DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan pada Program Studi Magister Keperawatan Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
MAYUSEF SUKMANA
20141050026
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA
i DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan pada Program Studi Magister Keperawatan Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
MAYUSEF SUKMANA
20141050026
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA
ii LEMBAR PENGESAHAN
Tesis
PENGGUNAAN ERLESS 30° DAN 45° TERHADAP CIRCUMFERENCE
EDEMA, KENYAMANAN DAN FUNGSI PADA ULKUS KAKI DIABETES DI RUMAH SAKIT SAMARINDA
Telah diujikan pada tanggal: 2 Juli 2016
Oleh:
MAYUSEF SUKMANA NIM 20141050026
Penguji
Dr. dr. Sagiran, Sp. B., M.Kes (………)
Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep., Ns., MAN., HNC (…..……….…..……)
Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D (…..……….…..……)
Mengetahui
Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama : Mayusef Sukmana
NIM : 2014105026
Program Studi : Magister Keperawatan
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan
tesis saya yang berjudul “Penggunaan ERLESS 30° dan 45° terhadap Circumference Edema, Kenyamanan dan Fungsi pada Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit
Samarinda.”
Saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan jika terbukti melakukan
tindakan plagiat.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, Juli 2016
iv HALAMAN PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohiim
Kupersembahkan karya ini kepada kedua Orang Tuaku, Istriku Rifka Diana, putraku
Muhammad Hanif Firdausi dan Putriku Mutiara Az Zahra yang selalu mendo’akanku
dalam setiap langkah kakiku.
Katakanlah”Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering, maka
siapakah yang akan m
endatangkan air yang mengalir bagimu?” (QS: Al Mulk: 30)
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,
(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
v
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
meyelesaikan tesis dengan judul “Penggunaan ERLESS 30° dan 45° terhadap
Circumference Edema, Kenyamanan dan Fungsi ERLESS pada Ulkus Kaki Diabetes
di Rumah Sakit Samarinda” tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan pada Program Studi Magister
Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis
menyadari, terwujudnya tesis ini tidak terlepas bimbingan dari berbagai pihak, untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Orang tua, isteri, putra dan putriku yang tercinta yang selalu mendo’akanku. 2. Ibu Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D sebagai Ketua Program Studi Magister
Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan
sebagai penguji.
3. Ibu Yuni Permatasari Istanti, M.Kep., Ns., Sp.Kep., MB., CWCS (Almh) sebagai
Mantan Ketua Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Bapak Dr. dr. Sagiran, Sp.B., M.Kes sebagai Pembimbing I
5. Ibu Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep, Ns, MAN, HNC sebagai Pembimbing II.
6. Bapak Achmad Saubani, S.SiT, M.Si sebagai Direktur Akper Pemprov Kaltim.
7. Bapak dr. H. Rachim Dinata Marsidi, Sp.B, FINAC, M.Kes sebagai Direktur
RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda.
8. Ibu dr. Hj. Mieke Dhipa Anggraini, M.Kes sebagai Direktur RSUD I.A Moeis
Samarinda.
9. Seluruh dosen Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan
vi
10.Saudara Usman sebagai sahabat seperjuangan yang telah membantu dalam proses
penyusunan tesis ini.
11.Ibu Yayuk Handayani, S.Kep.,Ns dan Bapak Fenny Tianda, S.Kep., Ns., CWCC
serta Ibu Imeldha, AMd.Kep sebagai tim peneliti.
12.Semua rekan mahasiswa Magister Keperawatan.
13.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kita semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini belum
sempurna oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Yogyakarta, Juli 2016
vii
Bab II TINJAUAN PUSTAKA………. 16
A Landasan Teori………. 16
1. Ulkus Kaki Diabetes……….. 16
2. Edema……… 22
3. Elevasi……… 28
4. Fungsi dan Spesifikasi ERLESS..………... 31
5. Konsep Kenyamanan Kolcaba...…...………. 39
B. Kerangka Teori………. 43
C. Kerangka Konsep………. 45
D. Hipotesis……… 47
Bab III METODE PENELITIAN………..……… 48
A. Desain Penelitian……….. 48
B. Populasi dan Sampel Penelitian……… 48
C. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 52
D. Variabel Penelitian……….. 52
E. Definisi Operasional………. 55
F. Instrumen Penelitian………. 59
viii
H. Cara Pengumpulan Data……… 65
I. Pengolahan dan Metode Analisis Data………. 69
J. Etika Penelitian………. 70
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN………..……… 72
A. Hasil Penelitian………. 72
B. Pembahasan……….. 86
C. Keterbatasan Penelitian……… 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 103
A. Kesimpulan………... 103
B. Saran………. 104
DAFTAR PUSTAKA……….... 106
ix
Halaman Tabel 2.1 Ciri-ciri khusus UKD menurut etiologi……….. 18 Tabel 2.2 Klasifikasi ulkus menurut Skala Wagner……… 19
Tabel 3.1 Definisi operasional penelitian……….. 55
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden klien berdasarkan jenis kelamin, asal rumah sakit,
pendidikan dan pekerjaan……… 73
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan usia, gula darah sewaktu, albumin lama menderita DM, lama luka dan skala
Wagner……… 75
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden perawat menurut jenis kelamin, rumah sakit, pendidikan, usia
dan lama bekerja………. 76
Tabel 4.4 Hasil distribusi frekuensi kenyamanan klien terhadap penggunaan ERLESS pada sudut elevasi
30°……….. 77
Tabel 4.5 Hasil distribusi frekuensi kenyamanan klien terhadap penggunaan ERLESS sudut elevasi
45°……….. 78
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi penilaian perawat tentang fungsi
ERLESS………... 80
Tabel 4.7 Hasil uji Paired t-test, analisis perbedaan
circumference edema sebelum dan sesudah pada
kelompok 30°, 45° dan kontrol……….. 82 Tabel 4.8 Hasil uji One Way Anova, analisis perbedaan
pengaruh kelompok elevasi 30°, 45° dan control terhadap pengukuran circumference
edema……….. 83
Tabel 4.9 Hasil uji One sample t-test, analisis kenyamanan klien menggunakan alat berdasarkan sudut elevasi
30° dan 45°………. 84
Tabel 4.10 Hasil uji One sample t-test, analisis penilaian
x DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Baseline Volumemeter Meassuring…………. 27
Gambar 2.2 Edema tester………. 27
Gambar 2.3 Modified edema Tester………. 28
Gambar 2.4 ERLESS tampak samping……… 33
Gambar 2.5 ERLESS tampak 2 pengait.………. 34
Gambar 2.6 Palm-Q device……….. 38
Gambar 2.7 Kerangka Teori……… 43
Gambar 2.7a Kerangka Teori……… 44
Gambar 2.8 Kerangka Konsep………. 45
Gambar 3.1 Pengukuran circumference……….. 59
Gambar 3.2 Pengukuran tekanan interface………. 65
xi DAFTAR SINGKATAN
ABI Angkle Brachial Index
DFUs Diabetic Foot Ulcers
DM Diabetes Melitus
Cm Centimeter
ERLESS Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel
mm Milimeter
UKD Ulkus Kaki Diabetes
GDS Gula Darah Sewaktu
Alb Albumin
Cir Circumference
RSUAWS RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
RSUIAM RSUD I.A. Moeis Samarinda
PNS Pegawai Negeri Sipil
IRT Ibu Rumah Tangga
SD Sekolah Dasar
SLTP Sekolah Lanjut Tingkat Pertama/SMP
xii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian………. 112
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden……… 113
Lampiran 3 Standar Operasional Prosedur ERLESS……….. 114
Lampiran 4 Kuesioner Fungsi ERLESS………..…... 116
Lampiran 5 Kuesioner Kenyamanan alat……… 117
Lampiran 6 Lembar Observasi Keamanan Alat………. 118
Lampiran 7 Prosedur Penilaian ABI……….. 119
Lampiran 8 Format pengkajian UKD………..………….. 120
Lampiran 9 Foto proses penelitian………. 122
Lampiran 10 Desain ERLESS dan Spesifikasi..………... 124
Lampiran 11 Lokasi penelitian………..………... 126
Lampiran 12 Hasil uji validitas kuesioner kenyamanan klien…….. 127
Lampiran 13 Hasil uji validitas kuesioner Fungsi ERLESS………. 128
Lampiran 14 Distribusi frekuensi Keamanan ERLESS……… 129
xiii Penggunaan ERLESS 30° dan 45° terhadap Circumference Edema, Kenyamanan
dan Fungsi pada Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit Samarinda Mayusef Sukmana, Sagiran, Falasifah Ani Yuniarti
Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Edema pada Ulkus Kaki Diabetes (UKD) terjadi karena kegagalan
venous return. Sudut elevasi ekstremitas bawah berpengaruh besar terhadap venous return. ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel) didesain sebagai
elevator yang mempertimbangkan akurasi sudut dan kenyamanan. Tujuan penelitian menganalisis pengaruh elevasi ekstremitas bawah sudut 30° dan 45° menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, kenyamanan dan fungsi ERLESS pada klien UKD.
Metode: Quasy eksperiment, pendekatan pre post test control group design, Sampel responden 42 klien dan 28 perawat. Teknik sampel menggunakan consecutive sampling.
Responden perawat memasang ERLESS pada kelompok perlakuan elevasi 30° dan 45° kelompok kontrol dengan bantal. Elevasi selama 30 menit. Sebelum dan Sesudah elevasi semua kelompok diukur circumference edema. Kelompok perlakuan klien mengisi kuesioner kenyamanan ERLESS dan perawat mengisi kuesioner Fungsi ERLESS. Uji statistik paired t-test, One Way Anova dan One Sample t-test dan
Kesimpulan: Elevasi 30° dan 45° efektif menurunkan circumference edema. ERLESS 30° lebih nyaman dibandingkan 45°. ERLESS berfungsi menurunkan edema dan kenyamanan. Melakukan penelitian ERLESS dengan sudut berbeda.
xiv Master of Nursing Postgraduate Program
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
Background: Edema of the DFUs (Diabetic Foot Ulcers) occur due to the failure of venous return. The angle of lower extremity elevation highly influence the venous return. ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel) is designed by the researchers as elevator that take into account the accuracy of angle and comfort. The aim of this research is to analyze the effect of lower extremity elevation for the angle of 30o and 45° by using ERLESS towards the edema circumference, comfort and function of ERLESS on the DFUs client.
Methods: The method of this research is quasy experiment with approach pre and posttest control group design. The sample of respondents are 42 clients and 28 nurses. The sampling technique uses consecutive sampling. The nurse respondents put ERLESS in the treatment group of 30o and 45° elevation control group with a pillow. The elevation is for 30 minutes. Then, all of the groups, the edema circumference is measured. The client treatment group fills out the ERLESS questionnaire and the nurse fills out the ERLESS function questionnaire. The statistical test is by using paired t-test, One Way Anova and One Sample t-test and Multiple linear regression.
Results: Edema circumference group of 30° and 45o and control is with the value of p=0.001. The difference between edema circumference with the group of 30° with control, 30° with 45°, 45° with control with each value of p=0.035, p=0.639, and p=0.011. The comfort of ERLESS groups of 30o and 45° with the value of p=0.005 and p=0.023. The function of ERLESS is with p=0.001.
Conclusion: The elevation of 30° and 45o is effectively lowering the edema circumference. ERLESS with 30o is more comfortable than with 45°. ERLESS has the function of lowering edema and comfort. It is suggested to conduct a research by using ERLESS with different angles.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis
1. Ulkus Kaki Diabetes (UKD)
a. Pengertian
UKD adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam
dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki karena disfungsi
makrovaskuler dan mikrovaskuler serta kerusakan perfusi jaringan
pada diabetes melitus. UKD dapat dibagi menjadi: neuropathic ulcer,
ischaemic ulcer dan neuroischaemic ulcer (Paul et al., 2013).
UKD merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke lapisan
dermis yang terjadi pada kaki diakibatkan disfungsi makrovaskuler dan
mikrovaskuler serta kerusakan perfusi jaringan pada diabetes melitus.
b. Patofisiologi UKD
Terjadinya UKD akibat kelainan makrovaskuler dan
mikrovaskuler. Kelainan makrovaskuler berhubungan dengan
aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri besar dan sedang
pada kaki bagian bawah melalui proses aterogenesis akibat
hipertrigliserimia, hiperkolesterolemia dan penurunan kadar HDL.
Kondisi ini berdampak pada penurunan suplai oksigen dan nutrisi yang
mengakibatkan iskemik dan kesulitan mempertahankan jaringan
normal dalam melawan infeksi. Kelainan mikrovaskuler berupa
struktur penebalan membran basal endotel sebagai akibat gangguan
toleransi glukosa kronis, glikosilasi nonenzimatik kolagen dan
proteoglikan serta genetik. Kelainan mikrovaskuler lainnya
terbentuknya trombosit kapiler yang dapat menutupi pembuluh darah
kemudian kompensasi yang terjadi adalah arterio-venous shunting
(Oktavia, 2015).
c. Klasifikasi UKD
UKD dapat diklasifikasikan sebagai berikut: neuropathic ulcer,
ischaemic ulcer dan neuroischaemic ulcer (Paul et al., 2013).
Klasifikasi UKD dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Neuropathic Ulcer
Neuropati diabetik terjadi pada 60-70% individu DM.
Neuropati diabetik yang paling sering ditemukan adalah neuropati
perifer dan autonomik. Diabetik neuropati menimbulkan nyeri
yang disebut nyeri neuropatik yaitu nyeri yang mendahului atau
disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer sistem saraf. Nyeri
Neuropatik diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk,
ditikam, kesetrum, disobek, tegang, diikat. Insiden komplikasinya
meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya
hiperglikemia. Penderita diabetes lama diperkirakan lebih dari
50% akan menderita neuropati diabetika (Melila, Lucas &
18
2) Ischaemic Ulcer (Arterial Ulcer)
Klien diabetik dengan ichemic ulcer 15% sampai dengan
25% dan berkembang menjadi ischemic ulcer. Penyebabnya adalah
disfungsi microangiopathy dimana terjadi neuropati dan perfusi
jaringan yang rendah pada kapiler darah daerah luka. Faktor
resikonya adalah diabetes melitus lebih dari 10 tahun khususnya
pada klien dengan glukosa darah yang tidak terkontrol (Usatine,
2011).
3) Neuroischaemic Ulcer
Neuroischaemic adalah kombinasi dari efek diabetic
neuropathy dan ischaemia, yang diakibatkan oleh disfungsi
mikrovaskuler dan kerusakan perfusi jaringan pada kaki penderita
diabetes (Paul et al., 2013).
Tabel 2.1 Ciri-ciri khusus UKD menurut etiologi
No. Ciri-Ciri Neuropathic Ischaemic Neuroischaemic 8 Gambar
Sumber: Paul et al, (2013) International Best Practice Guidelines: Wound Management in Diabetic Foot Ulcers.Wounds International, viewed 18
November 2014 from: www.wounds international.com.
Menurut Jain (2012) klasifikasi ulkus pada kaki diabetes
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi ulkus menurut WAGNER
Grade Lesi
0 Tidak ada luka terbuka 1 Ulkus superficial
2 Ulkus meluas sampai ligament, tendon, kapsula sendi atau fasia dalam tanpa abses, osteomielitis atau sepsis sendi 3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis sendi 4 Gangren yang terbatas pada kaki bagian depan atau tumit 5 Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki
Sumber: Jain (2012). A New Classification of Diabetic Foot Complication: A simple and Effective Teaching Tool, The Journal of Diabetic Foot Complications.
Santa Johns. Bangalore. Vol.4.
d. Pengkajian edema pada UKD
Pengkajian edema dapat ditemukan sebagai berikut:
1) Lokasi edema unilateral pada edema kaki akibat DVT, insufisiensi
vena, dan limpedema. Pada edema bilateral akibat penyakit
sistemik gagal jantung dan gagal ginjal. Pada edema generalisata
akibat penyakit sistemik.
2) Tenderness.
3) Piting edema.
20
5) Perubahan kulit menjadi hyperkeratosis (Ely et al., 2013).
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kaki diabetik meliputi
pengkajian pergerakan ekstremitas bawah, kelembaban kulit, warna,
suhu, edema, nyeri dan sensasi pada kaki (Aalaa et al., 2012). Menurut
Rebolledo et al., (2011) neuropati pada DM yang lama akan berakibat
arteriovenous shunting, sehingga terjadi pelebaran vena dan
menghasilkan distensi vena kaki dan memiliki kecenderungan
membengkak.
e. Penatalaksanaan edema
Strategi untuk menurunkan edema meliputi: kontraksi otot aktif,
penggunaan alat kompresi, elevasi, merangsang kontraksi otot dengan
simulasi listrik (musle milking), Range of Motion Pasive, masase,
pergerakan pasif, dan compression wraps (Starkey, 2004).
Penatalaksanaan edema untuk mengurangi edema meliputi :
1) Cold yaitu membantu mengurangi selama fase inflamasi karena
pemberian aplikasi dingin menyebabkan vasokontriksi,
mengurangi metabolisme rata-rata, menurunkan aliran darah
arteriole dan menurunkan permeabilitas kapiler dan infiltrasi
kapiler.
2) Elevation yaitu menggunakan gravitasi untuk meningkatkan aliran
vena dan limpatik dari kaki. Tekanan hidrostatik terjadi karena
gaya berat darah di dalam pembuluh darah. Vena perifer dan
lebih tinggi dari jantung gravitasi akan meningkat dan menurunkan
tekanan perifer sehingga mengurangi edema.
3) Simple Lymphatic Drainage bertujuan meningkatkan aliran
limpatik. Stimulasi sistem limpatik akan membantu berkurangnya
edema.
4) Pergerakan aktif dimana otot yang berkontraksi akan memompa
pembuluh darah vena dan saluran limpatik sehingga edema pada
daerah distal berkurang.
5) Compressive Bandages bertujuan membantu aliran limpatik dan
memberikan kekuatan pada tekanan hidrostatik. Penggunaan
kompresi pada tahap penyembuhan luka akut untuk mengurangi
pembengkakan pada daerah penyembuhan luka.
6) Kinesio Taping yaitu menurunkan edema didasarkan konsep
melindungi pembuluh darah yang statis memfasilitasi darah dan
sistem limpatik meningkat sirkulasinya.
7) High Volt Pulsed Stimulation merupakan salah satu cara
meningkatkan simulasi listrik dan agar protein plasma tidak
menurun.
8) Intermitten Pneumatic Compression direkomendasikan untuk
menurunkan edema dengan tekanan 25 mmHg dan 60 mmHg
22
2. Edema
a. Pengertian Edema
Edema merupakan pembengkakan yang disebabkan oleh
peningkatan volume cairan di dalam rongga interstisial (Ely et al.,
2006). Menurut Starkey (2004) edema adalah kelebihan cairan pada
ruang interstisial akibat ketidakseimbangan tekanan di luar dan di
dalam membran sel atau akibat penyumbatan saluran limfe dan
kegagalan mekanisme aliran balik vena. Menurut Stems (2014) edema
adalah suatu pembengkakan yang terjadi pada organ tubuh, tempat
yang paling sering pada kaki dan tangan (peripheraledema), abdomen
(asites) dan pada dada (edemapulmonal). Jadi edema merupakan suatu
kondisi dimana terdapat kelebihan cairan di dalam rongga interstisial
akibat adanya penyumbatan saluran limfe dan kegagalan mekanisme
aliran balik vena.
b. Etiologi
Penyebab edema dikelompokan menjadi empat kategori umum
meliputi:
1) Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan
tekanan osmotic koloid plasma seperti pada penyakit ginjal,
penyakit hati, makanan yang kurang mengandung protein atau
pengeluaran protein akibat luka bakar.
2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih
interstisium melalui pelebaran pori-pori kapiler yang dicetuskan
oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi.
3) Peningkatan tekanan vena, ketika darah terbendung di vena, akan
disertai dengan peningkatan tekanan darah kapiler.
4) Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema karena
kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di dalam cairan
interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem
limfe (Sherwood, 2001).
Sedangkan menurut Ely et al., (2006) penyebab edema kaki
adalah sebagai berikut:
1) Edema unilateral terjadi secara akut (selama kurang dari 72 jam)
disebabkan oleh deep vein thrombosis dan jika kronis disebabkan
oleh venous insufficiency.
2) Edema bilateral biasanya kronis disebabkan oleh venous
insufficiency, pulmonary hypertension, heart failure, idiopathic
edema, lymphedema, menstruasi, kehamilan dan kegemukan.
c. Klasifikasi Edema
Menurut Ely et al., (2006) terdapat 2 (dua) tipe edema pada kaki
yaitu:
1) Venous edema berisi cairan dengan viskositas rendah, sedikit
protein di cairan interstitial yang dihasilkan oleh peningkatan
24
2) Lymphedema berisi protein yang kaya, berada di dalam rongga
cairan interstisial pada jaringan subkutan.
d. Mekanisme Edema
Sejumlah edema dapat terjadi karena mekanisme yang meliputi:
kerusakan jenis dan jumlah sel, perubahan dalam permeabilitas kapiler,
perdarahan primer dan skunder, tekanan gradient yang meningkat dan
adanya mediator inflamasi. Pergerakan cairan melewati membran
kapiler terjadi karena 3 prinsip dasar yang digambarkan oleh Hukum
Starling meliputi:
1) Tekanan hidrostatik vaskuler dan tekanan osmotik cairan yang
mencegah cairan keluar dari kapiler menuju jaringan sekitar.
2) Tekanan osmotic colloid plasma yang memindahkan cairan dari
jaringan menuju kapiler.
3) The limb’s hydrostatic pressure merupakan tekanan pada kaki yang
dipengaruhi oleh perubahan posisi (Starkey, 2004).
Menurut Kozier (2011) terdapat tiga mekanisme utama yang
menyebabkan terjadinya edema yaitu:
1) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler.
2) Penurunan tekanan onkotik plasma.
3) Peningkatan permeabilitas kapiler.
Mekanisme utama yang lebih kompleks menyebabkan terjadinya
edema adalah sebagai berikut:
2) Penurunan tekanan onkotik plasma.
3) Peningkatan permeabilitas kapiler.
4) Obstruksi limpatik.
5) Hipoalbuminemia.
6) Hiperkoagulasi.
7) Refeeding edema.
8) Obat obatan yang menahan natrium (Purnamasari dan
Poerwantoro, 2011; Simon 2014).
e. Tipe edema kaki
Edema pada kaki dapat dibedakan menjadi beberapa jenis: edema
vena dan lymphedema. Hasil edema vena dari ekstravasasi cairan
interstitial ke ruang interstitial adalah karena meningkatnya tekanan
filtrasi kapiler atau rendahnya tekanan onkotik cairan. Lymphedema
terutama disebabkan oleh terhalangnya limfatik mengalir dan
akumulasi kaya protein cairan interstitial (Simon, 2014).
f. Pengukuran edema
Pengkajian edema secara umum dan pada klien dengan UKD
dilakukan dengan berbagai metode untuk mengukur edema yang telah
teruji validitas dan reliabilitasnya. Menurut Brodovicz et al., (2009)
pengkajian edema perifer meliputi:
1) Pemeriksaan kedalaman dan pemulihan edema meliputi: nilai 0
tidak ada edema, nilai 1 jika sedikit pitting (kedalaman 2 mm)
26
nilai 3 jika pitting edema terasa lebih dalam (6 mm) dengan
ekstremitas tergantung penuh dan bengkak, dan nilai 4 jika pitting
edema sangat dalam (8 mm).
2) Kuesioner klien berupa pertanyaan-pertanyaan diantaranya apakah
terdapat edema, apakah ada riwayat terjadinya edema dalam
seminggu terakhir, seberapa sering edema tersebut, dan seberapa
parah.
3) Pengukuran lingkar pergelangan kaki dalam sentimeter pada
maleolus medial (Mora, 2002).
4) Pengukuran 8 (delapan) tempat pada pergelangan kaki meliputi :
(1) tengah-tengah antara tibialis anterior tendon dan maleolus
lateral, (2) distal untuk tuberositas dari navicular, (3) proksimal ke
dasar 5 metatarsal, (4) tibialis anterior tendon, (5) distal ke ujung
distal maleolus medial, (6) Achilles tendon, (7) distal ke ujung
distal maleolus lateral, dan (8) kembali seperti semula.
5) Water displacement yaitu volume kaki diukur dengan
menggunakan pemindahan air pada volumeter yang telah
disediakan. Kaki dimasukan ke dalam volumemeter measuring
device, kemudian air yang berpindah diukur seberapa besar
Gambar 2. 1. Baseline Volumemeter Measuring Device Foot, 5x13x6 inches Sumber: Brodovicz, 2009. reproduced with permission from WisdomKing.com
viwed 2 Maret 2015, www.wisdomking.com
6) Edema tester yaitu menggunakan 7 (tujuh) lubang berdiameter 2
mm–12 mm yang akan ditempelkan pada bagian dalam maleolus,
kemudian diberi tekanan manset 50 mmHg selama 1-3 menit atau
100 mmHg-150 mmHg dalam waktu 3 detik. Ketika manset
dikempeskan maka akan tampak penonjolan tanda-tanda edema
pada kulit. Tojolan kulit dihitung kedalaman dan lama waktu
menghilangnya (Cesarone et al., 1999).
Gambar 2.2.Edema tester
Sumber: Cesarone MR, Belcaro G, Nicolaides AN, Arkans E, Laurora G, De Sanctis MT, Incandela L. The edema tester in the evaluation of swollen limbs in
28
7) Modified Edema Tester
Modifikasi dari edema tester dimana lubang diganti dengan
bagian yang menonjol setinggi 4 mm – 6 mm, kemudian diberikan tekanan manset sebesar 100 mmHg – 150 mmHg selama 3 detik. Kemudian waktu kembalinya kulit diukur dalam detik.
Gambar 2.3.Modified edema Tester Sumber: ACI Medical.com
Menurut Brodovicz et al., (2009) teknik pengukuran edema
yang paling akurat adalah dengan cara water displacement dan
circumference pada pergelangan kaki.
3. Elevasi
a. Pengertian
Elevasi merupakan usaha untuk menempatkan kaki lebih tinggi
dari posisi jantung agar didapatkan pengaruh gaya gravitasi bumi
dengan pengangkatan kaki pada sudut 30°, 45°, dan 90° (Starkey,
2004). Elevasi merupakan upaya penggunaan gaya gravitasi bumi
untuk meningkatkan aliran balik vena dan limfe akibatnya terjadi
yang dianjurkan adalah 30°, 45°, 60° dan 90°. Klien merasakan paling
nyaman pada posisi 30° selama 30 menit (Liaw, 1989).
Elevasi adalah penempatan kaki lebih tinggi dari pada jantung
untuk mendapatkan efek gravitasi yang optimal dengan sudut 30°, 45°,
dan 90° yang dilakukan selama 30 menit sehingga berdampak pada
penurunan tekanan hidrostatik pada akhirnya meningkatkan aliran
balik vena dan limfe.
b. Tujuan
Menurut Frygber (2002) elevasi ekstremitas bawah bertujuan agar
sirkulasi perifer tidak menumpuk di area distal ulkus sirkulasi dapat
dipertahankan. Elevasi ekstremitas bawah dilakukan setelah klien
beraktivitas atau turun dari tempat tidur. Saat turun dari tempat tidur
walaupun kaki tidak dijadikan sebagai tumpuan, namun akibat efek
gravitasi menyebabkan aliran darah akan cenderung menuju perifer
terutama kaki yang mengalami ulkus.
Elevasi akan meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi
edema (peningkatan gravitasi) akan membantu mengembalikan pada
sirkulasi sistemik melalui katub vena.
c. Dampak elevasi pada panurunan edema.
Cairan pada system venous return dipengaruhi oleh gravitasi.
Penempatan ekstremitas lebih rendah akan meningkatkan tekanan
hidrostatis kaki, bersamaan pembuluh darah perifer dan dengan
30
ditempatkan pada posisi elevasi, aliran balik menjadi pasif dimana
secara alamiah cairan mengalir di dalam pembuluh darah. Keefektifan
gaya gravitasi mengembalikan darah ke jantung tergantung dari
beberapa faktor sebagai berikut:
1) Sudut ekstremitas dengan permukaan maksimal efek gravitasi pada
venous return terjadi ketika kaki dengan jantung pada sudut 90°,
sudut ini memberikan kekuatan 100% gaya gravitasi, pada sudut
45° memberikan kekuatan 71% gaya gravitasi dan pada posisi kaki
yang horizontal (sudut 0°) kekuatan gaya gravitasi adalah 0%
(Starkey, 2004).
2) Diameter vena yang kecil meningkatkan resistensi aliran,
meningkatnya diameter vena akan menurunkan resistensi aliran.
Diameter pembuluh darah yang meningkat aliran darah semakin
cepat (Irawati, 2010). Usia berpengaruh terhadap diameter vena,
semakin bertambahnya usia, struktur pembuluh darah mengalami
perubahan menebalnya dinding pembuluh darah diikuti
menyempitnya diameter lumen, perubahan fungsi endotel dan
kekakuan (Byung & Lee, 2010)
3) Viskositas cairan normalnya adalah konstan, tetapi setelah terjadi
injury, viskositas darah meningkat karena kehilangan plasma yang
masuk ke sekitar jaringan, dan komposisi terlarut jadi lebih besar
oleh kecepatan aliran darah, ketika aliran darah lambat maka
viskositas menjadi tinggi (Irawati, 2010).
Menurut Collins & Seraj (2010) elevasi kaki dapat menurunkan
edema, meningkatkan pengiriman mikrosirkulasi oksigen dan
mempercepat penyembuhan ulkus pada kaki jika dilakukan selama 30
menit, dengan frekuensi terapi elevasi 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali
dalam sehari.
4. Fungsi dan spesifikasi ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless
Steel)
a. Pengertian
Alat penyangga kaki adalah alat yang digunakan pada klien
mengalami masalah keperawatan excess fluid volume (Heather, 2014).
Kelebihan cairan diakibatkan impaired venous return dengan
manifestasi klinis berupa edema pada kaki klien UKD (Rebolledo et
al., 2011).
b. Tujuan alat
Tujuan penggunaan alat ini adalah meningkatkan aliran balik vena
kaki menuju atrium kanan agar menjadi lebih efektif dengan
pengaturan sudut yang menimbulkan efek gravitasi dan meningkatkan
kenyamanan klien melalui penurunan tekanan pada luka.
c. Fungsi yang diharapkan
1) Alat ini dapat digunakan untuk menyangga kaki klien pada saat
32
2) Menurunkan edema pada klien dengan berbagai kondisi seperti:
UKD, insufisiensi katub vena, fenomena udema hang out pada
climber, post trauma ekstremitas bawah.
3) Terapi off –loading mengurangi tekanan pada area UKD.
4) Menurunkan nyeri.
d. Diskripsi umum alat
Alat ini merupakan rancangan teknologi yang didesain oleh peneliti
sendiri untuk mengatasi masalah keperawatan excess fluid volume
dengan mengintegrasikan pemanfaat gaya gravitasi bumi dengan alat
penyangga kaki yang dapat digunakan pada klien saat di tempat tidur.
Alat ini didesain secara portable dan knock down untuk
memudahkan pengguna alat membawa dan menggunakannya di
berbagai tempat. Alat ketika melakukan terapi dipasang disamping
tempat tidur klien.
Gaya gravitasi bumi dioptimalkan dengan melakukan perubahan
posisi ketinggian tongkat penyangga alat dengan prinsip trigonometri
pada sudut 30° dan 45° (Starkey, 2004). Alat dikalibrasi dengan
geniometer dan busur derajat protractor.
e. Bagian-bagian ERLESS terdiri dari 3 bagian utama:
1) Pengait/fixasi ERLESS
Pengait alat ini dapat disetel sesuai ketebalan tepi ranjang
5 screw untuk memegang saat menyetel fixasinya, sehingga batang
atau badan alat penyangga dapat menempel pada tepi tempat tidur.
2) Tongkat penyangga kaki
Bagian ini terdiri dari penyangga yang menempel pada screw
fixasi yang menempel pada ranjang, bagian batang yang bisa di
atur ketinggiannya, setelah sesuai setelannya maka dikunci dengan
screw pengunci yang ada handle untuk memegang/memutar saat
dikunci. Bagian yang lain adalah tongkat yang berhubungan
langsung dengan penyangga kaki.
3) Penyangga kaki
Bagian ini berupa penampang panjang seperti pipa berbentuk
setengah lingkaran dimana tempat untuk meletakan kaki dengan
panjang penyangga dari tumit sampai bagian paha bokong klien.
Bagian ini dilengkapi dengan restrain yang menfixasi kaki saat
disangga.
Gambar 2.4. ERLESS tampak samping Keterangan:
1. Pengait 2. Pengatur sudut 3. Tongkat
penyangga 4. Penyangga kaki
5. Restrain 3
2 4
34
Gambar 2.5 ERLESS tampak pengait
f. Bahan dan Ukuran Alat
1) Pengait 12 cm dengan terdapat 2 screw untuk memfixasi pada tepi
tempat tidur.
2) Pengatur sudut dapat dinaik dan turunkan kemudian dikunci sesuai
sudut yang diinginkan yang tertera pada tongkat penyangga.
3) Tongkat penyangga kaki terbuat dari pipa 1 inc. ukuran tongkat
penyangga kaki: rentang tinggi terpanjang 60 cm, rentang
terpendek 18 cm, diameter pipa 2,5 cm.
4) Penyangga kaki terbuat flat besi tipis dengan dilapisi foam dan
diberikan cover kulit sintetis. Ukuran penyangga kaki: panjang 90
cm, lebar 20 cm dan tebal 3 cm.
5) Restrain berbahan kulit dan terdapat perekat.
6) Berat 5.1 Kg.
Keterangan: 1. Pengait 2. Pengatur sudut 3. Tongkat
penyangga 4. Penyangga kaki 5. Restrain
g. Keamanan ERLESS
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) aman dapat
diartikan kondisi bebas dari bahaya, tidak meragukan, tidak
mengandung resiko, tenteram, tidak merasa takut atau kawatir.
Keamanan merupakan suatu kondisi keadaan aman dan ketentraman
dilengkapi dengan pengaman yaitu orang atau alat untuk
menghindarkan atau mencegah terjadinya kecelakaan. Untuk
menciptakan keamanan diperlukan kata kerja mengamankan yaitu
suatu kondisi menjadikan tidak berbahaya, tidak rusuh, menjadikan
melindungi, menyelamatkan dan menjadikan tenteram hati.
Menurut Yoga (2013) kriteria keamanan alat adalah alat tidak
menimbulkan luka atau cidera bagai pasien yang diakibatkan desain
produk, tidak menimbulkan penyakit yang diakibatkan oleh material
produk, bentuk dan ukuran dapat disesuaikan dengan dimensi ukuran
tubuh pengguna, mudah dibongkar, dibawa dan dibersihkan.
Komponen pengertian aman dan keamanan tersebut diatas jika
dihubungkan dengan ERLESS indikator keamanan alat adalah
sebagai berikut:
1) Aman dari media transmisi kuman.
Sebelum dan sesudah dilakukan prosedur elevasi, bagian
penyangga kaki didesinfeksi. Bagian kaki yang terluka diberikan
pengalas. Pada penyangga kaki yang langsung kontak dengan kulit
36
yang menempel pada cover penyangga kaki lebih mudah untuk
dibersihkan.
2) Tidak mengganggu mobilitas gerak sendi pasien yang menetap.
Selama melakukan elevasi, persendian pergelangan kaki tetap
dapat digerakan. Anggota tubuh yang lain yang tidak dilakukan
elevasi dapat digerakan.
3) Tidak menimbulkan luka baru.
Bahan penyangga kaki terbuat lempengan baja tipis yang kuat
dilapisi foam yang lembut dan dibungkus dengan kulit sintetis
kedap air. Alat yang dibuat tidak mempunyai bagian yang tajam
dan runcing sehingga tidak berpotensi untuk melukai bagian kulit
pasien. Selama prosedur dilakukan, potensi terjadi gesekan antara
alat/bahan dengan kaki yang dapat menimbulkan luka baru adalah
sangat kecil, karena waktu elevasi selama 30 menit.
4) Tidak mengganggu penyembuhan luka.
Menurut Wulandari (2015) perawat sebaiknya melakukan elevasi
pada ekstremitas bawah yang mengalami ulkus diabetik selama 10
menit setiap pasien melakukan aktivitas lebih dari 15 menit,
dengan elevasi akan meningkatkan proses penyembuhan luka.
Menurut Collins (2010) elevasi kaki dapat menurunkan edema,
meningkatkan pengiriman mikrosirkulasi oksigen dan
5) Alat didesain agar terhindar dari injury.
Alat dilengkapi dengan dua fiksasi badan penyangga alat.
Kemudian untuk mencegah kaki bergeser ke kiri dan kanan,
terdapat 3 restrain/pengikat sehingga kecil kemungkinan kaki
terjatuh.
6) Alat mudah di bongkar pasang, dibawa dan dibersihkan.
ERLESS terbuat dari stainless steel yang dihubungkan dengan
screw pada setiap persambungannya. Sehingga mudah dibongkar
pasang, dibawa. Stainless steel dan kulit merupakan bahan yang
mudah dibersihkan.
7) Alat aman dari kemungkinan pressure ulcer.
Menurut (Simon, 2014) Elevasi yang diberikan pada kaki akan
membuat distribusi tekanan pada bagian tubuh menjadi berpindah.
Pada elevasi kaki, tekanan pada tumit akan berkurang bebannya.
Menurut Takahashi et al., (2010) untuk mengurangi resiko tekanan
pada bagian tubuh adalah dengan pressure redistribution,
menghindari kontak area penekanan maka akan mengurangi
interface pressure, diantaranya dengan mengangkat kaki pada
posisi 30°. Menurut National Pressure Ulcer Adisory Panel,
European Pressure Ulcer Advisory Panel dan Pan Pacific
Pressure Injury Aliances (2014) elevasi tumit dapat mencegah
resiko pressure ulcer pada tumit karena tekanan akan terdistribusi.
38
tekanan berpindah pada bokong selama prosedur elevasi dilakukan,
akan tetapi hal ini tidak berdampak pada resiko pressure ulcer pada
bokong karena tekanan berlangsung hanya 30 menit. Menurut
(Lyder & Ayello, 2005) jaringan akan terjadi iskemik jika
mengalami tekanan yang menetap selama 2 jam sampai 6 jam atau
lebih.
Pengukuran resiko pressure ulcer tetap dilakukan untuk
menjamin keamanan terhadap resiko pressure ulcer. Tekanan yang
terjadi selama elevasi diukur pada sacrum dengan Palm Q;
Cape Co. Ltd., Yokosuka, Japan. Indikator alat ERLESS aman
digunakan jika tekanan interface kurang dari 50 mmHg
(Supriadi et al., 2014).
Gambar 2.6 Palm-Q device
Sumber: Supriadi et al., (2014). Interface pressure , pressure gradient with pressure ulcer development in Intensive Care Units. Journal of Nursing
Education and Practice.www.sciedu.ca/jnep, 4(9), 146–154.
5. Konsep Kenyamanan Kolcaba
Teori keperawatan Kolcaba merupakan analisa sebuah konsep yang
meliputi konsep keperawatan, medis, psikologis, psikiatrik, ergonomis.
Konsep ini menekankan pada teori kenyamanan (Aligood, 2014).
Adapun definisi teori Kolcaba meliputi:
a. Kebutuhan perawatan kesehatan merupakan kebutuhan untuk
memperoleh kenyamanan, bangkit dari situasi stress. Kebutuhan ini
meliputi fisik, psikospiritual, sosial, dan lingkungan yang diperoleh
melalui monitoring, laporan verbal dan nonverbal, kebutuhan yang
berhubungan dengan parameter patofisiologi, kebutuhan pendidikan
dan dukungan, serta kebutuhan konseling finansial dan intervensi.
b. Pengukuran kenyamanan yaitu intervensi keperawatan agar memahami
kebutuhan kenyamanan pasien secara spesifik meliputi fisiologi,
sosial, finansial, spiritual, lingkungan dan intervensi fisik.
c. Kenyamanan adalah kondisi yang dialami oleh penerima berdasarkan
pengukuran kenyamanan. Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan,
ketentraman, dan transcendence) serta empat konteks pengalaman
(fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan). Jenis-jenis kenyamanan
diartikan sebagai berikut:
1) Relief (dorongan) merupakan kondisi penerima yang membutuhkan
penanganan yang spesifik dan segera.
40
3) Transcendence yaitu kondisi dimana individu mampu mengatasi
masalah (nyeri).
Empat konteks kenyamanan meliputi:
1) Fisik mempunyai arti berkaitan dengan sensasi jasmani.
2) Psikospiritual berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri,
termasuk penghargaan, konsep diri, seksual dan makna hidup,
berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan.
3) Lingkungan berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi dan
pengaruhnya.
4) Sosial berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan
sosial (Aligood, 2014).
Asumsi kenyamanan menurut Kolcaba adalah sebagai berikut:
1) Manusia mempunyai respon yang holistik terhadap stimulus yang
kompleks.
2) Kenyamanan adalah suatu hasil holistik yang diharapkan yang
berhubungan dengan disiplin keperawatan.
3) Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan secara
aktif.
4) Kenyamanan adalah lebih dari tidak adanya nyeri, cemas dan
ketidaknyamanan fisik lainnya (Aligood, 2014).
d. Prilaku pencarian kesehatan merupakan suatu kondisi yang melukiskan
secara luas hasil yang dihubungkan dengan pencari kesehatan serta
pencari kesehatan dapat internal, eksternal atau meninggal dengan
damai.
e. Intervensi Kenyamanan menurut Aligood (2014) yaitu:
1) Teknik mengukur kenyamanan (technical comport measures)
adalah intervensi yang didesain untuk mempertahankan hemostasis
dan manajemen nyeri, seperti monitor tanda vital dan hasil kimia
darah. Pengukuran kenyamanan didesain untuk membantu
mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik dan kenyamanan,
dan mencegah terjadinya komplikasi.
2) Pembinaan (coaching) merupakan intervensi yang dirancang untuk
membebaskan nyeri.
Menurut Aligood (2014) aplikasi dalam keperawatan tentang konsep
Kolcaba adalah sebagai berikut:
a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian ditujukan kepada menggali kebutuhan rasa nyaman
klien pada konteks pengalaman fisik. Kenyamanan fisik terdiri dari
sensasi tubuh dan mekanisme hemostasis. Pengkajian dapat dilakukan
dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Secara umum perawat
mengobservasi keadaan fisik klien. Pemeriksaan hemodinamik juga
dapat memberikan gambaran rasa tidak nyaman klien.
Pada klien UKD nyeri dirasakan merupakan ancaman yang berarti
terhadap kenyamanan klien. Nyeri pada kaki, kram dan kelemahan dan
42
oclusi aterosklerosis tibioperoneal (Hariani dan Perdanakusuma,
2015). Penyebab lain nyeri pada UKD menurut Wulandari (2015)
adalah tekanan tekanan yang terjadi pada luka.
b. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan rasa nyaman.
Intervensi kenyamanan memiliki tiga kategori: intervensi kenyamanan
standar untuk meningkatkan pemulihan fungsi fisik fisiologis tubuh
termasuk hemodinamik (Aligood, 2014). Pemulihan fisik dengan
menstabilkan hemodinamik dilakukan dengan melakukan elevasi
untuk meningkatkan cardiac output (Monnet, Richard & Teboul,
2015).
c. Implementasi keperawatan
Kebutuhan kenyamanan fisik termasuk deficit dalam mekanisme
fisiologis yang terganggu atau beresiko karena adanya suatu penyakit.
Gangguan pada ulkus diabetes yang edema adalah adanya venous
return yang tidak efektif menyebabkan edema. Implementasi elevasi
memulihkan fungsi fisiologis sirkulasi sistemik (Monnet, Richard &
Teboul, 2015).
d. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan dengan mengukur pencapaian kenyamanan
klien melalui pengukuran skala kenyamanan setelah menggunakan
B. Kerangka Teori
Gambar. 2.7. Kerangka Teori
Sumber: (Aalaa et al., 2012), (Alligood, 2014), (Ely et al., 2006), (Brodovicz et al., 2009), (Cesarone, et al., 1999) , (Collins & Seraj, 2010), (Kozier, 2011) (Villeco & Otr, 2012), (Sherwood., 2001), (Simon, 2014), (Stems, 2014), (Starkey Chad, 2004), (Rebolledo et al., 2011).
44
Gambar. 2.7a Kerangka Teori
Sumber: (Aalaa et al., 2012), (Alligood, 2014), (Ely et al., 2006), (Brodovicz et al., 2009), (Cesarone, et al., 1999) , (Collins & Seraj, 2010), (Kozier, 2011), (Villeco & Otr, 2012), (Sherwood., 2001), (Simon, 2014), (Stems, 2014), (Starkey, 2004), (Rebolledo et al., 2011).
Fungsi ERLESS
Circumference edema
Evaluasi Kenyamanan
Venous Return
1. Desain 2. Bahan 3. Keamanan 4. Praktis, mudah 1. Hemodinamik 2. Sudut elevasi
46
Kerangka konsep tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Klien dengan diabetes mellitus yang mengalami komplikasi UKD dilakukan
pengkajian edema. Pengkajian edema melalui pengukuran lingkar pergelangan
kaki dengan menggunakan tap measure (meteran) dan depth pitting edema.
Klien yang memenuhi kriteria inklusi diberikan perlakuan elevasi pada sudut
masing-masing 30° dan 45° dengan menggunakan ERLESS selama 30 menit.
Setelah dilakukan elevasi diukur kembali edema dengan hanya mengukur
circumference atau pergelangan kaki pada area yang sama dengan
menggunakan tap measure (meteran).
Penurunan angka hasil pengukuran lingkar pergelangan kaki
dipengaruhi oleh efektivitas venous return. Intervensi keperawatan jika
ditinjau dari pendekatan konsep teori Kolcaba, secara fisiologis elevasi
meningkatkan keseimbangan sistem sirkulasi, elevasi berdampak pada
meningkatnya gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi darah beserta
komponennya mendapatkan daya dorong untuk mengalirkan komponen darah
beserta cairannya menuju ke atrium kanan hal ini akan menurunkan tekanan
hidrostatik dan gaya arus balik aliran darah dari perifer menuju jantung akan
semakin meningkat. Aliran balik vena yang lancar menyebabkan venous
return menjadi efektif.
Meningkatkan pemulihan fungsi fisiologis, menciptakan keseimbangan
hemodinamik adalah prinsip tindakan dalam teori Kolcaba. Aspek variabel
yang dinilai pada teori Kolcaba berkaitan tindakan kenyamanan elevasi
kenyamanan yang terdiri dari: relief, ease dan transcendence sebagai
aplikasinya adalah klien dinyatakan nyaman jika dalam kondisi yang tentram
dengan hati yang puas, mampu mengatasi masalah ketidaknyamanan seperti
nyeri pada luka, tekanan pada luka, kawatir akan jatuh dan kelelahan yang
terjadi pada klien dengan UKD yang mengalami edema dan hemodinamik
yang stabil. Penilaian kenyamanan dilakukan dengan menganalisis hasil
kuesioner kenyamanan. Pemasangan ERLESS agar sesuai fungsinya
mempertimbangkan desain, keamanan, bahan, praktis dan mudah digunakan.
Efektifitas fungsi dinilai melalui kuesioner fungsi ERLESS.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. H1: Ada pengaruh elevasi ekstremitas bawah pada sudut 30°, 45 ° dengan
menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, keyamanan dan
fungsi ERLESS pada klien UKD.
2. H0: Tidak ada pengaruh elevasi ekstremitas bawah pada sudut 30°, 45°
dengan menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, keyamanan
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah utama
dalam sistem kesehatan yang perlu diatasi secara global karena dalam 2
dekade terakhir diprediksi terjadi peningkatan secara signifikan. DM
penyakit epidemik yang meluas di seluruh dunia dengan perkiraan jumlah
pada tahun 2016 mencapai lebih dari 230 juta jiwa dan akan mencapai
350 juta jiwa di tahun 2030 (Armstrong & Rilo, 2010). Data lain
menunjukkan jumlah klien pada tahun 1985 terdapat 30 juta kasus, tahun
2000 berjumlah 177 juta, tahun 2010 terdapat 285 juta dan diperkirakaan
di tahun 2030 mencapai 360 juta kasus (Yazdanpanah et al., 2015). WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8.4 juta
pada tahun 2000 menjadi 21 juta pada tahun 2030. International Diabetes
Federation pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penderita DM
menjadi 12 juta pada tahun 2030. Data tersebut menunjukan adanya
peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).
Kejadian DM yang cenderung terus meningkat akan diikuti meningkatnya
komplikasi pada diabetes mellitus (Yazdanpanah et al., 2015).
Ulkus kaki diabetes (UKD) adalah salah satu masalah komplikasi
yang paling serius klien diabetes mellitus. Angka kejadian UKD pada
25 % (Armstrong & Lipsky, 2005). Menurut Yazdanpanah et al., (2015)
Penderita DM sebanyak 20% dengan komplikasi UKD mengalami
masalah perluasan infeksi, gangren, amputasi dan kematian. Masalah yang
lain adalah penyembuhan luka yang lama yang kemungkinan akan
berakhir dengan amputasi, hal ini akan berpengaruh pada kualitas hidup
serta meningkatnya angka kematian (Nabuurs-franssen & Kruseman,
2005). Faktor yang penting dari masalah tersebut adalah lamanya
penyembuhan luka (Yotsu, 2014). Penyembuhan luka yang lama
mengakibatkan semakin lamanya masa rawat inap.
Lamanya perawatan di rumah sakit tentu akan diikuti dengan biaya
perawatan yang tinggi (Prompers, 2008) dan (Chang, 2004). Menurut
Wound Management in Diabetic Foot Ulcers, Wound International
(2013), data pada tahun 1999 biaya penanganan UKD lebih dari US$
28,000. Menurut Yazdanpanah et al., (2015) biaya untuk penyembuhan
luka mencapai US$ 17500 pada tahun 1998 dan USD$ 30000-33500
dengan komplikasi amputasi. Menurut Adabiah (2014) di Indonesia
seorang penderita ulkus diabetes memerlukan biaya Rp. 1.3 juta sampai
1.6 juta perbulannya dan 43.5 juta pertahunnya.
Penatalaksanaan penyembuhan luka pada klien UKD telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tindakan untuk menunjang
penyembuhan luka melalui moderns dressing adalah meliputi: pemberian
Collagen, Biological Dressings, Biological Skin Equivalent-Dermagraft,
3
(PDGF), Platelet-Rich Plasma (PRP), Negative Presure Wound Therapy
(NPWT), Hyperbaric Oxygen Therapy dan Ozone-Therapy (HBOT), silver
products (Greer, 2012). Penatalaksanaan penyembuhan luka pada UKD
perlu mempertimbangkan faktor penyulit. Faktor yang mempengaruhi
berkembangnya UKD ini diantaranya adalah usia, jenis kelamin, lama
menderita diabetes mellitus, body mass index, kelainan bentuk kaki,
kebiasaan perawatan kaki dan edema. Angka kejadian edema UKD dari
beberapa jenis UKD adalah sebagai berikut: neuropathic 20,5%, ischemic
35% dan neuroischemic 42, 9% (Yotsu, 2014).
Edema pada kaki ditemukan pada klien usia lebih dari 50 tahun
disebabkan oleh venous insufficiency. Venous insufficiency mempengaruhi
lebih dari 30% dari populasi dan 1% terjadi pada gagal jantung (Ely et al.,
2006). Kasus venous insufficiency banyak terdapat pada klien dengan
diabetes mellitus yang mengalami komplikasi UKD dengan manifestasi
klinis yang tampak adalah terjadinya edema.
Edema yang muncul mengakibatkan terjadinya penurunan
pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Akumulasi cairan interstisial
menyebabkan terdapat jarak yang lebar antara sel dan darah untuk
mengirimkan nutrisi, oksigen dan zat-zat sisa sehingga kecepatan difusi
berkurang dan berakibat sel-sel yang ada dalam jaringan edema kurang
mendapatkan pasokan darah (Sherwood, 2001). Pasokan darah yang
kurang dapat menghambat penyembuhan luka. Bahkan terjadinya edema
akibat dilatasi intrasel dan jaringan yang mengalami edema terasa nyeri
dan lebih rentan terhadap cedera jika dibandingkan dengan jaringan
normal (Kozier, 2011).
Edema kaki terjadi karena kegagalan aliran balik vena pada saat
kaki berada di bawah dan tergantung (Kawasaki, 2013). Edema pada
UKD dapat dikurangi dengan melakukan perubahan posisi dengan elevasi
kaki (Sims, 1986; Ho & Tsui, 2013). Perubahan posisi saat kaki
dielevasikan bertujuan akan meningkatkan aliran balik vena dan
mengurangi tekanan pada vena (F P Dix, 2005). Menurut Seeley 2004
dalam (Wulandari, 2015) elevasi ekstremitas bawah berguna untuk
mengembalikan aliran darah dan mengurangi tekanan di bagian distal
ekstremitas. Aktivitas lebih dari 15 menit dengan kaki yang mengarah ke
bawah ketika berjalan dan atau kaki menggantung dapat meningkatkan
tekanan ke distal sebesar 20%, sehingga meningkatkan resiko terjadinya
edema perifer. Edema perifer akan meningkatkan tekanan area distal dan
mengurangi perfusi akibat penekanan arterial. Elevasi ektremitas bawah
dapat mengurangi tekanan, dan efek yang diharapkan adalah
meningkatnya proses penyembuhan luka UKD (Wulandari, 2015).
Intervensi edema dalam rangka penyembuhan luka dengan elevasi
direkomendasikan juga oleh The Australian Wound Management
Association karena dengan elevasi akan meningkatkan mikrosirkulasi dan
penurunan edema pada kaki (National Pressure Ulcer Advisory Panel,
5
Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, didapatkan DM merupakan penyakit
peringkat pertama dari 10 besar penyakit rawat jalan poli penyakit dalam
periode Januari sampai dengan Desember 2014 dengan jumlah pasien
5002 orang diikuti penyakit lain seperti hipertensi sekunder 2836 orang
dan dyspepsia 2442 orang. Penyakit dengan rawat inap di tahun 2013
berjumlah 1304 orang dan di tahun 2014 meningkat menjadi 3406 orang
dengan masing-masing menduduki peringkat pertama dari sepuluh besar
penyakit terbanyak pada pasien dengan rawat inap. Jumlah yang terus
meningkat ini berimplikasi kepada resiko komplikasi dari DM (Medical
Record RSUD Abdul Wahab Sjahranie, 2015).
DM dengan komplikasi UKD yang tercatat pada pasien rawat inap
tahun 2012 sampai dengan 2014 masing-masing berjumlah 380 pasien,
456 pasien dan 348 pasien dengan usia termuda 18 tahun dan tertua 87
tahun (Medical Record RSUD Abdul Wahab Sjahranie, 2015). Profil data
kesehatan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie tersebut berkorelasi dengan
masalah kesehatan secara global yang memerlukan penanganan DM
secara menyeluruh termasuk edema yang merupakan faktor penyulit
penyembuhan luka pada ulkus kaki diabetes.
Observasi dan wawancara yang dilakukan kepada perawat yang
selama perawatan luka UKD untuk mengatasi edema, kaki disangga
dengan bantal dan memberikan transparan film yang ditempelkan pada
kepada pasien, pasien mengeluhkan kepada perawat setelah menjalani
perawatan dan tiba di rumah, edema pada kaki muncul kembali karena
posisi kaki selama perjalanan pulang berada di bawah (Data primer, 2015).
Perawatan luka yang dilakukan RSUD Abdul Wahab Sjahranie
dan RSUD I.A.Moeis dengan menggunakan bantal mempunyai
keterbatasan dalam akurasi sudut elevasi yang diinginkan, sehingga
penurunan edema tidak optimal. Perbedaan antara sudut ekstremitas
dengan permukaan yang maksimal, memberikan efek gravitasi pada
venous return. Ketika kaki dengan jantung pada sudut 90°. sudut ini
memberikan kekuatan 100% gaya gravitasi, pada sudut 45° memberikan
kekuatan 71% gaya gravitasi dan pada posisi kaki yang horizontal (sudut
0°) kekuatan gaya gravitasi adalah 0% (Starkey, 2004). Pada penelitian
sebelumnya sudut elevasi yang dianjurkan adalah 30°, 45°, 60° dan 90°
(Liaw MY, 1989). Pengaruh sudut elevasi terhadap venous return sangat
besar peranannya, maka perlu digunakan instrumen penyangga kaki yang
mampu mengatur sudut elevasi yang akurat. Sudut elevasi yang akurat
mengembalikan venous return efektif sehingga mampu menurunkan
edema pada klien UKD.
ERLESS (Edema Reduction Leg Elevator Stainless Steel)
merupakan satu alat penyangga kaki yang didesain oleh peneliti agar kaki
yang edema dapat dielevasikan dengan pengaturan sudut yang akurat.
7
elevasi pada gravitasi bumi yang mempengaruhi tekanan aliran vena
perifer menuju jantung.
Desain ERLESS juga mempertimbangkan faktor kenyamanan dan
keamanan bagi klien yang menggunakan dan perawat yang memasangnya.
Menurut Herawati (2015) kenyamanan menjadi salah satu dari sepuluh
konsep dasar indikator pelayanan prima Rumah Sakit Umum Daerah.
Kolcaba Comfort sebagai salah satu konsep teori keperawatan
mengembangkan tentang teori kenyamanan yang meliputi kenyamanan
fisik, psikospiritual dan kenyamanan lingkungan. Intervensi didesain
untuk membantu klien mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik dan
kenyamanan, mencegah terjadinya komplikasi, memulihkan kenyamanan
akibat nyeri (Alligood, 2014). Pada penelitian sebelumnya sudut yang
dirasakan paling nyaman adalah posisi 30° selama 30 menit. Sudut ini
memberikan penurunan tekanan (off-loading) pada luka (Liaw MY, 1989;
Wulandari, 2015).
Desain ERLESS selain mempertimbangkan kenyamanan, juga
memiliki kriteria keamanan saat pemasangannya pada klien. Menurut
Yoga (2013) rancangan alat yang digunakan harus mempertimbangkan
resiko injuri kepada klien. Bahan ERLESS yang langsung bersentuhan
dengan kulit kaki klien terbuat dari bahan lembut agar tekanan interface
dapat diminimalisir, sehingga selama prosedur elevasi tidak terjadi resiko
pressure ulcers. Tongkat penyangga dibuat dari bahan stainless steel yang
kien UKD dengan mempertimbangkan akurasi sudut elevasi, faktor
kenyamanan dan keamanan ini diharapkan berfungsi secara optimal untuk
menurunkan edema, menurunkan tekanan pada luka dan menurunkan
nyeri.
Penurunan edema dapat dievaluasi melalui beberapa metode
meliputi: pengukuran depth pitting dan recovery edema, pengukuran 8
tempat pada kaki, pengukuran dengan menggunakan water displacement,
pengukuran dengan modified edema tester, penilaian dengan kuesioner
serta pengukuran circumference. Hasil review menunjukan pengukuran
circumference pada pergelangan kaki dan water displacement adalah
metode pengukuran yang paling akurat (Brodovizs, 2009; Kogo, 2015; Le
Gare et al., 2007). Penelitian lain juga merekomendasikan pengukuran
circumference pergelangan kaki sebagai metode evaluasi edema (Mora,
2002). Pengukuran circumference ini merupakan metode paling praktis,
mudah, cepat dan akurat (Elizabet, 2014).
Tindakan keperawatan dengan elevasi pada dasarnya membantu
mengembalikan fungsi fisiologis sirkulasi dan menurunkan
ketidaknyamanan area luka dengan mempertimbangkan sudut elevasi,
kenyamanan dan keamanan klien sehingga dampak elevasi diharapkan
mampu menurunkan edema. Tindakan keperawatan dengan elevasi
menggunakan ERLESS tersebut perlu evaluasi melalui pengukuran
circumference edema, penilainan kenyamanan dan fungsi ERLESS, oleh
9
45° menggunakan ERLESS terhadap circumference edema, kenyamanan
dan fungsi ERLESS pada klien UKD di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda dan RSUD I.A.Moeis Samarinda.
B. Rumusan Masalah
Klien dengan UKD beresiko mengalami komplikasi penyembuhan
luka lama dan bahkan terjadinya amputasi yang menimbulkan masa
perawatan yang panjang, biaya yang tinggi dan kecacatan yang
ditimbulkan. Terapi dalam meningkatkan proses penyembuhan luka dan
mencegah komplikasi yang ditimbulkan telah banyak dilakukan. Terapi
yang ada perlu mempertimbangkan faktor penyulit penyembuhan luka.
Pengaturan posisi elevasi pada kaki yang mengalami UKD adalah salah
satu upaya untuk mengurangi faktor penyulit penyembuhan luka dengan
menurunkan edema sehingga proses penyembuhan luka menjadi lebih
cepat. Posisi elevasi 30° dan 45° memberikan pengaruh pada gaya
gravitasi yang optimal sehingga venous return menjadi lebih efektif,
menurunkan tekanan pada daerah luka dan mengurangi edema (Wulandari,
2015). Meningkatnya aliran balik vena berdampak positif pada cardiac
output. Hemodinamik menjadi stabil, fungsi fisiologi organ tubuh
berkerja secara optimal diikuti dengan meningkatnya kenyamanan
(Monnet, 2015; Alligood, 2015).
Keberhasilan elevasi dapat dilihat dari penurunan edema, yang
diukur dengan metode pengukuran circumference pergelangan kaki (Le