• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN ERLESS 30° DAN 45° TERHADAP CIRCUMFERENCE EDEMA, KENYAMANAN DAN FUNGSI PADA ULKUS KAKI DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN ERLESS 30° DAN 45° TERHADAP CIRCUMFERENCE EDEMA, KENYAMANAN DAN FUNGSI PADA ULKUS KAKI DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan pada Program Studi Magister Keperawatan Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

MAYUSEF SUKMANA

20141050026

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)

i DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan pada Program Studi Magister Keperawatan Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

MAYUSEF SUKMANA

20141050026

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(4)

ii LEMBAR PENGESAHAN

Tesis

PENGGUNAAN ERLESS 30° DAN 45° TERHADAP CIRCUMFERENCE

EDEMA, KENYAMANAN DAN FUNGSI PADA ULKUS KAKI DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA

Telah diujikan pada tanggal: 2 Juli 2016

Oleh:

MAYUSEF SUKMANA NIM 20141050026

Penguji

Dr. dr. Sagiran, Sp. B., M.Kes (………)

Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep., Ns., MAN., HNC (…..……….…..……)

Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D (…..……….…..……)

Mengetahui

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(5)

iii

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Mayusef Sukmana

NIM : 2014105026

Program Studi : Magister Keperawatan

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan

tesis saya yang berjudul “Penggunaan ERLESS 30° dan 45° terhadap Circumference Edema, Kenyamanan dan Fungsi pada Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit

Samarinda.”

Saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan jika terbukti melakukan

tindakan plagiat.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, Juli 2016

(6)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohiim

Kupersembahkan karya ini kepada kedua Orang Tuaku, Istriku Rifka Diana, putraku

Muhammad Hanif Firdausi dan Putriku Mutiara Az Zahra yang selalu mendo’akanku

dalam setiap langkah kakiku.

Katakanlah”Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering, maka

siapakah yang akan m

endatangkan air yang mengalir bagimu?” (QS: Al Mulk: 30)

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti

yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca

(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi

yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,

(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang

menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.

(7)

v

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

meyelesaikan tesis dengan judul “Penggunaan ERLESS 30° dan 45° terhadap

Circumference Edema, Kenyamanan dan Fungsi ERLESS pada Ulkus Kaki Diabetes

di Rumah Sakit Samarinda” tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan pada Program Studi Magister

Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis

menyadari, terwujudnya tesis ini tidak terlepas bimbingan dari berbagai pihak, untuk

itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat:

1. Orang tua, isteri, putra dan putriku yang tercinta yang selalu mendo’akanku. 2. Ibu Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D sebagai Ketua Program Studi Magister

Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan

sebagai penguji.

3. Ibu Yuni Permatasari Istanti, M.Kep., Ns., Sp.Kep., MB., CWCS (Almh) sebagai

Mantan Ketua Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Bapak Dr. dr. Sagiran, Sp.B., M.Kes sebagai Pembimbing I

5. Ibu Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep, Ns, MAN, HNC sebagai Pembimbing II.

6. Bapak Achmad Saubani, S.SiT, M.Si sebagai Direktur Akper Pemprov Kaltim.

7. Bapak dr. H. Rachim Dinata Marsidi, Sp.B, FINAC, M.Kes sebagai Direktur

RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda.

8. Ibu dr. Hj. Mieke Dhipa Anggraini, M.Kes sebagai Direktur RSUD I.A Moeis

Samarinda.

9. Seluruh dosen Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan

(8)

vi

10.Saudara Usman sebagai sahabat seperjuangan yang telah membantu dalam proses

penyusunan tesis ini.

11.Ibu Yayuk Handayani, S.Kep.,Ns dan Bapak Fenny Tianda, S.Kep., Ns., CWCC

serta Ibu Imeldha, AMd.Kep sebagai tim peneliti.

12.Semua rekan mahasiswa Magister Keperawatan.

13.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat serta

hidayah-Nya kepada kita semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya

tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini belum

sempurna oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mohon kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, Juli 2016

(9)

vii

Bab II TINJAUAN PUSTAKA………. 16

A Landasan Teori………. 16

1. Ulkus Kaki Diabetes……….. 16

2. Edema……… 22

3. Elevasi……… 28

4. Fungsi dan Spesifikasi ERLESS..………... 31

5. Konsep Kenyamanan Kolcaba...…...………. 39

B. Kerangka Teori………. 43

C. Kerangka Konsep………. 45

D. Hipotesis……… 47

Bab III METODE PENELITIAN………..……… 48

A. Desain Penelitian……….. 48

B. Populasi dan Sampel Penelitian……… 48

C. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 52

D. Variabel Penelitian……….. 52

E. Definisi Operasional………. 55

F. Instrumen Penelitian………. 59

(10)

viii

H. Cara Pengumpulan Data……… 65

I. Pengolahan dan Metode Analisis Data………. 69

J. Etika Penelitian………. 70

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN………..……… 72

A. Hasil Penelitian………. 72

B. Pembahasan……….. 86

C. Keterbatasan Penelitian……… 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 103

A. Kesimpulan………... 103

B. Saran………. 104

DAFTAR PUSTAKA……….... 106

(11)

ix

Halaman Tabel 2.1 Ciri-ciri khusus UKD menurut etiologi……….. 18 Tabel 2.2 Klasifikasi ulkus menurut Skala Wagner……… 19

Tabel 3.1 Definisi operasional penelitian……….. 55

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden klien berdasarkan jenis kelamin, asal rumah sakit,

pendidikan dan pekerjaan……… 73

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan usia, gula darah sewaktu, albumin lama menderita DM, lama luka dan skala

Wagner……… 75

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden perawat menurut jenis kelamin, rumah sakit, pendidikan, usia

dan lama bekerja………. 76

Tabel 4.4 Hasil distribusi frekuensi kenyamanan klien terhadap penggunaan ERLESS pada sudut elevasi

30°……….. 77

Tabel 4.5 Hasil distribusi frekuensi kenyamanan klien terhadap penggunaan ERLESS sudut elevasi

45°……….. 78

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi penilaian perawat tentang fungsi

ERLESS………... 80

Tabel 4.7 Hasil uji Paired t-test, analisis perbedaan

circumference edema sebelum dan sesudah pada

kelompok 30°, 45° dan kontrol……….. 82 Tabel 4.8 Hasil uji One Way Anova, analisis perbedaan

pengaruh kelompok elevasi 30°, 45° dan control terhadap pengukuran circumference

edema……….. 83

Tabel 4.9 Hasil uji One sample t-test, analisis kenyamanan klien menggunakan alat berdasarkan sudut elevasi

30° dan 45°………. 84

Tabel 4.10 Hasil uji One sample t-test, analisis penilaian

(12)

x DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Baseline Volumemeter Meassuring…………. 27

Gambar 2.2 Edema tester………. 27

Gambar 2.3 Modified edema Tester………. 28

Gambar 2.4 ERLESS tampak samping……… 33

Gambar 2.5 ERLESS tampak 2 pengait.………. 34

Gambar 2.6 Palm-Q device……….. 38

Gambar 2.7 Kerangka Teori……… 43

Gambar 2.7a Kerangka Teori……… 44

Gambar 2.8 Kerangka Konsep………. 45

Gambar 3.1 Pengukuran circumference……….. 59

Gambar 3.2 Pengukuran tekanan interface………. 65

(13)

xi DAFTAR SINGKATAN

ABI Angkle Brachial Index

DFUs Diabetic Foot Ulcers

DM Diabetes Melitus

Cm Centimeter

ERLESS Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel

mm Milimeter

UKD Ulkus Kaki Diabetes

GDS Gula Darah Sewaktu

Alb Albumin

Cir Circumference

RSUAWS RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

RSUIAM RSUD I.A. Moeis Samarinda

PNS Pegawai Negeri Sipil

IRT Ibu Rumah Tangga

SD Sekolah Dasar

SLTP Sekolah Lanjut Tingkat Pertama/SMP

(14)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian………. 112

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden……… 113

Lampiran 3 Standar Operasional Prosedur ERLESS……….. 114

Lampiran 4 Kuesioner Fungsi ERLESS………..…... 116

Lampiran 5 Kuesioner Kenyamanan alat……… 117

Lampiran 6 Lembar Observasi Keamanan Alat………. 118

Lampiran 7 Prosedur Penilaian ABI……….. 119

Lampiran 8 Format pengkajian UKD………..………….. 120

Lampiran 9 Foto proses penelitian………. 122

Lampiran 10 Desain ERLESS dan Spesifikasi..………... 124

Lampiran 11 Lokasi penelitian………..………... 126

Lampiran 12 Hasil uji validitas kuesioner kenyamanan klien…….. 127

Lampiran 13 Hasil uji validitas kuesioner Fungsi ERLESS………. 128

Lampiran 14 Distribusi frekuensi Keamanan ERLESS……… 129

(15)
(16)

xiii Penggunaan ERLESS 30° dan 45° terhadap Circumference Edema, Kenyamanan

dan Fungsi pada Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit Samarinda Mayusef Sukmana, Sagiran, Falasifah Ani Yuniarti

Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang: Edema pada Ulkus Kaki Diabetes (UKD) terjadi karena kegagalan

venous return. Sudut elevasi ekstremitas bawah berpengaruh besar terhadap venous return. ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel) didesain sebagai

elevator yang mempertimbangkan akurasi sudut dan kenyamanan. Tujuan penelitian menganalisis pengaruh elevasi ekstremitas bawah sudut 30° dan 45° menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, kenyamanan dan fungsi ERLESS pada klien UKD.

Metode: Quasy eksperiment, pendekatan pre post test control group design, Sampel responden 42 klien dan 28 perawat. Teknik sampel menggunakan consecutive sampling.

Responden perawat memasang ERLESS pada kelompok perlakuan elevasi 30° dan 45° kelompok kontrol dengan bantal. Elevasi selama 30 menit. Sebelum dan Sesudah elevasi semua kelompok diukur circumference edema. Kelompok perlakuan klien mengisi kuesioner kenyamanan ERLESS dan perawat mengisi kuesioner Fungsi ERLESS. Uji statistik paired t-test, One Way Anova dan One Sample t-test dan

Kesimpulan: Elevasi 30° dan 45° efektif menurunkan circumference edema. ERLESS 30° lebih nyaman dibandingkan 45°. ERLESS berfungsi menurunkan edema dan kenyamanan. Melakukan penelitian ERLESS dengan sudut berbeda.

(17)

xiv Master of Nursing Postgraduate Program

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Edema of the DFUs (Diabetic Foot Ulcers) occur due to the failure of venous return. The angle of lower extremity elevation highly influence the venous return. ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel) is designed by the researchers as elevator that take into account the accuracy of angle and comfort. The aim of this research is to analyze the effect of lower extremity elevation for the angle of 30o and 45° by using ERLESS towards the edema circumference, comfort and function of ERLESS on the DFUs client.

Methods: The method of this research is quasy experiment with approach pre and posttest control group design. The sample of respondents are 42 clients and 28 nurses. The sampling technique uses consecutive sampling. The nurse respondents put ERLESS in the treatment group of 30o and 45° elevation control group with a pillow. The elevation is for 30 minutes. Then, all of the groups, the edema circumference is measured. The client treatment group fills out the ERLESS questionnaire and the nurse fills out the ERLESS function questionnaire. The statistical test is by using paired t-test, One Way Anova and One Sample t-test and Multiple linear regression.

Results: Edema circumference group of 30° and 45o and control is with the value of p=0.001. The difference between edema circumference with the group of 30° with control, 30° with 45°, 45° with control with each value of p=0.035, p=0.639, and p=0.011. The comfort of ERLESS groups of 30o and 45° with the value of p=0.005 and p=0.023. The function of ERLESS is with p=0.001.

Conclusion: The elevation of 30° and 45o is effectively lowering the edema circumference. ERLESS with 30o is more comfortable than with 45°. ERLESS has the function of lowering edema and comfort. It is suggested to conduct a research by using ERLESS with different angles.

(18)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis

1. Ulkus Kaki Diabetes (UKD)

a. Pengertian

UKD adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam

dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki karena disfungsi

makrovaskuler dan mikrovaskuler serta kerusakan perfusi jaringan

pada diabetes melitus. UKD dapat dibagi menjadi: neuropathic ulcer,

ischaemic ulcer dan neuroischaemic ulcer (Paul et al., 2013).

UKD merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke lapisan

dermis yang terjadi pada kaki diakibatkan disfungsi makrovaskuler dan

mikrovaskuler serta kerusakan perfusi jaringan pada diabetes melitus.

b. Patofisiologi UKD

Terjadinya UKD akibat kelainan makrovaskuler dan

mikrovaskuler. Kelainan makrovaskuler berhubungan dengan

aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri besar dan sedang

pada kaki bagian bawah melalui proses aterogenesis akibat

hipertrigliserimia, hiperkolesterolemia dan penurunan kadar HDL.

Kondisi ini berdampak pada penurunan suplai oksigen dan nutrisi yang

mengakibatkan iskemik dan kesulitan mempertahankan jaringan

normal dalam melawan infeksi. Kelainan mikrovaskuler berupa

(19)

struktur penebalan membran basal endotel sebagai akibat gangguan

toleransi glukosa kronis, glikosilasi nonenzimatik kolagen dan

proteoglikan serta genetik. Kelainan mikrovaskuler lainnya

terbentuknya trombosit kapiler yang dapat menutupi pembuluh darah

kemudian kompensasi yang terjadi adalah arterio-venous shunting

(Oktavia, 2015).

c. Klasifikasi UKD

UKD dapat diklasifikasikan sebagai berikut: neuropathic ulcer,

ischaemic ulcer dan neuroischaemic ulcer (Paul et al., 2013).

Klasifikasi UKD dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Neuropathic Ulcer

Neuropati diabetik terjadi pada 60-70% individu DM.

Neuropati diabetik yang paling sering ditemukan adalah neuropati

perifer dan autonomik. Diabetik neuropati menimbulkan nyeri

yang disebut nyeri neuropatik yaitu nyeri yang mendahului atau

disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer sistem saraf. Nyeri

Neuropatik diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk,

ditikam, kesetrum, disobek, tegang, diikat. Insiden komplikasinya

meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya

hiperglikemia. Penderita diabetes lama diperkirakan lebih dari

50% akan menderita neuropati diabetika (Melila, Lucas &

(20)

18

2) Ischaemic Ulcer (Arterial Ulcer)

Klien diabetik dengan ichemic ulcer 15% sampai dengan

25% dan berkembang menjadi ischemic ulcer. Penyebabnya adalah

disfungsi microangiopathy dimana terjadi neuropati dan perfusi

jaringan yang rendah pada kapiler darah daerah luka. Faktor

resikonya adalah diabetes melitus lebih dari 10 tahun khususnya

pada klien dengan glukosa darah yang tidak terkontrol (Usatine,

2011).

3) Neuroischaemic Ulcer

Neuroischaemic adalah kombinasi dari efek diabetic

neuropathy dan ischaemia, yang diakibatkan oleh disfungsi

mikrovaskuler dan kerusakan perfusi jaringan pada kaki penderita

diabetes (Paul et al., 2013).

Tabel 2.1 Ciri-ciri khusus UKD menurut etiologi

(21)

No. Ciri-Ciri Neuropathic Ischaemic Neuroischaemic 8 Gambar

Sumber: Paul et al, (2013) International Best Practice Guidelines: Wound Management in Diabetic Foot Ulcers.Wounds International, viewed 18

November 2014 from: www.wounds international.com.

Menurut Jain (2012) klasifikasi ulkus pada kaki diabetes

sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi ulkus menurut WAGNER

Grade Lesi

0 Tidak ada luka terbuka 1 Ulkus superficial

2 Ulkus meluas sampai ligament, tendon, kapsula sendi atau fasia dalam tanpa abses, osteomielitis atau sepsis sendi 3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis sendi 4 Gangren yang terbatas pada kaki bagian depan atau tumit 5 Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki

Sumber: Jain (2012). A New Classification of Diabetic Foot Complication: A simple and Effective Teaching Tool, The Journal of Diabetic Foot Complications.

Santa Johns. Bangalore. Vol.4.

d. Pengkajian edema pada UKD

Pengkajian edema dapat ditemukan sebagai berikut:

1) Lokasi edema unilateral pada edema kaki akibat DVT, insufisiensi

vena, dan limpedema. Pada edema bilateral akibat penyakit

sistemik gagal jantung dan gagal ginjal. Pada edema generalisata

akibat penyakit sistemik.

2) Tenderness.

3) Piting edema.

(22)

20

5) Perubahan kulit menjadi hyperkeratosis (Ely et al., 2013).

Pengkajian keperawatan pada klien dengan kaki diabetik meliputi

pengkajian pergerakan ekstremitas bawah, kelembaban kulit, warna,

suhu, edema, nyeri dan sensasi pada kaki (Aalaa et al., 2012). Menurut

Rebolledo et al., (2011) neuropati pada DM yang lama akan berakibat

arteriovenous shunting, sehingga terjadi pelebaran vena dan

menghasilkan distensi vena kaki dan memiliki kecenderungan

membengkak.

e. Penatalaksanaan edema

Strategi untuk menurunkan edema meliputi: kontraksi otot aktif,

penggunaan alat kompresi, elevasi, merangsang kontraksi otot dengan

simulasi listrik (musle milking), Range of Motion Pasive, masase,

pergerakan pasif, dan compression wraps (Starkey, 2004).

Penatalaksanaan edema untuk mengurangi edema meliputi :

1) Cold yaitu membantu mengurangi selama fase inflamasi karena

pemberian aplikasi dingin menyebabkan vasokontriksi,

mengurangi metabolisme rata-rata, menurunkan aliran darah

arteriole dan menurunkan permeabilitas kapiler dan infiltrasi

kapiler.

2) Elevation yaitu menggunakan gravitasi untuk meningkatkan aliran

vena dan limpatik dari kaki. Tekanan hidrostatik terjadi karena

gaya berat darah di dalam pembuluh darah. Vena perifer dan

(23)

lebih tinggi dari jantung gravitasi akan meningkat dan menurunkan

tekanan perifer sehingga mengurangi edema.

3) Simple Lymphatic Drainage bertujuan meningkatkan aliran

limpatik. Stimulasi sistem limpatik akan membantu berkurangnya

edema.

4) Pergerakan aktif dimana otot yang berkontraksi akan memompa

pembuluh darah vena dan saluran limpatik sehingga edema pada

daerah distal berkurang.

5) Compressive Bandages bertujuan membantu aliran limpatik dan

memberikan kekuatan pada tekanan hidrostatik. Penggunaan

kompresi pada tahap penyembuhan luka akut untuk mengurangi

pembengkakan pada daerah penyembuhan luka.

6) Kinesio Taping yaitu menurunkan edema didasarkan konsep

melindungi pembuluh darah yang statis memfasilitasi darah dan

sistem limpatik meningkat sirkulasinya.

7) High Volt Pulsed Stimulation merupakan salah satu cara

meningkatkan simulasi listrik dan agar protein plasma tidak

menurun.

8) Intermitten Pneumatic Compression direkomendasikan untuk

menurunkan edema dengan tekanan 25 mmHg dan 60 mmHg

(24)

22

2. Edema

a. Pengertian Edema

Edema merupakan pembengkakan yang disebabkan oleh

peningkatan volume cairan di dalam rongga interstisial (Ely et al.,

2006). Menurut Starkey (2004) edema adalah kelebihan cairan pada

ruang interstisial akibat ketidakseimbangan tekanan di luar dan di

dalam membran sel atau akibat penyumbatan saluran limfe dan

kegagalan mekanisme aliran balik vena. Menurut Stems (2014) edema

adalah suatu pembengkakan yang terjadi pada organ tubuh, tempat

yang paling sering pada kaki dan tangan (peripheraledema), abdomen

(asites) dan pada dada (edemapulmonal). Jadi edema merupakan suatu

kondisi dimana terdapat kelebihan cairan di dalam rongga interstisial

akibat adanya penyumbatan saluran limfe dan kegagalan mekanisme

aliran balik vena.

b. Etiologi

Penyebab edema dikelompokan menjadi empat kategori umum

meliputi:

1) Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan

tekanan osmotic koloid plasma seperti pada penyakit ginjal,

penyakit hati, makanan yang kurang mengandung protein atau

pengeluaran protein akibat luka bakar.

2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih

(25)

interstisium melalui pelebaran pori-pori kapiler yang dicetuskan

oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi.

3) Peningkatan tekanan vena, ketika darah terbendung di vena, akan

disertai dengan peningkatan tekanan darah kapiler.

4) Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema karena

kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di dalam cairan

interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem

limfe (Sherwood, 2001).

Sedangkan menurut Ely et al., (2006) penyebab edema kaki

adalah sebagai berikut:

1) Edema unilateral terjadi secara akut (selama kurang dari 72 jam)

disebabkan oleh deep vein thrombosis dan jika kronis disebabkan

oleh venous insufficiency.

2) Edema bilateral biasanya kronis disebabkan oleh venous

insufficiency, pulmonary hypertension, heart failure, idiopathic

edema, lymphedema, menstruasi, kehamilan dan kegemukan.

c. Klasifikasi Edema

Menurut Ely et al., (2006) terdapat 2 (dua) tipe edema pada kaki

yaitu:

1) Venous edema berisi cairan dengan viskositas rendah, sedikit

protein di cairan interstitial yang dihasilkan oleh peningkatan

(26)

24

2) Lymphedema berisi protein yang kaya, berada di dalam rongga

cairan interstisial pada jaringan subkutan.

d. Mekanisme Edema

Sejumlah edema dapat terjadi karena mekanisme yang meliputi:

kerusakan jenis dan jumlah sel, perubahan dalam permeabilitas kapiler,

perdarahan primer dan skunder, tekanan gradient yang meningkat dan

adanya mediator inflamasi. Pergerakan cairan melewati membran

kapiler terjadi karena 3 prinsip dasar yang digambarkan oleh Hukum

Starling meliputi:

1) Tekanan hidrostatik vaskuler dan tekanan osmotik cairan yang

mencegah cairan keluar dari kapiler menuju jaringan sekitar.

2) Tekanan osmotic colloid plasma yang memindahkan cairan dari

jaringan menuju kapiler.

3) The limb’s hydrostatic pressure merupakan tekanan pada kaki yang

dipengaruhi oleh perubahan posisi (Starkey, 2004).

Menurut Kozier (2011) terdapat tiga mekanisme utama yang

menyebabkan terjadinya edema yaitu:

1) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler.

2) Penurunan tekanan onkotik plasma.

3) Peningkatan permeabilitas kapiler.

Mekanisme utama yang lebih kompleks menyebabkan terjadinya

edema adalah sebagai berikut:

(27)

2) Penurunan tekanan onkotik plasma.

3) Peningkatan permeabilitas kapiler.

4) Obstruksi limpatik.

5) Hipoalbuminemia.

6) Hiperkoagulasi.

7) Refeeding edema.

8) Obat obatan yang menahan natrium (Purnamasari dan

Poerwantoro, 2011; Simon 2014).

e. Tipe edema kaki

Edema pada kaki dapat dibedakan menjadi beberapa jenis: edema

vena dan lymphedema. Hasil edema vena dari ekstravasasi cairan

interstitial ke ruang interstitial adalah karena meningkatnya tekanan

filtrasi kapiler atau rendahnya tekanan onkotik cairan. Lymphedema

terutama disebabkan oleh terhalangnya limfatik mengalir dan

akumulasi kaya protein cairan interstitial (Simon, 2014).

f. Pengukuran edema

Pengkajian edema secara umum dan pada klien dengan UKD

dilakukan dengan berbagai metode untuk mengukur edema yang telah

teruji validitas dan reliabilitasnya. Menurut Brodovicz et al., (2009)

pengkajian edema perifer meliputi:

1) Pemeriksaan kedalaman dan pemulihan edema meliputi: nilai 0

tidak ada edema, nilai 1 jika sedikit pitting (kedalaman 2 mm)

(28)

26

nilai 3 jika pitting edema terasa lebih dalam (6 mm) dengan

ekstremitas tergantung penuh dan bengkak, dan nilai 4 jika pitting

edema sangat dalam (8 mm).

2) Kuesioner klien berupa pertanyaan-pertanyaan diantaranya apakah

terdapat edema, apakah ada riwayat terjadinya edema dalam

seminggu terakhir, seberapa sering edema tersebut, dan seberapa

parah.

3) Pengukuran lingkar pergelangan kaki dalam sentimeter pada

maleolus medial (Mora, 2002).

4) Pengukuran 8 (delapan) tempat pada pergelangan kaki meliputi :

(1) tengah-tengah antara tibialis anterior tendon dan maleolus

lateral, (2) distal untuk tuberositas dari navicular, (3) proksimal ke

dasar 5 metatarsal, (4) tibialis anterior tendon, (5) distal ke ujung

distal maleolus medial, (6) Achilles tendon, (7) distal ke ujung

distal maleolus lateral, dan (8) kembali seperti semula.

5) Water displacement yaitu volume kaki diukur dengan

menggunakan pemindahan air pada volumeter yang telah

disediakan. Kaki dimasukan ke dalam volumemeter measuring

device, kemudian air yang berpindah diukur seberapa besar

(29)

Gambar 2. 1. Baseline Volumemeter Measuring Device Foot, 5x13x6 inches Sumber: Brodovicz, 2009. reproduced with permission from WisdomKing.com

viwed 2 Maret 2015, www.wisdomking.com

6) Edema tester yaitu menggunakan 7 (tujuh) lubang berdiameter 2

mm–12 mm yang akan ditempelkan pada bagian dalam maleolus,

kemudian diberi tekanan manset 50 mmHg selama 1-3 menit atau

100 mmHg-150 mmHg dalam waktu 3 detik. Ketika manset

dikempeskan maka akan tampak penonjolan tanda-tanda edema

pada kulit. Tojolan kulit dihitung kedalaman dan lama waktu

menghilangnya (Cesarone et al., 1999).

Gambar 2.2.Edema tester

Sumber: Cesarone MR, Belcaro G, Nicolaides AN, Arkans E, Laurora G, De Sanctis MT, Incandela L. The edema tester in the evaluation of swollen limbs in

(30)

28

7) Modified Edema Tester

Modifikasi dari edema tester dimana lubang diganti dengan

bagian yang menonjol setinggi 4 mm – 6 mm, kemudian diberikan tekanan manset sebesar 100 mmHg – 150 mmHg selama 3 detik. Kemudian waktu kembalinya kulit diukur dalam detik.

Gambar 2.3.Modified edema Tester Sumber: ACI Medical.com

Menurut Brodovicz et al., (2009) teknik pengukuran edema

yang paling akurat adalah dengan cara water displacement dan

circumference pada pergelangan kaki.

3. Elevasi

a. Pengertian

Elevasi merupakan usaha untuk menempatkan kaki lebih tinggi

dari posisi jantung agar didapatkan pengaruh gaya gravitasi bumi

dengan pengangkatan kaki pada sudut 30°, 45°, dan 90° (Starkey,

2004). Elevasi merupakan upaya penggunaan gaya gravitasi bumi

untuk meningkatkan aliran balik vena dan limfe akibatnya terjadi

(31)

yang dianjurkan adalah 30°, 45°, 60° dan 90°. Klien merasakan paling

nyaman pada posisi 30° selama 30 menit (Liaw, 1989).

Elevasi adalah penempatan kaki lebih tinggi dari pada jantung

untuk mendapatkan efek gravitasi yang optimal dengan sudut 30°, 45°,

dan 90° yang dilakukan selama 30 menit sehingga berdampak pada

penurunan tekanan hidrostatik pada akhirnya meningkatkan aliran

balik vena dan limfe.

b. Tujuan

Menurut Frygber (2002) elevasi ekstremitas bawah bertujuan agar

sirkulasi perifer tidak menumpuk di area distal ulkus sirkulasi dapat

dipertahankan. Elevasi ekstremitas bawah dilakukan setelah klien

beraktivitas atau turun dari tempat tidur. Saat turun dari tempat tidur

walaupun kaki tidak dijadikan sebagai tumpuan, namun akibat efek

gravitasi menyebabkan aliran darah akan cenderung menuju perifer

terutama kaki yang mengalami ulkus.

Elevasi akan meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi

edema (peningkatan gravitasi) akan membantu mengembalikan pada

sirkulasi sistemik melalui katub vena.

c. Dampak elevasi pada panurunan edema.

Cairan pada system venous return dipengaruhi oleh gravitasi.

Penempatan ekstremitas lebih rendah akan meningkatkan tekanan

hidrostatis kaki, bersamaan pembuluh darah perifer dan dengan

(32)

30

ditempatkan pada posisi elevasi, aliran balik menjadi pasif dimana

secara alamiah cairan mengalir di dalam pembuluh darah. Keefektifan

gaya gravitasi mengembalikan darah ke jantung tergantung dari

beberapa faktor sebagai berikut:

1) Sudut ekstremitas dengan permukaan maksimal efek gravitasi pada

venous return terjadi ketika kaki dengan jantung pada sudut 90°,

sudut ini memberikan kekuatan 100% gaya gravitasi, pada sudut

45° memberikan kekuatan 71% gaya gravitasi dan pada posisi kaki

yang horizontal (sudut 0°) kekuatan gaya gravitasi adalah 0%

(Starkey, 2004).

2) Diameter vena yang kecil meningkatkan resistensi aliran,

meningkatnya diameter vena akan menurunkan resistensi aliran.

Diameter pembuluh darah yang meningkat aliran darah semakin

cepat (Irawati, 2010). Usia berpengaruh terhadap diameter vena,

semakin bertambahnya usia, struktur pembuluh darah mengalami

perubahan menebalnya dinding pembuluh darah diikuti

menyempitnya diameter lumen, perubahan fungsi endotel dan

kekakuan (Byung & Lee, 2010)

3) Viskositas cairan normalnya adalah konstan, tetapi setelah terjadi

injury, viskositas darah meningkat karena kehilangan plasma yang

masuk ke sekitar jaringan, dan komposisi terlarut jadi lebih besar

(33)

oleh kecepatan aliran darah, ketika aliran darah lambat maka

viskositas menjadi tinggi (Irawati, 2010).

Menurut Collins & Seraj (2010) elevasi kaki dapat menurunkan

edema, meningkatkan pengiriman mikrosirkulasi oksigen dan

mempercepat penyembuhan ulkus pada kaki jika dilakukan selama 30

menit, dengan frekuensi terapi elevasi 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali

dalam sehari.

4. Fungsi dan spesifikasi ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless

Steel)

a. Pengertian

Alat penyangga kaki adalah alat yang digunakan pada klien

mengalami masalah keperawatan excess fluid volume (Heather, 2014).

Kelebihan cairan diakibatkan impaired venous return dengan

manifestasi klinis berupa edema pada kaki klien UKD (Rebolledo et

al., 2011).

b. Tujuan alat

Tujuan penggunaan alat ini adalah meningkatkan aliran balik vena

kaki menuju atrium kanan agar menjadi lebih efektif dengan

pengaturan sudut yang menimbulkan efek gravitasi dan meningkatkan

kenyamanan klien melalui penurunan tekanan pada luka.

c. Fungsi yang diharapkan

1) Alat ini dapat digunakan untuk menyangga kaki klien pada saat

(34)

32

2) Menurunkan edema pada klien dengan berbagai kondisi seperti:

UKD, insufisiensi katub vena, fenomena udema hang out pada

climber, post trauma ekstremitas bawah.

3) Terapi off –loading mengurangi tekanan pada area UKD.

4) Menurunkan nyeri.

d. Diskripsi umum alat

Alat ini merupakan rancangan teknologi yang didesain oleh peneliti

sendiri untuk mengatasi masalah keperawatan excess fluid volume

dengan mengintegrasikan pemanfaat gaya gravitasi bumi dengan alat

penyangga kaki yang dapat digunakan pada klien saat di tempat tidur.

Alat ini didesain secara portable dan knock down untuk

memudahkan pengguna alat membawa dan menggunakannya di

berbagai tempat. Alat ketika melakukan terapi dipasang disamping

tempat tidur klien.

Gaya gravitasi bumi dioptimalkan dengan melakukan perubahan

posisi ketinggian tongkat penyangga alat dengan prinsip trigonometri

pada sudut 30° dan 45° (Starkey, 2004). Alat dikalibrasi dengan

geniometer dan busur derajat protractor.

e. Bagian-bagian ERLESS terdiri dari 3 bagian utama:

1) Pengait/fixasi ERLESS

Pengait alat ini dapat disetel sesuai ketebalan tepi ranjang

(35)

5 screw untuk memegang saat menyetel fixasinya, sehingga batang

atau badan alat penyangga dapat menempel pada tepi tempat tidur.

2) Tongkat penyangga kaki

Bagian ini terdiri dari penyangga yang menempel pada screw

fixasi yang menempel pada ranjang, bagian batang yang bisa di

atur ketinggiannya, setelah sesuai setelannya maka dikunci dengan

screw pengunci yang ada handle untuk memegang/memutar saat

dikunci. Bagian yang lain adalah tongkat yang berhubungan

langsung dengan penyangga kaki.

3) Penyangga kaki

Bagian ini berupa penampang panjang seperti pipa berbentuk

setengah lingkaran dimana tempat untuk meletakan kaki dengan

panjang penyangga dari tumit sampai bagian paha bokong klien.

Bagian ini dilengkapi dengan restrain yang menfixasi kaki saat

disangga.

Gambar 2.4. ERLESS tampak samping Keterangan:

1. Pengait 2. Pengatur sudut 3. Tongkat

penyangga 4. Penyangga kaki

5. Restrain 3

2 4

(36)

34

Gambar 2.5 ERLESS tampak pengait

f. Bahan dan Ukuran Alat

1) Pengait 12 cm dengan terdapat 2 screw untuk memfixasi pada tepi

tempat tidur.

2) Pengatur sudut dapat dinaik dan turunkan kemudian dikunci sesuai

sudut yang diinginkan yang tertera pada tongkat penyangga.

3) Tongkat penyangga kaki terbuat dari pipa 1 inc. ukuran tongkat

penyangga kaki: rentang tinggi terpanjang 60 cm, rentang

terpendek 18 cm, diameter pipa 2,5 cm.

4) Penyangga kaki terbuat flat besi tipis dengan dilapisi foam dan

diberikan cover kulit sintetis. Ukuran penyangga kaki: panjang 90

cm, lebar 20 cm dan tebal 3 cm.

5) Restrain berbahan kulit dan terdapat perekat.

6) Berat 5.1 Kg.

Keterangan: 1. Pengait 2. Pengatur sudut 3. Tongkat

penyangga 4. Penyangga kaki 5. Restrain

(37)

g. Keamanan ERLESS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) aman dapat

diartikan kondisi bebas dari bahaya, tidak meragukan, tidak

mengandung resiko, tenteram, tidak merasa takut atau kawatir.

Keamanan merupakan suatu kondisi keadaan aman dan ketentraman

dilengkapi dengan pengaman yaitu orang atau alat untuk

menghindarkan atau mencegah terjadinya kecelakaan. Untuk

menciptakan keamanan diperlukan kata kerja mengamankan yaitu

suatu kondisi menjadikan tidak berbahaya, tidak rusuh, menjadikan

melindungi, menyelamatkan dan menjadikan tenteram hati.

Menurut Yoga (2013) kriteria keamanan alat adalah alat tidak

menimbulkan luka atau cidera bagai pasien yang diakibatkan desain

produk, tidak menimbulkan penyakit yang diakibatkan oleh material

produk, bentuk dan ukuran dapat disesuaikan dengan dimensi ukuran

tubuh pengguna, mudah dibongkar, dibawa dan dibersihkan.

Komponen pengertian aman dan keamanan tersebut diatas jika

dihubungkan dengan ERLESS indikator keamanan alat adalah

sebagai berikut:

1) Aman dari media transmisi kuman.

Sebelum dan sesudah dilakukan prosedur elevasi, bagian

penyangga kaki didesinfeksi. Bagian kaki yang terluka diberikan

pengalas. Pada penyangga kaki yang langsung kontak dengan kulit

(38)

36

yang menempel pada cover penyangga kaki lebih mudah untuk

dibersihkan.

2) Tidak mengganggu mobilitas gerak sendi pasien yang menetap.

Selama melakukan elevasi, persendian pergelangan kaki tetap

dapat digerakan. Anggota tubuh yang lain yang tidak dilakukan

elevasi dapat digerakan.

3) Tidak menimbulkan luka baru.

Bahan penyangga kaki terbuat lempengan baja tipis yang kuat

dilapisi foam yang lembut dan dibungkus dengan kulit sintetis

kedap air. Alat yang dibuat tidak mempunyai bagian yang tajam

dan runcing sehingga tidak berpotensi untuk melukai bagian kulit

pasien. Selama prosedur dilakukan, potensi terjadi gesekan antara

alat/bahan dengan kaki yang dapat menimbulkan luka baru adalah

sangat kecil, karena waktu elevasi selama 30 menit.

4) Tidak mengganggu penyembuhan luka.

Menurut Wulandari (2015) perawat sebaiknya melakukan elevasi

pada ekstremitas bawah yang mengalami ulkus diabetik selama 10

menit setiap pasien melakukan aktivitas lebih dari 15 menit,

dengan elevasi akan meningkatkan proses penyembuhan luka.

Menurut Collins (2010) elevasi kaki dapat menurunkan edema,

meningkatkan pengiriman mikrosirkulasi oksigen dan

(39)

5) Alat didesain agar terhindar dari injury.

Alat dilengkapi dengan dua fiksasi badan penyangga alat.

Kemudian untuk mencegah kaki bergeser ke kiri dan kanan,

terdapat 3 restrain/pengikat sehingga kecil kemungkinan kaki

terjatuh.

6) Alat mudah di bongkar pasang, dibawa dan dibersihkan.

ERLESS terbuat dari stainless steel yang dihubungkan dengan

screw pada setiap persambungannya. Sehingga mudah dibongkar

pasang, dibawa. Stainless steel dan kulit merupakan bahan yang

mudah dibersihkan.

7) Alat aman dari kemungkinan pressure ulcer.

Menurut (Simon, 2014) Elevasi yang diberikan pada kaki akan

membuat distribusi tekanan pada bagian tubuh menjadi berpindah.

Pada elevasi kaki, tekanan pada tumit akan berkurang bebannya.

Menurut Takahashi et al., (2010) untuk mengurangi resiko tekanan

pada bagian tubuh adalah dengan pressure redistribution,

menghindari kontak area penekanan maka akan mengurangi

interface pressure, diantaranya dengan mengangkat kaki pada

posisi 30°. Menurut National Pressure Ulcer Adisory Panel,

European Pressure Ulcer Advisory Panel dan Pan Pacific

Pressure Injury Aliances (2014) elevasi tumit dapat mencegah

resiko pressure ulcer pada tumit karena tekanan akan terdistribusi.

(40)

38

tekanan berpindah pada bokong selama prosedur elevasi dilakukan,

akan tetapi hal ini tidak berdampak pada resiko pressure ulcer pada

bokong karena tekanan berlangsung hanya 30 menit. Menurut

(Lyder & Ayello, 2005) jaringan akan terjadi iskemik jika

mengalami tekanan yang menetap selama 2 jam sampai 6 jam atau

lebih.

Pengukuran resiko pressure ulcer tetap dilakukan untuk

menjamin keamanan terhadap resiko pressure ulcer. Tekanan yang

terjadi selama elevasi diukur pada sacrum dengan Palm Q;

Cape Co. Ltd., Yokosuka, Japan. Indikator alat ERLESS aman

digunakan jika tekanan interface kurang dari 50 mmHg

(Supriadi et al., 2014).

Gambar 2.6 Palm-Q device

Sumber: Supriadi et al., (2014). Interface pressure , pressure gradient with pressure ulcer development in Intensive Care Units. Journal of Nursing

Education and Practice.www.sciedu.ca/jnep, 4(9), 146–154.

(41)

5. Konsep Kenyamanan Kolcaba

Teori keperawatan Kolcaba merupakan analisa sebuah konsep yang

meliputi konsep keperawatan, medis, psikologis, psikiatrik, ergonomis.

Konsep ini menekankan pada teori kenyamanan (Aligood, 2014).

Adapun definisi teori Kolcaba meliputi:

a. Kebutuhan perawatan kesehatan merupakan kebutuhan untuk

memperoleh kenyamanan, bangkit dari situasi stress. Kebutuhan ini

meliputi fisik, psikospiritual, sosial, dan lingkungan yang diperoleh

melalui monitoring, laporan verbal dan nonverbal, kebutuhan yang

berhubungan dengan parameter patofisiologi, kebutuhan pendidikan

dan dukungan, serta kebutuhan konseling finansial dan intervensi.

b. Pengukuran kenyamanan yaitu intervensi keperawatan agar memahami

kebutuhan kenyamanan pasien secara spesifik meliputi fisiologi,

sosial, finansial, spiritual, lingkungan dan intervensi fisik.

c. Kenyamanan adalah kondisi yang dialami oleh penerima berdasarkan

pengukuran kenyamanan. Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan,

ketentraman, dan transcendence) serta empat konteks pengalaman

(fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan). Jenis-jenis kenyamanan

diartikan sebagai berikut:

1) Relief (dorongan) merupakan kondisi penerima yang membutuhkan

penanganan yang spesifik dan segera.

(42)

40

3) Transcendence yaitu kondisi dimana individu mampu mengatasi

masalah (nyeri).

Empat konteks kenyamanan meliputi:

1) Fisik mempunyai arti berkaitan dengan sensasi jasmani.

2) Psikospiritual berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri,

termasuk penghargaan, konsep diri, seksual dan makna hidup,

berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan.

3) Lingkungan berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi dan

pengaruhnya.

4) Sosial berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan

sosial (Aligood, 2014).

Asumsi kenyamanan menurut Kolcaba adalah sebagai berikut:

1) Manusia mempunyai respon yang holistik terhadap stimulus yang

kompleks.

2) Kenyamanan adalah suatu hasil holistik yang diharapkan yang

berhubungan dengan disiplin keperawatan.

3) Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan secara

aktif.

4) Kenyamanan adalah lebih dari tidak adanya nyeri, cemas dan

ketidaknyamanan fisik lainnya (Aligood, 2014).

d. Prilaku pencarian kesehatan merupakan suatu kondisi yang melukiskan

secara luas hasil yang dihubungkan dengan pencari kesehatan serta

(43)

pencari kesehatan dapat internal, eksternal atau meninggal dengan

damai.

e. Intervensi Kenyamanan menurut Aligood (2014) yaitu:

1) Teknik mengukur kenyamanan (technical comport measures)

adalah intervensi yang didesain untuk mempertahankan hemostasis

dan manajemen nyeri, seperti monitor tanda vital dan hasil kimia

darah. Pengukuran kenyamanan didesain untuk membantu

mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik dan kenyamanan,

dan mencegah terjadinya komplikasi.

2) Pembinaan (coaching) merupakan intervensi yang dirancang untuk

membebaskan nyeri.

Menurut Aligood (2014) aplikasi dalam keperawatan tentang konsep

Kolcaba adalah sebagai berikut:

a. Pengkajian keperawatan

Pengkajian ditujukan kepada menggali kebutuhan rasa nyaman

klien pada konteks pengalaman fisik. Kenyamanan fisik terdiri dari

sensasi tubuh dan mekanisme hemostasis. Pengkajian dapat dilakukan

dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Secara umum perawat

mengobservasi keadaan fisik klien. Pemeriksaan hemodinamik juga

dapat memberikan gambaran rasa tidak nyaman klien.

Pada klien UKD nyeri dirasakan merupakan ancaman yang berarti

terhadap kenyamanan klien. Nyeri pada kaki, kram dan kelemahan dan

(44)

42

oclusi aterosklerosis tibioperoneal (Hariani dan Perdanakusuma,

2015). Penyebab lain nyeri pada UKD menurut Wulandari (2015)

adalah tekanan tekanan yang terjadi pada luka.

b. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan rasa nyaman.

Intervensi kenyamanan memiliki tiga kategori: intervensi kenyamanan

standar untuk meningkatkan pemulihan fungsi fisik fisiologis tubuh

termasuk hemodinamik (Aligood, 2014). Pemulihan fisik dengan

menstabilkan hemodinamik dilakukan dengan melakukan elevasi

untuk meningkatkan cardiac output (Monnet, Richard & Teboul,

2015).

c. Implementasi keperawatan

Kebutuhan kenyamanan fisik termasuk deficit dalam mekanisme

fisiologis yang terganggu atau beresiko karena adanya suatu penyakit.

Gangguan pada ulkus diabetes yang edema adalah adanya venous

return yang tidak efektif menyebabkan edema. Implementasi elevasi

memulihkan fungsi fisiologis sirkulasi sistemik (Monnet, Richard &

Teboul, 2015).

d. Evaluasi keperawatan

Evaluasi dilakukan dengan mengukur pencapaian kenyamanan

klien melalui pengukuran skala kenyamanan setelah menggunakan

(45)

B. Kerangka Teori

Gambar. 2.7. Kerangka Teori

Sumber: (Aalaa et al., 2012), (Alligood, 2014), (Ely et al., 2006), (Brodovicz et al., 2009), (Cesarone, et al., 1999) , (Collins & Seraj, 2010), (Kozier, 2011) (Villeco & Otr, 2012), (Sherwood., 2001), (Simon, 2014), (Stems, 2014), (Starkey Chad, 2004), (Rebolledo et al., 2011).

(46)

44

Gambar. 2.7a Kerangka Teori

Sumber: (Aalaa et al., 2012), (Alligood, 2014), (Ely et al., 2006), (Brodovicz et al., 2009), (Cesarone, et al., 1999) , (Collins & Seraj, 2010), (Kozier, 2011), (Villeco & Otr, 2012), (Sherwood., 2001), (Simon, 2014), (Stems, 2014), (Starkey, 2004), (Rebolledo et al., 2011).

Fungsi ERLESS

Circumference edema

Evaluasi Kenyamanan

Venous Return

1. Desain 2. Bahan 3. Keamanan 4. Praktis, mudah 1. Hemodinamik 2. Sudut elevasi

(47)
(48)

46

Kerangka konsep tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Klien dengan diabetes mellitus yang mengalami komplikasi UKD dilakukan

pengkajian edema. Pengkajian edema melalui pengukuran lingkar pergelangan

kaki dengan menggunakan tap measure (meteran) dan depth pitting edema.

Klien yang memenuhi kriteria inklusi diberikan perlakuan elevasi pada sudut

masing-masing 30° dan 45° dengan menggunakan ERLESS selama 30 menit.

Setelah dilakukan elevasi diukur kembali edema dengan hanya mengukur

circumference atau pergelangan kaki pada area yang sama dengan

menggunakan tap measure (meteran).

Penurunan angka hasil pengukuran lingkar pergelangan kaki

dipengaruhi oleh efektivitas venous return. Intervensi keperawatan jika

ditinjau dari pendekatan konsep teori Kolcaba, secara fisiologis elevasi

meningkatkan keseimbangan sistem sirkulasi, elevasi berdampak pada

meningkatnya gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi darah beserta

komponennya mendapatkan daya dorong untuk mengalirkan komponen darah

beserta cairannya menuju ke atrium kanan hal ini akan menurunkan tekanan

hidrostatik dan gaya arus balik aliran darah dari perifer menuju jantung akan

semakin meningkat. Aliran balik vena yang lancar menyebabkan venous

return menjadi efektif.

Meningkatkan pemulihan fungsi fisiologis, menciptakan keseimbangan

hemodinamik adalah prinsip tindakan dalam teori Kolcaba. Aspek variabel

yang dinilai pada teori Kolcaba berkaitan tindakan kenyamanan elevasi

(49)

kenyamanan yang terdiri dari: relief, ease dan transcendence sebagai

aplikasinya adalah klien dinyatakan nyaman jika dalam kondisi yang tentram

dengan hati yang puas, mampu mengatasi masalah ketidaknyamanan seperti

nyeri pada luka, tekanan pada luka, kawatir akan jatuh dan kelelahan yang

terjadi pada klien dengan UKD yang mengalami edema dan hemodinamik

yang stabil. Penilaian kenyamanan dilakukan dengan menganalisis hasil

kuesioner kenyamanan. Pemasangan ERLESS agar sesuai fungsinya

mempertimbangkan desain, keamanan, bahan, praktis dan mudah digunakan.

Efektifitas fungsi dinilai melalui kuesioner fungsi ERLESS.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. H1: Ada pengaruh elevasi ekstremitas bawah pada sudut 30°, 45 ° dengan

menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, keyamanan dan

fungsi ERLESS pada klien UKD.

2. H0: Tidak ada pengaruh elevasi ekstremitas bawah pada sudut 30°, 45°

dengan menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, keyamanan

(50)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah utama

dalam sistem kesehatan yang perlu diatasi secara global karena dalam 2

dekade terakhir diprediksi terjadi peningkatan secara signifikan. DM

penyakit epidemik yang meluas di seluruh dunia dengan perkiraan jumlah

pada tahun 2016 mencapai lebih dari 230 juta jiwa dan akan mencapai

350 juta jiwa di tahun 2030 (Armstrong & Rilo, 2010). Data lain

menunjukkan jumlah klien pada tahun 1985 terdapat 30 juta kasus, tahun

2000 berjumlah 177 juta, tahun 2010 terdapat 285 juta dan diperkirakaan

di tahun 2030 mencapai 360 juta kasus (Yazdanpanah et al., 2015). WHO

memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8.4 juta

pada tahun 2000 menjadi 21 juta pada tahun 2030. International Diabetes

Federation pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penderita DM

menjadi 12 juta pada tahun 2030. Data tersebut menunjukan adanya

peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

Kejadian DM yang cenderung terus meningkat akan diikuti meningkatnya

komplikasi pada diabetes mellitus (Yazdanpanah et al., 2015).

Ulkus kaki diabetes (UKD) adalah salah satu masalah komplikasi

yang paling serius klien diabetes mellitus. Angka kejadian UKD pada

(51)

25 % (Armstrong & Lipsky, 2005). Menurut Yazdanpanah et al., (2015)

Penderita DM sebanyak 20% dengan komplikasi UKD mengalami

masalah perluasan infeksi, gangren, amputasi dan kematian. Masalah yang

lain adalah penyembuhan luka yang lama yang kemungkinan akan

berakhir dengan amputasi, hal ini akan berpengaruh pada kualitas hidup

serta meningkatnya angka kematian (Nabuurs-franssen & Kruseman,

2005). Faktor yang penting dari masalah tersebut adalah lamanya

penyembuhan luka (Yotsu, 2014). Penyembuhan luka yang lama

mengakibatkan semakin lamanya masa rawat inap.

Lamanya perawatan di rumah sakit tentu akan diikuti dengan biaya

perawatan yang tinggi (Prompers, 2008) dan (Chang, 2004). Menurut

Wound Management in Diabetic Foot Ulcers, Wound International

(2013), data pada tahun 1999 biaya penanganan UKD lebih dari US$

28,000. Menurut Yazdanpanah et al., (2015) biaya untuk penyembuhan

luka mencapai US$ 17500 pada tahun 1998 dan USD$ 30000-33500

dengan komplikasi amputasi. Menurut Adabiah (2014) di Indonesia

seorang penderita ulkus diabetes memerlukan biaya Rp. 1.3 juta sampai

1.6 juta perbulannya dan 43.5 juta pertahunnya.

Penatalaksanaan penyembuhan luka pada klien UKD telah

mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tindakan untuk menunjang

penyembuhan luka melalui moderns dressing adalah meliputi: pemberian

Collagen, Biological Dressings, Biological Skin Equivalent-Dermagraft,

(52)

3

(PDGF), Platelet-Rich Plasma (PRP), Negative Presure Wound Therapy

(NPWT), Hyperbaric Oxygen Therapy dan Ozone-Therapy (HBOT), silver

products (Greer, 2012). Penatalaksanaan penyembuhan luka pada UKD

perlu mempertimbangkan faktor penyulit. Faktor yang mempengaruhi

berkembangnya UKD ini diantaranya adalah usia, jenis kelamin, lama

menderita diabetes mellitus, body mass index, kelainan bentuk kaki,

kebiasaan perawatan kaki dan edema. Angka kejadian edema UKD dari

beberapa jenis UKD adalah sebagai berikut: neuropathic 20,5%, ischemic

35% dan neuroischemic 42, 9% (Yotsu, 2014).

Edema pada kaki ditemukan pada klien usia lebih dari 50 tahun

disebabkan oleh venous insufficiency. Venous insufficiency mempengaruhi

lebih dari 30% dari populasi dan 1% terjadi pada gagal jantung (Ely et al.,

2006). Kasus venous insufficiency banyak terdapat pada klien dengan

diabetes mellitus yang mengalami komplikasi UKD dengan manifestasi

klinis yang tampak adalah terjadinya edema.

Edema yang muncul mengakibatkan terjadinya penurunan

pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Akumulasi cairan interstisial

menyebabkan terdapat jarak yang lebar antara sel dan darah untuk

mengirimkan nutrisi, oksigen dan zat-zat sisa sehingga kecepatan difusi

berkurang dan berakibat sel-sel yang ada dalam jaringan edema kurang

mendapatkan pasokan darah (Sherwood, 2001). Pasokan darah yang

kurang dapat menghambat penyembuhan luka. Bahkan terjadinya edema

(53)

akibat dilatasi intrasel dan jaringan yang mengalami edema terasa nyeri

dan lebih rentan terhadap cedera jika dibandingkan dengan jaringan

normal (Kozier, 2011).

Edema kaki terjadi karena kegagalan aliran balik vena pada saat

kaki berada di bawah dan tergantung (Kawasaki, 2013). Edema pada

UKD dapat dikurangi dengan melakukan perubahan posisi dengan elevasi

kaki (Sims, 1986; Ho & Tsui, 2013). Perubahan posisi saat kaki

dielevasikan bertujuan akan meningkatkan aliran balik vena dan

mengurangi tekanan pada vena (F P Dix, 2005). Menurut Seeley 2004

dalam (Wulandari, 2015) elevasi ekstremitas bawah berguna untuk

mengembalikan aliran darah dan mengurangi tekanan di bagian distal

ekstremitas. Aktivitas lebih dari 15 menit dengan kaki yang mengarah ke

bawah ketika berjalan dan atau kaki menggantung dapat meningkatkan

tekanan ke distal sebesar 20%, sehingga meningkatkan resiko terjadinya

edema perifer. Edema perifer akan meningkatkan tekanan area distal dan

mengurangi perfusi akibat penekanan arterial. Elevasi ektremitas bawah

dapat mengurangi tekanan, dan efek yang diharapkan adalah

meningkatnya proses penyembuhan luka UKD (Wulandari, 2015).

Intervensi edema dalam rangka penyembuhan luka dengan elevasi

direkomendasikan juga oleh The Australian Wound Management

Association karena dengan elevasi akan meningkatkan mikrosirkulasi dan

penurunan edema pada kaki (National Pressure Ulcer Advisory Panel,

(54)

5

Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, didapatkan DM merupakan penyakit

peringkat pertama dari 10 besar penyakit rawat jalan poli penyakit dalam

periode Januari sampai dengan Desember 2014 dengan jumlah pasien

5002 orang diikuti penyakit lain seperti hipertensi sekunder 2836 orang

dan dyspepsia 2442 orang. Penyakit dengan rawat inap di tahun 2013

berjumlah 1304 orang dan di tahun 2014 meningkat menjadi 3406 orang

dengan masing-masing menduduki peringkat pertama dari sepuluh besar

penyakit terbanyak pada pasien dengan rawat inap. Jumlah yang terus

meningkat ini berimplikasi kepada resiko komplikasi dari DM (Medical

Record RSUD Abdul Wahab Sjahranie, 2015).

DM dengan komplikasi UKD yang tercatat pada pasien rawat inap

tahun 2012 sampai dengan 2014 masing-masing berjumlah 380 pasien,

456 pasien dan 348 pasien dengan usia termuda 18 tahun dan tertua 87

tahun (Medical Record RSUD Abdul Wahab Sjahranie, 2015). Profil data

kesehatan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie tersebut berkorelasi dengan

masalah kesehatan secara global yang memerlukan penanganan DM

secara menyeluruh termasuk edema yang merupakan faktor penyulit

penyembuhan luka pada ulkus kaki diabetes.

Observasi dan wawancara yang dilakukan kepada perawat yang

selama perawatan luka UKD untuk mengatasi edema, kaki disangga

dengan bantal dan memberikan transparan film yang ditempelkan pada

(55)

kepada pasien, pasien mengeluhkan kepada perawat setelah menjalani

perawatan dan tiba di rumah, edema pada kaki muncul kembali karena

posisi kaki selama perjalanan pulang berada di bawah (Data primer, 2015).

Perawatan luka yang dilakukan RSUD Abdul Wahab Sjahranie

dan RSUD I.A.Moeis dengan menggunakan bantal mempunyai

keterbatasan dalam akurasi sudut elevasi yang diinginkan, sehingga

penurunan edema tidak optimal. Perbedaan antara sudut ekstremitas

dengan permukaan yang maksimal, memberikan efek gravitasi pada

venous return. Ketika kaki dengan jantung pada sudut 90°. sudut ini

memberikan kekuatan 100% gaya gravitasi, pada sudut 45° memberikan

kekuatan 71% gaya gravitasi dan pada posisi kaki yang horizontal (sudut

0°) kekuatan gaya gravitasi adalah 0% (Starkey, 2004). Pada penelitian

sebelumnya sudut elevasi yang dianjurkan adalah 30°, 45°, 60° dan 90°

(Liaw MY, 1989). Pengaruh sudut elevasi terhadap venous return sangat

besar peranannya, maka perlu digunakan instrumen penyangga kaki yang

mampu mengatur sudut elevasi yang akurat. Sudut elevasi yang akurat

mengembalikan venous return efektif sehingga mampu menurunkan

edema pada klien UKD.

ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel)

merupakan satu alat penyangga kaki yang didesain oleh peneliti agar kaki

yang edema dapat dielevasikan dengan pengaturan sudut yang akurat.

(56)

7

elevasi pada gravitasi bumi yang mempengaruhi tekanan aliran vena

perifer menuju jantung.

Desain ERLESS juga mempertimbangkan faktor kenyamanan dan

keamanan bagi klien yang menggunakan dan perawat yang memasangnya.

Menurut Herawati (2015) kenyamanan menjadi salah satu dari sepuluh

konsep dasar indikator pelayanan prima Rumah Sakit Umum Daerah.

Kolcaba Comfort sebagai salah satu konsep teori keperawatan

mengembangkan tentang teori kenyamanan yang meliputi kenyamanan

fisik, psikospiritual dan kenyamanan lingkungan. Intervensi didesain

untuk membantu klien mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik dan

kenyamanan, mencegah terjadinya komplikasi, memulihkan kenyamanan

akibat nyeri (Alligood, 2014). Pada penelitian sebelumnya sudut yang

dirasakan paling nyaman adalah posisi 30° selama 30 menit. Sudut ini

memberikan penurunan tekanan (off-loading) pada luka (Liaw MY, 1989;

Wulandari, 2015).

Desain ERLESS selain mempertimbangkan kenyamanan, juga

memiliki kriteria keamanan saat pemasangannya pada klien. Menurut

Yoga (2013) rancangan alat yang digunakan harus mempertimbangkan

resiko injuri kepada klien. Bahan ERLESS yang langsung bersentuhan

dengan kulit kaki klien terbuat dari bahan lembut agar tekanan interface

dapat diminimalisir, sehingga selama prosedur elevasi tidak terjadi resiko

pressure ulcers. Tongkat penyangga dibuat dari bahan stainless steel yang

(57)

kien UKD dengan mempertimbangkan akurasi sudut elevasi, faktor

kenyamanan dan keamanan ini diharapkan berfungsi secara optimal untuk

menurunkan edema, menurunkan tekanan pada luka dan menurunkan

nyeri.

Penurunan edema dapat dievaluasi melalui beberapa metode

meliputi: pengukuran depth pitting dan recovery edema, pengukuran 8

tempat pada kaki, pengukuran dengan menggunakan water displacement,

pengukuran dengan modified edema tester, penilaian dengan kuesioner

serta pengukuran circumference. Hasil review menunjukan pengukuran

circumference pada pergelangan kaki dan water displacement adalah

metode pengukuran yang paling akurat (Brodovizs, 2009; Kogo, 2015; Le

Gare et al., 2007). Penelitian lain juga merekomendasikan pengukuran

circumference pergelangan kaki sebagai metode evaluasi edema (Mora,

2002). Pengukuran circumference ini merupakan metode paling praktis,

mudah, cepat dan akurat (Elizabet, 2014).

Tindakan keperawatan dengan elevasi pada dasarnya membantu

mengembalikan fungsi fisiologis sirkulasi dan menurunkan

ketidaknyamanan area luka dengan mempertimbangkan sudut elevasi,

kenyamanan dan keamanan klien sehingga dampak elevasi diharapkan

mampu menurunkan edema. Tindakan keperawatan dengan elevasi

menggunakan ERLESS tersebut perlu evaluasi melalui pengukuran

circumference edema, penilainan kenyamanan dan fungsi ERLESS, oleh

(58)

9

45° menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, kenyamanan

dan fungsi ERLESS pada klien UKD di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda dan RSUD I.A.Moeis Samarinda.

B. Rumusan Masalah

Klien dengan UKD beresiko mengalami komplikasi penyembuhan

luka lama dan bahkan terjadinya amputasi yang menimbulkan masa

perawatan yang panjang, biaya yang tinggi dan kecacatan yang

ditimbulkan. Terapi dalam meningkatkan proses penyembuhan luka dan

mencegah komplikasi yang ditimbulkan telah banyak dilakukan. Terapi

yang ada perlu mempertimbangkan faktor penyulit penyembuhan luka.

Pengaturan posisi elevasi pada kaki yang mengalami UKD adalah salah

satu upaya untuk mengurangi faktor penyulit penyembuhan luka dengan

menurunkan edema sehingga proses penyembuhan luka menjadi lebih

cepat. Posisi elevasi 30° dan 45° memberikan pengaruh pada gaya

gravitasi yang optimal sehingga venous return menjadi lebih efektif,

menurunkan tekanan pada daerah luka dan mengurangi edema (Wulandari,

2015). Meningkatnya aliran balik vena berdampak positif pada cardiac

output. Hemodinamik menjadi stabil, fungsi fisiologi organ tubuh

berkerja secara optimal diikuti dengan meningkatnya kenyamanan

(Monnet, 2015; Alligood, 2015).

Keberhasilan elevasi dapat dilihat dari penurunan edema, yang

diukur dengan metode pengukuran circumference pergelangan kaki (Le

Gambar

Tabel 2.1 Ciri-ciri  khusus UKD menurut etiologi
Tabel 2.2   Klasifikasi ulkus menurut WAGNER
Gambar 2. 1. Baseline Volumemeter Measuring Device Foot, 5x13x6 inches
Gambar 2.3.Modified edema Tester
+7

Referensi

Dokumen terkait