata di kawasan wisata Cibodas yaitu penyediaan cinderamata/tahap rekoleksi untuk wisatawan (Avenzora 2008a).

3 Bahan baku

makanan/minuman (konsumsi)

Berdasarkan observasi lapangan, terdapat kelompok flora yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bumbu masak dan pangan. Flora yang dikonsumsi untuk bumbu masak yaitu Honje hutan (Etlingera

hemisphaerica), sedangkan untuk bahan pangan

(28)

17 Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora (lanjutan)

No.

Berdasarkan hasil observasi lapangan, tidak ditemukan peragaan/kontes kelompok flora yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi penelitian. Nilai estetika dan nilai ekonomi yang dimiliki oleh flora seperti Paku sarang burung/Kadaka

(Asplenidum nidus) dan Kantong semar merah

(Nepenthes gymnamphora) memang tidak menutup

kemungkinan untuk dimanfaatkan sebagai objek peragaan/kontes. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan kegiatan pemanfaatan tersebut dilakukan di luar lokasi penelitian.

5 Objek rekreasi Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat kelompok flora di sepanjang jalur wisata Resort Mandalawangi yang mudah ditemukan seperti Rasamala (Altingia excelsa), Saninten (Castanopsis

argentea), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus),

Cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium), Paku sarang burung/Kadaka (Asplenidum nidus), dan Tabat barito (Ficus deltoidea). Keberadaan flora tersebut dapat menjadi objek yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk rekreasi. Selain itu, pemanfaatan flora untuk dipelihara sendiri di rumah dan penyediaan program interpretasi flora oleh pengelola TNGGP juga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai objek rekreasi.

6 Dipelihara sendiri (koleksi/dokumenta si)

Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat masyarakat yang memelihara kelompok flora sebagai koleksi di rumah rumah seperti Paku sarang burung/Kadaka (Asplenidum nidus), Anggrek hutan

(Eria multiflora), dan Kantong semar merah

(Nepenthes gymnamphora). Flora tersebut

dimanfaatkan karena memiliki nilai estetika dalam upaya menambah keindahan (Gambar 4). Tidak menutup kemungkinan bahwa flora yang dipelihara oleh masyarakat hanya untuk sekedar menunggu pembeli karena flora tersebut memiliki nilai ekonomi. Laporan BBTNGGP (2012b) dan peta rawan gangguan hutan menurut BBTNGGP (2012a) menunjukkan bahwa telah terjadi pemanfaatan flora secara ilegal pada kawasan Resort Mandalawangi seperti pencurian tumbuhan hias.

7 Objek pendidikan lingkungan

(29)

18

Tabel 5 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok flora (lanjutan)

No.

Persepsi Bentuk Pemanfaatan

Tertinggi

Keterangan Objek pendidikan

lingkungan (lanjutan)

oleh pengelola TNGGP seperti penyediaan pusat informasi flora TNGGP, pusat informasi flora Resort Mandalawangi, papan interpretasi flora, buku panduan wisata TNGGP, leaflet, dan kalender (Gambar 4). Selain itu, terdapat kegiatan wisatayang berprinsip ekowisata di kawasan wisata Resort Mandalawangi. Menurut BBTNGGP (2012a), terdapat kegiatan pendidikan konservasi yang dilakukan oleh pengelola TNGGP dengan mengikutsertakan masyarakat seperti pembinaan masyarakat, kemah konservasi, kunjungan ke sekolah (visit to school), kunjungan ke pesantren, dan kunjungan ke kampus. Temuan tersebut dapat menjadi media yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan kelompok flora untuk pendidikan lingkungan.

Apabila hasil pada Tabel 5 dibandingkan dengan pemanfaatan kelompok flora yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di dalam/sekitar kawasan konservasi, maka terdapat perbedaan bentuk pemanfaatan. Penelitian yang dilakukan oleh Kartikawati (2004); Gailea (2005); Iswandono (2007); Oktaviana (2008); Hasibuan (2011); Novitasari (2011); Himakova (2012); Rahayu (2013) menunjukkan adanya pemanfaatan kelompok flora untuk tumbuhan obat, bahan makanan dan minuman (konsumsi), bahan bangunan, peralatan rumah tangga, kegiatan adat, bahan pewarna, pestisida nabati, tumbuhan hias, pakan ternak, dan kayu bakar yang dilakukan secara subsisten (kebutuhan skala rumah tangga). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Marliani (2005); Baharuddin (2006); Souhuwat (2006); Dewi (2007); Fakhrozi (2009); Anggana (2011); Lestari (2011), pemanfaatan flora yang dilakukan oleh masyarakat tradisional tidak hanya untuk

(a) (b)

(30)

19 kebutuhan skala rumah tangga, tetapi juga untuk dijual meskipun hanya dalam jumlah yang rendah apabila dibandingkan dengan kebutuhan skala tumah tangga. Persepsi Pemanfaatan Kelompok Gejala Alam

Berdasarkan hasil pada Tabel 6, persepsi pemanfaatan kelompok gejala alam memiliki nilai akhir 2 (jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok gejala alam Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan memiliki tingkat intensitas yang jarang. Meskipun persepsi pemanfaatan secara keseluruhan untuk kelompok gejala alam memiliki nilai akhir 2 (jarang), namun terdapat pemanfaatan kelompok gejala alam pada objek gejala alam tertentu dengan bentuk pemanfaatan tertentu yang memiliki nilai persepsi tertentu.

Apabila hasil pada Tabel 6 dianalisis berdasarkan bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam yang memiliki nilai persepsi tertinggi, maka terdapat nilai persepsi yang dapat menggambarkan kondisi di lapangan (Tabel 7). Bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam tersebut memiliki nilai persepsi tertinggi (2/jarang). Hasil ini menggambarkan bahwa masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan kelompok gejala alam Resort Mandalawangi hanya untuk bentuk pemanfaatan tertentu dengan nilai persepsi tertentu.

Tabel 6 Nilai persepsi pemanfaatan kelompok gejala alam

No. Objek Gejala Alam

Nilai Persepsi Pemanfaatan Kelompok Gejala Alam

A B C D E F G Total Rata-

rata

1 Curug Cibeureum 1 1 2 1 3 2 3 13 2

2 Curug Ciwalen 1 1 1 1 2 2 2 12 2

3 Curug

Pancaweuleuh 1 1 1 1 3 1 3 12 2

4 Pancuran mas 1 1 1 1 2 1 2 10 1

5 Telaga biru 1 1 1 1 3 1 3 12 2

6 Sumber mata air 1 1 2 1 2 1 3 12 2

7 Mata air panas 1 1 1 1 3 2 3 12 2

8 Rawa denok 1 1 2 1 2 1 2 12 2

9 Rawa gayonggong 1 1 2 1 2 1 2 11 2

10 Goa lalay 1 1 1 1 2 1 2 11 2

11 Kandang badak 1 1 1 1 3 1 2 12 2

12 Batu kukus 1 1 1 1 2 1 2 11 2

Total 14 15 18 17 30 18 28 140 20

Rata-rata 1 1 1 1 2 1 2 2 2

Keterangan : a. A = Dijual langsung, B = Bahan baku kerajinan tangan, C = Bahan baku makanan/minuman (konsumsi), D = Objek peragaan/kontes, E = Objek rekreasi, F = Dipelihara sendiri (koleksi/dokumentasi), G = Objek pendidikan lingkungan.

(31)

20

Tabel 7 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok gejala alam

No.

Persepsi Bentuk Pemanfaatan

Tertinggi

Keterangan

1 Objek rekreasi Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat kelompok gejala alam di Resort Mandalawangi yang sudah dikembangkan menjadi objek wisata oleh pengelola TNGGP seperti Curug Cibeureum, Curug Ciwalen, Telaga biru, Mata air panas, Rawa gayonggong, dan Kandang badak. Keberadaan gejala alam tersebut dapat menjadi objek yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk rekreasi (Gambar 5). Selain itu, penyediaan program interpretasi gejala alam oleh pengelola TNGGP juga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai objek rekreasi.

2 Objek pendidikan lingkungan

Berdasarkan hasil observasi lapangan, terdapat bentuk program interpretasi gejala alam yang dilakukan oleh pengelola TNGGP seperti penyediaan pusat informasi gejala alam TNGGP, pusat informasi gejala alam Resort Mandalawangi, papan interpretasi gejala alam, buku panduan wisata TNGGP, leaflet, dan kalender (Gambar 5). Selain itu, terdapat kegiatan wisata yang berprinsip ekowisata di kawasan wisata Resort Mandalawangi. Menurut BBTNGGP (2012a), terdapat kegiatan pendidikan konservasi yang dilakukan oleh pengelola TNGGP dengan mengikutsertakan masyarakat seperti pembinaan masyarakat, kemah konservasi, kunjungan ke sekolah (visit to school), kunjungan ke pesantren, dan kunjungan ke kampus. Temuan tersebut dapat menjadi media yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan kelompok gejala alam untuk pendidikan lingkungan.

(32)

21 dalam terminologi mengerjakan kawasan hutan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Berdasarkan Peraturan Perundangan

Dalam definisi taman nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya terdapat beberapa bentuk pemanfaatan yang bisa dilakukan di kawasan taman nasional di antaranya:

1. Penelitian,

2. Ilmu pengetahuan, 3. Pendidikan,

4. Menunjang budidaya, 5. Pariwisata, dan 6. Rekreasi.

Apabila bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan dianalisis berdasarkan bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan yang dapat dilakukan di taman nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka bentuk pemanfaatan tersebut dapat dibagi menjadi dua status yaitu pemanfaatan legal dan pemanfaatan ilegal. Bentuk pemanfaatan dapat dikatakan legal apabila sesuai dengan peraturan pemanfaatan taman nasional, sedangkan bentuk pemanfaatan dapat dikatakan ilegal apabila tidak sesuai dengan peraturan pemanfaatan taman nasional.

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan yang termasuk ke dalam status legal di antaranya adalah pemanfaatan untuk objek rekreasi dan objek pendidikan lingkungan. Pemanfaatan kelompok fauna dan flora untuk objek rekreasi dapat termasuk ke dalam status ilegal apabila pemanfaatan dilakukan di luar kawasan taman nasional tanpa melalui proses budi daya. Salah satu contohnya adalah pemeliharaan kelompok fauna dan flora Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan yang juga dapat dimanfaatkan sebagai objek rekreasi.

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan yang termasuk ke dalam status ilegal di antaranya

(a) (b)

(33)

22 minuman/makanan (konsumsi), objek peragaan/kontes, dan dipelihara sendiri (koleksi/dokumentasi). Hal ini karena masyarakat melakukan pemanfaatan kelompok fauna dan flora dengan mengambil langsung ke dalam kawasan. Pemanfaatan untuk dijual langsung, bahan baku minuman/makanan (konsumsi), objek peragaan/kontes, dan dipelihara sendiri dapat termasuk ke dalam status legal apabila pemanfaatan dilakukan melalui proses budi daya sehingga memiliki sistem pemanfaatan sesuai dengan peraturan yang ada.

Motivasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

Berdasarkan hasil pada Gambar 6, terdapat persamaan nilai motivasi tertinggi pemanfaatan sumberdaya hutan untuk setiap kelompok sumberdaya hutan. Motivasi pemanfaatan kelompok fauna, flora, dan gejala alam mendapat nilai yang sama yaitu 4 (sedang) dengan bentuk motivasi tertinggi adalah menambah pengetahuan dan wawasan (pendidikan). Hasil ini menggambarkan bahwa dorongan, rangsangan, pengaruh, dan stimulasi dasar yang melatarbelakangai masyarakat sekitar kawasan untuk melakukan pemanfaatan setiap kelompok sumberdaya hutan Resort Mandalawangi adalah sama yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat (pendidikan).

Apabila hasil pada Gambar 6 dianalisis dengan hasil pada Tabel 2, Tabel 4, dan Tabel 6, ternyata terdapat hubungan antara nilai motivasi tertinggi pemanfaatan sumberdaya hutan dengan nilai persepsi tertinggi bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan. Salah satu nilai persepsi tertinggi bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan adalah objek pendidikan lingkungan melalui program interpretasi dan pendidikan konservasi.

Menurut Basuni dan Kosmaryandi (2008), program interpretasi merupakan upaya penyampaian pesan mengenai obyek yang ada kepada pengunjung agar

Keterangan : a. A = Menambah sumber pendapatan (ekonomi), B = Meningkatkan status sosial di masyarakat (sosial), C = Menyalurkan kesenangan pribadi/hobi (rekreasi), D = Melestarikan kebudayaan (budaya), E = Mendapatkan manfaat lingkungan (ekologi), F = Menambah pengetahuan dan wawasan (pendidikan), G = Mendekatkan diri kepada Tuhan YME (religi).

b. 1 = Sangat rendah, 2 = Rendah, 3 = Agak rendah, 4 = Sedang, 5 = Agak tinggi, 6 = Tinggi, 7 = Sangat tinggi.

(34)

23 informasi mengenai obyek dapat diterima oleh pengunjung dalam hal pengetahuan, pemahaman, dan kepedulian terhadap kelestarian obyek. Menurut BBTNGGP (2012a), tujuan dari kegiatan pendidikan konservasi adalah untuk mengubah perilaku masyarakat mulai dari pengetahuan, kesadaran, kepedulian, dan partisipasi aktif. Hal tersebut dapat menjadi penyebab masyarakat sekitar kawasan termotivasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan (pendidikan) mengenai sumberdaya hutan Resort Mandalawangi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Domroese dan Sterling (1999) yang menyatakan bahwa program interpretasi lingkungan merupakan cara yang efektif untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi biodiversitas.

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan sebagai objek rekreasi juga dapat menjadi salah satu penyebab masyarakat termotivasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sumberdaya hutan Resort Mandalawangi. Menurut Avenzora (2008a), leisure, recreation, tourism its relationship. Kegiatan wisata pada kawasan Resort Mandalawangi yang berprinsip ekowisata memiliki manfaat pendidikan lingkungan di dalamnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Basuni dan Kosmaryandi (2008) yang menyatakan bahwa ekowisata dapat mendorong tumbuhnya pemahaman dan kesadaran terhadap pentingnya konservasi melalui program-program rekreasi yang bersifat edukatif dan penghargaan terhadap fungsi lingkungan, baik lingkungan alam maupun budaya masyarakat lokal. Alinda (2008) juga menyatakan bahwa ekowisata merupakan sebuah pariwisata yang berwawasan lingkungan, dimana aktivitas di dalamnya terkait dengan alam dan lingkungan sehingga membuat manusia tergugah untuk mencintai alam. Selain itu, Liu (1994) dan Western (1993) diacu dalamDiarta dan Sari (2008) juga menyatakan bahwa salah satu peran strategis ekowisata yaitu nilai pendidikan dan pembelajaran.

Analisis Motivasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Berdasarkan Teori Abraham Maslow

Apabila hasil pada Gambar 6 dianalisis berdasarkan Teori Abraham Maslow diacu dalam Herimanto dan Winarno (2008) tentang kebutuhan manusia dalam hidup, maka motivasi pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan berada pada tingkatan ke-5 yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan masyarakat di lokasi penelitian untuk tingkatan ke-1 sampai ke-4 (kebutuhan psikologi, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, dan kebutuhan akan penghargaan) berdasarkan Teori Abraham Maslow pada umumnya telah terpenuhi (Gambar 7). Hal ini karena Teori Abraham Maslow mengatakan bahwa kebutuhan manusia bergerak secara bertingkat dan membentuk suatu hierarki.

(35)

24

ketegori masyarakat transisi dengan bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan yang berbeda dengan masyarakat tradisional yang cenderung hanya untuk motivasi ke-1 sampai ke-3 menurut Teori Abraham Maslow yang dilakukan secara subsisten meskipun terdapat sebagian kecil untuk dijual. Selain itu, adanya program pendidikan lingkungan yang dilakukan oleh pengelola TNGGP juga dapat menjadi dasar adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat untuk melestarikan sumberdaya hutan TNGGP khususnya pada Resort Mandalawangi.

Persepsi Dampak Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

Apabila berdasarkan kepada sifat-sifat persepsi menurut Mulyana (2005) diacu dalam Riyanto (2010), persepsi dampak pemanfaatan sumberdaya hutan yang diberikan oleh responden merupakan persepsi yang bersifat evaluatif. Responden memberikan penilaian (sangat tidak setuju–sangat setuju) terhadap bentuk dampak pemanfaatan sumberdaya hutan yang diberikan.

Persepsi Dampak Ekonomi

Berdasarkan hasil pada Gambar 8, terdapat perbedaan nilai persepsi bentuk dampak ekonomi pemanfaatan sumberdaya hutan pada setiap kelompok sumberdaya hutan bagi masyarakat sekitar kawasan. Nilai persepsi bentuk dampak ekonomi tertinggi pada setiap kelompok sumberdaya hutan berada pada skor 4 (ragu-ragu). Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasa ragu apakah pemanfaatan sumberdaya hutan pada setiap kelompok sumberdaya hutan memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat sesuai bentuk dampak yang diberikan.

Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat pada setiap kelompok sumberdaya hutan. Beberapa bentuk pemanfaatan sekiranya dapat dipertimbangkan pengaruhnya terhadap perekonomian masyarakat seperti dijual langsung, bahan baku kerajinan tangan, bahan baku makanan/minuman (konsumsi), dan objek rekreasi.

(36)

25

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan untuk dijual langsung, bahan baku kerajinan tangan, bahan baku makanan/minuman (konsumsi) memiliki dampak terhadap perekonomian masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Kartikawati (2004); Baharuddin (2006); Girsang (2006); Souhuwat (2006); Dewi (2007); Iswandono (2007); Sihombing (2011) menunjukkan bahwa pemanfaatan kelompok flora untuk kebutuhan skala rumah tangga (subsisten) maupun untuk dijual telah memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat. Pemanfaatan kelompok fauna untuk kebutuhan skala rumah tangga (subsisten) maupun untuk dijual juga telah memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat karena fauna memiliki nilai ekonomi dan nilai estetika yang dapat dimanfaatkan (Souhuwat 2006; Kartikasari 2008; Arisnagara 2009; Daniel 2011; Sihombing 2011). Selain pemanfaatan kelompok flora dan fauna, pemanfaatan kelompok gejala alam untuk kebutuhan skala rumah tangga (subsisten) juga dapat berdampak positif kepada masyarakat yaitu berkurangnya pengeluaran rumah tangga (Rahman 2012). Hal ini diperkuat oleh Birgantoro (2008) yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan rumah tangga.

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan untuk objek rekreasi memiliki dampak terhadap perekonomian masyarakat. Ekowisata memiliki kontribusi bagi masyarakat lokal dan pembangunan wilayah secara langsung maupun tidak langsung (Basuni dan Kosmaryandi 2008; Diarta dan Sari 2008). Kondisi ini diperkuat oleh Alinda (2008); Avenzora (2008c) yang menyatakan bahwa ekowisata memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal karena akan memberikan kesempatan untuk membuka lapangan usaha seperti penjualan barang-barang kebutuhan wisatawan dan penyediaan jasa wisata (interpreter). Penelitian yang dilakukan oleh Sunarminto (2002); Kartikawati (2004); Baharuddin (2006) menunjukkan bahwa adanya kegiatan wisata telah

Keterangan : a. A = Tumbuhnya perekonomian desa, B = Meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, C = Berkurangnya tingkat pengangguran di desa, D = Berkurangnya tingkat kemiskinan di desa, E = Bertambahnya pendapatan masyarakat desa, F = Berkurangnya pengeluaran rumah tangga masyarakat desa, G = Sumber penghasilan tambahan masyarakat desa.

b. 1 = Sangat tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Agak tidak setuju, 4 = Ragu-ragu, 5 = Agak setuju, 6 = Setuju, 7 = Sangat setuju.

(37)

26

memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal karena masyarakat dapat berperan dalam kegiatan wisata seperti penyediaan jasa porter.

Persepsi Dampak Sosial

Berdasarkan hasil pada Gambar 9, terdapat perbedaan nilai persepsi bentuk dampak sosial pemanfaatan sumberdaya hutan pada setiap kelompok sumberdaya hutan bagi masyarakat sekitar kawasan. Nilai persepsi bentuk dampak sosial tertinggi pada setiap kelompok sumberdaya hutan berada pada skor 4 (ragu-ragu). Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasa ragu apakah pemanfaatan sumberdaya hutan pada setiap kelompok sumberdaya hutan memiliki dampak sosial bagi masyarakat sesuai bentuk dampak yang diberikan.

Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat pada setiap kelompok sumberdaya hutan. Beberapa bentuk pemanfaatan sekiranya dapat dipertimbangkan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat seperti dijual langsung, bahan baku kerajinan tangan, bahan baku makanan/minuman (konsumsi), objek peragaan/kontes, objek rekreasi, dan objek pendidikan lingkungan.

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan untuk dijual langsung, bahan baku kerajinan tangan, bahan baku makanan/minuman (konsumsi) memiliki dampak terhadap sosial masyarakat di antaranya terbentuknya kelompok yang memanfaatkan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi seperti Forpela (Forum Peduli Air). Forpela merupakan perkumpulan para pemanfaat jasa lingkungan air yang bertujuan membantu serta mendorong program pembangunan pemerintah dalam pengembangan skema jasa lingkungan hutan (air) di kawasan TNGGP sehingga dapat dijadikan sebuah model dalam sistem dan mekanisme pengelolaan

Keterangan : a. A = Meningkatnya pengetahuan masyarakat desa mengenai potensi sumberdaya hutan, B = Meningkatnya kemandirian masyarakat desa, C = Berubahnya pola aktifitas masyarakat desa, D = Terbentuknya organisasi pemanfaatan potensi sumberdaya hutan di desa, E = Meningkatnya kerja sama antar masyarakat desa, F = Meluasnya pergaulan masyarakat desa, G = Berubahnya pola bertindak dan berperilaku masyarakat desa.

b. 1 = Sangat tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Agak tidak setuju, 4 = Ragu-ragu, 5 = Agak setuju, 6 = Setuju, 7 = Sangat setuju.

(38)

27 serta pemanfaatan jasa lingkungan hutan (air) dengan selalu memperhatikan aspek kaidah-kaidah lingkungan (Forpela 2009, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Kartikawati (2004); Marliani (2005); Baharuddin (2006); Dewi (2007); Kartikasari (2008); Fakhrozi (2009) menunjukkan bahwa masyarakat membentuk kelompok yang memanfaatkan sumberdaya hutan dan membentuk sistem pemanfaatan sumberdaya hutan secara tradisional yang dilakukan untuk pemanfaatan skala rumah tangga (subsisten) maupun dijual sehingga terjadi kesinambungan produksi dan pemanfaatannya. Selain itu, dampak sosial dari pemanfaatan flora adalah terbentuknya sistem pemanfaatan flora yang terdapat pada aturan adat masyarakat tradisional (Anggana 2011).

Bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan untuk objek rekreasi memiliki dampak terhadap sosial masyarakat. Menurut Avenzora (2008c); Diarta dan Sari (2008) adanya kegiatan ekowisata menimbulkan tumbuhnya pola mata pencaharian baru di masyarakat seperti berubahnya masyarakat agraris menjadi masyarakat penyedia jasa wisata serta berubahnya pola aktifitas masyarakat. Avenzora (2008c) juga menyatakan bahwa adanya kegiatan ekowisata dapat menimbulkan dampak sosial yang negatif seperti perilaku mencontoh atau meniru, kecemburuan sosial akan manfaat wisata, kemahalan harga, perilaku konsumtif, narkotik, dan degradasi sosial. Selain itu, Alinda (2008) menyatakan bahwa ekowisata memiliki manfaat sosial tidak langsung bagi masyarakat lokal karena pengetahuan yang dibawa oleh wisatawan mengakibatkan bertambahnya wawasan masyarakat lokal.

Persepsi Dampak Budaya

Berdasarkan hasil pada Gambar 10, terdapat perbedaan nilai persepsi bentuk dampak budaya pemanfaatan sumberdaya hutan pada setiap kelompok sumberdaya hutan bagi masyarakat sekitar kawasan. Nilai persepsi bentuk dampak budaya tertinggi pada kelompok fauna dan kelompok gejala alam berada pada skor 4 (ragu-ragu), sedangkan pada kelompok flora berada pada skor 3 (agak tidak setuju). Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasa ragu apakah pemanfaatan kelompok fauna dan gejala alam memiliki dampak budaya bagi masyarakat sesuai bentuk dampak yang diberikan. Selain itu, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat merasa agak tidak setuju terhadap dampak budaya pemanfaatan kelompok flora bagi masyarakat sesuai bentuk dampak yang diberikan.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Lokasi penelitian
Tabel 1 Data yang diambil dalam penelitian
Tabel 3 Analisis bentuk pemanfaatan kelompok fauna
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di paragraf empat, kamu dapat menjelaskan bagaimana jurusan yang akan kamu ambil kamu gunakan untuk menjawab apa yang kamu tulis di paragraf tiga.. Paragraf empat adalah bentuk

Tetapi walaupun mereka adalah masyarakat yang kurang mampu, tetapi mereka tetap berjuang hidup dengan membuat jajan pasar sehingga jajan pasar pun tidak akan dilupakan

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Bandar Lampung, Indonesia, penelitian di Lima, Peru dan penelitian di Pakistan yang mendapatkan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan kerja, kompensasi, dan supervisi terhadap kinerja juru pemantau jentik dalam kerja, kompensasi,

Jaringan yang mengangkut air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dari akar menuju daun disebut xilem. Xilem terdiri dari beberapa macam sel, yaitu sel

Seven aspects of bias are excessive optimism, representativeness, overconfidence, herding effect, availability, confirmation, and framing in making life insurance purchasing

Modal intelektual yang dimiliki perusahaan mempengaruhi upaya perusahaan dalam menciptakan nilai yang lebih baik bagi investor, investor akan lebih tertarik untuk membeli saham

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan beberapa jenis tepung biji dan dosis tepung biji tumbuhan berpengaruh nyata terhadap persentase susut bobot biji