11/
,/
1 ,
\
, ',
T1NJAUAN SIMIAN - AIDS DAN KEMUNGKINAN
HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN
masyarakセt@
SKRIPSI
Oleh :
ACHDIJAi>GANDA
B.16. 1045
FAKUL T AS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
ACHDIJAT GANDA. Tinjauan Simian-AIDS dan Kemungkinan.
Hubungannya Dengan. Keshatan Masyarakat (Dibawah bimbingaa
DRH. INDRAWATI RUMAwAS, SKM).
Hadirnya kasus yang menyerupai AIDS ·didalam populasi
Monyet dan Kera (Primata) yang awalnya digunakan untuk
ke-perluan penelitian di Pusat Pusat atau Lembaga-Lembaga
Pe-ョ・ャゥエゥ。ョセ@ kini menimbulkan masalah dan harapan-harapan
ba-gi para ahli. Kelompok Retrovirus yang menyebabkan hewan
terjangkit dan sakit ternyata sama dengan yang menyerang
pada Manusia.
Meskipun tampaknya virus penyebab AIDS termasuk dalam
sub famili Lentivirus dan memiliki sedikit perbedaan inti
rantai protein pembengun struktur RNA dengan virus
penye-bab Simian-AIDS, tetapi sifat antigenik protein envelop
virion. virulensi serta patogenesa hampir sama terhadap
spesies ysng terinfeksi.
Untuk membuktikan apakah telah terjadi suatu reaksi
silang diantara virus penyebab AIDS dan Simian-AIDS
mem-buka peluang bagi para peneliti untuk membuat vaksin yang
efektif disamping pendalaman dalam studi epidemiologi dan
phategenosa dari penyakit disamping kemungkinan sebagai
agen yang bersifat zoonosis.
Dengan ditemukannya STLV-III, virus terkahir yang
berhasil diisolasi dari hewan penderita Simian-AIDS
mene-laah lebih lanjut kasus SAlDS ini, mengingat STLV-IIl yang
berdasarkan uji dengan western Blot dan Southern Blot
di-peroleh data bahwa virus ini termasuk dalam sub-famili
lセョエゥカゥイオウL@ famili Retrovirus.
Oleh karena itu dengan adanya kasus SAlOS
mempersem-bahkan pada kita suatu peluang yang sangat berharga untuk
menjawab atau paling tid5k jalan keluar atau sebagai model
DAN KEMUNGKINAN HUBUNGANNYA UENGAN KESEHATAN MASYARAKAT
S K RIP S 1
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Dleh
ACHDIJAT GANUA
B. 16.1045
FAKULTAS KEDOKTERAN HEwAN
INSTITUT PERTANIAN BOGUR
TINJAUAN SIMIAN-AIDS
DAN KEMUNGKINAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN MASYARAKAT
5 K RIP 5 I
ACHDIJAT GANDA
8.. 16.1D45
Sarjana Kedokteran Hewan 1ge6
Skripsi ini te1ah diperiksa
dan disetujui o1eh
ALセセセ@
セ@
Drh. lndrawati Rumawas, SKM
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada luhan yang
Maha Esa atas rakhmat serta bimbingannya dalam penyelesaian
skripsi ini.
Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk menempuh
uji-an Dokter Hewuji-an pada Fakultas Kedokteruji-an Hewuji-an, Institut
Pertanian Bogor setelah selesai mengikuti program Koasistensi.
Penulisan skripsi ini merupakan suatu telaah pustaka,
dalam hal mana penulis merangkumkan beberapa makalah yang
ada, dan selanjutnya diberikan diskusi serta kesimpulan
yang dapat diambil hikmahnya bagi yang berminat.
Penulis mangucapkan banyak terima kasih dan panghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
- Staf Perpustakaan Balivet aogor
- Staf Perpustakaan NAMRU, Percetakan Negara Jakarta
- Staf Perpustakaan Kedoktaran UI
- Drh. Indrawati Rumawas, 5KM
- Drh. Joko Pamungkas
- DR. M.B. Malole
- Rakan rekan sepenanggunan: Drh. Agus Chandra Rully,
Drh. Welly Sugiono, Drh. A. Tjatur Isnandar, Drh.
Ery Heryadi, Drh. 5.5. Damayanti.
- DR. Chuck L. Darsono
- Dan rekan-rekan : M. Hatta, Erwin, Cipluk, Angkoso
5erta semua fihak yang talah membantu dalam
Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada Ayah dan Ibu tercinta atas pengorbanannya dan
dorong-an ydorong-ang diberikdorong-an dalam pencapaidorong-an cita-cita penulis.
Penulis .,enyadari bahwa dalam penulisan skripsi inl
masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan,
ka-rena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
dapat menyempurnakan tulisan ini. Semoga tu1isan ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi yang memerlukan.
•
Bogor, Oktober 1887
Penulis adalah anak kedua dari tujuh bersaudara,
di-lahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 11 April
1960. Orang tua bernama Achmad Ganda dan Jamenah.
Penu-lis lulus SO tahun 1872, SMP tahun 1975, dan SMA tahun 1978
se1uruh ke1u1usan dise1esaikan pada 5eko1ah Perwaki1an
In-donesia di Bangkok, Thailand.
Penulis mempero1eh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
da-ri Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
OAF TAR lSI
OAF TAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
...
...
BAB I.
BAB II.
BAB II
1.BAB IV.
BAB V.
PENDAHULUAN
...
STATUS PENELITIAN AIDS SAAT INI
..
... ..
A.
B.
K1asifikasi dan Etio1ogi
..
..
..
..
..
.. .. ..
.. ..
..
Dasar Pene1itian..
..
.. .. ..
..
..
....
.... ..
..
.... .. .. .. ..
PtNYAKIT AIDS PADA PRIMATA
..
....
..
..
..
.... ..
..
..
..
..
A.
B.
Pengamatan K1inis
.. .. .. ..
..
..
..
..
....
.. .. .. .. .. ..
.. ..
Etiologi Karakteristik •••••••••••••
B. 1. Retrovirus type-O ••••••••••
B.
2. Agen Yang Mirip Lentivirus ••
...
DISKUSI
KESU1PULAN
..
..
..
..
....
.... ..
.. ....
....
... ..
DAFTAR PUSTAKA
.
.. ..
..
.. ..
.... ..
.. ..
.
. . . .
.
...
Nomor Ha1aman
Teks
1. Hasil pengamatan 42 kasus Retroperitoneal
Fibromatosis pada Macaca nemestrica •••••••••• 36
2. Agen-agen yang berhasil diisolasi dari
Macaca nemestrica yang mengalami RF •••••••••• 37
3. Geja1a klinis yang terjadi pada penderita
AIDS manusia •••••••••••••••••.•••••••••••••.• 38
4. Karakteristik dari agen penyebab AIDS pada
Manusia dan Simian ••••••••••••••••••••••••••• 39
5. Data gambaran klinis dari Retrovirus hasil inokulasi dari Simian yang menderita AIDS dari
beberapa Pusat Studi dan Penelitian Primata.. 40
6. aセ・ョエ@ mirip Lentivirus yang berhasil diiso1asi
、セ「・イ「。ァ。ゥ@ Pusat Studi dan Penelitian Primata. 41
7. Kekerabatan rantai DNA dari Retrovirus type O/w
dengan DNA dari Primata lainnya •••••••••••••• 42
8. Perubahan organ yang diamati baik secara makro
DI\FTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Biakan jaringan sel Rajii yang mengandung
isolat Retrovirus type-D •••••••••••••••••••••• 44
2. STLV-lll yang terlihat dengan pengamatan elektron mikroskop dalam biakan jaringan
HUT-78 •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• 45
3. Gambaran mikrokopis dan skematis dari virus
AIDS Manusia ••••••••..•••••••••••••••••••••••• 46
4. Perubahan patologis limfonodus mesentrica
M-nemestrina yang menderita SAlDS dan RF... 47
5. Limfonodus jejunalis yang mengalami limfa
denopathy dan hepatosplenomegali •••••••••••••• 48
6. Jaringan fibromatosis yang mengandung fibro
blast dengan perluasan endoplasmik retikulum.. 49
7. 8eberapa lesio kulit Macaca fascicularis
yang menderi ta SAIDS dan RF •••••••••••••••••.• 50
8. Jaringan yang bersifat Fibromatosa sudah
menjalar ke otot-otot tUlang •••••••••••••••••• 51
[image:11.595.42.467.162.513.2]Sejak kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun
1981, maka penyakit Aquired Immuno Deficiency Syndrome
(Sindroma hilangnya sistim kekebalan tubuh secara dapatan)
telah menjadi topik pembicaraan dalam dunia kesehatan di
Amerika Serikat khususnya dan dunia Pada umumnya. Dengan
semakin meningkatnya jumlah korban penderita yang
diperki-rakan bertambah dua kali lipat pertahun, menimbulkan
kepri-hatinan yang mendalam baik dari kalangan ilmuwan dan
masya-rakat dunia terutama hal ini terasa sekali di Amerika Serikat.
Mengingat penyakit AIDS sangat infeksius, dan diduga
disebabkan oleh jenis virus, di Amerika Serikat, khususnya
pihak NIH (National Institut of Health) dan CDC (Centre for
Disease Control) mulai melakukan langkah yang dirasakan
be-gitu mendesak untuk dilaksanakan. Dari sekian banyak
kebu-tuhan serta langkah yang perlu diambil agar dapat diperoleh
suatu strategi nasional yang efektif dalam hal ュセョァ。エ。ウゥ@
ka-sus AIDS adalah akan kebutuhan suatu hewan model yang cukup
relevan. Sehingga nantinya dapat diperoleh data yang cukup
tarwakili dalam pemantauan sifat biologis dan patogenesa
penyebab AIDS.
Dilain pihak para ilmuwan, didalam bidang Kedokteran
Hewan juga menemukan kasus yang mirip dengan AIDS yaitu
pa-da Primata bukan Manusia yaitu papa-da golongan Monyet pa-dan Kera.
juga diduga karena terinfeksi oleh Retrovirus type-D. Hal
ini membuka peluang bagi para ilmuwan untuk membuka tabir
rahasia dari penyakit AIDS itu sendiri, menghidupkan suatu
harapan sebagai suatu model yang cukup representatif.
La-poran-laporan terakhir mengenai gejala-gejala spontan yang
tampak, percobaan penjangkitan penyakit secara eksprimen
terhadap Monyet-Monyet dengan virus-virus yang secara
mor-fologis, biologis ataupun serologis memiliki persamaan
ter-hadap virus penyebab AIDS pada Manusia (HTLV-III) cukup
memberikan harapan, mengingat hewan percobaan yang
diguna-kan memiliki cukup banyak kesamaan unsur yang dapat 、ゥ「。ョセ@
dingkan dengan Manusia untuk suatu penyidikan dan
peneliti-an ypeneliti-ang ekstensif.
Adapun tujuarn dari penulisan skripsi ini, untuk
menga-nalisa sejauh mana penelitian-penelitian para ahli dibidang
Kedokteran Hewan didalam perkembangan penyakit AIDS pada
Primata.
Penemuan para ahli yang menyatakan bahwa
Lymphocyto-tropic Retrovirus adalah penyakit AIDS dan termasuk dalam
virus golongan.LENTIVIRUS. telah dapat menolong para
ilmu-wan didalam menerangkan proses yang terjadi pada para
pen-derita AIDS. Dengan adanya berbagai penemuan,. pengetahuan
dan sejarah alami dari penyakit yang disebabkan oleh virus
golongan Lentivirus yang sudah ada, seperti Visna dan Equine
Infection Anemia, telah menempatkan AIDS didalam
perkembang-annya kedalam golongan yang sarna secara biologis dengan
penyakit-penyakit yang terjadi pada hewan Mammalia.
A. Klasifikasi dan Etiologi
Dari hasil pengamatan, terbukti bahwa virus penyebab
AIDS adalah Retrovirus dari golongan Lentivirus. Agent
yang digambarkan sebagai Lymphadenopathy Assosiasi Virus
(LAV)(2, 46), HTLV-III (13) dan ARV (37) telah ditemukan
secara konsisten berassosiasi dengan penyakit AIDS. Dalam
serum darah penderita AIDS ditemukan pula antibodi yang
spesifik terhadap ARV dalam jumlah (fraksi) yang cukup
ba-sar, disertai adanya viremia yang persisten. walaupun
vi-rus-virus penyebab AIDS secara morfologis sukar untuk
dike-nali,
tetapi banyak isolat virus asal manusiamemperlihat-kan adanya perbedaan tersebut (18). Dari baberapa isolat
virus ditemukan bahwa sistem kode genetis virus guna
pem-bentukan envelop (dinding protein virus) ternyata sangat
4
Meskipun tampaknya virus-virus dari kelompok ARV secara
umum memiliki kesamaan unsur pembentuk, namun virus-virus
yang dapat mengenfeksi Manusia dan Primata tadi mempunyai
perbedaan yang menyolok didalam hal protein envelop virion,
virulensi serta pathogenosa dari virus terhadap spesies
yang terinfeksi (15).
Dulu orang menduga bahwa penyebab AIDS berasal dari
AIDS Assosiasi Retrovirus (ARV) type-C, tetapi penelitian
baru-baru ini membuktikan bahwa penyebab AIDS adalah
Lenti-virus
(18).
Dari data tersebut ditambah dengan bukti-buktiyang lain, kini para ilmuwan yang menyelidiki masalah AIDS
dapat menjelaskan secara umum tentang klasifikasi dari
Re-trovirus. Dari kenyataan diatas, maka ilmuwan beranggapan
bahwa HTLV-III mempunyai faktor persamaan yang dekat dengan
golongan Lentivirus pada Ungulata dibanding dengan. HTLV-I
atau HTLV-II (4, 18, 33). Hal ini dapat dibuktikan lewat
analisa Heterodupleks, bahwa HTLV-III mempunyai kadar
ho-molog lima kali lebih besar terhadap virus Visna dibanding
terhadap HTLV-I, dan Zerohomolog terhadap HTLV-II. Secara
komperatif serologis menunjukkan bahwa terjadi reaksi
si-lang antara virus Visna dengan HTLV-III atau dengaR
Lym-phadenopathy Associated Virus (LAV)(8. 10, 11, 39).
Dengan demikian para peneliti beranggapan terdapat
kesamaan sifat antigenik dan serologis antara HTLV-III
Prioritas mendasar lainnya didalam penelitian AIDS,
termasuk didalamnya adalah cara menerangkan mekanisme dari
patogenesa penyakit tersebut. Pada orang yang terinfeksi
oleh virus dari golongan HTLV-III akan mengalami dan
mem-perlihatkan keragaman gejala klinis seperti peradangan
10-kal, Lymphadenopathy yang ringan sampai peradangan yang
menyeluruh dan diakhiri dengan kematian (46,57).
Sampai saat ini laju perkembangan penyakit secara
pas-t i dilingkungan masyarakapas-t yang pas-terinfeksi belum dapapas-t
di-ketahui, tetapi perolehan data terakhir tentang populasi
masyarakat Homoseks yang menderita atau yang tertular AlDS
dari tahun 1978 sampai 1987, kira-kira 38
%
penderitamem-perlihatkan gejala klinis pan.mti.nifestasii:lya; 4 ,.;
memper-lihatkan gejala klinis yang terbatas
(13,33).
Bukti-buktilain menyebutkan bahwa laju populasi orang secara
seroposi-tif terinfeksi HTLV-III memperlihatkan gejala AIDS dalam
beragam stadium, berkisar 4-8 セ@ pertahun di New York, 4-6
%
pertahun di San Fransisco dan3-5
%
pertahun di daerahpenyebaran AIDS tingkat menengah
(37,57).
Berdasarkan perbedaan susunan genetik dan fenotif dari
setiap spesies yang tergolong AR-virus walau tidak untuk
seluruh varian yang ada, mungkin sekali ォ。セ。P@ terdapat
vi-rulensiyang cukup signifikan (nyata) dian tara varian-varian
virus tersebut. Meskipun demukian tidak seperti halnya
vi-rus lainnya yang menyebabkan penyakit seperti Oemam Kuning
6
Argentina (Argentina Haemorrhagic Fever) yang spectrum
virulensinya sudah diketahui dengan baik oleh para ahli,
maka spectrum dan virulensi dari virus golongan ARV
penye-「。セ@ AIDS masih belum jelas. Namun bukan hanya masalah
vi-rulensi saja yang belum diketahui, masih banyak lagi masalah
(13) dari patogenesa yang belum begitu jelas diketahui dan
dirasakan membutuhkan penyelidikan yang lebih mendalam,
te-tapi juga masalah cara dan rute penularan, status kekebalan
induk semang (Host) serta faktor tingkat keragaman
susepta-bilitas (kepekaan) (15).
Hal yang juga harus mendapat perhatian khusus pada
saat ini adalah masa1ah Epidemilogi dari penyakit AIDS.
Hampir semua kasus infeksi oleh virus yang tergolong
dida-lam kelompok AIDS Retrovirus yang telah menyerang di
Ame-rika SeAme-rikat, ternyata menyebar rata-rata seCara
Trans-seksual. Tetapi kini timbul berbagai pertanyaan type yang
bagaimana yang lebih sering mengenfeksi lewat hubungan
seksual (19). Sejak infeksi AIDS Retrovirus muncul
dika-langan para pe1acur, bertambah 1uasnya penyebaran penyakit
ini
belum dapat dipastikan, walaupun prospek penyebaran itu sendiri sudah dapat kita bayangkan (19). Dataterda-hulu yang b.erasal dari Afrika memberi indikasi adanya
pre-valensi antib.odi yang tinggi, tetapi kepastian tentang hal
ini masih harus diteliti kembali. Berdasarkan hal tersebut
diatas, walau bagaimanapun hasilnya, ada kemungkinan
populasi yang ada di Afrika (50). Data yang diperoleh
be-lum lama berselang di Brussel berkesimpulan bahwa
prevalen-si antibodi terhadap HTLV-III, Kelompok AIDS Retrovi.us dan
terhadap Simian Origan Virus (SOV) yang ada relasinya
ter-hadap virus Human T-Lymphatropic type III (HTLV-III) akan
meningkat secara cepat dilingkungan penduduk di Afrika,
Khu-susnya dikalangan para pelacur (50). Oimana transmisi
vi-.us melalui kegiatan s.ksual bukan cara satu-satunya dan
paling utama didalam p.oses infeksi dari ARV
ini,
transmi-si lewat jarum suntik tampaknya sudah merupakan hal yangumum di beberapa kelompok populasi di Afrika, termasuk
di-dalamnya golongan pelacur yang pada umumnya sering da"ang
kerumah sakit atau Poliklinik setempat guna pengobatan
pe-nyakit-penyakit lain yang juga ditransmisikan. secara
sek-sual. Tersebar luasnya virus kontaminasi jarum suntik
tam-pak merutam-pakan faktor epidemiologi utama yang dicurigai
ter-jadi pada penduduk dan hal
ini
bisa saja merupakan fakta yang dapat dibenarkan di Afrika (50). Ledakan (Out-break)penyakit Ebola Haemorrhagic Fever di Sudan dan Zaire pada
tahun 1976 merupakan contoh kasus penyakit yang disebar
luaskan lewat jarum suntik yang terkontaminasi oleh virus.
Dilain pihak epidemiologi dari kasus penyakit AIDS yang
ditransmisi lewat hubungan secara heteroseks serta peran
kontak dari pihak wanita ke pria atau sebaliknya ditambah
sebagai faktor transmisi strain ARV dan virus yang masih
mempunyai hubungan dengannya lewat berbagai macam kondisi
III. PENYAKIT AIDS PADA PRIMATA
A. Pengamatan Klinis
Sudah sejak beberapa tahun terakhir para klinikus,
peneliti bidang Primata (golongan Monyet dan Kera), mUlai
mengamati dan menyadari adanya sejenis Lymphoma spontan
(Spontaneus Lymphoma) pada primata yang diikuti oleh
in-feksi lanjutan yang berkaitan dengan kondisi berkurangnya
kekebalan tubuh (lU,16,17). Kadang-kadang keadaan seperti
diatas dii'kuti oleh berbagai infeksi sekunder seperti
Avi-an Tuberculosis, Epstein-Barr Virus (EBV), Cytomegaloma
Virus (CMV) (11), Candidiasis dan CryptoSporidasis (12,19).
Gambaran klinis yang diperlihatkan pada kasus penyakit
spontan adalah Lymphadenopathy, demam, diarhe, anemia,
neu-tropenia dan lymphoma (15,29,56)(Lihat Tabel I dan II).
Dengan perkembangan penyakit AIDS serta kaitannya dengan
pokok masalah kesehatan masyarakat, tampaknya penyakit yang
menyerang kelompok primata yang dikatakan mempunyai
gambar-an serupa denggambar-an gambargambar-an klinis pada kasus AIDS lTabel III)
maka sejak itu orang mulai menyebut kasus pad a primata
de-ngan "Simian AIDS Like Disease" (AIDS pada Primata)(7,12,
17, 23, 29).
Kasus penyakit mirip AIDS pada Pusat Primata di
Cali-fornia (CPRC) ditemukan pad a Macaca mulatta dinyatakan
da-pat ditularkan lewat inokulasi dari Monyet yang sakit
ketu-buh Monyet yang lain (20,23,39). Hasil inokulasi percobaan
(Spontan Illness) yang diikuti oleh kematian bebe.apa
ming-gu atau bebe.apa bulan kemudian. Kasus yang mi.ip juga
te.-jadi di Pusat Penelitian P.imata Regional New England (NER
PRC)(35), penyakit be.sifat t.ansmisible yang tidak konstan
te.hadap monyet-monyet lewat ea.a penanaman ja.ingan yang
be.asal homogenat da.i Maeaea eyelopis yang mende.ita (26).
Vi.us New England sepe.ti juga halnya vi.us Califo.nia
te.-masuk vi.us Retro type-D, vi.us ini bisa dikultivasi
(di-perbaiki) didalam Raji cells (35), yaitu suatu biakan
ja-.ingan sel lymphoma manusia dalam suatu media isolasi
da-rah pe.ipheral yang mengandung lympoeit da.i hewan Maeaea
atau Baboon (21). Hasil biakan ja.ingan yang mengandung
virus tadi seeara eksp.imen diinokulasikan terhadap monyet
rhesus, hanya menghasilkan penyakit t.ansistory .ingan (35).
Oi Pusat Penelitian Regional P.imata Oregon (ORPRC),
menyimpulkan da.i hasil pengamatan bahwa Ret.ope.itoneal
Fib.omatosis yang timbul akan diikuti dengan kesehatan
umum yang menu.un se.ta tingkat kematian yang tinggi dalam
koloni (51). Penyakit ini se.ing diei.ikan dengan tu.unnya
berat badan, diarhe yang pe.sisten se.ta infeksi sekunde.
dan setelah diisolasi dipeioleh data bahwa penyebabnya
ada-lah Ret.ovi.us type-D(39). Vi.us yang ditemukan di O.egon
tersebut memiliki pe.samaan, tetapi juga ada pe.bedaannya
dengan Retrovi.us type-D yang ditemukan di Califo.nia (2U).
Vi.us yang mi.ip hasil isolasi da.i Macaea mulatta tadi
10 kedalam tubuh rhesus (monyet) lainnya, tetapi isolat yang
diperoleh dari tubuh Macaca nigra (Beruk) yang diinokulasi
kedalam tubuh rhesus lainnya hanya menghasilkan sedikit
res-pon antibodi
(51).
Retrovirus type-D juga ditemukan dariisolat Macaca pada Pusat Penelitian Regional Primata di
Wa-shington yang mengakibatkan penyakit dengan gejala klinis
antara lain Lymphadenopathy yang ringan sampai hypertropi
lymfonodus yang extensif disertai lencopenia, diarhe
per-sisten, kekurusan serta infeksi sekunder, kadang-kadang
ju-ga disertai komplikasi terhadap Retroperineal Fibromatosis
(17,55)
seperti yang terjadi pad a ュッョケ・エセュッョケ・エ@ di PusatPenelitian Regional Primata
(51,54).
Virus yangdiinokula-sikan terhadap Macaca nemestrina dan Macaca fascicularis
ュ・ュー・イャゥィセエォ。ョ@ gejali sepetti AIDS pada 5 dari 16 ekor
mo-nyet yang diinokulasikan. Retrovirus type-D juga berhasil
diisolasi dari monyet rhesus yang berada di Pusat
Peneliti-an Primata di Wisconsin dan mempunyai kemiripan yang
mende-kati dengan virus yang ditemukan di California dan New
Eng-land
(9,41).
Telah ditemukan pula suatu group yang laindari kelompok Retrovirus dibeberapa Pusat Penelitian Primata.
Virus-virus yang secara morfologisnya tidak berbeda dari
kelompok Lentivirus dan adanya hubungan secara serologis
maupun morfologis identik telah ditemukan
(7,25,41,42,52)
di Harvard New England, Washington, Delta serta Pusat
Pene-litian Primata di Yerke (15) perbedaannya dari Retrovirus
type-D lainnya, group virus yang baru ditemukan ini belum
kasus penyakit. Isolat virus yang diperoleh dari monyet
vervet liar yang berasal dari Afrika di Harvard
dinyata-kan sebagai STLV-III (10,27,28).
Oi
N£RPRC isolat virus yang berasal dari monyet rhesus yang menderita lymphomade-ngan gejala sakit yang agak berbeda dari yang umumnya エ・イセ@
jadi didalam koloni, tetapi virus yang ditemukan di NERPRC
tersebut dapat menyebabkan sakit yang diikuti dengan
kema-tian terhadap 5 dari 6 ekor monyet rhesus kira-kira enam
bulan post inokulasi (10). Monyet-monyet yang mati lebih
awal didalam periode 6 bulan tersebut adalah monyet yang
baru beranjak dewasa, dan gejala patologis klinis yang
tam-pak pad a hewan yang sakit adalah atropi lymphoid, berkurang
nya T-4 lymfosit, kekurusan dan disertai infeksi sekunder
(40,49,56). Hal yang sama terjadi di Pusat Penelitian
Pri-mata di Yerke dan Oelta, dari sejanis kera Cercocebus atys
yang berasal dari Afrika diperoleh isolat virus yang
sifat-nya atau karatersifat-nya secara in vitro sama dengan virus yang
ditemukan di NERPRC (8). Dari pengamatan selanjutnya,
mes-kipun agent virus terdapat dalam jumlah yang banyak
dida-lam tubuh, namun tak terlihat adanya gejala hewan menderita
sakit dan dari pengujian serologis disimpulkan bahwa tidak
terjadi hambatan didalam aktifitas sel T-helper l7,8,ltl,22).
Dalam penelitian selanjutnya, isolat virus yang berasal
da-ri tubuh Cercocebus atys diinokulasikan kedalam tubuh
mo-nyet rhesus yang hasilnya, rhesus tersebut kemudian
12
Sedangkan di Pusat Penelitian Primata Washington
pa-da saat ini sepa-dang dieobakan penginokulasian ·isolat virus
virus yang berasal dari Maeaea mulatta dan Maeaea
nemestri-セL@ yang diperkirakan mempunyai kesamaan serologis terhadap
ARV (56) salah satu jenis virus yang telah berhasil
diga-lurmurnikan seeara biologis
kini
sedang dieobakan terhadap sekelompok Baboon Maeaea dan hasilnya masih diteliti lebihlanjut \6,16,30).
B. Etiologi Karakteristik
Agaknya Retrovirus yang berhasil oiisolasi pada Pusat
Pusat Penelitian Primata selalu berasosiasi dengan jenis
penyakit-penyakit seperti AIDS (AIDS-like disease) pada
monyet, disamping kelompok virus yang lain yang juga
ber-hasil diisolasi Cytomegaloma Virus lCMV), Epstein-Barr
Vi-rus, SV-40 (15). Meskipun demikian hanya variant-variant
Retrovirus saja yang selalu mengakibatkan gejala berkurang
nya respon kekebalan dan diikuti oleh pertumbuhan lymphoma
yang berasosiasi dengan virus sejenis i8V atau penyakit
virus lainnya dan hal
ini
nyata sebayai infeksi tambahan (17,48,52,54,56). Kesukaran yang kini dihadapiPusat-Pu-sat Penelitian pイゥュセエ。@ dalam menjelaskan Retrovirus adalah
membatasi seeara jelas, mengkatagorikan virus didalam
ka-itannya dengan proses penyakit yang ditimbulkan serta
men-dayagunakan virus ini didalam penelitian-penelitian
biome-dis terhadap kasus A1US dan infeksi lain yang juga biome-
Dari perolehan data diduga bahwa paling tidak ada tiga
kelompok yang berbeda pada golongan Retrovirus endemis,
yang ada di Pusat-Pusat Penelitian Primata, pada
keloni-ke-loni Kera dan barang kali juga dielam (tabel IV), termasuk
didalamnya ; a) 8berapa variant Retrovirus type-D: b)
8era-gam agent yang mirip HTLV-III kelompok Lentivirus: c) 8ukti
serologis positif HTLV-I sejenis vieus yang ュセョァ。ォゥ「。エォ。ョ@
leukemia pada Manusia (13,31,58).
Retrovirus Type-D
Retrovirus type-D, telah berhasil diisolasi di Pusat
Pusat Penelitian Primata Washington (17), New England (36),
California (23), Oregon (8), dan Wisconsin (15) virus
ter-sebut dinyatakan secara beragam berasosiasi dengan
Retrope-ritoneal Fibromatosis, AnemLa, Lymphadenopathy serta
bebe-pa infeksi sekunder lainnya. Tampaknya virus yang
diisola-si di CRPRC memiliki virulensi yang tinggi. Hal ini
dibuk-tikan dengan menginokulasikan isolat ketubuh Macaca mulatta.
Isolat virus yang diperoleh dari Oregon dan New England
mempunyai tingkat virulensi yang lebih rendah (35). Secara
keseluruhan Retrovirus type-D yang berhasil diisolasi,
mem-punyai kesamaan efek serologis, yang diketahui lewat
pende-teksian replikasi viral dengan metoda ELISA terhadap
akti-vitas enzim Mg2+ bebas reverse transkiptease didalam cairan
supernatan biakan. Sedangkan pada pengamatan lewat elektron
mikroskopik tampak partikel sel virus イ・エイセエケー・Mo@ yang khas
dan hal ini mirip dengan prototype virus type-l) dari phNjセャlv@
(9,41,51,54). Setelah diadakan pengujian lebih'lanjut
14
atas dua sub-group. Dengan m8nggunakan protein Vlrus GAG
yaitu suatu bentuk imitasi struktural protein inti
Retro-virus yang berhasil dibuat sebagai antigen, telah
memper-lihatkan bahwa antiserum dari California atau New England
Retrovirus type-D tidak bereaksi terhadap protein GAG dari
Retrovirus type-D asal Oregon, Washington ataupun wisconsin,
tetapi terjadi silang antara virus virus tersebut.
Berda-sarkan kepada genom, yaitu struktur lengkap susunan gen
virus, yang diteliti secara cermat maka diambil kesimpulan
bahwa kelima isolat virus terbagi atas dua-sub group yaptu
Retrovirus type-D sub-group 1 (California-New England) dan
sub-group type II (Oregon, Washington, dan Wisconsin).
Virus type I juga berbeda dari type II didalam hal
reaksi-nya terhadap membran Mayor Glikoprotein l6P-70) yaotu
sua-tu bensua-tuk protein yang diduga berperan didalam proses
ke-kebalan virus ini (14,41)(Lihat Tabel V).
Agent Yang Mirip Lentivirus
HTLV-III serta kelompok AIDS Retrovirus, juga 「・セ・イ。ー。@
virus yang berhasil diisolasi tiga tahun belakangan ini
di-Pusat di-Pusat Penelitian Primata. Virus-virus yang asli
be-rasal dari golongan Primata sampai saat ini seluruhnya
se-cara umum memiliki faktor kesamaan dalam hal serologis atau
pun morfologis identik (Tabel VI). Virus virus tersebut
mengenfeksi sel T-penolong (Cell T-helper) dan antibodi
terhadap virus ini terdeteksi secara variasi pada proses
antigen HTLV-III (5). Virus ini ternyata mempunyai type
yang berbeda dari golongan Mason pヲゥコセイ@ Monkey Virus
(MPMV) yang termasuk dalam kelompok Retrovirus type-D,
di-dalam spesifik antiserum terhadap Lentivirus asli asal
Pri-mata ini tak akan terjadi reaksi didalam test EIA dengan
menggunakan strain virus yang mana dari Retrovirus type-D
sebagai antigen (52). Suatu data terakhir berasal dari
pu-sat Penelitian Primata Delta mengindikasikan Retrovirus
yang berasal ctari isolat Delta Retrovirus tidak akan dapat
mendeteksi antibodi manusia terhadap HTLV-III dengan
meng-gunakan uji Western Blot; Suatu uji ten tang ada tidaknya
antibodi suatu protein atau peptida yang spesifik termasuk
didalam hal
ini
struktur dari retrovirus, tetapi akanbere-aksi terhadap spesifik rhesus antibodi dan rebere-aksi yang
per-sial terhadap Sooty Mangabey virus antibodi (SB)(Tabel VII).
Jika data tadi dapat dipertahankan, maka hal ini akan
mem-bedakan agent virus kelompok AIDS Retrovirus asal Oelta dan
Yerke dengan agent yang ada di New England. Sama halnya
dengan HTLV-III positif serum manusia yang akan bereaksi
dengan virus New England lewat Uji Western Blot, maka dapat
dianggap bahwa STLV-III dari Delta mempunyai korelasi
kelom-pok yang lebih keeil dibanding STLV-III New England
terha-dap HTLV-III.
Berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh
AGM hasil isolasidari Maeaea dan Cereoeebus atys mempunyai
hubungan yang dekat dengan golongan menyerupai Lentivirus
yang berasal dari Primata, sedang yang lain berpendapat
16
bahwa yirus yang berasal dari Primata (Simian Oregon virus)
hanya mempunyai kesamaan yang relatif keeil, atau seeara
lTubtJrrgan genetis tidak homolog dengan HTLV-III walaupun
uji serologis terhadap antigen ada hubungan yang nyata (49).
Pernyataan diatas memang terasa janggal apabila dilihat
da-ri segi rendahnya tingkat gen homolog walaupun seeara nyata
dapat didemontrasikan antara HTLV-III dengan virus Visna
ditengah ketidakkosistenan reaktifitas serologis (18).
Kini data ten tang perkembangan virus baik seeara
sero-logis maupun virosero-logis bertambah dengan eepatnya, dan
bebe-rapa diantaranya merupakan informasi dasar yang penting.
Kenyataan yang berlaku sampai saat ini, bagaimanapun juga
mengindikasikan Primata seeara umum, termasuk didalamnya
manusia, bertindak sebagai induk semang (Host) dan beragam
virus yang terkait dalam golongan Lentivirus (25). Virus
virus tersebut beragam dalam aspek karakter serologisnya
dan maeam induk semang, serta sifat biologis dan pategenosa
dalam tubuh induk semang yang potensial (30,45,49,52), yang
akhirnya nanti diharapkan suatu kemungkinan mengisolasi dan
mengetahui karakteristik tiap virus yang terkait dalam
go-longan HTLV-III (5). Hubungan antara virus asal Primata
de-ngan Manusia masih harus dipastikan, serta penjelasan lebih
Hadirnya kasus yang menyerupai AIDS didalam populasi
Monyet (Primata) yang awalnya digunakan untuk keperluan.
pe-Relitian di Pusat Pusat Penelitian Primata kini menimbulkan
berbagai masalah dan harapan bagi para ahli. K!!31ompok
Re-trovirus yang menyebabkan hewan terjangkit dan sakit
ter-nyata sama dengan yang menyerang pada manusia,·oleh kerena
itu Primata mempersembahkan kepada kita suatu peluang yang
yang sangat berharga untuk menjawab atau paling tidak
mem-beri jalan keluar yang mendekati bagi orang yang menderita
AIDS (4,6,13,17,30). Untuk memanfaatkan sumber ini,
bagai-manapun bentuk usahanya pertanyaan dan pernyataan yang ada
harus dapat merangkum serta meliputi masalah; Penambahan
fasilitas / Sarana tempat menampung Primata yang terjangkit
Pengembangan tatacara untuk tindakan penyelamatan bila
ter-jadi hal yang tidak diinginkan terhadap diri sipeneliti
ser-ta tempat penelitian dan penampungan, perbaikan dalam
penge-tahuan sifat dan pengklasifikasian Retrovirus yang ada pada
bangsa Primata, merintis jalan bagi suatu penelitian yang
sistematis untuk setiap Retrovirus yang ada pada primata \3),
Penyempurnaan batasan atau defenisi 、。セゥ@ beberapa model
nya-ta primanya-ta (30,56), faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan
dan identifikasi virulensi secara in vitro, identifikasi dan
perkembangan agen secara in vitro serta korelasinya terhadap
virulensi. Penjelasan tentang mekanisme epidemiologi dari
pengem-18
bangan dan pembuatan reagen guna pengujian serologis dan
pemantauan koloni-koloni serta sumber sumber primata untuk
mengidentifikasi mana hewan sehat dan yang terjangkit.
8e-berapa pertanyaan diatas sudah diusahakan dan sedang
berja-Ian tetapi suatu batasan dari masalah serta pendekatan yang
dilakukan belum sistematis, masih perlu dikembangkan lebih
lanjut (5,50,59). Hewan percobaan untuk penelaahan bidang
therapeuthik dan immunophylaxis juga masih sebagian yanq
terlaksana, mengingat fasilitas dan sumber hewan percobaan
yang terbatas, tambahan pula tidak akan menjadi praktis
bi-la hewan dicobakan terhadap penerapan secara berlebihan (3D).
Pategenosa, proses masuknya penyakit sampai
memperli-hatkan perubahan-perubahan klinis dari Simian virus yang
juga dikenal sebagai Simian Retrovirus (SRV), telah
dila-kukan uji transmisi infeksi secara bUatan (26,28,40,45)
ueberapa kelompok Macaca (Tabel VIII).
Pengamatan dilanjutkan dengan melihat tanda-tanda
kli-nis spesifik dari penyakit Simian AIDS. Dari pengamatan
disimpulkan bahwa telah tejadi infeksi dan hewan percobaan
memperlihatkan gejala SAIDS yang sempurna. w。ォエセ@ yang
di-butuhkan sampai gejala timbul lebih kurang dua sampai
em-pat bulan (1 tahun Macaca mati pad a infeksi awal) dan
se-kitar 52 minggu bagi Macaca yang mengalami perpanjangan
masa penyakit (prolonged ,disease) (45).
Pada pemeriksaan level seru Ig, terlihat adanya
darah peri fer. Kejadian ini dapat dijelaskan, dengan
ma-suknya virus yang mempunyai tropisme terhadap limfosit T
dan 8 dalam tubuh fungsinormal limfosit
T
dan 8targang-gu
(45).
Dengan menurunnya fungsi normallymfosit-lymfo-sit,
maka terjadi penurunan level serum immunoglobulin G,M
danA.
Akibat selanjutnya kemampuan limfosit didalammelawan antigen ikut menurun
(45).
8ukti diatas diperoleh setelah dilakukan pengujian
stimulasi mitogen yang dibuat sebagai hasil campuran
con-cavalin A, phytohemagglutinin dan pokeweed, terhadap sel
sel mononukleat darah perifer(P8MC). Aktifitas respon
yang menurun terhadap mitogen juga berimplikasi
keabnor-malan terhadap reaktifitas sel untuk membunuh secara alami
(natural killer cell activity)(26), respon-respon campuran
limfosit, produksi immunoglobulin (13) dan suatu respoD
yang cacat dari sel T4 limfosit terhadap antigen yang ter-larut atau masuk kedalam tubuh (18).
Seprti telah dijelaskan sebelumnya, disamping
peru-bahan didalam darah berupa deplesi limfoid, penurunan
respon limfosit dari peri fer terhadap mitogen dan ketidak
mampuan untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap
anti-gen yang dimasukkan kedalam tubuh (18) yang sama
kejadian-nya pada kasus AIDS dimanusia (12,37), maka gambaran
pen-ting dari SAIDS adalah Retroperitoneal Fibromatosis (17,
2b,48,56).
20
terlihat bahwa penderita SAlUS juga mengalami anemia yang hypochromie- microcytic, heutropenia, lymphopenia progesif monocytosi, hyperplasia erythroid dan secara keseluruhan mengalami deficiendy besi ,1,40).
Retroperitoneal Fibromatosis, sebelumnya sudah dike-mukakan bahwa penyakit AIDS yang menyerang Primata selalu disertai dengan adanya perubahan yang bersifat fibropro-liferatif yang sangat agresif didaerah peritoneum (16).
Untuk memberikan gambaran yang jelas ten tang proses terjadinya pembentukan jaringan yang bersifat fibroblatik ini telah dilakukan pengamatan di WRPRC (17), CRPRC (46), dan NERPRC (29).
Lewat suatu studi trasmisi dengan memasukkan inokulum yang mengandung 10 セ@ suspensi jaringan RF Simian yang mati
atau pengamatan secara langsung dari Simian yang mati de-ngan gejala RF (29,48). Pengamatan yang dilakukan
meli-puti seluruh jaringan tubuh yang vital baik secara makro ataupun mikrokopis (Tabel VIII).
Pada pemeriksaan patologis secara umum dalah adanya penurunan berat badan berkisar an tara 11-40
%
serta tanda tanda diarhe (48). Didaerah sukutis terdapat penonjolan dengan diameter 0,1 - U,3 cm, limfonudus daerah peri ferdan visera secara umum mengalami pembesaran. Limpa mem-besar 3-5 kali, dengan pulpa putih yang dominan pada saat uji usap dilakukan. Timus diluar dugaan mengecil bahkan
hati beraspek pucat dengan penambahan jaringan retikuler.
Pada pemeriksaan saluran pencernaan, lambung dan usus
memperlihatkan bintik-bintik mukosal eritema, erosi dan
ulcerasi terutama didaerah kolon serta adany'a eksudat
pu-rulen dirongga perut. Terdapat pembesaran dari limfunudus
yang ada didaerah mesentrika (Gambar III).
Paru-paru mengalami lesio-lesio berupa
bintikhaemorha-gik sampai supurratif. Sedang pad a perikardium terdapat
cairan padat yang bersifat fibrous sampai fibrinous yang
membentuk benjolan-benjolan dan menempel pada epikardium.
Kadang-kadang eksudat yang superatif juga ditemukan didaerah
ini.
Lewat pengamatam mikroskopis gambaran yang lebih
men-dalam bisa didapat. Dari hasil biopsi ditemukan adanya
hi-perplasia folikuler yang reaktif pada jaringan limfoid.
Folikel-folikel pada daerah medularisnya mengandung
makro-fag atau benda-benda hyalin beraspek merah jambu, sedang
korteks medularisnya mengandung sel plasma. Dengan
meng-gunakan metoda pewarnaan immuno peroxidall7), para
korti-kal yang mengandung sel T tampak mengalami hiposelularisasi.
Pada beberapa lirnfonodus, tampak adanya bagian-bagian yang
rusak dan.tidak memiliki pusat pertumbuhan (germinal center)
hal ini jelas terlihat didaerah medularis limfonodus. Sel
plasma jarang ditemukan dan deplesi limfosit parakortikal
terjadi secara umum. Disamping hal yang sudah disebut
22
pulpa putih limpa dari hiperplastik folikuler dengan
germi-nal center yang menonjol juga deplesi serta hyalinasasi
da-ri germinal center folikel (Gambar IV dan V).
Gambaran mikrokopis yang diperlihatkan dari lesio akut
dan kronis abses dari selulitis pada kulit berkembang dan
mencapai daerah otot dan tulang dibawah luka (Gambar VI-VII).
Dari sebagian besar gambaran pato1ogis dan histologis
yang dapat dijelaskan disina 「。ィキセ@ RF adalah suatu keadaan
fibriproliferatif yang tidak normal pada Macaca dan memiliki
beberapa persamaan dengan Kaposii Sarcoma pada kasus AIDS
manusia. Perbedaan yang prinsip adalah, RF terbentuk dan
khas terjadi didaerah intestine dan atau daerah lymphonodus
mesentrika (17,48), sedang Kaposii Sarcoma dicirikan 、・ョァセョ@
bentuk multisentris penyakit ku1it yang lebih
berfasculari-sasi dan haemorhagis (19).
Demi menunjang panelitian model viru yang memiliki
fak-tor fakfak-tor kesamaan pada kasus AIDS di manusia, para
pene1i-mulai merintis jalan kearah tersebut kalau sebelumnya
Retro-virus type 0 atau yang 、ゥォ・セャ@ dengan virus SAIDS (29,41)
dirasakan kurang reI evan エセイィ。、。ー@ kasus AIDS pad a manusia.
Pada tahap penelitian selanjutnya para peneliti telah
mene-mukan virus yang lebih erat hubungannya dengan AIDS (HTLV-III)
yaitu virus Yang termasuk dalam Retrovirus dan berasal as1i
dari Primata dan kini .. ,lebih dikenal dengan sebutan STLV-lil
(10). Pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas didasari
jenis Retrovirus tadi. Untuk memastiken penyebab
perubah-an yperubah-ang bersifat proliferasi agresif dari fasculirisasi
jaringan fibrosa didaerah abdominal dan sub-kutis atau
di-kenaI sebagai Retroperitoneal fibromatosis, isolasi dan
ka-rakteristik agen harus dilakukan jaringan tubuh Primata
yang mengalami RF yang disertai Immuno Deficiency dibiakan
bersama sem mammalia yang diketahui berfungsi menunjang
pro-ses replikasi berbagai virus asal mamalia. Adapun sel
mam-malia yangdipakai berasal dari anjing, Manusia, Kelelawar
Monyet dan Mink (54). Pendeteksian reflekasi viral
berha-sil dilakukan lewat proses pengujian adanya aktivitas
en-2+
zim Mg dependent reverse, transkiptase didalam cairan
su-pernatan. Pengamatan lewat mikroskop elektron
memperlihat-kan bahwa agent berasal famili Retrovirus type-D dan mirip
dengan model type D virus MPMV (9,41,51,54). Adapun media
yang digunakan berasal dari biakan jaringan thymus anjing.
Proses replekasi cara lain terbukti kurang berhasil seperti
di sel monolayer (selapis) biakan jaringan asal mammalia.
diperedaran darah limfositoferifer Macaca dan Baboon serta
beberapa biakan darah lymfosit asal manusia seperti sel
RAJ!! (biakan jaringan lymphoma Burkit manusia) (9) dan HUT
78, suatu biakan jaringan tumor sel T limfosit manusia(5j.
(GambEr I). Sedangka sel menunjang pertumbuhan Retrovirus
D, sebagai media biakan tetap bersifat fibroblastik dan
ti-dak ada efek sitofatik atau bukti transformasi morfologis
24
Pereobaan hibridisasi molekuler diperlihatkan dengan
media 3H-ONA, yang diperoleh lewat akstraksi beberapa
or-gan tubuh dari manusia dan spesies-spesies Primata (Gambar
VII) エセイョケ。エ。@ hanya memiliki persamaan rantai asam nukleat
homolog sekitar 36-38 persen terhadap MPMV dan endogenitas
langur virus (3,5,54).
Kesamaan antigenik dari Retrovirus type 0 yang ada
pada Maeaea diuji dengan Radio Immuno Assay (RIA).
Memper-lihatkan protein inti (p 27) yang sama dengan MPMV. Sedang
terhadap rantai inti protein Retrovirus type C dan sel
T-lymfosit leukemia virus manusia memberikan hasil yang
ne-gatif. Untuk lebih meyakinkan protein inti dari
Retrovi-rus yang ada di Pusat Pusat Penelitian Primata
masiMg-ma-sing difurifikasi lalu dibandingkan (22). Adapun protein
4 10 12 14 27
yang dibandingkan adalah p , p , p , p , p_,
fosfopro-;
-tein asal MPMV (pp MPMV) dan pp20 asal Retrovirus type
oj
Washington (R-OjW). Analisa komposisi asam amino dan
ran-tai N-terminal asam amino memperlihatkan ke 6 protein R-OjW
masih dapat dibedakan dari protein-protein homolog dari MP
MV. Hasil ini menunjang penelitian lewat hibridisasi
ea-iran yang dilakukan sebelum (54) serta analisa nestriksi
endonuklease (11).
Sekarang, apabila kita melihat hasil test serologis
yang diperoleh dari Maeaea-Maeaea yang sakit di Pusat
Pe-nelitian Regional Primata New England suatu biakan virus
Sistim dan pola perlekatan (Budding Pattern) pada membrane
sel memperlihatkan karakteristik dar Retrovirus type C
de-ngan ekstra.selluler sel yang matang berdiameter antara
100-120 nm, dengan inti yang selendris mirip HTLV-III llU).
Dengan menggunakan Radio Immuno presepitasi telah
ber-hasil di identifikasi bahwa viral antigen protein dari
STLV-III adalah 10D gp KD (gliko pisat kilo dalton), 120 kD 19p1
120) , 55 kO (pbS) dan 24 kO (p24). Dari hal diatas
dipero-leh gambaran bahwa berat molekular tertinggi dari STLV-III
yaitu gp 160 dan 120 adalah yang paling immnogenik, hal
yang sama juga terjadi pad a HTLV-III penyebab AIDS pada
ma-nusia (27). Walaupun demikian sera dari STLV-III kadar
immunogenik antigennya yang diuji dengan Southern Blot Test
yaitu suatu uji untuk mengetahui ada tidaknya suatu susunan
rantai gen yang spesifik. Didalam ilmu Retrovirus
peneli-tian suatu asam nukleat bisa digunakan untuk mendeteksi
adanya suatu susunan rantai viral yang homolog dari suatu
sel jaringan yang terin'feksi. dan telah terintegrasi
dida-lam struktur DNA sel jaringan tersebut, sedikit lebih
ren-dah oleh karena itu dapat dipastikan tetap ada perbedaan
diantara STLV-III dengan HTLV-III, paling tidak pada
ting-kat type spesifik immunreaktifitas terhadap envelop
berla-bel glikoprotein (env-encoded glikoprotein).
Untuk pengisolasian virus, limfosit asal darah perifer
limfosit asal limpa atau serum bebas sel (Cell Free Serum)
26
pleomorfik serta terbentuk sel-sel raksasa yang multinukleat
hal inipun jika terjadi pada pengenfeksian jaringan media
biak HUT-78 dengan HTLV-III (Gambar II A dan II
a).
Super-natan yang bebas sel dari sel-sel yang sudah terinfeksi
oleh STLV-III, mampu mengenfeksi kultur sel-T dengan
efi-siensi tinggi (10). Namun STLV-III tak dapat dideteksi
be-refleksi didalam media biakan sel Rajii, suatu kebalikan
dari sifat Retrovirus type
D.
Disamping itu replikasiga berjalan sangat efisien didalam biakan jaringan sel
ju-T4
,
tetapi sedikit kurang efisien didalam biakan sel TB, hasil
inipun menyamai kejadian apabila HTLV-III dibiakkan
ditem-pat yang sama (28,30).
Reaksi silang yang diperlihatkan serum positif
STLV-III gag-related antigen, suatu struktur inci protein dari
Retrovirus, p55 dan p24 serta pengenalan antibodi terhadap
antibodi berlabel HTLV-III / LAV yaitu gpl 160 dan gpl 120
mengindikasikan secara umum adanya kesamaan epitope
terha-dap viral antigenik, untuk lebih memahami mengapa para
pe-neliti Simian-AIDS merasa kurang cocok menggunakan
Retrovi-rus type-D dibanding STLV-III sebagai model terhadap kasus
AIDS yang terjadi pada manusia meliputi beberapa alasan.
Pengawasan infeksi dariagent harus mendapat prioritas
utama didalam masalah sistim penyidikan kasus AIDS pada
Si-mian. Di Pusat Pusat Penelitian Primata \Primate Center)
oleh karena itu oibutuhkan pengembangan serta karakterisasi
kemudian digunakan untuk menetukan secara cepat terhadap
monyet yang diduga terinfeksi reagen-reagen serologis
ser-ta protokol percobaan harus dikembangkan agar mencakup 3
golongan Retrovirus yang ada pada Simian, demikian pula
halnya terhadap golongan Retrovirus yang mengenfeksi
manu-sia (10,17,54).
Uji-uji yang saat ini telah digunakan antara lain
Ra-dio Immune Presipitation (HLP) (18,56), ELISA l5,l7), RIA
(42,54), Immuno Flouresence dan Western Blot Test, adalah
suatu uji untuk membuktikan ada tidaknya antibodi terhadap
protein spesifik atau peptida, termasuk struktur spesifik
protein dari Retrovirus. Dengan menggunakan preparat
an-tibodi yang sudah diketahui, dengan uji ini dapat
didetek-si adanya suatu protein yang spedidetek-sifik didalam spedidetek-simen
(25,27). Masing-masing uji tadi mempunyai kelebihan serta
kekurangan disamping kemungkinan kegunaannya didalam
mem-bandingkan hasil pengujian terhadap serum standar.
Lang-kah alternatif lain yang sedang dikembangkan akhir-akhir
ini dengan pendekatan pemakaian suatu recombinat derived
antigen, akhirnya dirasakan lebih cocok.
Kini tampaknya deskripsi yang as1i dari outbreak yang
terjadi secara alamiah dari SAIDS pada m。セ。」。@ di Pusat
Pu-sat Penelitian Primata tampaknya memiliki dua unsur virus
penyebab infeksi yang berbeda yaitu type 0 Retrovirus dan
STLV-III Lentivirus yang mempunyai sistim kekerabatan
28 Penemuan dan pengamatan klinis maupun patologis hewan
yang terinfeksi alami atau buatan dengan kedua jenis agen virus yang berbeda diatas menghasilakn efek-efek didalam
sistem kekebalan tubuh induk semangyang bersifat tumpang
tindih (Overlaping Effects) sehingga syndrome y.ang
terli-hat tampak sebagai satu kesatuan (30), oleh sebab itu
ma-salah latar belakang penyakit yang pernah menyerang, fak-tor eksogenus dan endogenus sebagai karakter virus (3), barangkali yang paling bisa kita lakukan terhadap outbreak
virus Retro yang mengakibatkan AIDS bagi manusia ataupun
Simian (30).
Epidemiologi dari Retrovirus pada Primata pad a dasar nya belum banyak oiketahui. Dasar yang digunakan selama ini merupakan catatan atau data-data yang bersifat
speku-latif. Hanya sedikit bukti yang dapat ditonjolkan
menge-nai prevalensi infeksi Retrovirus terhadap golongan Primate,
sedang masalah geografis serta asal biologis dari
Retrovi-rus yang menyerang golongan Primata ataupun Manusia belum
dapat dijelaskan dengan pasti (55). Oitambah berbagai per-tanyaan yang menyangkut masalah apakah Retrovirus asal Pri-mata yang akhir-akhir ini dapat kita lihat pada Manusia
me-rupakan hasil transmisi atau sebakinya oari Mar.usia ke
didapat kesimpulan sementara bahwa prevalensi dari
pengen-feksian atu penularan mempunyai pola yang berbeda. Melihat
kenyataan ini studi epidemiologi yang masih mungkin
dilak-sanakan barangkali hanya berkisar praktek manajemen koloni
Primata yang baik.
Untuk lebih memantapkan studi epidemiologi ada yang
bisa dilakukan, yaitu kita meninjau kembali keasal dari
Monyet yang datang sebagai hewan percobaan yang umumnya
b.e-rasal dari Afrika dan Asia. Dengan demikian mungkin dapat
diketahui asal asli dari assosiasi Retrovirus penyebab HIUS.
8ukti yang baru-baru ini didapat dari Monyet-Monyet
Hijau yang ditangkap dari hutan Afrika oidalam serum
darah-nya telah men gal ami viremia yang agen penyebabdarah-nya termasuk
dari golongan HTLV-III (36). Dari hasil ini tampaknya
go-longan Retrovirus telah menyebar secara merata di kalangan
Simian yang hidup di hutan-hutan Afrika. Dari data yang
ada diperkirakan setengah dari populasi Monyet Hijau asal
Afrika ini telah terinfeksi oleh virus-virus Yang
beraso-siasi dalam kelompok HTLV-III, go16ngan Retrovirus type U.
Dleh karena itu akan terasa berguna untuk mendapatkan data
setempat, langsung dari tempat hewan ditangkap berasal
\on-site sata) yang berhubungan dengan prevalensi infeksi dari
Simian yang selama ini sering dipakai sebagai hewan
perco-baan. Penggunaan Monyet secara luas sebagai hewan
percoba-an untuk pengujipercoba-an vaksin vaksin ditambah penggunapercoba-an ginjal
yang telah dilemahkan \Live Attenuated v。」ウセョI@
mengharus-kan kita untuk Iebih berhati-hati terhadap masalah ini.
30
Langkah selanjutnya untuk isolasi dan karakterisasi
virus-virus dari Simian untuk pelaksqnaan tergantung dari
prevalensi infeksi yang ditentukan lewat uji serologis.
Pengkajian ini tidak hanya terhadap spesies-spesies Simian
yang berasal dari Afrika tetapi juga yang berasal dari Asia.
Penambahan isolat-isolat virus sangat dibutuhkan
be-rikut karakteristiknya, sehingga perlu dikembangakn suatu
matrik penelitian tentang virus-virus yang ada pad a Primata.
Dalam pokok masalah ini seleksi dari virus-virus yang
diper-gunakan serta spesies Primata dari yang diinokulasikan
tam-paknya hanya merupakan unsur yang secara kebetulan
ditemu-kan. Cara-cara penggunaan model yang cukup potensial
tam-paknya tanpa tersengaja dilupakan. Lebih jauh lagi tidak
satupun dari penelitian yang sedang berjalan dilakukan
ter-hadap satwa-liar dari spesies Macaca yang digunakan. Jika
kita menginginkan suatu pengembangan yang dapat beriangsung
secara cepat tentang kasus AIDS pada Primata maka Macaca
fascularisasi merupakan model hewan yang cocok digunakan.
Agent-agent HTLV-III yang berasosiasi dengan T-4
Cy-topathocity dan tropismenya terhadap susunan syaraf pusat
(CNSj akan sangat berguna untuk penelitian pathogenesa
ser-ta therapeutic. Rencana pengembangan penelitian
selanjut-nya harus mencakup penelaahan secara multicenter dengan
HTLV-III yang asli berasal dari dunie Primata terhadap
be-berapa spesies Monyet dan Kera seperti Cynomolgus, Monyet
Vervet, Rhesus, serta spesies lain termasuk Monyet dunia
baru (New Word Monkey) yang ada serta berpotensi untuk
di-jadikan model penelitian AIDS. Spesies-spesies tersebut
harus secara serempak diteliti tingkat viremia, respon
ke-kebalan, perubahan immunologis, gejala. klinis, sampai pada
tingkat kematian dengan menginokulasikan virus-virus yang
sudah kita kenaI berassosiasi dengan HTLV-III ditambah
sa-tu isolat virus yang berasal dari manusia.
Dbjektifitas dan pendekatan untuk pengembangan dari
suatu model AIDS tidak begitu kompleks. Strain-strain
virus yang akan digunakan terlebih dahulu harus dikenal
sifat-sifatnya, menghindari agar tidak terkontaminasi
de-ngan agen lain serta kaitan antar strain dede-ngan batas yang
jelas untuk setiap strain dengan menggunakan Analisa
Hete-rodupleks (Heteroduplex Analysis), yaitu suatu metoda
ana-lisa untuk membandingkan hubungan genetik dari gen-geo atau
segmen-segmen gen, termasuk gen Retrovirus dapat diteliti
dengan metoda ini. Dengan metoda ini memungkinkan kita
me-ngetahui visualisasi dari segmen segmen rantai yang non
homolog dari setiap gen.
Hal yang sangat pentingnya dan yang ウ。ョアセエ@ mendesak
untuk diketahui sehubungan dengan masalah AIDS adalah
ten-tang penelitian bidang エィセイ。ー・オエゥォN@ Di Amerika beberapa
32
dari pihak dinas penyidikan obat baru (INO) untuk
menetap-kan tingkat keselamatan dan kemanjuran obat tersebut.
Me-nginat masalah ini ィ。イセウ@ dapat ditentukan obat yang mana
dari beragam produk yang dihasilkan agar diperoleh obat
yang manjur seeara in-vitro (33).
Belum adanya vaksin yang mampu menimbulkan kekebalan
tubuh terhadap serangan virus AIDS, maka sejauh ini para
ahli telah meneoba menggunakan bermaeam obat antara lain
9-(1,3-dihydroxy-2-propoxymethyl)Guanine (DPHG)(32),
Sura-min (anti parasit darah), Ribavirin, Ansamyein, Trisodium
phosponoformat, Heterolyanion/HPA-23 dan Azydothymidine セSSIN@
Pertanyaan yang perlu diarahkan kepada pihak INO
da-lam penelaahan obat-obat baru dada-lam hal kemanjurannya
te-tapi juga menyangkut masalah dosis obat, stadium infeksi,
lamanya therapi, toksisitas serta hal lain yang bsrsangkutan
dengan masalah pengobatan juga harus terlibat. Masalah
uta-ma kini timbul didalam penelitian upaya pengkombinasian
obat. Pengalaman menunjukkan bahwa pemakaian obat sesama
obat anti virus yang dikombinasikan atau obat anti viral
dikombinasikan zat therepeutik dan immunopriphylaktis
lain-nya akan memberikan efek multiplikasi atau efek synergis
didalam keampuhan memberantas penyakit yang disebabkan oleh
virus. Kebutuhan penelaahan lebih lanjut tentang penyakit
AIDS mungkin akan melibatkan masalah kombinasi suatu oaat
yang lain, obat dengan immune modulator, obat dengan
dalam berbagai tingkatan dosis, stadium dan lama infeksi
Sampai saat
ini
merupakan suatu hal yang tidak mungkin disamping tidak praktis untuk melakukan percobaan danpe-nyidikan seperti yang disebut diatas pada tubuh ュ。ョセウゥ。N@
Untuk itulah dirasa perlu untuk mencari hewan percobaan
yang dapat ditulari oleh virus-virus yang dapat
menimbul-kan gejala yang mirip atau hampir sama oengan gejala
pe-nyakit yang ditimbulkan termasuk komponen neurologikal dan
tropisme dari sel T helper (penolong). Jadi hewan
percoba-an tersebut harus dapat dievaluasi nilai cytokinnine,
lym-phokinin dan preparat interferon seperti halnya pada tubuh
manusia.
Proyek ー・ョセ・ュ「。ョァ。ョ@ vaksin AIDS juga sudah dipikirkan
oleh pihak pemerintah Amerika dan pada saat ini sudah
mu-lai berjalan. Masalah yang pelik timbul, sebab kini
dike-tahui keragaman diantara kelompok ARV, khususnya pada
pro-tein envelop, sehingga ilmuwan beranggapan bahwa
pengembang-an pengembang-antigen ypengembang-ang bersifat immunogenic secara meluas akpengembang-an
men-jadi bertambah sakit. Tetapi apabila ada sesuatu bentuk
epitop tertentu terhadap semua dinding protein kelompok AIDS
Assosiasi Retrovirus (47).
Sampai saat ini pengujian tentang vaksin diperkirakan
potensial mengimmunisasi hewan atau manusia, sedang dan
ma-sih berlangsung menggunakan recombinant vaksin yang
mengan-dung unsur protein envelop Human lmmun Deficiency Virus
sedang vaksinnya mengandung kode glikoprotein LAV gp 41
dan gp 110.
34
Dari hasil perco.baan vaksinasi dengan recombinant
vaksin yang mengandung AIDS viral glikoprotein,
menyebab-kan generalisasi respon antibodi dan Cell-mediated Immune
Respon virus AIDS ini. Tetapi karena antigen envelop
ha-nya mengandung kode gen yang terdiri dari recombinasi
Len-tivirus Assosiated Virus (LAV) antigen, maka tentunya sel
T yang berfliferasi dan menghasilkan Interleukin-2(IL-2)
mampu mengenali antigen envelop dari LAV, yang fungsinya
sangat penting didalam regulasi pembentukan IL-2 reseptor
dan sintesa gamma interferon (IFN- ) oleh limfosit T,
mam-pu mengenali antigen dari LAV (59).
Penelitian lanjut masih dan sedang berjalan, dan
le-bih diarahkan pad a masalah apakah sel T dari Macaca yang
divaksinasi mengenali secara dominan gp 41 dan, gp 110 dari
envelop protein rekombinasi LAV vaksin tadi. Disamping
itu belum dapat dipastikan apakah sel T-cytotoxic
(T-B)
terhadap virus AIDS jumlahnya berubah. Hal ini terjadi
ォ。イ・セ。@ limfosit dari Macaca secara relatif cukup resisten
terhadap virus AIDS. Oleh karena itu untuk mengetahui
apa-kah penggunaan vaksi rekombinasi envelop protein LAV virus
ini mampu tau tidak untuk meningkatkan repon baik terhadap
sel T-4 atau sel
T-B,
maka penelitian vaksin recombinatju-ga mulai dilakukan terhadap Chimpanzee menginju-gat hewan ini
aaik Retrovirus type-O maupun STLV-III virus yang
tergolong Retrovirus type-C dapat menimbulkan Syndrome
hi-langnya kekebalan tubuh secara dapatan (AIDS) pad a Primata
(Simian).
Adanya Retroperitoneal Fibromatosis sebagai perubahan
patologis dari jaringan atau organ penderita SAIDS
memberi-kan suatu perbandingan yang baik terhadap Kaposii Sarcoma
yang terjadi pada penderita AIDS di Manusia.
Kejadian ini dapat dijadikan suatu model yang cukup
baik didalam meneliti dasar Selluler ataupun Molekuler
da-ri virus yang menimbulkan AIDS pada Manusia.
STLV-III virus sebagai suatu mosel memiliki kesamaan
kekerabatan (relatednes) antigenik terhadap HTLV-III, pada
Tabel 1. !'csil p・イャセ。ヲゥャSエ。ョ@ 42 l\clSUS ht:l.roperi Lセッョ・。ャ@
FibrolDatosis pada Macaea ョセュ・ウエイゥ・。@ (17).
Organ/lesion n %
Peritoneum
Retroperitoneal fibromatosis 30 71
Peritonitis 5 12
Effusion 2 5
Pleura
Retroperitoneal fibromatosis 8 19
Effusion 5 12
Inguinal canal
Retroperitoneal fibromatosis 5 12
Mesenteric lymph nodes
Retroperitoneal fibromatosis 27 64
Lymphoid depletion 27 64
Lymphoid hyperplasia
,.
3Sinus histiocytosis 18 43
Spleen
lymphoid depletion 21 50
Lymphoid hyperplasia
,.
33Amyloidosis 9 22
Bone marrow
Hyperplasia 25 60
Depletion 3 7
Thymus
Lymphoid depletion 35 83
Intestine
Nonsuppuralive enterocolitis 22 52
Suppurative enterocolitis
•
10Amyloidosis 9 22
lung
Interstitial pneumonia 6
,.
Kidney
Glomerulonephritis 5 12
Mouth
Noma 5 12
Multiple tissues
Lymphoid infiltration 6
,.
Lymphosarcoma 2
[image:47.608.72.405.101.533.2]Tabel II. Llgen-Agen Yang yang mengalami
- Etiologic Agents Recognized
Agent
Viral CMV
Rhesus LAHV Baclerial
Campy/abaeter fetus subsp. Jejuni
Shigella flexneri Type IV
Klebsiella spp.
Staphylococcus Bureus Yorsinia pseudotuberculosis Slfeptococcus pneumonia Escherichia colt
Coagulase'posltive stBphylocOCCI Streptococcus viridans
Q·Hemolylic Streptococcus YOISIn;S ento,ocoUllca
StaphylococcuS epiderm/dis Pseudomonas maltophll18 COfynebac/o(lum (enala
Acinetobuclor spp.
Alcaligenes faecalis
MycoliC Candida Prolozoal CtyptospofldlUm Trichomonas Metazoal
Pneumonyssus simicola
8erhasil RF (48).
No. of cases
7 2 14 6 6 3 2 2 2 2 2 I 2 9 7 5 7
lhisolasi dari i"aeaea
Organs involved
Lymph nodes, spleen, liver, skin, kidney
Spleen, lymph node
COlon, jejunum, blood Colon, jセェオョオュ@
COlon, iejunum, spleen, peritoneum
Skin abscess, lung, pericardium Colon, jejunum, blood, lung Blood, meninges
Peritoneum, pleura, meninges Abscess, lung