PENGGUNAAN KOMBINASI ZA-NaNO
3DAN SP36-K
2HPO
4SEBAGAI SUMBER HARA N DAN P
DESI ARISANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4 Sebagai Sumber Hara N dan P adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2012
DESI ARISANTI. Carbohydrate, Protein and Lipid Production of Microalgae in a Raceway Pond System: Use of Fertilizer Combinations of ZA-NaNO3 and SP36-K2HPO4
Microalgae is a photosyinthetic unicellular microbe which able to convert sunlight, water, carbon dioxide and nutrients to biomass. Since its biomass contains high grade of carbohydrate and lipid, microalgae is a potential source of biofuel. The objectives of this research were to identify 4 selected microalgae strains, to determine the optimum combination of technical grade ZA-NaNO
as N and P Nutrient Source. Under the direction of DWI ANDREAS SANTOSA and UNTUNG SUDADI.
3 and SP36-K2HPO4 as the N and P nutrient source for cultivation of the strains at laboratory scale, and to evaluate the effects of the optimum combination of the N and P nutrient source on carbohydrate, protein and lipid production of each strain at field scale in a raceway pond system. The results showed that microalgae ICBB 9111 strain is Synechococcus sp., while ICBB 9112, ICBB 9113, and ICBB 9114 are Chlamydomonas sp. The highest carbohydrate was produced by
Synechococcus sp. ICBB 9111 (43.90 % dry weight, DW) at 50 % ZA, 50 % NaNO3 and 100 % SP36, 0% K2HPO4 treatment. The highest protein was produced by Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (29.09 % DW) at 50 % ZA, 50 % NaNO3 and 100 % SP36, 0 % K2HPO4 treatment. The highest lipid was produced by Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (32 % DW) at 50 % ZA, 50 % NaNO3 and 50 % SP36, 50 % K2HPO4
DESI ARISANTI. Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4
Ganggang mikro merupakan mikrob uniselular fotosintetik yang mampu mengkonversi energi matahari, karbondioksida, air dan hara untuk mensintesis biomassa. Dalam ekosistem perairan, ganggang mikro lebih dikenal sebagai fitoplankton yang berperan sangat penting sebagai produsen primer. Ganggang mikro adalah jenis ganggang yang paling banyak dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini dikarenakan kandungan dan komposisi kimia selnya tinggi, pertumbuhannya cepat, mudah dibudidayakan dan tidak membutuhkan lahan yang luas karena bisa dibudidayakan dalam kolam atau bioreaktor.
Sebagai Sumber Hara N dan P. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan UNTUNG SUDADI.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengidentifikasi genus 4 isolat ganggang mikro terseleksi yang digunakan dalam penelitian ini, menentukan kombinasi bahan teknis ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4
Penelitian diawali dengan kultivasi skala laboratotium dari 4 isolat ganggang mikro (ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114) dalam 50 ml media dengan 9 taraf kombinasi yaitu N
sebagai sumber hara N dan P dalam media yang optimum untuk tiap isolat pada skala laboratorium dan mengevaluasi pengaruh dari kombinasi optimum sumber hara N dan P terhadap produksi karbohidrat, protein dan lipid dari setiap isolat pada skala lapang di kolam sistem raceway.
1P1, N1P2, N1P3, N2P1, N2P2, N2P3, N3P1, N3P2, N3P3. Komposisi media standar (M4) yang digunakan (g/l): 1.5 g NaNO3, 1.164 g ZA [(NH4)2SO4], 0.9552 g Na2CO3, 0.075 g MgSO4, 0.39 g Na2MoO4.2H2O, 0.079 g CuSO4.7H2O, 0.222 g ZnSO4.6H2O, 2.86 g H3BO3, 1.81 g MnCl2, 0.04 g K2HPO4, 0.0453 g SP36 [(Ca(H2PO4
Hasil identifikasi ganggang mikro terseleksi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Synechococcus sp. (ICBB 9111) dan Chlamydomonas sp. (ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114). Taraf kombinasi sumber hara N dan P optimum untuk pertumbuhan ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111 dan
Chlamydomonas sp. ICBB 9112 adalah N
)] dan 0.0238 g KCl.
2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4), untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9113 adalah N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4) dan untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9114 adalah N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 % SP36, 100 % K2HPO4). Karbohidrat tertinggi diproduksi oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 43.90 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Protein tertinggi diproduksi oleh
Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dengan rataan 29.09 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P1(50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Lipid tertinggi diproduksi oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dengan rataan 32 % dari bobot kering pada taraf kombinasi N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4).
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
GANGGANG MIKRO PADA KOLAM SISTEM
RACEWAY
:
PENGGUNAAN KOMBINASI ZA-NaNO
3DAN SP36-K
2HPO
4SEBAGAI SUMBER HARA N DAN P
DESI ARISANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4 Sebagai Sumber Hara N dan P Nama : Desi Arisanti
NIM : A154090021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS
Ketua Anggota
Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 22 November 1983, dari pasangan keluarga Amlis Halim dan Risdawati sebagai anak kedua dari lima bersaudara.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulisan tesis berjudul Produksi Karbohidrat, Protein dan Lipid Ganggang Mikro pada Kolam Sistem Raceway: Penggunaan Kombinasi ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4
Dengan setulus hati penulis menghaturkan terimakasih dan rasa hormat kepada Bapak Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran sejak perumusan ide, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis serta Ibu Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku penguji luar komisi atas kesedian dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
Sebagai Sumber Hara N dan P ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana (SPs), IPB.
Kepada seluruh laboran dan staf Laboratorium Biologi Tanah IPB terutama Pak Djito, Bu Asih, Bu Julaeha, Bu Yeti; Laboratorium Kesuburan Tanah IPB: Pak Dadi, Pak Oleh, Pak Ade, Pak Koyo dan Said; Laboratorium Biologi Terpadu FMIPA IPB: Bu Retno, Laboratorium Genesis IPB: Bu Yani dan Bu Otori serta manager dan staf di ICBB: Bu Yanti, Mbak Salma, Teteh Hartati, Lia, Ike, Mas Puput, Mas Yono, Mas Wito, Mas Kis, Mang Dadang. Secara khusus, penulis sangat berterimakasih atas doa, dukungan, pengertian dan kekeluargaannya.
Ucapan terimakasih tak hingga kepada keluarga tercinta, Apak dan Amak serta Uda Beni dan adik-adik tercinta Rudi, Robi dan Rika atas segala doa, semangat dan dukungan serta pengertiannya. Dan teman-teman: Mbak Apong, Junianto Simare mare, Indri, Mbak Rahmah yang sering bersama-sama di LSI menyelesaikan tugas akhir ini, Mbak Diah selaku teman sekelasku di S2 BTL, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, penulis berterimakasih yang setulusnya atas doa, semangat dan kekeluargaannya.
ix
2.3 Metode Kultivasi Ganggang Mikro pada Skala Lapang ... 8
2.4 Faktor Utama yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang Mikro ... 11
2.4.1 Hara Utama ... 11
3.3.1 Peremajaan 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media BG 11 pada Skala Laboratorium ... 15
3.3.2 Kultivasi 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media 50 ml 0.75 M4 pada Skala Laboratorium ... 15
3.3.3 Kultivasi Ganggang Mikro dalam Media 150 L 0.75 M4 pada Kolam Sistem Raceway ... 16
3.3.4 Produksi Biomassa pada Skala Lapang ... 16
3.3.5 Tahapan Identifikasi Ganggang Mikro ... 16
3.3.6 Produksi Karbohidrat ... 16
x
3.3.11 Rancangan Percobaan ... 18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
4.1 Identifikasi Ganggang Mikro ... 21
4.1.1 Isolat ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114 ... 21 4.2 Pertumbuhan Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Laboratorium ... 23
4.2.1 Synechococcus sp. ICBB 9111 ... 23
4.2.2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 ... 24
4.2.3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 ... 25
4.2.4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 ... 26
4.3 Produksi Biomassa Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Lapang ... 28
4.4 Produksi Karbohidrat ... 29
4.5 Produksi Protein ... 30
4.6 Kadar Air ... 32
4.7 Produksi Lipid ... 33
4.8 Kadar Abu ... 34
5 SIMPULAN ... 36
6 DAFTAR PUSTAKA ... 37
xi
Halaman
1 Perkiraan kebutuhan energi pada sektor transportasi di Indonesia
tahun 2015-2025 ... 7
2 Identifikasi ganggang mikro ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan
ICBB 9114... 22
3 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27
terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Synechococcus sp.
ICBB 9111 ... 23
4 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27
terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp.
ICBB 9112 ... 24
5 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27
terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp.
ICBB 9113 ... 25
6 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27
terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp.
ICBB 9114 ... 27
7 Produksi biomassa kering ganggang mikro pada skala lapang ... 28
xii
Halaman
1 Berbagai jenis populasi alga di air ... 4
2 Kultivasi ganggang mikro pada fotobioreaktor ... 10
3 Desain kolam raceway ... 11
4 Bagan alir penelitian ... 15
5 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Synechococcus sp. ... 21
6 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Chlamydomonas sp. ... 22
7 Produksi karbohidrat ganggang mikro pada skala lapang ... 29
8 Produksi protein ganggang mikro pada skala lapang ... 30
9 Kadar air ganggang mikro pada skala lapang ... 32
10 Produksi lipid ganggang mikro pada skala lapang ... 32
11 Foto lipid ganggang mikro ... 32
xiii
Halaman
1 Komposisi nutrisi media BG 11 42
2 Tabel komposisi nutrisi media M4 ganggang mikro ... 43
3 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Synechococcus sp. ICBB 9111 ... 48 4 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Chlamydomonas sp. ICBB 9112 ... 50 5 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Chlamydomonas sp. ICBB 9113 ... 52 6 Tabel ANOVA pengaruh taraf kombinasi hara N dan P terhadap nilai OD Chlamydomonas sp. ICBB 9114 ... 54 7 Tabel data produksi karbohidrat ganggang mikro pada skala lapang .. 56
8 Tabel data produksi protein ganggang mikro pada skala lapang ... 57
9 Tabel data kadar air ganggang mikro pada skala lapang ... 58
10 Tabel data produksi lipid ganggang mikro pada skala lapang ... 59
11 Tabel data kadar abu ganggang mikro pada skala lapang ... 60
12 Tabel data dan perhitungan volume biakan ganggang mikro ... 61
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ganggang mikro merupakan mikrob uniselular fotosintetik yang mampu
mengkonversi energi matahari, karbondioksida, air dan hara untuk mensintesis
biomassa (McKinney 2004). Dalam ekosistem perairan, ganggang mikro lebih
dikenal sebagai fitoplankton (Bold dan Wynne 1985) yang berperan sangat
penting sebagai produsen primer.
Ganggang mikro merupakan jenis ganggang yang paling banyak
dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini dikarenakan
pertumbuhannya cepat, mudah dibudidayakan, tidak membutuhkan lahan yang
luas karena bisa dibudidayakan dengan menggunakan kolam atau bioreaktor serta
kandungan dan komposisi kimia selnya, khususnya lipid, yang cukup tinggi
(Cohen 1999; Sheehan et al.1998).
Komposisi kimia sel ganggang mikro umumya terdiri atas karbohidrat,
protein dan lipid (Dawczynski et al. 2007). Spesies Scenedesmus obliquus
mengandung karbohidrat 10-17 % dari bobot kering (Becker 1994), Spirulina
maxima mengandung protein 60-71 % dari bobot kering (Becker 1994),
sedangkan Chlorella sp., Dunaliella primolecta dan Nitzschia sp. masing-masing
mengandung lipid 28-32, 23 dan 44-47 % dari bobot kering (Chisti 2007).
Pemanfaatan ganggang sebelumnya telah dikenal luas seperti Ulva,
Enteromorpne dan Gracilaria sebagai sumber potensial keragenan yang
dibutuhkan dalam industri gel. Beberapa jenis ganggang mikro telah diketahui
mempunyai kandungan lipid yang tinggi, seperti Botrycoccus braunii, Chorella
sp., Schizochytrium sp. dan Nannochloropsis sp. (Chisti 2007). Lipid dari
ganggang mikro dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar nabati (biofuel),
seperti halnya kelapa sawit dan kacang-kacangan. Dengan eksplorasi yang
sistemik dan kajian ilmiah yang mendalam diharapkan akan dapat ditemukan
jenis-jenis baru ganggang mikro yang mempunyai potensi komposisi dan
kandungan karbohidrat, protein dan lipid yang tinggi. Di masa mendatang
Salah satu metode kultivasi ganggang mikro adalah dengan kultur
terbuka pada kolam sistem raceway. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh
Raymond pada tahun 1988. Kolam sistem raceway memiliki saluran tertutup
dengan kedalaman ±0.5 m yang dilengkapi penggerak seperti turbin elektrik dan
dapat beroperasi sepanjang waktu untuk resirkulasi media dan mencegah
sedimentasi hara (Chisti 2007). Salah satu faktor penentu produktivitas kultivasi
ganggang mikro adalah komposisi atau sumber dan konsentrasi hara dalam media.
Penelitian mengenai penggunaan bahan teknis kombinasi ZA-NaNO3 dan
SP36-K2HPO4 sebagai sumber hara N dan P yang lebih murah dalam upaya kultivasi
1.2 Tujuan Penelitian
1 Mengidentifikasi genus 4 isolat ganggang mikro terseleksi yang digunakan
dalam penelitian ini.
2 Menentukan kombinasi bahan teknis ZA-NaNO3 dan SP36-K2HPO4
3
sebagai sumber hara N dan P dalam media yang optimum untuk tiap isolat
pada skala laboratorium.
Mengevaluasi pengaruh kombinasi sumber hara N dan P optimum tersebut
terhadap produksi karbohidrat, protein dan lipid tiap isolat pada skala
lapang dalam kolam sistem raceway.
1.3 Hipotesis Penelitian
ZA [(NH4)2SO4] dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 [(Ca(H2PO4)]
dapat mensubtitusi K2HPO4 sebagai sumber hara N dan P dalam media kultivasi
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ganggang Mikro
Ganggang mikro merupakan salah satu mikrob penting yang hidup di
perairan (aquatik) maupun daratan (terestrial) yang terkena sinar matahari,
berukuran mikroskopis, bersel satu dengan bentuk sel seperti benang, pita atau
lembaran yang dapat hidup soliter atau berkoloni. Seperti tumbuhan lainnya
reproduksi ganggang mikro meliputi dua cara yaitu: (1) aseksual berlangsung
dalam dua kategori yaitu: pembelahan dan fragmentasi dan (2) seksual yaitu
dengan pembentukan gamet, berlangsung dalam dua tipe utama yaitu isogami dan
oogami (Tjitrosomo 1984).
Menurut Bold dan Wynne (1985), ganggang mikro dikelompokkan ke
dalam filum Talofita karena tidak memiliki akar, batang dan daun sejati (semu).
Ganggang mikro memiliki zat warna hijau daun (pigmen klorofil) yang mampu
melakukan fotosintesis dengan bantuan air (H2O), CO2 dan sinar matahari yang
dapat mengubah energi kinetik menjadi energi kimiawi dalam bentuk biomassa.
Keanekaragaman ganggang mikro sangat tinggi. Diperkirakan ada sekitar
200.000 – 800.000 spesies ganggang mikro di bumi, dimana baru sekitar 35.000
spesies saja yang telah diidentifikasi (Griffiths dan Harrison 2009). Beberapa
contoh spesies ganggang mikro diantaranya yaitu Spirulina sp., Nannochloropsis
sp., Botryococcus braunii, Chlorella sp., Dunaliella primolecta, Nitzschia sp.,
Tetraselmis suecia, dan lain-lain.
Berdasarkan tipe pigmen fotosintetik yang dihasilkan, bahan cadangan
makanan dalam sel dan sifat morfologi selnya, ganggang mikro terbagi menjadi
beberapa kelas yaitu: (1) Cyanophyta (ganggang biru), (2) Chlorophyta (ganggang
hijau), (3) Chrysophyta (ganggang keemasan), (4) Phaeophyta (ganggang coklat)
dan (5) Rhodophyta (ganggang merah) (Bold dan Wynne 1985).
Menurut Barianti dan Gualtieri (2006), ganggang mikro merupakan
tanaman yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi
matahari dan CO2
Beberapa ganggang mikro bersifat kemoorganotrof sehingga dapat
mengkatabolisme gula atau asam organik pada keadaan gelap. Senyawa organik
yang banyak digunakan ganggang mikro sebagai sumber karbon dan sumber
energi adalah senyawa asetat. Ganggang mikro tertentu dapat mengasimilasi
senyawa organik sederhana dengan menggunakan sumber energi cahaya
(fotoheterotrof). Beberapa ganggang mikro tertentu tidak mengalami proses
fotosintesis sama sekali, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan nutrisinya
didapatkan secara heterotrof (Sumarsih 2003).
untuk keperluan fotosintesis. Fotosintesis didefinisikan sebagai
suatu proses di mana terjadi sintesis karbohidrat tertentu dari karbon dioksida dan
air yang dilakukan oleh sel-sel yang berklorofil dengan bantuan cahaya matahari.
Proses fotosintesis dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal maupun internal
(Carolina 1994). Faktor eksternal yang berpengaruh adalah cahaya, karbon
dioksida, air, suhu dan mineral, sedangkan faktor internalnya antara lain struktur
sel, kondisi klorofil dan produk fotosintesis serta enzim-enzim yang terdapat
dalam daun organ fotosintesis. Menurut Chilmawati dan Suminto (2008),
pertumbuhan Chlorella sp. sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,
diantaranya unsur hara dalam media kultur serta parameter kualitas air seperti
Di Indonesia pemanfaatan ganggang mikro sebagai komoditas
perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan
dengan keanekaragaman jenisnya. Komponen kimia ganggang mikro seperti
polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif sangat
bermanfaat sebagai bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain
(Becker 1994).
Pertumbuhan ganggang mikro terdiri dari tiga fase utama, yaitu fase lag,
eksponensial dan stasioner. Budidaya ganggang mikro memiliki berbagai
keuntungan diantaranya adalah siklus hidup yang pendek, beberapa spesies hanya
membutuhkan waktu beberapa jam untuk menyelesaikan siklusnya, seluruh organ
dapat dipanen dan dimanfaatkan, diperbanyak sesuai target, serta biaya
pemeliharaan yang rendah (Poelman et al. 1997).
2.2 Potensi Ganggang Mikro
2.2.1 Ganggang Mikro sebagai sumber Biofuel
Kebutuhan energi di dunia cenderung dipenuhi dengan bahan bakar fosil
berupa batubara, minyak bumi dan gas alam yang semakin lama semakin menipis
dan tidak dapat diperbarui. Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel)
memunculkan paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa
jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang,
masalah suplai, harga, dan fluktuasinya; serta (2) polusi akibat emisi pembakaran
bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan
bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan
manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx dan
UHC (unburn hydrocarbon) dan logam berat seperti timbal (Pb). Polusi tidak
langsung berupa meningkatnya jumlah molekul CO2
Meningkatnya konsumsi energi dunia serta keterbatasan ketersedian energi
fosil mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (Demirbas dan
Demirbas 2010). Untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia
harus mengimpor minyak baik dalam bentuk minyak mentah maupun dalam
bentuk produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM) seperti minyak solar atau yang berdampak pada
ADO (Automotive Diesel Oil), premium atau bensin, minyak bakar atau FO (Fuel
Oil) dan minyak tanah.
Meningkatnya impor dan harga minyak dunia diperkirakan memperberat
beban biaya yang harus ditanggung pemerintah Indonesia dalam pengadaan
minyak dalam negeri. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan penggunaan sumber
energi lain selain minyak bumi.
Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan
berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy
resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin
keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan. Perkiraan kebutuhan
energi pada sektor transportasi di Indonesia 2015-2025 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkiraan kebutuhan energi pada sektor transportasi di Indonesia tahun 2015-2025
Sumber: Tim Perencanaan Energi BPPT (2005)
Menurut Becker (1984), beberapa jenis ganggang mikro memiliki
komponen fatty acids lebih dari 40%. Komponen fatty acids inilah yang dapat
diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel sebagaimana yang diproduksi tumbuhan
penghasil minyak lainnya seperti jarak pagar, sawit dan lain-lain.
2.2.2 Ganggang Mikro sebagai Sumber Nutrisi
Selain potensi ganggang mikro sebagai bahan baku biofuel, sejak tahun
1970 beberapa negara seperti India, Jepang, Perancis, Amerika dan Italia berusaha
mengeksplorasi sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai sumber protein
nonkonvensional. Hal ini didasarkan pada dua kepentingan yang berbeda.
Pertama, negara-negara industri mencari pangan alami yang menyehatkan serta
sumber-sumber komposisi kimia sel untuk keperluan industri. Kedua, kelompok
negara berkembang memerlukan sumber protein dan mineral untuk mengatasi
kekurangan gizi (malnutrisi). Usaha-usaha tersebut mengarah pada penelitian
ganggang mikro yang memang sudah sejak lama digunakan sebagai bahan pangan
oleh masyarakat di sekitar danau Chad, Afrika (Richmond 1988).
Selain sebagai usaha diversifikasi pangan, eksplorasi ganggang mikro
juga dimaksudkan untuk memanfaatkan lahan yang tidak layak untuk pertanian
konvensional. Di kawasan tropika, banyak terdapat lahan tandus dengan suhu
yang panas dan kering serta air berkadar garam tinggi. Kondisi ini sangat kondusif
untuk beberapa spesies ganggang mikro. Menurut Kabinawa (2001), potensi
pengembangan ganggang mikro di banyak negara berkembang cukup besar karena
dapat dilakukan dengan teknologi sederhana yang dapat diadaptasikan dengan
kondisi setempat.
2.3 Metode Kultivasi Ganggang Mikro pada Skala Lapang
Pada prinsipnya kultivasi ganggang mikro dapat dilakukan dengan kultur
sistem terbuka (raceway) atau tertutup (photobioreactor). Pengembangan konsep
sistem terbuka atau raceway sebagai tempat kultivasi ganggang mikro pertama
kali dikenalkan oleh Jerman setelah perang dunia ke-2 awal tahun 1970.
Kemudian juga diikuti Israel dan Jepang. Pada awal pengembangannya, ganggang
mikro selama beberapa periode lebih dikembangkan sebagai makanan sehat dan
Kultivasi ganggang mikro secara fotobioreaktor bisa dikembangkan pada
skala laboratorium maupun industri, tergantung tujuan yang dinginkan. Kultivasi
ganggang mikro dengan metode ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
lebih mudah dikontrol, biomassa yang dihasilkan tinggi serta kemungkinan
terjadinya kontaminasi oleh mikrob lain lebih kecil. Namun mempunyai beberapa
kelemahan yaitu biaya produksi untuk pembuatan instalasi serta perawatan
mekanisasinya cukup mahal bila akan dikembangkan dalam skala besar (Ugwu et
al. 2008).
Kultivasi ganggang mikro secara fotobioreaktor dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu : 1) fotobioreaktor flat-plate, 2) fotobioreaktor vertikal-kolom
dan 3) fotobioreaktor tubular.
Fotobioreaktor flat-plate merupakan suatu sistem kultivasi ganggang
mikro dengan memanfaatkan mikrob fotosintetik dan pertama kali dikembangkan
oleh Miller pada tahun 1953. Selanjutnya Samson dan Leduy pada tahun 1985
mencoba melengkapi flat reaktor dengan penambahan cahaya fluorescence. Pada
tahun selanjutnya, Ramos de Ortega dan Roux mengembangkannya untuk skala
lapang.
Fotobioreaktor tubular merupakan suatu sistem kultivasi yang bisa
diterapkan pada skala lapang. Konstruksi fotobioreaktor tubular dibuat seperti
tabung-tabung kaca atau tabung-tabung plastik dan untuk resirkulasinya
digunakan pompa sirkulasi. Fotobioreaktor tubular bisa dimodifikasi dalam
bentuk horizontal, vertikal atau gabungannya.
Fotobioreaktor vertikal-kolom merupakan desain kultivasi ganggang
mikro yang lebih baik dibandingkan dengan jenis fotobioreaktor lainnya. Hal ini
dikarenakan biayanya yang lebih murah dan mudah dalam pengoperasian
(a) (b)
Gambar 2 Kultivasi ganggang mikro pada fotobioreaktor (Sumber: Jonathan 2010 a) dan Benemman 2008 b))
Metode kultivasi kedua yang banyak digunakan pada skala lapang adalah
metode kolam raceway. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Raymond pada
tahun 1981 berupa saluran resirkulasi rangkaian tertutup dengan kedalaman
±0.5 m. Proses pencampuran dan sirkulasi media diperoleh dari suatu roda
penggerak (seperti turbin). Sepanjang hari, biakan diberikan nutrisi secara kontinu
di depan roda penggerak dan beroperasi sepanjang waktu untuk mencegah
sedimentasi (pengendapan).
Pada kolam raceway, pendinginan diperoleh melalui penguapan. Suhu
berfluktuasi seiring dengan siklus harian dan musiman. Sistem raceway dapat
memanfaatkan karbon dioksida lebih efisien daripada fotobioreaktor. Kelemahan
dari metode kultivasi ini adalah produktivitas ganggang mikro bisa dipengaruhi
oleh kontaminasi dan mikrob pemakan ganggang. Namun, kelebihan dari metode
kultivasi kolam raceway dianggap lebih ekonomis serta membutuhkan sedikit
Gambar 3 Desain kolam raceway (Sumber: Jonathan 2010)
2.4 Faktor Utama yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ganggang Mikro 2.4.1 Hara Utama
2.4.1.1 Nitrogen
Ganggang mikro menyerap nitrogen terutama dalam bentuk amonia,
nitrat atau nitrit (Richmond 1988). Nitrogen berfungsi sebagai pembentuk protein
dan merupakan bagian integral dari klorofil.
Nitrogen diserap tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dan dijumpai
hampir di seluruh bagian tanaman. Laju penyerapan nitrogen lebih cepat pada sel
ganggang mikro yang berukuran mikro daripada yang berukuran makro (Bold dan
Wynne 1985).
Peranan utama nitrogen adalah
sebagai unsur pembangun protoplasma sel dan merupakan unsur penting pada
proses pembentukan protein (Zhong 2001).
2.4.1.2 Fosfor
Fosfor merupakan unsur kedua terpenting bagi pertumbuhan ganggang
mikro. Bentuk utama fosfor yang mampu diserap ganggang mikro adalah fosfor
inorganik yaitu ortofosfat primer (H2PO4-) dan HPO4
2-Fosfor yang tersedia dalam jumlah cukup akan meningkatkan
pertumbuhan tanaman, berperan penting dalam proses fotosintesis, perubahan
karbohidrat dan senyawa yang berhubungan dengan proses glikolisis,
metabolisme asam amino dan lipid serta sejumlah reaksi biologis lainnya. (Saeni 1989). Kincir air
Beberapa sumber fosfor terdapat dalam perairan yaitu limbah domestik,
limbah industri, hancuran bahan organik, mineral-mineral fosfat dan pupuk.
Senyawa fosfor organik terdapat dalam bentuk asam nukleat, fosfolipid dan
bentuk senyawa lainnya (Saeni 1989).
2.4.2 Lingkungan 2.4.2.1 Cahaya
Parson et al. (1984) menyatakan aspek dasar terpenting secara biologi
dari cahaya adalah kuantitas dan kualitasnya. Kedua karakter ini berfluktuasi di
perairan, bergantung kepada waktu (harian, musiman dan tahunan), ruang
(perbedaan lokasi di bumi dan kedalaman), kondisi cuaca, penyebaran sudut
datang termasuk arah perubahan maksimum dan tingkat difusi dan polarisasi.
Cahaya memiliki spektrum warna yang berbeda sesuai dengan panjang
gelombang. Tidak semua radiasi yang jatuh pada tumbuhan fotosintesis dapat
diserap, tetapi hanya cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang 400-720
nm yang diabsorbsi dan digunakan untuk proses fotosintesis (Parson et al. 1984).
Respon ganggang mikro terhadap intensitas cahaya juga sangat dipengaruhi oleh
pigmen yang dikandungnya. Perbedaan pigmen yang dikandung antar jenis
ganggang mikro menyebabkan perbedaan intensitas cahaya yang diabsorpsi.
2.4.2.2 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang dapat mempengaruhi
fotosintesis dan pertumbuhan ganggang mikro (Rafiqul et al. 2005). Secara
prinsip suhu yang tinggi dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi,
merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil.
Suhu berpengaruh pada sistem biologi melalui dua cara. Pertama,
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi secara enzimatik dalam tubuh
organisme. Kedua, berpengaruh terhadap proses respirasi organisme. Dalam
kaitannya dengan pertumbuhan, suhu optimum bagi pertumbuhan ganggang
mikro berbeda-beda tergantung jenisnya. Sebagai contoh, jenis ganggang yang
berada di daerah kutub dapat tumbuh dengan baik pada suhu 0-10 oC, sedangkan
jenis ganggang mikro yang hidup pada daerah iklim sedang yang agak dingin
daerah iklim sedang yang agak hangat dapat tumbuh dengan baik pada suhu
10-20 oC, sedangkan pada suhu tropis dapat tumbuh dengan baik pada suhu
15-30 oC (Raymond dan Weissman 1988).
2.4.3 Gerakan Air
Gerakan air berfungsi untuk membantu penyerapan hara bagi ganggang
mikro serta memperlancar pertukaran CO2 dan O2
Gerakan air di perairan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin
dan gerakan ombak. Pengadukan yang terjadi adalah karena perbedaan suhu dari
dua lapisan air, perbedaan tinggi muka air, pasang surut dan lain sebagainya.
Gerakan air diperlukan untuk mempercepat difusi gas dan ion-ion dalam air.
Dengan lancarnya difusi gas dan ion-ion yang diperlukan oleh ganggang mikro
maka pertumbuhannya akan lebih cepat (Richmond 1988).
(Indriani dan Sumiarsih 1991).
2.4.4 pH
Nilai pH pada suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan
basa serta konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. pH dapat mempengaruhi jenis
dan susunan senyawa kimia dalam lingkungan perairan dan ketersedian hara serta
toksitas dari ion (Saeni 1989).
Ganggang mikro umumnya hidup dengan baik pada pH netral (pH 7).
Colman dan Gehl (1983) menyatakan bahwa aktivitas fotosintesis akan turun
menjadi 33 % ketika pH turun menjadi 5.0. Perairan dengan kondisi asam (pH
kurang dari 6.0) dapat menyebabkan ganggang tidak dapat hidup dengan baik. Air
yang bersifat basa dan netral menjadikan organisme yang hidup di dalamnya lebih
produktif untuk tumbuh dan berkembang dibandingkan dengan air yang bersifat
3 METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB,
Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi, FMIPA IPB dan kolam
raceway di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB),
Cilubang Nagrak, Situgede, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai
Januari sampai dengan Oktober 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 isolat
ganggang mikro koleksi ICBB yaitu ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan
ICBB 9114. Media biakan ganggang mikro yang digunakan adalah media
BG11(Lampiran 1) dan media M4 (Lampiran 2).
Dalam penelitian ini digunakan 4 isolat ganggang mikro terseleksi
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terhadap parameter produksi karbohidrat,
protein dan lipid, yaitu ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114.
Lokasi sampling keempat isolat tersebut berturut-turut adalah tanah sawah di
G.Salak, Bogor; serta air sawah di Singa Jaya,Indramayu; Ciomas Permai, Bogor
dan Telaga Warna, Puncak, Bogor
Pada tahap peremajaan digunakan media BG 11, sedangkan pada tahap
kultivasi skala laboratorium dan skala lapang digunakan media 0.75 M4 yang
merupakan konsentrasi optimum berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang
dilaksanakan oleh Ardiles (2011) dan Septina (2011). Sebagai sumber hara N dan
P dalam penelitian ini digunakan bahan teknis ZA[(NH4)2SO4], NaNO3,
SP36[Ca(H2PO4)] dan K2HPO4
Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, autoclave, akuarium,
shaker, laminar flow, spektrofotometer, neraca analitik, kertas saring, botol
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Bagan Alir Penelitian
3.3.1 Peremajaan 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media BG 11 pada Skala Laboratorium
Tahapan penelitian diawali dengan peremajaan 4 isolat ganggang mikro.
Sebanyak 2 ml isolat diinokulasikan ke dalam 50 ml media BG11 dalam botol
bening berukuran ± 100 ml. Selanjutnya dilakukan proses kultivasi selama 3
minggu dengan cara digoyang (shaker).
3.3.2 Kultivasi 4 Isolat Ganggang Mikro dalam Media 50 ml 0.75 M4 pada Skala Laboratorium
Tahapan kultivasi selanjutnya dilakukan dalam media 50 ml 0.75 M4.
Pada tahapan ini pengaruh perlakuan kombinasi sumber N dan P terhadap
Peremajaan 4 isolat ganggang mikro dalam media BG 11 pada skala laboratorium
Kultivasi 4 isolat ganggang mikro terseleksi dalam media 50 ml 0.75 M4 pada skala laboratorium
Kultivasi 4 isolat ganggang mikro pada media 2 L 0.75 M4 skala laboratorium
Kultivasi ganggang mikro pada media 150 L 0.75 M4 pada kolam raceway
produktivitas biomassa dievaluasi berdasarkan kerapatan optik (nilai OD, optical
density) selama periode pertumbuhan hingga 27 hari, yang menghasilkan nilai OD
≥ 0.5, pada panjang gelombang 620nm.
3.3.3 Kultivasi Ganggang Mikro dalam Media 150 L 0.75 M4 pada Kolam Sistem Raceway
Kultivasi biakan ganggang mikro pada skala lapang, dilakukan di kolam
raceway (Chisti 2007) dengan volume 150 L media 0.75 M4. Selanjutnya
dievaluasi berdasarkan produksi karbohidrat, protein dan lipid dari biomassa
ganggang mikro tiap isolat.
3.3.4 Produksi Biomassa pada Skala Lapang
Pada tahap produksi biomassa ganggang mikro di skala lapang,
dilakukan pemanenan 2 kali pada interval 2 hari. Laju pertumbuhan ganggang
direpresentasikan oleh nilai kerapatan optik (OD). Setelah biakan ganggang mikro
mencapai nilai OD minimum yaitu 0.5 maka dilakukan proses kultivasi kembali
dengan tujuan menentukan OD minimum dan volume biakan (L) pada hari ke-0
agar nilai OD panen minimum 0.5 tercapai untuk setiap isolat ganggang mikro.
Penentuan penambahan volume untuk setiap isolat berdasarkan persamaan linier
dari kurva laju pertumbuhan ganggang mikro. Untuk penetapan produksi
biomassa kering dilakukan dengan metode gravimetri yaitu pemisahan,
pengeringan dan penimbangan berat kering.
3.3.5 Tahapan Identifikasi Ganggang Mikro
Tahapan identifikasi ganggang mikro dilakukan dengan mikroskop
fluorescence perbesaran hingga 1000X berdasarkan karakteristik morfologi umum
serta sifat-sifat selular seperti jenis pigmen fotosintetik serta struktur sel dan
flagela dengan mengacu pada (Heaps 1977), (Prescott 1978) serta (Bold dan
Wynne 1985).
3.3.6 Produksi Karbohidrat
Produksi karbohidrat (%) = 100 - % (produksi protein + kadar air +
3.3.7 Analisis N-Total dan Protein
Penetapan N-total pada ganggang mikro dilakukan dengan menggunakan
metode Kjeldahl (Apriantono et al. 1989). Serbuk ganggang kering 0.5 gram
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 25 ml, lalu ditambahkan 1.9 gram campuran
Se, CuSO4 dan Na2SO4. Larutan 5 ml H2SO4
N-Total =
pekat ditambahkan ke dalam labu,
digoyangkan perlahan-lahan, kemudian 5 tetes paraffin cair ditambahkan dan
dipanasi, sambil digoyang perlahan-lahan, kemudian perlahan-lahan api
diperbesar hingga diperoleh cairan berwarna terang (hijau biru), panasi 15 menit
lalu didinginkan. Kemudian aquadest ditambahkan kira-kira sebanyak 50 ml, lalu
isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 5 ml NaOH 50 %.
Destilat dititrasi dengan HCl 0.0999 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau
ke merah muda. Penetapan blanko juga dilakukan dengan cara yang sama seperti
di atas namun tanpa sampel. Rumus perhitungan:
(ml contoh - ml blangko) x Normalitas x 14 Bm
x 100%
% Protein = % N x fk
Keterangan: Bm = biomassa kering (gram) fk = faktor koreksi (6.25)
3.3.8 Kadar air (AOAC 2007)
Pengukuran kadar air ganggang mikro diawali dengan mengeringkan
cawan porselen dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam. Cawan tersebut
diletakkan ke dalam desikator (± 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin dan
ditimbang hingga beratnya konstan. Setelah itu sebanyak 5 gram sampel
ganggang mikro dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 105 ºC selama 24 jam. Cawan kembali dimasukkan ke
dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air (%):
W1-W
= berat cawan sebelum dioven (gram)
2
W
= berat cawan setelah dioven (gram)
3= berat cawan (gram)
X 100%
=
3.3.9 Produksi Lipid
Analisis produksi lipid dilakukan dengan metode chemical solvent oil
extraction (Bligh dan Dyer 1959), yaitu dengan menggunakan bahan kimia
sebagai pelarut. Pelarut kimia tersebut berupa metanol dan chloroform dengan
perlakuan: tabung ditimbang dan dicatat berat tabung reaksi kosong, dimasukkan
ganggang mikro, disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm atau setara dengan
958 x g selama 10 menit, kemudian dibuang supernatan lalu disimpan dalam oven
(suhu 80 o
Perhitungan produksi lipid (%):
C) selama 1 malam hingga kering; biomassa ganggang mikro yang telah
kering ditambahkan dengan 4 ml aquadest steril, ditambahkan metanol 10 ml dan
chloroform sebanyak 5 ml, dikocok kembali selama 1 malam kemudian
ditambahkan kembali aquadest steril sebanyak 5 ml dan chloroform sebanyak
5 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit; diambil
endapan lipid yang mengendap selanjutnya diletakkan dalam tabung reaksi dan
dipanaskan untuk menghilangkan campuran larutan kimia yang ditambahkan
sebelumnya.
Bw
Lw
Keterangan: Lw = berat lipid (gram) Bw = berat biomassa (gram)
3.3.10 Kadar abu (AOAC 2007)
Ganggang mikro sebanyak 2 gram ditimbang dalam porselen dan
ditempatkan dalam suhu terkontrol dari tanur hingga suhu 600 ºC selama 2 jam.
kemudian porselen segera dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan dan
dilakukan penimbangan bobot akhir sampel.
Perhitungan kadar abu (%):
W1-W
= berat cawan sebelum dioven (gram)
2
W
= berat cawan setelah dioven (gram)
3.3.11 Rancangan Percobaan
Perlakuan kombinasi sumber hara N dan P terhadap produktivitas
biomassa dievaluasi berdasarkan nilai kerapatan optik (nilai OD, optical density)
ganggang mikro selama periode pertumbuhan hingga 27 hari. Percobaan
dilakukan berdasarkan rancangan acak lengkap satu perlakuan dengan 9 taraf,
yaitu N1P1, N1P2, N1P3, N2P1, N2P2, N2P3, N3P1, N3P2, N3P3
N
, dengan 3
ulangan sehingga didapat 27 satuan percobaan dan dilakukan 5 kali pengukuran
OD yaitu pada hari ke-6, 11, 15, 19 dan 27. Adapun perlakuan yang diberikan
adalah sebagai berikut:
Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan ganggang mikro diketahui
dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), kemudian dilakukan
pengujian hipotesis dengan membandingkan nilai F hitung terhadap F tabel
dengan selang kepercayaan 95 % dan 99 % dengan kaidah pengambilan
Yij= µ + αi+ βj + εij
Keterangan:
Yij : nilai pengamatan pada perlakuan kombinasi sumber hara N dan P media
ke-i dan ulangan ke-j
µ : rataan umum
αi :
β
pengaruh perlakuan kombinasi sumber hara N dan P media ke-i
j : pengaruh ulangan ke-j
εij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan kombinasi sumber hara N dan
P media ke-i dan ulangan ke-j
i : perlakuan kombinasi sumber hara N dan P media ke-i
j : ulangan ke-j
Berdasarkan Analysis of Variance (ANOVA), perlakuan yang
memberikan pengaruh nyata diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Ganggang Mikro
4.1.1 Isolat ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114
Mengacu pada (Heaps 1977), (Prescott 1978) serta (Bold dan Wynne
1985), hasil identifikan menunjukkan bahwa isolat ICBB 9111 (Gambar 5)
didominasi oleh Synechococcus sp.,termasuk ke dalam divisi Cyanophyta pada
ordo Chroococalles; ciri-ciri yang teramati terlihat pada Tabel 2. Synechococcus
sp. merupakan ganggang mikro yang tumbuh baik pada media BG11 (Bold dan
Wynne 1985). Sedangkan Isolat ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114
(Gambar 6), didominasi oleh Chlamydomonas sp., ordo
umum yang teramati terlihat pada Tabel 2. Pada fase reproduksi aseksual,
individu menjadi nonmotil karena flagela menghilang (Pelczar dan Chan 1986).
Gambar 5 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Synechococcus sp. (a = chloroplast, b = pigmen fikosianin, c = pigmen klorofil dan d = butir sianofisin).
d
b
a
(a) ICBB 9112 (b) ICBB 9113
(c)ICBB 9114
Gambar 6 Foto mikroskop fluorescence ganggang mikro genus Chlamydomonas sp.
(a = stigma)
Tabel 2 Identifikasi Ganggang mikro ICBB 9111, ICBB 9112, ICBB 9113 dan ICBB 9114
Karakteristik Isolat
ICBB 9111 ICBB 9112 ICBB 9113 ICBB 9114 Morfologi sel Uniseluler Uniseluler Uniseluler Uniseluler
-Ukuran 4 µm 5-10 µm 5-10 µm 5-10 µm
-Bentuk Kokus Kumparan Kumparan Kumparan
-Sistem pigmen
klorofil-a, karatenoid, fikosianin
Klorofil Klorofil Klorofil
-Flagela Tidak ada Ada Ada Ada
-Sifat bahan cadangan
butir-butir sianofisin
Pati, minyak Pati, minyak Pati, minyak
4.2 Pertumbuhan Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Laboratorium
4.2.1 Synechococcus sp. ICBB 9111
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sumber hara N
dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai kerapatan
optik sel ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111 (Lampiran 3). Uji
DMRT menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P2 berbeda nyata
dibandingkan taraf perlakuan lainnya dan menunjukkan nilai kerapatan optik sel
(OD) tertinggi yaitu 1.01933 nm (Tabel 3). Namun, untuk tahap kultivasi skala
lapang, taraf kombinasi N2P1
Perlakuan
yang dipilih. Hal ini dikarenakan nilai OD minimal
0.5 sudah tercapai dan penggunaan kombinasi sumber hara dari bahan teknis yang
termurah menjadi pertimbangan utama.
Tabel 3 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111
Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)
[p ANOVA]
# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)
Nilai OD ganggang mikro yang < 0.5 menunjukkan bahwa komposisi dan
konsentrasi hara pada taraf tersebut belum optimal (Tabel 3). Achmadi et al.
(2002) menyatakan bahwa pada OD yang lebih tinggi (>1.0) kadar klorofil a
menurun, tetapi produksi biomassa tetap naik. Hal ini memperlihatkan bahwa
ganggang mikro tidak lagi memproduksi klorofil a atau tidak aktif memproduksi
sel muda tetapi melakukan penuaan sel. Produksi biomassa yang ditunjukkan oleh
nilai OD berhubungan dengan kemampuan ganggang mikro dalam memanfaatkan
hara pada kultur biakannya (Becker 1994).
Dalam penelitian ini diberikan hara P dalam bentuk ortofosfat yang berasal
dari pupuk SP36 dan/atau K2HPO4. Pada pemberian N1P1 dengan 100 % SP36
N1P3 dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4. Namun pada taraf N3P3 dengan 0 %
SP36 dan 100 % K2HPO4 berbeda nyata dibandingkan taraf kombinasi N3P1
dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4 (Tabel 3). Hal ini dikarenakan ketersedian
P dalam bentuk ortofosfat secara langsung reaktivitasnya dipengaruhi oleh ukuran
butir. Makin halus ukuran butir fosfat makin reaktif, sehingga karena semakin
mudah untuk diserap tanaman (Hammond dan Diamond 1987). Ukuran butir
ortofosfat dalam bentuk K2HPO4
Perlakuan
lebih halus daripada SP36.
4.2.2 Chlamydomonas sp. ICBB 9112
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sumber hara N
dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai OD
ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9112 (Lampiran 4).
Tabel 4 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9112
Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)
[p ANOVA]
# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)
Uji DMRT menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P3 tidak
berbeda nyata dengan N3P1, N3P2 dan N2P1, namun berbeda nyata dibandingkan
taraf perlakuan lainnya dan menunjukkan nilai OD tertinggi yaitu 1.07167 nm
(Tabel 4). Untuk tahap kultivasi skala lapang, perlakuan taraf kombinasi N2P1
yang dipilih.
Taraf N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP-36, 0 % K2HPO4)
yang dipilih menunjukkan bahwa ZA dapat mensubtitusi NaNO3. N dalam
perairan ditemukan dalam bentuk nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), ammonia (NH3) dan
ammonium (NH4+), sedangkan P dalam perairan pada umumnya dalam bentuk
ortofosfat dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik
Nilai kerapatan optik sel pada pemberian taraf kombinasi N1P3 dengan
0 % SP36 dan 100 % K2HPO4 berbeda nyata dibandingkan taraf kombinasi N1P1
dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4. Namun, dibandingkan pada taraf N3P3
dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4 tidak berbeda nyata taraf kombinasi N3P1
dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4 (Tabel 4). Hal ini dapat diartikan bahwa
sumber hara P yang digunakan secara langsung perlu memperhatikan beberapa
faktor utama yang dapat mempengaruhi efektifitasnya, diantaranya yaitu sifat
mineralogi dan kimia fosfat, tingkat kelarutan dan kandungan P.
4.2.3 Chlamydomonas sp. ICBB 9113
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi sumber hara N
dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai OD
ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (Lampiran 5). Uji DMRT
menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P2 pada hari ke-27 tidak
berbeda nyata dengan N3P1, N2P2, namun berbeda nyata dibandingkan perlakuan
lainnya serta menunjukkan nilai OD tertinggi yaitu 0.83600 nm (Tabel 5). Untuk
tahap kultivasi skala lapang, perlakuan taraf N2P2
Perlakuan
yang dipilih.
Tabel 5 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9113
Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)
[p ANOVA]
# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)
Taraf N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4)
yang dipilih menunjukkan bahwa ZA dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 dapat
mensubtitusi K2HPO4. Hara N sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas
dalam air. Pada keadaan anaerob, N berubah menjadi amonia (NH3), sebaliknya
Pada umumnya, bentuk N yang juga dimanfaatkan dalam metabolisme sel
ganggang mikro berupa amonium. Amonium dihasilkan melalui proses disosiasi
amonium hidroksida. Amonium hidroksida merupakan amonia yang terlarut
dalam air. Menurut Goldman dan Horne (1983), reaksi pembentukan amonium
adalah sebagai berikut:
NH3 + H2O NH4OH NH4+ + OH-
Bila reaksi di atas bergerak ke kanan maka konsentrasi amonium di dalam
media akan meningkat dan pH media menjadi basa.
Pengaruh pemberian taraf kombinasi N1P1 dengan 100 % SP36 dan 0 %
K2HPO4 tidak berbeda nyata dengan taraf kombinasi N1P3 dengan 0 % SP36 dan
100 % K2HPO4 terhadap nilai kerapatan optik sel.. Demikian halnya pengaruh
taraf kombinasi N3P1 dengan 100 % SP36 dan 0 % K2HPO4 tidak berbeda nyata
dibandingkan taraf kombinasi N3P3 dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4 (Tabel
4). Hal ini menunjukkan bahwa SP36 dapat mensubtitusi K2HPO4.
4.2.4 Chlamydomonas sp. ICBB 9114
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan taraf kombinasi sumber
hara N dan P pada hari ke-27 berpengaruh sangat nyata (p< 0.01) terhadap nilai
OD ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (Lampiran 6). Uji DMRT
menunjukkan bahwa pengaruh taraf kombinasi N3P3 berbeda nyata dibandingkan
perlakuan lainnya dan menunjukkan nilai OD tertinggi yaitu 0.78500 nm (Tabel
6). Untuk tahap skala lapang, taraf kombinasi N3P3 yang dipilih. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9114, ZA tidak dapat
Tabel 6 Pengaruh taraf kombinasi sumber hara N dan P pada hari ke-27 terhadap kerapatan optik sel ganggang mikro Chlamydomonas sp. ICBB 9114
Perlakuan
Kombinasi Kerapatan optik (620 nm)
[p ANOVA]
# angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 (DMRT)
Raoof et al. (2005) menyatakan bahwa sumber N pada NaNO3 dan
KNO3 merupakan unsur yang paling penting bagi pertumbuhan ganggang mikro
dan merupakan penentu level kritis yang penting bagi keberadaan nitrogen pada
skala lapang. Nitrat adalah bentuk N utama di perairan dan konsetrasinya di
perairan diatur oleh proses nitrifikasi (Effendi 2000). Goldman dan Horne (1983)
serta Sastrawijaya (2000) menyatakan bahwa N merupakan salah satu hara utama
yang konsentrasinya sering menjadi pembatas bagi pertumbuhan ganggang mikro.
Pengaruh pemberian taraf kombinasi N1P3 dengan 0 % SP36 dan 100 %
K2HPO4 tidak berbeda nyata dengan taraf kombinasi N1P1 dengan 100 % SP36
dan 0 % K2HPO4 , namun pada taraf N3P3 dengan 0 % SP36 dan 100 % K2HPO4
berbeda nyata dibandingkan taraf kombinasi N3P1 dengan 100 % SP36 dan 0 %
K2HPO4 terhadap nilai kerapatan optik sel. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan ortofosfat yang berasal dari K2HPO4 dalam media nutrisi merupakan
bentuk P yang langsung dapat diserap bagi metabolisme sel ganggang mikro.
Fosfor merupakan komponen biokimia pengubah energi di dalam sel dan terdapat
dalam bentuk adenosin fosfat. Kekurangan fosfor akan menghambat metabolisme
secara keseluruhan, sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan biomassa
4.3 Produksi Biomassa Kering Ganggang Mikro Terseleksi pada Skala Lapang
Biomassa dapat bermakna banyaknya zat hidup per satuan luas atau per
volume pada satu daerah dan pada waktu tertentu (Bold dan Wynne 1985). Tabel
7 menunjukkan bahwa produksi biomassa tertinggi dicapai oleh Synechococcus
sp. ICBB 9111 dengan rataan 0.439 g/l. Hal ini dikarenakan ketersedian hara serta
jumlah energi yang cukup diterima ganggang mikro untuk menjalankan
fotosintesis (Kersey dan Munger 2009).
Tabel 7 Produksi biomassa kering ganggang mikro terseleksi pada skala lapang
Ganggang Mikro Tahapan Panen Rata-rata
1 2
Synechococcus sp. ICBB 9111
OD awal (hari ke-0) 0.167 0.169 0.168
OD panen (hari ke-2) 0.561 0.564 0.562
Produksi Biomassa (g/l) 0.452 0.426 0.439
Chlamydomonas sp.ICBB 9112
OD awal (hari ke-0) 0.111 0.116 0.113
OD panen (hari ke-2) 0.531 0.529 0.530
Produksi Biomassa (g/l) 0.364 0.355 0.359
Chlamydomonas sp.ICBB 9113
OD awal (hari ke-0) 0.103 0.101 0.102
OD panen (hari ke-2) 0.520 0.517 0.518
Produksi Biomassa (g/l) 0.249 0.128 0.188
Chlamydomonas sp.ICBB 9114
OD awal (hari ke-0) 0.161 0.164 0.162
OD panen (hari ke-2) 0.520 0.519 0.455
Produksi Biomassa (g/l) 0.403 0.390 0.396
Pada saat fotosintesis, CO2 bebas merupakan jenis karbon inorganik utama
yang digunakan ganggang mikro. Ganggang mikro dapat juga menggunakan ion
karbonat (CO32-) dan ion bikarbonat (HCO3-). Penyerapan CO2 bebas dan
bikarbonat oleh ganggang mikro menyebabkan penurunan konsentrasi CO2
terlarut dan mengakibatkan peningkatan nilai pH (Golman dan Horse 1983). Pada
lingkungan netral, CO2 berada dalam bentuk bebas sehingga dapat berdifusi
sebagai sumber karbon utama bagi proses fotosintesis ganggang mikro cukup
tersedia sehingga proses metabolisme dapat berlangsung cepat dan kerapatan sel
meningkat.
Produksi biomassa ganggang mikro merupakan faktor penting, karena
dengan biomassa kemampuan ganggang mikro untuk memproduksi karbohidrat,
protein dan lipid dapat diketahui. Keberhasilan teknik kultur bergantung pada
kesesuaian antara jenis ganggang mikro yang dibudidayakan dan beberapa faktor
lingkungan seperti cahaya, suhu dan pH (Kersey dan Munger 2009).
4.4 Produksi Karbohidrat
Karbohidrat sebagai sumber karbon berfungsi sebagai bahan baku untuk
mensintesis senyawa organik seperti asam amino, asam lemak dan makromolekul
lain penyusun tubuh tumbuhan (Kimball 1991). Secara umum karbohidrat
berperan sebagai osmoregulator yang mempengaruhi potensial air dalam sel
sehingga mempengaruhi pembesaran sel (Huang dan Liu 2002).
Gambar 7 menunjukkan bahwa karbohidrat skala lapang tertinggi pada
Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 43.90 % dari bobot kering pada taraf
kombinasi N2P1(50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Proses
akumulasi karbohidrat terutama terjadi pada dinding sel sebagai respon terhadap
kondisi lingkungan serta indikasi tingginya proses fotosintesis (Richmond 1988).
Gambar 7 Produksi kabohidrat ganggang mikro pada skala lapang Keterangan:
-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:
Ganggang mikro tidak memiliki struktur sekomplek tumbuhan tingkat
tinggi, namun fotosintesis terjadi dengan cara yang sama yaitu melalui fotosistem
1 yang bekerja pada cahaya merah dan fotosistem 2 pada cahaya hijau. Ganggang
mikro memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplas dan panjang gelombang
yang diserap lebih bervariasi (Stevenson et al. 1996). Panjang gelombang cahaya
yang diserap ganggang mikro untuk proses fotosintesis adalah 400-720 nm
(Wetzel 1983; Parson et al. 1984; Cole 1998).
Kandungan biokimia ganggang mikro sangat bergantung pada kondisi
tumbuhnya. Berbagai faktor tumbuh, seperti intensitas cahaya, suhu, dan
komposisi nutrisi telah diketahui berpengaruh nyata pada komposisi biokimia
ganggang mikro (Thompson et al. 1990). Peningkatan produksi karbohidrat
disebabkan oleh meningkatnya ”floridean starch” sebagai hasil fotosintesis.
Floridean starch merupakan senyawa galaktosa dan gliserol yang berikatan
melalui ikatan glikosidik (Bidwel 1974).
Karbohidrat yang terkandung dalam biomassa ganggang mikro dapat
diproses menjadi bioetanol. Bioetanol diproduksi dengan cara fermentasi
menggunakan bahan baku hayati, sedangkan etanol dapat dibuat dengan cara
sintesis melalui hidrasi katalitik dari etilen atau bisa juga dengan fermentasi gula
menggunakan ragi Saccharomycescerevisiae.
Ganggang mikro dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol hal ini
dikarenakan: bahan baku bioetanol yang selama ini digunakan bahan pangan bagi
manusia (singkong dan pati). Disamping itu kandungan karbohidrat pada
ganggang mikro yang tinggi yaitu 30-50 % (Chisti 2007, Harun et al. 2009).
4.5 Kadar Protein
Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino
melalui ikatan peptida. Nitrogen adalah unsur utama penyusun protein. Gambar 8
menunjukkan bahwa kadar protein skala lapang tertinggi pada Chlamydomonas
sp. ICBB 9114 dengan rataan 29.09 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi
N3P2 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 % SP36, 100 % K2HPO4). Namun sebagai
perlakuan terbaik dipilih Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dengan rataan 24.97 %
dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %
Gambar 8 Kadar protein ganggang mikro pada skala lapang
Hal ini menunjukkan bahwa pada Chlamydomonas sp. ICBB 9114, ZA
tidak dapat mensubtitusi NaNO3 dan SP36 tidak dapat mensubtitusi K2HPO4.
Nitrat adalah bentuk utama N di perairan dan merupakan hara utama bagi
pertumbuhan ganggang mikro. Nitrat mudah larut dan bersifat stabil sehingga
mendukung metabolisme pembentukan protein dalam sel ganggang mikro
(Goksan et al. 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Suminto (2009), bahwa
perlakuan media kultivasi ganggang mikro menggunakan media kultur Walne
yang didominasi kandungan NaNO3 menghasilkan kandungan protein tertinggi
dengan rata-rata 67.58 %.
Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan nitrogen. Nitrogen dan
fosfor sangat berperan dalam penyusunan senyawa protein. Menurut Kimball
(1991), N berperan sebagai penyusun klorofil dan asam amino, pembentuk
protein, pengaktivasi karbohidrat dan komponen enzim, penstimulasi
perkembangan dan aktivitas akar serta penyerapan hara. Menurut Colla et al.
(2005), nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun
protein di dalam sel. Semakin rendah NaNO3
Beberapa ganggang mikro dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
protein sel tunggal. Hal ini dikarenakan kandungan protein yang tinggi mencapai
30-60% dari berat keringnya (Borowitzka 1988). Protein sel tunggal (Single Cell maka akan semakin rendah pula
produksi protein selnya.
Keterangan:
-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:
Protein = SCP) adalah makanan berkadar protein tinggi, berasal dari mikrob.
Scenedesmus mengandung protein sebesar 55 % dari bobot keringnya dan
Spirulina mengandung 60.42 % dari bobot keringnya (Kabinawa 1989).
4.6 Kadar Air
Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat dalam bahan makanan
dengan derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno 2008). Prosentase
kadar air suatu produk biasanya ditentukan oleh kondisi penyimpanan,
pengeringan dan pengemasan.
Gambar 9 Kadar air ganggang mikro pada skala lapang
Gambar 9 menunjukkan bahwa kadar air skala lapang tertinggi pada
Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dengan rataan 11.91 % dari bobot kering, pada
taraf kombinasi N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4
Lipid adalah
).
Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air masih terikat kuat dan sulit
diuapkan karena membentuk hidrat dengan molekul organik lainnya melalui
ikatan ionik. Kadar air Spirulina yang diproduksi oleh Earthrise Farms, AS
(Kellay 1974) berkisar antara 3-7 %. Sesuai dengan penelitian Bidwell (1979)
kondisi normal kadar air pada tanaman bisa mencapai 90 % dan bisa berkurang
hingga 70 %.
4.7 Kadar Lipid
Keterangan:
-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:
larut dalam pelarut nonpolar, sepe
menunjukkan bahwa kadar lipid ganggang mikro skala lapang tertinggi pada
Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dengan rataan 32 % dari bobot kering, pada taraf
kombinasi N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 % SP36, 50 % K2HPO4).
Gambar 10 Kadar lipid ganggang mikro pada skala lapang
Hal ini dikarenakan selain faktor nutrisi, akumulasi kandungan lipid pada
Chlamydomonas sp. ICBB 9113 bisa diakibatkan oleh kondisi lingkungan. Pada
kondisi stress lingkungan, ganggang mikro lebih banyak menggunakan atom
karbon untuk membetuk lipid, sebagai akibat meningkatnya aktivitas enzim Asetil
ko-A Karboksilase (Sheehan et al. 1988).
Kimball (1991) berpendapat bahwa ada hubungan metabolisme antara
karbohidrat, protein dan lemak yaitu kompetisi Asetil co-A, yang merupakan
prekusor pada beragam jalur biosintesis. Ganggang mikro memiliki toleransi yang
tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga dapat dibudidayakan dalam skala
besar (Borowitzka 1988).
Keterangan:
-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:
N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %
SP36, 0 % K2HPO4)
-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:
N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %
SP36, 0 % K2HPO4)
-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:
N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %
SP36, 50 % K2HPO4)
-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:
N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %
Gambar 11 Foto lipid ganggang mikro
Konsentrasi nitrogen dapat menyebabkan kenaikan kandungan lipid.
Borowitzka (1988) menyatakan bahwa pada konsentrasi nitrogen yang rendah
ganggang mikro akan mengandung banyak lipid. Menurut Becker et al. (1994),
ganggang mikro yang tumbuh pada kondisi kekurangan nitrogen dalam kultur
biakan akan cenderung mengakumulasi sejumlah besar lipid, tetapi akan
menurunkan biomassa, protein dan asam lemak.
Lipid merupakan kelompok senyawa kaya akan karbon dan hidrogen.
Senyawa yang termasuk lipid adalah lemak dan minyak. Lipid juga berperan
penting sebagai komponen struktur membran sel. Salah satu manfaat lipid yang
terdapat pada ganggang mikro adalah sebagai bahan baku biofuel (Brown 2002;
Skill 2007; Patil et al.2008; Widjaja 2009).
4.8 Kadar Abu
Kadar abu merupakan salah satu analisis proksimat yang menunjukkan
Gambar 12 Kadar abu ganggang mikro pada skala lapang
Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar abu skala lapang tertinggi pada
Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 4.42 % dari bobot kering, pada taraf
kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4
Keterangan:
).
Hal ini dikarenakan mineral atau logam yang terdapat dalam media hara
tidak dapat terbakar selama pengabuan. Kadar abu berhubungan dengan mineral
suatu bahan. Elemen mineral tidak dapat dirusak dengan pemaparan panas,
cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim maupun faktor lainnya yang mempengaruhi
zat gizi organik. Mineral dalam abu biasanya dalam bentuk metal oksida, sulfida,
fosfat, nitrat, klorida dan halida lainnya (Sudarmadji et al. 1996).
-A:Synechococcus sp. ICBB 9111:
N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %
SP36, 0 % K2HPO4)
-B:Chlamydomonas sp. ICBB 9112:
N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 %
SP36, 0 % K2HPO4)
-C:Chlamydomonas sp. ICBB 9113:
N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 50 %
SP36, 50 % K2HPO4)
-D:Chlamydomonas sp. ICBB 9114:
N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 %
5 SIMPULAN
Hasil identifikasi ganggang mikro terseleksi dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu Synechococcus sp. (ICBB 9111) dan Chlamydomonas sp. (ICBB 9112,
ICBB 9113 dan ICBB 9114).
Taraf kombinasi sumber hara N dan P optimum untuk pertumbuhan
ganggang mikro Synechococcus sp ICBB 9111 dan Chlamydomonas sp. ICBB
9112 adalah N2P1 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4),
untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9113 adalah N2P2 (50 % ZA, 50 % NaNO3 dan
50 % SP36, 50 % K2HPO4) dan untuk Chlamydomonas sp. ICBB 9114 adalah
N3P3 (0 % ZA, 100 % NaNO3 dan 0 % SP36, 100 % K2HPO4).
Karbohidrat tertinggi diproduksi oleh Synechococcus sp. ICBB 9111
dengan rataan 43.90 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA,
50 % NaNO3 dan 100 % SP36, 0 % K2HPO4). Produksi protein tertinggi
diproduksi oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dengan rataan 29.09 % dari
bobot kering, pada taraf kombinasi N2P1 (50 % ZA, 50% NaNO3 dan 100 %
SP36, 0 % K2HPO4). Produksi lipid tertinggi diproduksi oleh Chlamydomonas sp.
ICBB 9113 dengan rataan 32 % dari bobot kering, pada taraf kombinasi N2P2 (50