BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Gambaran Umum Nikel Laterit
Batuan ultramafik yang dipengaruhi oleh faktor geologi, geokimia, iklim tropis subtropis dan air, akan membentuk endapan nikel laterit. Sebagai bedrock, kondisi batuan ultramafik harus memenuhi syarat komposisi dan intensitas fracture (Burger, 1996). Faktor ini menyebabkan endapan nikel laterit dijumpai pada geologi regional tertentu, terutama erat kaitannya dengan keterdapatan batuan ultramafik. Wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia, sebaran batuan ultramafik juga terbatas dan dijumpai di Pulau Kalimantan, Maluku, Papua dan Sulawesi. Endapan nikel laterit di Provinsi Sulawesi Selatan, dijumpai pada Daerah Sorowako, Kabupaten Luwu Timur dan Daerah Palakka Kabupaten Barru. Selain itu, endapan nikel laterit juga dijumpai di Daerah Sulawesi Tengah yaitu Morowali, Bungku (Kabupaten Morowali), Luwuk (Kabupaten Luwuk Banggai) dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Endapan nikel laterit yang dijumpai di Provinsi Sulawesi Tenggara, umumnya tersingkap di Kabupaten Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombana dan Pomala. Hasil pengamatan lapangan pada daerah penelitian dan dipadukan dengan Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi (Simanjuntak, 1993), menunjukkan bahwa di Daerah Palangga Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara disusun oleh Formasi Meluhu yang terdiri dari batupasir, kuarsa, serpih hitam, serpih merah, batusabak, batugamping dan lanau. Sebaran Formasi Meluhu menghampar cukup luas pada topografi pedataran dan dijumpai material erosi. Kondisi fisik sebaran formasi ini, menyebabkan daerah penelitian termasuk lokasi non-prospect untuk dilakukan eksplorasi endapan nikel laterit.
dengan Desa Labota, sebelah barat berbatasan dengan Teluk Maili dan sebelah utara perbukitan menggelombang dan morfologi kars. Menurut Simandjuntak dkk (1994) stratigrafi Lembar Bungku dapat dikelompokan menjadi dua Mandala, yaitu:
a. Mandala Geologi Bungku Timur
Mandala Geologi Sulawesi Timur ini atau juga disebut Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, tersusun oleh batuan utramafik dan sedikit batuan sedimen pelagos, berturut turut dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1. Komplek ultramafik 2. Formasi matano 3. Formasi tomata 4. Aluvium
b. Mandala Banggai Sula
Mandala Banggai Sula tersusun oleh formasi yang berturut-turut dari tua kemuda yaitu: mengalami serpentinisasi kemudian tersingkap kepermukaan, pada kondisi iklim tropis dengan musim panas dan hujan berganti-ganti kemudian mengalami pelapukan secara terus menerus yang mengakibatkan batuan menjadi rentan terhadap proses pelapukan. Sirkulasi air permukaan yang mengabsorpsi CO2 dari atmosfir
lebih lanjut, laterit akan larut dan terbawa oleh air tanah kemudian mengalami proses presipitasi (Priono 1985).
Bijih nikel laterit merupakan hasil proses pelapukan (weathering) batuan ultra basa peridotite yang ada di permukaan bumi. Proses pelapukan terjadi karena pergantian musim panas dan dingin secara silih berganti, mengakibatkan batuan pecah dan mengalami pelapukan. (Vinogradov, 1907).
Menurut Waheed 2002, lithologi nikel laterit dibedakan dalam beberapa zona berdasarkan daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Lapisan pertama atau top soil dan biasa juga disebut zona iron capping yang kaya akan unsur hara dan rendah akan kadar nikelnya, sekitar 1,3% ketebalan berkisar 6-12 meter. Pada zona kedua biasa juga disebut limonite dengan kandungan nikelnya berisar 1,4% dengan kedalaman berkisar 2-3 meter. Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonite dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonite, hematit, dan Goetit. Dan zona yang berikutnya adalah lapisan saprolite yang kaya akan kandungan unsur nikelnya berkisar 1,75% dan ketebalan lapisan berkisar 5-7 meter kedasar bad rock. Adapun kenampakan lithologi ore dapat dilihat pada gambar 2.2.
2.4 Gambaran Umum Proses Produksi PT. SMI
PT. Sulawesi Mining Investment adalah perusahaan yang mengelolah Ore menjadi Ferronikel (FeNi) dimana dalam proses pengolahannya dibagi dalam tiga tahap area di Proses Plant Departemen.
2.4.1 Area Dryer Departemen
Dryer Departemen adalah sebuah lokasi yang mengelolah ore dimulai dari stockpile sampai di area penampungan ore atau Dried Ore Storange (DOS). Adapun fungsi utamanya yaitu menurungkan kandungan air dengan kadar 32-38% H2O, turun
menjadi 23-26% H2O, serta menurunkan diameter ore dari 6 inci menjadi 2 inci.
Ada dua sistem cara kerja alat yang digunakan di area dryer departemen: 1. Feeding system
Feeding system adalah sebuah tahap awal dari proses pengolahan ore yang di angkut dari stockpile sampai ke input dryer. Adapun komponen alat yang beroperasi di feeding system diantaranya:
a. Hopper apron feeder
Handling system adalah sebuah tahap kedua dari proses pengolahan ore di area dryer departemen yang dimulai dari output dryer sampai ke gudang penampungan ore atau area DOS. Adapun alat yang beroperasi diantaranya;
a. Ouput grill drayer
b. Electrostatic Precipitator (ESP) c. Conveyor #4#5#6#7
d. Cruzer / mixing
BATU BARA GAS AIR UDARA LISTRIK SOLAR
PUG DUST
ORE BASAH DEBU ESP
BATU-BATUAN
DEBU ORE 23-24% H2O
Gambar 2.2. Input dan Output dari Rotary Dryer ( Manyal 2013 )
2.4.2 Area Kiln Departemen
Kiln Departemen adalah sebuah area yang mengolah ore hasil dari produk dryer kemudian mengolahnya menjadi produk kiln yang biasa di sebut calcinasi. Di kiln mempunyai fungsi untuk mengeringkan, memanaskan dan pengurangan air kristal dari ore. Di kiln atau proses calsinasi ada dua yang harus kita pahami yaitu:
1. Reduksi
Reduksi adalah sebuah proses reaksi pengurangan oksigen (O2) atau
proses penangkapan elektron. Zat yang mengalami reduksi disebut pengoksidasi karna mengoksidasi zat lain.
2. Oksidasi
Oksidasi adalah proses reaksi penambahan oksigen (O2) atau proses
pelepasan elektron. Zat yang mengalami oksidasi disebut zat pereduksi karna mereduksi zat lain.
Dalam proses di Kiln ada empat hal yang harus dikerjakan diantaranya: a. Pengeringan
b. Pemanasan kiln
c. Pengeringan air kristal xH2O
d. Calcinasi
Menurut Cornelius 2014 pada modul kiln manual adapun cara kerja proses kiln yaitu ore setengah kering 23% H2O dimasukkan kedalam penampungan
sementara (hooper/feed bin) kemudian diteruskan masuk kedalam kiln. Di kiln ore ini akan dipanaskan dengan menggunakan udara/gas panas yang berasal dari reaksi antara zat reduktor (combustible) dengan udara. Reaksi ini bisa terjadi pada temperature sekitar 500ºC. Carbon, hidrogen dan carbon monoksida akan beraksi dengan nikel oksida dan besi oksida menjadi nikel logam dan besi logam. Dan untuk memproses air kristal (xH2O) maka dibutuhkan temperatur tinggi hingga mencapai
850ºC untuk menghilangkan air kristal yang terdapat dalam ore hingga mendekati 0%. Areadepartemen kiln merupakan sambungan dari proses departemen dryer yang akan menghubungkan ke departemen furnace yang saling berkaitan dalam memproses ore menjadi ferronikel seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.3. Foto area departemen kiln (Cornelius 2014)
2.4.3 Area Furnace Departemen
Furnace berbentuk slinder yang bagian dalamnya dipasang batu tahan api (brick) untuk melindungi dinding furnace dari temperatur yang tinggi dan cairan logam yang panas sedangkan dinding furnace terbuat dari besi flat ( Surmadi 2013 ).
Dalam proses peleburan di furnace mempunyai tiga komponen penting sampai menjadi produk ferronikel yaitu;
1. Calcine 2. Cairan slag 3. Ferronikel
Cara penanganan diarea furnace departement: 1. Penanganan calcine
2. Penanganan elektroda 3. Penanganan produk 4. Sistem pendingin
Hasil akhir dari produk Furnace Departemen adalah proses Tapping dimana proses ini memisahkan cairan ferronikel dari slag kemudian dibawah ke percetakan produk, sedangkan slag terbuang masuk kepenampungan yang telah disiapkan melalui proses Mapping seperti yang terlihat pada gambar 2.5.