• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN POKOK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHA WARUNG MAKAN SEDERHANA DI SEKITAR

KAMPUS IPB DRAMAGA

OLEH

EKA KURNIATY

H14103120

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

EKA KURNIATY. Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga, Bogor (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL)

Perdagangan informal berperan penting dalam perekonomian Indonesia karena menjadi sektor tumpuan untuk menangani pengangguran dan pemutusan hubungan kerja. Sektor informal lebih dapatberadaptasi dan tidak terganggu oleh kekakuan operasional dibandingkan dengan usaha besar. Usaha warung makan sederhana merupakan salah satu sektor informal yang mampu bertahan dan berkembang pasca krisis ekonomi. Hal ini dapat dilihat di Desa Babakan yang berada di sekitar kampus IPB Dramaga yang berpenduduk padat dan mayoritas adalah mahasiswa. Kondisi tersebut menjadi peluang berkembanganya usaha warung makan sederhana. Namun, adanya kenaikan harga-harga bahan pokok telah menyebabkan pengusaha warung makan sederhana dihadapkan pada pilihan untuk tetap memperoleh keuntungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh warung makan setelah terjadi kenaikan harga bahan pokok serta menganalisis seberapa besar pengaruh kenaikan harga bahan pokok terhadap keuntungan warung makan. Adapun ruang lingkup bahan pokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beras, minyak goreng, minyak tanah, daging sapi, daging ayam, dan ikan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu gabungan data time series harian periode 1 – 31 Maret 2008 dan data cross section dari hasil kuisioner yang disebar kepada sepuluh warung makan dengan faktor pengamatan berupa modal, harga beras, harga minyak goreng, harga minyak tanah, harga daging sapi, harga daging ayam, dan harga ikan.

(3)
(4)

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN POKOK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHA WARUNG MAKAN SEDERHANA DI SEKITAR

KAMPUS IPB DRAMAGA

OLEH

EKA KURNIATY

H14103120

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Eka Kurniaty

Nomor Registrasi Pokok : H14103120

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok

terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Manuntun Parulian Hutagaol, Ir. MS. Ph.D

NIP. 131 284 6230

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS

NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Eka Kurniaty lahir pada tanggal 13 September 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah putri tunggal dari pasangan Anda Afiat dengan Oneh. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan SD Negeri Sukaharja 1 dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Ciomas dan lulus pada tahun 2000, selanjutnya tahun pertama dan kedua di SMU Plus Bina Bangsa Sejahtera dan dilanjutkan di SMU Negeri 4 Bogor sampai dengan lulus pada tahun 2003.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga” dapat diselesaikan. Keberadaan kampus IPB di Dramaga mempengaruhi perekonomian masyarakat di sekitar kampus, terutama di Desa Babakan untuk membuka usaha-usaha yang menjadi sumber pendapatan bagi pengusaha-usahanya. Salah satu usaha-usaha yang prospektif untuk dikembangkan adalah usaha warung makan sederhana yang berorientasi harga mahasiswa. Meski harga makanan di sekitar kampus IPB relatif lebih murah dibandingkan di tempat lain namun membuka usaha warung makan di sekita kampus IPB tetap menguntungkan karena keberadaan mahasiswa yang jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya:

1. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S, Ph.D selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku Penguji Utama atas saran dan kritik yang telah diberikan sehingga bermanfaat pada perbaikan skripsi ini. 3. Alla Asmara, S.PT., M.Si selaku Penguji dari Komisi Pendidikan.

(9)

5. Asep Sutisna beserta keluarga besar H. Usep Sutarsa atas do’a, dukungan, perhatian dan kasih sayang kepada penulis, terutama selama penyusunan dan penyelesaian skripsi.

6. Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang penuh kesabaran membantu penulis, baik pada saat seminar dan sidang.

7. Sahabat terbaik penulis (Linda “Ndut”, “Ceu” Andin, Diyan Timor, Riefky, Dio) atas dukungan yang diberikan selama penyusunan skripsi. 8. Teman “seperjuangan” skripsi penulis (Elly, Angga, Beni) yang selalu

saling mendukung selama penyusunan skripsi.

9. Wirawan yang telah menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian beserta teman-teman yang menjadi peserta pada seminar tersebut.

10.Teman-teman Ilmu Ekonomi 40 untuk motivasi yang diberikan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2008

Eka Kurniaty

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian Sektor Informal dan Warung Makan Sederhana ... 9

2.2. Biaya, Modal, dan Keuntungan ... 16

2.3. Teori Permintaan ... 17

2.4. Teori Penawaran ... 21

2.5. Penentuan Harga Keseimbangan Jangka Pendek ... 25

2.6. Penelitian Terdahulu ... 26

2.7. Kerangka Pemikiran ... 28

2.8. Hipotesis Penelitian... 31

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

(11)

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN POKOK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHA WARUNG MAKAN SEDERHANA DI SEKITAR

KAMPUS IPB DRAMAGA

OLEH

EKA KURNIATY

H14103120

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

EKA KURNIATY. Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga, Bogor (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL)

Perdagangan informal berperan penting dalam perekonomian Indonesia karena menjadi sektor tumpuan untuk menangani pengangguran dan pemutusan hubungan kerja. Sektor informal lebih dapatberadaptasi dan tidak terganggu oleh kekakuan operasional dibandingkan dengan usaha besar. Usaha warung makan sederhana merupakan salah satu sektor informal yang mampu bertahan dan berkembang pasca krisis ekonomi. Hal ini dapat dilihat di Desa Babakan yang berada di sekitar kampus IPB Dramaga yang berpenduduk padat dan mayoritas adalah mahasiswa. Kondisi tersebut menjadi peluang berkembanganya usaha warung makan sederhana. Namun, adanya kenaikan harga-harga bahan pokok telah menyebabkan pengusaha warung makan sederhana dihadapkan pada pilihan untuk tetap memperoleh keuntungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh warung makan setelah terjadi kenaikan harga bahan pokok serta menganalisis seberapa besar pengaruh kenaikan harga bahan pokok terhadap keuntungan warung makan. Adapun ruang lingkup bahan pokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beras, minyak goreng, minyak tanah, daging sapi, daging ayam, dan ikan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu gabungan data time series harian periode 1 – 31 Maret 2008 dan data cross section dari hasil kuisioner yang disebar kepada sepuluh warung makan dengan faktor pengamatan berupa modal, harga beras, harga minyak goreng, harga minyak tanah, harga daging sapi, harga daging ayam, dan harga ikan.

(13)
(14)

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN POKOK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHA WARUNG MAKAN SEDERHANA DI SEKITAR

KAMPUS IPB DRAMAGA

OLEH

EKA KURNIATY

H14103120

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Eka Kurniaty

Nomor Registrasi Pokok : H14103120

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok

terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Manuntun Parulian Hutagaol, Ir. MS. Ph.D

NIP. 131 284 6230

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS

NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Eka Kurniaty lahir pada tanggal 13 September 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah putri tunggal dari pasangan Anda Afiat dengan Oneh. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan SD Negeri Sukaharja 1 dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Ciomas dan lulus pada tahun 2000, selanjutnya tahun pertama dan kedua di SMU Plus Bina Bangsa Sejahtera dan dilanjutkan di SMU Negeri 4 Bogor sampai dengan lulus pada tahun 2003.

(18)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok terhadap Keuntungan Usaha Warung Makan Sederhana di Sekitar Kampus IPB Dramaga” dapat diselesaikan. Keberadaan kampus IPB di Dramaga mempengaruhi perekonomian masyarakat di sekitar kampus, terutama di Desa Babakan untuk membuka usaha-usaha yang menjadi sumber pendapatan bagi pengusaha-usahanya. Salah satu usaha-usaha yang prospektif untuk dikembangkan adalah usaha warung makan sederhana yang berorientasi harga mahasiswa. Meski harga makanan di sekitar kampus IPB relatif lebih murah dibandingkan di tempat lain namun membuka usaha warung makan di sekita kampus IPB tetap menguntungkan karena keberadaan mahasiswa yang jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya:

1. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S, Ph.D selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku Penguji Utama atas saran dan kritik yang telah diberikan sehingga bermanfaat pada perbaikan skripsi ini. 3. Alla Asmara, S.PT., M.Si selaku Penguji dari Komisi Pendidikan.

(19)

5. Asep Sutisna beserta keluarga besar H. Usep Sutarsa atas do’a, dukungan, perhatian dan kasih sayang kepada penulis, terutama selama penyusunan dan penyelesaian skripsi.

6. Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang penuh kesabaran membantu penulis, baik pada saat seminar dan sidang.

7. Sahabat terbaik penulis (Linda “Ndut”, “Ceu” Andin, Diyan Timor, Riefky, Dio) atas dukungan yang diberikan selama penyusunan skripsi. 8. Teman “seperjuangan” skripsi penulis (Elly, Angga, Beni) yang selalu

saling mendukung selama penyusunan skripsi.

9. Wirawan yang telah menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian beserta teman-teman yang menjadi peserta pada seminar tersebut.

10.Teman-teman Ilmu Ekonomi 40 untuk motivasi yang diberikan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2008

Eka Kurniaty

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian Sektor Informal dan Warung Makan Sederhana ... 9

2.2. Biaya, Modal, dan Keuntungan ... 16

2.3. Teori Permintaan ... 17

2.4. Teori Penawaran ... 21

2.5. Penentuan Harga Keseimbangan Jangka Pendek ... 25

2.6. Penelitian Terdahulu ... 26

2.7. Kerangka Pemikiran ... 28

2.8. Hipotesis Penelitian... 31

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

(21)

3.3. Metode Pengambilan Contoh ... 33

3.4. Model Penelitian Umum ... 34

3.5. Metode Analisis Data Panel ... 35

3.5.1. Metode Common Effect Model ... 36

3.5.2. Metode Fixed Effect ... 37

3.5.3. Metode Random Effect ... 38

3.6. Uji Validitas Model ... 43

3.6.1. Uji tstatistik ... 43

3.6.2. Uji Fstatistik ... 44

3.6.3. Koefisien Determinasi (R2) ... 45

3.7. Evaluasi Model ... 46

3.7.1. Heteroskedastisitas ... 47

3.7.2. Autokolerasi ... 48

3.7.3. Multikolinearitas ... 49

3.8. Rasio R/C ... 50

IV. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHA WARUNG MAKAN SEDERHANA DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR ... 51

4.1. Uji Validitas Model ... 51

4.1.1. Uji tstatistik ... 51

4.1.2. Uji Fstatistik ... 52

4.1.3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 52

4.2. Evaluasi Model ... 52

4.2.1. Heteroskedastisitas ... 52

4.2.2. Autokolerasi ... 53

4.2.3. Multikolinearitas ... 53

(22)

4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan ... 55 4.4.1. Hubungan antara Modal dan Keuntungan ... 55 4.4.2. Hubungan antara Harga Beras (Pb) dengan Keuntungan ... 56 4.4.3. Hubungan antara Harga Minyak Goreng (Pmg)

dengan Keuntungan ... 56 4.4.4. Hubungan antara Harga Minyak Tanah (Pmt)

dengan Keuntungan ... 57 4.4.5. Hubungan antara Harga Daging Sapi (Ps) dengan

Keuntungan ... 57 4.4.6. Hubungan antara Harga Daging Ayam (Pa) dengan

Keuntungan ... 58 4.4.7. Hubungan antara Harga Ikan (Pi) dengan Keuntungan ... 58 4.5. Rasio R/C ... 59

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. Kesimpulan ... 61 5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan salah satu sektor dalam sistem perekonomian nasional yang berperan penting bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi pendukung peningkatan PDB Indonesia setelah sektor industri pengolahan sebagai suatu bentuk transformasi ekonomi. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah kegiatan yang berkembang pesat di Indonesia selama lima tahun terakhir, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.1. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran mempunyai kontribusi berkisar antara 16,16 – 16,83 persen terhadap Produk Domestik Bruto.

Tabel 1.1. Kontribusi Sektoral terhadap Pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 2001 – 2005 (Persen)

Sektor  Tahun

2001 2002 2003 2004  2005 

Pertanian  15,64 15,47 15,24 14,98  14,54 

Pertambangan dan 

Penggalian  11,60  11,28  10,63  9,66  9,30 

Industri Pengolahan  27,60 27,85 28,01 28,36  28,10 

Listrik, Gas, dan Air Bersih  0,63 0,66 0,66 0,66  0,66 

Bangunan  5,55 5,61 5,68 5,81  5,91 

Perdagangan, Hotel, dan 

Restoran  16,24  16,16  16,26  16,36  16,83 

Pengangkutan dan 

Komunikasi  4,87  5,06  5,42  5,85  6,26 

Keuangan, Persewaan, dan 

Jasa Perusahaan  8,53  8,69  8,90  9,13  9,26 

Jasa‐jasa  9,28 9,23 9,20 9,18  9,14 

Produk Domestik Bruto (PDB)  100,00 100,00 100,00 100,00  100,00 

Sumber: BPS, 2006 (diolah)

(24)

perusahaan sektor industri pengolahan yang stagnan beralih ke sektor informal. Pedagang dan pengecer kaki jalanan/kaki lima yang masuk dalam kategori sektor informal telah menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan. Perkembangan sektor informal merupakan salah satu alternatif kesempatan kerja yang mampu menyerap kelebihan tenaga kerja karena umumnya sektor ini tidak membutuhkan persyaratan khusus dan rumit, terutama tingkat pendidikan. Dengan demikian, dalam jangka pendek akan dapat mengurangi pengangguran. Pengembangan subsektor informal secara optimal akan menghasilkan manfaat yang besar bagi kesejahteraan perekonomian Indonesia (Harahap, 1998).

(25)

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sektor informal pasca krisis ekonomi, Kabupaten Bogor mengalami fenomena yang identik. Selama periode 2002 – 2006, perusahan perdagangan informal memiliki jumlah yang besar di Kabupaten Bogor. Meskipun selama periode tersebut terdapat fluktuasi tingkat pertumbuhan perusahaan perdagangan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perusahaan Perdagangan di Kota Bogor Tahun 2002 – 2006

No. Jenis Jumlah Perusahaan Perdagangan (Unit)

2002 2003 2004 2005 2006

I. Perdagangan Formal 6.416 7.578 7.070 7.708 8.345

II. Perdagangan Informal 11.800 13.948 10.587 12.892 13.264

Jumlah 18.216 21.526 17.657 20.600 21.609

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, 2006 Bentuk perdagangan informal yang berkembang di Kabupaten Bogor salah satunya adalah warung makan sederhana, perkembangan ini terjadi karena :

1. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar.

2. Tidak memerlukan persyaratan teknis dalam mendirikannya.

(26)

Namun, rencana pemerintah akan mengurangi subsidi bahan bakar minyak atau BBM pada awal Juni 2008 diikuti dengan kenaikan harga beberapa bahan pokok. Kenaikan harga paling terasa terjadi pada beras, minyak goreng curah, dan daging ayam. Data terakhir menunjukkan bahwa pada pertengahan bulan Maret 2008 kenaikan harga beras sudah mencapai Rp 500 per kilogram untuk setiap jenis beras, begitu juga dengan minyak goreng curah yang mengalami kenaikan Rp 500 per kilogram. Sedangkan harga daging ayam rata-rata meningkat sebesar Rp 1000 setiap kali ada kenaikan harga (www.kompas.com, 2008). Pada Tabel 1.3 diperlihatkan perkembangan kenaikan harga bahan pokok dan barang penting lainnya yang berlangsung selama bulan Maret 2008.

Tabel 1.3. Daftar Perkembangan Harga Rata-Rata Sembilan Bahan Pokok Pangan dan Barang Penting Lainnya Tanggal 1 – 31 Maret 2008

No. Jenis Komoditi

Harga (Rupiah)

Sumber : Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi, 2008.

(27)

sangat berpengaruh terhadap biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh warung makan sederhana, karena bahan pokok merupakan input yang sangat penting bagi usaha warung makan sederhana khususnya beras sebagai makanan pokok mayoritas masyarakat di Pulau Jawa. Akibat adanya kenaikan harga bahan pokok tersebut saat ini warung makan sederhana dihadapkan pada dua permasalahan yaitu meningkatkan harga produk yang dijual dengan asumsi porsi yang dijual sama atau tetap mempertahankan harga di level yang sama dengan mengurangi porsi yang dijual.

1.2. Perumusan Masalah

(28)

of Goods Sold dengan meninjau kembali seluruh alur bahan baku, mulai dari supplier, pengolahan bahan baku sampai dengan penjualan.

Kenaikan harga bahan pokok selalu memberikan dampak negatif bagi sektor perdagangan, tidak terkecuali usaha warung makan sederhana yang umumnya memiliki modal relatif kecil. Meski pengusaha warung makan menaikkan harga jual namun keuntungan yang diperoleh tetap mengalami penurunan sebab problematika usaha warung makan di daerah sekitar kampus IPB Dramaga menghadapi segmentasi konsumen mahasiswa yang pada dasarnya belum berpenghasilan. Kondisi ini menyebabkan setiap warung makan untuk mengefisiensikan biaya produksi agar tidak banyak kehilangan keuntungan yang dapat diperoleh.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mencoba untuk mengetahui seberapa besar pengaruh adanya kenaikan harga bahan pokok terhadap warung makan sederhana serta mengetahui seberapa besar perubahan keuntungan yang diperoleh warung makan sederhana setelah terjadinya kenikan harga bahan pokok. Sehingga dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh adanya kenaikan harga bahan pokok terhadap keuntungan yang diperoleh warung makan?

(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis keuntungan yang diperoleh warung makan setelah terjadi kenaikan harga bahan pokok.

2. Menganalisis kenaikan harga bahan pokok mempengaruhi keuntungan pengusaha warung makan di sekitar kampus IPB Dramaga.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dampak dari terjadinya kenaikan harga bahan pokok terhadap perubahan keuntungan yang diperoleh warung makan sederhana. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan agar pemerintah lebih memperhatikan sektor informal, termasuk warung makan sederhana, karena dapat dijadikan strategi untuk pengembangan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Bogor, khususnya Kecamatan Dramaga. Sementara bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan sarana latihan yang sangat berharga untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat selama kuliah.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(30)
(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sektor Informal dan Warung Makan Sederhana

Sektor informal didefinisikan sebagai lapangan kerja atau usaha yang dilakukan tanpa atau tidak terikat surat izin, ketentuan hukum dan tempat. Pengertian sektor informal dapat dilihat berdasarkan lokasi dimana para pelaku ekonomi melakukan kegiatannya (World Bank, 2002). Sedangkan, warung makan sederhana adalah salah satu bentuk usaha dari sektor informal yang bergerak dalam bidang jasa kuliner (BPS,2004). Berikut ini adalah empat kategori sektor informal:

1. Pekerja berbasis rumah tangga (home based worker) yaitu dependent (terkait) dan independent (bebas),

2. Pedagang dan pengecer kaki jalanan/kaki lima (street traders and street vendors),

3. Pekerja musiman pada pembangunan gedung di jalan raya,

4. ”Pekerja diantara rumah dan jalan” seperti pemulung, penjual minyak tanah dan air bersih.

(32)

kontraktor bagi pengusaha formal. Contoh, pada saat perekonomian menurun dan banyaknya pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada buruh tetapi sektor ini masih tetap ada, walaupun harga-harga meningkat bahkan dapat menampung tenaga kerja yang terkena PHK.

Pedagang kaki lima (street trading/street hawker) adalah salah satu usaha dalam perdagangan dan salah satu wujud sektor informal. Pedagang kaki lima adalah pedagang yang dengan modal relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal.

Mayoritas sektor informal hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi, biasanya berasal dari sumber dana ilegal atau dari supplier yang memasok barang dagangan. Sedangkan sumber dana yang berasal dari tabungan sendiri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang dapat menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya tingkat keuangan dan cara pengelolaan uang. Sehingga kemungkinan untuk mengadakan investasi modal maupun ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat, 1978)

Dilihat dari aspek ekonomi, karakteristik umum yang melekat pada sektor informal antara lain (Thamrin, 2003):

(33)

2. Umumnya memiliki modal usaha kecil, 3. Mudah untuk keluar masuk,

4. Tidak memerlukan keterampilan khusus bagi tenaga kerja dan seringkali sumbangan tenaga kerja keluarga yang terlibat tidak diperhitungkan secara ekonomis,

5. Kegiatan usaha perdaganggan ini dapat dikelola oleh satu orang maupun secara group atau usaha keluarga,

6. Dengan rata-rata konsumen berpendapatan menengah kebawah serta mendekati pusat-pusat keramaian, menggunakan teknologi sederhana, 7. Komoditi yang diperdagangkan relatif mudah terjual dan tidak tahan lama.

Umumnya didominasi oleh minuman dan makanan serta ragam komoditas yang diperdagangkan terbatas,

8. Bekerja secara mandiri dan cenderung mempunyai jaringan usaha yang terbatas,

9. Pola usaha yang relatif terbatas, 10.Sederhana dan tradisional,

11.Akses terhadap kredit dan permodalan sangat terbatas dan informal.

Pedagang informal adalah perorangan yang tidak memiliki badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan barang dan atau jasa dalam skala kecil yang dijalankan oleh pengusahanya sendiri berdasarkan azas kekeluargaan (BPS, 2004).

(34)

memilki izin usaha tetapi sebagai gantinya mereka memiliki kesepakatan dengan pedagang sebelumnya yang menempati tempat tersebut, akan tetapi mereka bekerja dengan secara teratur, baik tempat usaha maupun jam kerja sesuai dengan jenis makanan yang diperdagangkan.

Sektor informal mempunyai potensi yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan, seperti pendapat Alma (2004) bahwa mereka tidak dapat dipisahkan dari unsur budaya dan eksisitensinya tidak dapat dihapuskan, dapat dipakai sebagai penghias kota apabila ditata dengan baik, menyimpan potensi pariwisata, dapat menjadi pembentuk estetika kota bila didesain dengan baik. Selanjutnya Alma (2004) mengemukakan bahwa jika pemerintah bersama-sama dengan swadaya masyarakat mampu menata sektor informal, maka dampak positif akan berlipat ganda. Untuk Kota Bogor akan menjadikan kota ini sebagai kota wisata yang lebih maju.

ILO dalam Tjiptoherijanto (1982) lebih menekankan pada ciri-ciri yang membedakan sektor formal dan informal dengan mengajukan tujuh ciri utama sektor informal yaitu:

1. Mudah dimasuki oleh siapa saja, 2. Menggunakan sumberdaya setempat,

3. Usaha yang dilakukan umumnya dimiliki keluarga, 4. Beroperasi dalam skala kecil-kecilan,

5. Bersifat padat karya dan menggunakan teknologi yang sudah disesuaikan dengan kondisi setempat,

(35)

7. Pasar yang dihadapi tidak diatur oleh pemerintah dan sangat kompetitif. Ketujuh ciri pembeda sektor informal dari sektor formal tersebut di atas sering digunakan oleh peneliti-peneliti dalam membuat berbagai kriteria sektor informal di berbagai negara. Hidayat (1978) membedakan sektor informal dalam sebelas ciri sebagai berikut:

1. Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor formal,

2. Pada umumnya tidak memiliki ijin usaha,

3. Pola usahanya tidak teratur baik lokasi maupun jam kerjanya,

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini,

5. Unit usaha mudah keluar dan masuk dari satu subsektor ke subsektor lainya,

6. Teknologi yang digunakan bersifat primitif,

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga skala usaha juga relatif kecil,

8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal,

9. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga yang tidak dibayar,

(36)

11.Sebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dinikmati masyarakat berpenghasilan rendah serta sebagian kecil masyarakat golongan menengah.

Dengan karakteristik tersebut di atas maka dapat dilihat perbedaan antara sektor Informal dengan sektor formal seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan Antara Sektor Formal dan Sektor Informal Karakteritik Sektor Fomal Sektor Informal

Modal

Sangat berperan penting Untuk kelangsungan usaha

Hanya satu arah untuk kepentingan sektor formal

Sangat tergantung dari perlindungan pemerintah atau impor

Jumlah besar dan kualitas baik

Sumber : Hidayat (1978)

Hal yang serupa yang diungkapkan oleh Todaro (1994) tentang karakteristik pekerjaan di sektor informal, antara lain:

1. Sektor informal mampu menciptakan surplus yang menjadi pendorong ekonomi perkotaan,

(37)

3. Sektor informal memberi latihan kerja dan magang dengan biaya yang sangat murah,

4. Sektor informal menciptakan permintaan atas tenaga kerja semi terlatih dan kurang ahli yang jumlahnya secara absolut atau relatif terus meningkat dan tidak mungkin terserap oleh sektor formal,

5. Sektor informal lebih banyak dan mudah menerapkan teknologi tepat guna dan memanfaatkan segenap sumberdaya lokal sehingga alokasi sumberdaya lebih efisien,

6. Sektor informal memegang peranan dalam daur ulang bahan-bahan limbah. Sektor informal memeratakan distribusi hasil-hasil pembangunan bagi penduduk miskin yang kebanyakan terpusat di sektor informal.

(38)

2.2. Biaya, Modal, dan Keuntungan

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah. Biaya adalah pengorbanan yang diduga sebelumnya dan dapat dihitung secara kuantitatif, secara ekonomis tidak dapat dihindarkan dan berhubungan dengan proses produksi tertentu. Biaya usaha dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan perilakunya, yaitu biaya yang berperilaku tetap (Fixed Cost) dan biaya yang berperilaku variabel (Variabel Cost). Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Biaya yang tetap berarti lahan, mesin, pajak, gaji pekerja, biaya bagi hasil atau sewa dan pemeliharaan peralatan serta pajak. Biaya tidak tetap (Variabel Cost) adalah biaya yang berubah apabila skala usaha berubah. Biaya ini ada apabila ada komoditas yang diproduksi. Biaya yang tidak tetap adalah biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain yang mendukung produksi seperti listrik dan biaya air.

(39)

bersih dari penerimaan dan biaya. Adapun rumusan matematikanya sebagai berikut:

π = TR – TC ... (2.1)

π(Q) = P(Q) × Q – C(Q) = R(Q) – C(Q) ... (2.2)

dimana:

π = Pendapatan bersih/keuntungan (Rupiah per tahun).

Q = Jumlah barang (Unit). C = Biaya produksi (Rupiah).

TR = Total penerimaan (Rupiah per tahun). TC = Total biaya usaha (Rupiah per tahun).

2.3. Teori Permintaan

Menurut Lipsey (2001) teori permintaan menjelaskan hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Berdasarkan hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva permintaan. Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Dari hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

(40)

2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berkurang, sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang-barang yang naik harganya.

Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh faktor-faktor, diantaranya:

1. Faktor harga:

a. Harga barang itu sendiri (Px): Berdasarkan hukum permintaan, hubungan antara harga dan permintaan adalah negatif, jadi jika harga naik, maka permintaan akan turun.

b. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut (Py). 2. Faktor bukan harga:

a. Distribusi pendapatan: Distribusi pendapatan berhubungan positif dengan permintaan. Jika distribusi pendapatan membaik, maka permintaan akan naik karena senjang pendapatan antara orang kaya dengan orang miskin tidak terlalu jauh.

b. Cita rasa masyarakat/selera (Taste): Cita rasa/ selera masyarakat berbeda-beda di setiap wilayah, misalnya masyarakat yang tinggal di daerah pantai lebih menyukai ikan daripada masyarakat di daerah lain. c. Ekspektasi harga (ramalan): Ekspektasi harga berhubungan negatif

(41)

d. Jumlah penduduk: Jumlah penduduk berhubungan positif dengan permintaan, jika jumlah penduduk di suatu wilayah meningkat, maka permintaan akan meningkat, karena jumlah konsumen akan meningkat. e. Musim: Faktor musim juga berpengaruh terhadap permintaan suatu barang dan jasa. Misalnya pada saat musim hujan, permintaan masyarakat akan payung dan jas hujan akan meningkat.

f. Iklan (Advertising): Iklan/promosi, baik di media cetak maupun elektronik berpengaruh terhadap jumlah permintaan, jika iklan tersebut semakin menarik, maka minat masyarakat akan barang tersebut akan meningkat.

g. Jumlah perusahaan: Jika jumlah perusahaan di suatu pasar bertambah, dengan asumsi barang dan jasa yang dijual identik, maka permintaan akan meningkat karena jumlah barang dan jasa yang ada di pasar bertambah.

(42)

Setelah menganalisis hubungan antara jumlah permintaan dan tingkat harga maka dapat diasumsikan bahwa harga adalah tetap dan kemudian dapat dianalisis bagaimana permintaan suatu barang dipengaruhi oleh faktor lainnya, sehingga dapat diketahui bagaimana permintaan terhadap suatu barang akan berubah apabila cita rasa atau pendapatan atau harga barang-barang lain mengalami perubahan juga.

Hukum permintaan merupakan hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut dimana berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila harga turun maka jumlah barang yang diminta meningkat. Suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara suatu barang tertentu dengan jumlah barang yang diminta para pembeli. Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta mempunyai hubungan terbalik.

Sumber : Lipsey. et. all, 1995

(43)

Harga dari suatu produk (P) ditentukan oleh keseimbangan antara tingkat produksi pada harga tertentu (yaitu penawaran, supply) dan tingkat keinginan dari orang-orang yang memiliki kekuatan membeli pada harga tertentu (yaitu permintaan, demand). Grafik ini memperlihatkan adanya peningkatan permintaan, dari D1 ke D2, seiring dengan peningkatan harga dan kuantitas (Q) produk yang

terjual. Teori penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi adalah gambaran atas hubungan-hubungan di pasar, antara para calon pembeli dan penjual dari suatu barang.

Model penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga dan kuantitas yang terjual di pasar. Model ini sangat penting untuk melakukan analisa ekonomi mikro terhadap perilaku para pembeli dan penjual, serta interaksi penjual dan pembeli di pasar. Model ini juga digunakan sebagai titik tolak bagi berbagai model dan teori ekonomi lainnya. Model ini memperkirakan bahwa dalam suatu pasar yang kompetitif, harga akan berfungsi sebagai penyeimbang antara kuantitas yang diminta oleh konsumen dan kuantitas yang ditawarkan oleh produsen, sehingga terciptalah keseimbangan ekonomi antara harga dan kuantitas. Model ini mengakomodasi kemungkian adanya faktor-faktor yang dapat mengubah keseimbangan, yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk terjadinya pergeseran dari permintaan atau penawaran.

2.4. Teori Penawaran

(44)

tertentu. Terdapat permintaan belum merupakan syarat yang cukup untuk mewujudkan transaksi dalam pasar. Permintaan hanya dapat dipenuhi apabila para penjual dapat menyediakan barang-barang yang diperlukan (BPS, 2004).

Penawaran seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh faktor-faktor, diantaranya (Lipsey, 2001):

1. Faktor harga:

a. Harga barang itu sendiri (Px): Berdasarkan hukum penawaran, hubungan antara harga dan penawaran adalah positif, jadi jika harga naik, maka penawaran akan naik.

b. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut (Py). 2. Faktor bukan harga:

a. Biaya produksi (cost of product): Biaya produksi berhubungan positif dengan penawaran, jika biaya produksi suatu barang meningkat, maka harga akan meningkat, sehingga penawaran meningkat.

b. Teknologi: Jika teknologi yang digunakan semakin canggih, maka jumlah barang yang diproduksi akan meningkat, sehingga penawaran meningkat.

c. Kebijakan pemerintah: Kebijakan pemerintah memiliki dua pengaruh, jika kebijakan pemerintah tersebut menguntungkan produsen, maka penawaran akan meningkat.

(45)

depan harga akan meningkat, maka produsen akan meningkatkan produksinya di masa depan.

e. Perusahaan pesaing: Penawaran sebuah perusahaan ditentukan oleh perilaku perusahaan lain, jika perusahaan pesaing menaikkan harga, maka harga di perusahaan lain pun akan meningkat, sehingga penawaran meningkat.

Apabila faktor-faktor lain tidak berubah atau Cateris Paribus maka terlebih dahulu akan diperhatikan pengaruh perubahan harga terhadap jumlah barang yang ditawarkan penjual.

Secara matematis :

QSx = F ( Px, Py, Tech, …) ... (2.3)

dimana:

QSx = Jumlah barang yang ditawarkan.

Px = Harga barang itu sendiri.

Py = Harga barang lain.

Tech = Teknologi Asumsi ceteris paribus:

Qsx = F (Px) ... (2.4)

dimana:

Qsx = Jumlah barang yang ditawarkan.

Px = Harga barang itu sendiri.

(46)

para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan.

Pendapatan yang diterima dari penjualan dan biaya peluang dari sumbernya digunakan untuk membuat barang itu. Jika biayanya lebih besar dari pendapatan, yang berarti keuntungan negatif, situasi ini disebut rugi. Pengertian tersebut memasukkan tingkat keuntungan terhadap modal dan terhadap pengambilan risiko ke dalam biaya. Tabel 2.2. menjelaskan bagaimana istilah biaya dan keuntungan yang digunakan oleh para pakar ekonomi.

Tabel 2.2. Perhitungan Keuntungan Ekonomis: Sebuah Contoh

Hasil penjualan kotor Rp xxxx Dikurangi biaya langsung produksi

(bahan baku, tenaga kerja, listrik) xxxx ”keuntungan kotor” (atau ”kontribusi bagi biaya

tidak langsung”) xxxx Dikurangi biaya tidak langsung

(penyusutan) xxxx ”keuntungan bersih” xxxx Pajak penghasilan xxxx ”keuntungan bersih” sesudah pajak xxxx Dikurangi keuntungan normal (misalnya biaya

terkait untuk modal sendiri yang digunakan dan

pengambilan risiko) xxxx Keuntungan ekonomis Rp xxxx Sumber : Lipsey, 2001

(47)

normal (BPS, 2004). Perubahan keuntungan yaitu metode untuk mengukur seberapa besar perubahan keuntungan yang diperoleh setiap periodenya. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (2.5)

2.5. Penentuan Harga Keseimbangan Jangka Pendek

Kondisi pasar persaingan sempurna dalam jangka pendek terdapat tiga kemungkinan posisi keseimbangan sebuah perusahan, secara grafis digambarkan dalam Gambar 2.2. Ketika harga produk adalah P1 dan jumlah produk adalah q1,

harga barang lebih tinggi dari SAVC (pada jumlah produk q1), tetapi lebih rendah

dari SATC, artinya biaya variabel (SAVC) dapat terbayar pada saat p1, tetapi

sebagian dari SAFC tidak dapat dibayar. Keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam jangka pendek adalah sebesar P*EAC yang merupakan selisih antara penerimaan (P*Eq*0) dengan biaya total (CAq*0).

Gambar 2.2. Kemungkinan Posisi Keseimbangan Jangka Pendek dari Perusahaan dalam Persaingan Sempurna

(48)

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang sektor informal telah banyak dilakukan, diantaranya Harahap (1998) tentang sektor informal pedagang kaki lima yang mengemukakan bahwa pendapatan dipengaruhi oleh pengalaman kerja, curahan kerja, dan modal awal usaha, sedangkan pengeluaran untuk konsumsi dipengaruhi oleh dispossible income, tabungan dan investasi. Pengeluaran untuk investasi dipengaruhi oleh jumlah anak sekolah, dispossible income, tabungan, dan konsumsi.

Susetya (1996) dalam penelitiannya di daerah obyek wisata Kebun Raya Cibodas dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, mengemukakan bahwa keberadaan objek wisata memberikan banyak manfaat bagi warga sekitarnya berupa kesempatan berusaha khususnya di sektor informal. Jenis usaha yang banyak berkembang adalah usaha makanan dan minuman, usaha tanaman hias, usaha buah-buahan, pedagang asongan, souvenir, juru foto dan juru parkir serta penyewaan kuda dan jasa angkutan. Dari semua jenis usaha ini yang terbanyak menyerap tenaga kerja adalah usaha asongan. Pengusaha sektor informal ini cenderung memakai tenaga kerja dari dalam keluarga (sekitar 75 persen). Keseluruhan pendapatan usaha di sektor informal ini rata-rata sebesar Rp 219.271/bulan, dimana 56,45 persen responden memperoleh pendapatan kurang dari Rp 200.000 /bulan dan dari besarnya pendapatan, usaha makanan dan jasa angkutan umum adalah usaha yang memperoleh pendapatan tertinggi.

(49)

daerah, status usaha, status perkawinan, motivasi kerja, kontinuitas usaha, tingkat pengeluaran, lokasi dan lingkungan serta hambatan usaha. Faktor-faktor tersebut sangat bervariasi antara satu kelompok usaha dengan kelompok usaha yang lain. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha di sektor informal pada tingkat α sebesar 15 persen antara lain lama pendidikan, biaya usaha, tenaga kerja dan Dummy modal awal usaha. Adapun nilai koefisien yang didapat dari masing-masing peubah tersebut adalah -80.420; 0,11158; 1100,5 dan 768.428. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan seseorang bekerja di sektor informal pada tingkat α sebesar 15 persen antara lain lama pendidikan, curahan kerja, status perkawinan dan motivasi kerja. Hasil pendugaaan model logistik diperoleh nilai odds ratio masing masing sebesar 1,34; 1,01; 5,52 dan 9,68. Sektor informal mempunyai keterkaitan baik antar sektor informal itu sendiri maupun dengan sektor formal. Hal ini dapat dilihat dari hubungan yang terjadi melalui arus barang dan arus uang.

(50)

pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.

Sedangkan Fauzi (2007) melakukan penelitian mengenai analisis komparatif keterkaitan inflasi dengan nilai tukar riil di kawasan Asia (ASEAN+3) dan non Asia (Uni Eropa dan Amerika Utara) yang bertujuan untuk menganalisis hubungan keterkaitan inflasi dengan nilai tukat riil serta membandingkan bagaimana respon/kepekaan inflasi terhadap perubahan nilai tukar riil di berbagai kawasan di dunia (ASEAN+3 dan Uni Eropa, Amerika Utara). Hasil analisisnya menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara nilai tukar riil dan laju inflasi, dimana nilai tukar riil signifikan berpengaruh terhadap laju inflasi untuk kawasan Asia.

2.7. Kerangka Pemikiran

Krisis ekonomi tahun 1997-1998 lebih memberikan efek destruktif terhadap sektor ekonomi formal. Krisis ekonomi yang distimulasi oleh depresiasi Rupiah sangat memukul perusahaan-perusahaan yang berutang dalam valuta asing dan berkecimpung dalam kegiatan impor. Krisis ekonomi ini menyebabkan banyak perusahaan besar yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bahkan hingga gulung tikar sehingga pengangguran meningkat dan tingkat kesejahteraan masyarakat menurun.

(51)

tidak memerlukan keterampilan khusus bagi tenaga kerja, dan penggunaan teknologi sederhana. Salah satu bentuk usaha informal tersebut adalah usaha warung makan sederhana. Warung makan sederhana merupakan salah satu bentuk perdagangan informal yang potensial untuk dikembangkan karena dapat menciptakan lapangan pekerjaan, modal yang relatif kecil, dan tidak memerlukan persyaratan teknis dalam mendirikannya. Perkembangan warung makan sederhana dapat mengurangi pengangguran karena karakteristik tenaga kerja yang dibutuhkan tidak harus memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi.

(52)

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Krisis Ekonomi:

1. Industri besar dan sedang mengalami stagnasi

2. Pengangguran meningkat

Sektor informal:

1. Keragaman usaha yang cukup luas,

2. Modal yang relatif kecil,

3. Tidak memerlukan keterampilan khusus bagi tenaga kerja,

4. Penggunaan teknologi sederhana.

Pasar input Warung makan sederhana

Model Regresi Sederhana

- Modal Usaha

- Harga Minyak Goreng

- Harga Minyak Tanah

- Harga Beras

- Harga Daging Sapi

- Harga Daging Ayam

- Harga Ikan

Keuntungan

Estimasi dengan Pooled OLS

Strategi peningkatan keuntungan dan  volume penjualan warung makan sederhana Uji Kebaikan Model

(53)

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada pendahuluan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :

1. Usaha warung makan di sekitar kampus IPB Dramaga diduga selalu memberikan keuntungan berdasarkan hasil data pengeluaran, pendapatan, dan keuntungan yang dikumpulkan dari kuisioner. Berdasarkan data tersebut pendapatan selalu lebih besar dari pengeluaran.

(54)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan tujuan responden yaitu warung makan sederhana di sekitar kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor tepatnya di Kecamatan Dramaga Jalan Babakan Raya, Babakan Tengah dan warung makan yang berada di dalam lingkungan kampus IPB Dramaga. Wilayah ini dipilih menjadi lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa:

1. Kecamatan Dramaga merupakan wilayah lingkup region kecil namun dihuni oleh banyak penduduk dan mayoritas mahasiswa IPB;

2. Adanya kampus IPB merupakan potensi yang strategis untuk pengembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi bagi wilayah sekitar; 3. Kecamatan Dramaga merupakan salah satu tempat tujuan wisata kuliner,

karena memiliki banyak tempat makan tepatnya warung makan sederhana. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2008 meliputi kegiatan penyusunan kuisioner, pengolahan data dan analisis data, kemudian penulisan laporan dalam bentuk skripsi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

(55)

disebarkan kepada responden. Survey kepada responden dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner. Kuisioner dalam penelitian ini terdiri atas kuisioner terbuka dan tertutup. Responden yang diwawancarai merupakan warung makan sederhana di sekitar kampus IPB Dramaga yaitu Daerah Babakan Raya, Babakan Tengah dan warung makan yang berada di dalam lingkungan kampus IPB Dramaga. Kuisioner terbuka dilakukan dengan cara peneliti memberi pertanyaan dan meminta responden menguraikan pendapat/pendiriannya dengan panjang lebar. Sedangkan kuisioner tertutup terdiri atas pertanyaan-pertanyaan dengan jumlah jawaban tertentu sebagai pilihan dan responden memilih jawaban yang paling sesuai dengan pendiriannya (Nasution, 2003).

Tabel 3.1. Data Primer dan Data Sekunder dalam Penelitian

Data Primer  Data Sekunder

ƒ Jumlah  perusahaan 

perdagangan di Kota 

Bogor 

ƒ Daftar perkembangan 

harga  rata‐rata 

ƒ Dinas Perindustrian, 

Perdagangan  dan 

Koperasi Kota Bogor 

ƒ Dinas Perindustrian, 

Perdagangan  dan 

Koperasi Kota Bogor 

3.3. Metode Pengambilan Contoh

(56)

mewakili usaha warung makan sederhana yang ingin diteliti, yaitu usaha warung nasi dimana masing-masing warung nasi dilakukan penelitian setiap hari selama bulan Maret 2008. Teknik penarikan contoh yang digunakan yaitu teknik penarikan contoh acak sederhana (Simple Random Sampling).

3.4. Model Penelitian Umum

Analisis yang berkenaan dengan tingkat keuntungan dan penjualan warung

makan sederhana menggunakan model regresi linear berganda dan diestimasi dengan

menggunakan metode Common Effect Model. Model regresi linear berganda merupakan

model yang paling sederhana dan yang paling sering digunakan. Model yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Model keuntungan:

π = f(M, Pmg, Pmt, Pb, Ps, Pa, Pi) ... (3.1)

atau:

π = a0 + a1M + a2Pmg + a3Pmt + a4Pb + a5Ps + a6Pa + a7Pi + e ... (3.2)

dimana:

π = Keuntungan usaha (Rp). M = Modal usaha (Rp).

Pmg = Harga minyak goreng (Rp/Kg).

Pmt = Harga minyak tanah (Rp/Liter).

Pb = Harga beras (Rp/Liter).

Ps = Harga daging sapi mentah (Rp/Kg).

Pa = Harga daging ayam mentah (Rp/Kg).

Pi = Harga ikan mentah (Rp/Kg).

a0 = Konstanta.

ai = Koefisien (i=1,2,3,…,n).

(57)

3.5. Metode Analisis Data Panel

Suatu penelitian terkadang dihadapkan pada persoalan mengenai ketersediaan data (data availability) untuk mewakili variabel yang digunakan dalam penelitian. Misalnya, bentuk data dalam series yang tersedia pendek sehingga proses pengolahan data time series tidak dapat dilakukan berkaitan dengan persyaratan jumlah data yang minim. Atau bentuk data dengan jumlah unit cross section yang terbatas, sehingga sulit dilakukan proses pengolahan data cross section untuk mendapatkan informasi dari model yang diteliti. Berdasarkan teori ekonometrika kedua kondisi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar diperoleh hasil estimasi yang lebih baik/efisien dengan terjadinya peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi terhadap peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom). Data time series dalam penelitian ini adalah waktu pengumpulan data dengan kuisioner yang dilaksanakan pada tanggal 1 – 31 Maret 2008, dan data cross section berupa jumlah usaha warung makan yang menjadi responden.

(58)

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. Banyak memperoleh informasi yang lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom dan lebih efisien.

3. Lebih banyak untuk studi dynamics of adjustment.

4. Mampu lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengatur efek secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau time series murni.

5. Dapat menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Analisis model data panel terdiri dari tiga macam pendekatan, yaitu common effect model (ECM), fixed effect dan random effect. Ketiga pendekatan yang dilakukan dalam analisis data panel ini akan dijelaskan pada bagian berikut:

3.5.1. Common Effect Model (ECM)

Common Effect Model merupakan suatu metode pengkombinasian sederhana antara data time-series dan data cross-section dan selanjutnya dilakukan estimasi model yang mendasar menggunakan Kuadrat Terkecil Sederhana (OLS). Metode pooled OLS dapat dispesifikasikan ke dalam model berikut:

Ŷit = α + X it ... (3.3)

(59)

setiap individu yang diobservasi. Hal ini menyebabkan variabel-variabel yang diabaikan akan membawa perubahan pada intersep time-seris dan cross-section.

3.5.2. Metode Fixed Effect

Masalah yang timbul pada penggunaan metode common effect model yaitu adanya asumsi bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama pada setiap individu yang diobservasi. Untuk memperhitungkan individualitas dari setiap unit cross-section dapat dilakukan dengan cara menjadikan intersep berbeda pada tiap unit individu. Pada metode fixed effect ditambahkan variabel dummy untuk mengubah intersep, tetapi koefisien-koefisien lainnya tetap sama untuk setiap individu yang diobservasi. Metode ini dapat dispesifikasikan kedalam model berikut:

Ŷit=α+ i X it+ 2W3t+…+ N WNT+ 2 Zi2+ 3Zi3+...+ T Zit+ it ... (3.4)

dimana: Wit = 1 untuk individu ke-i, i = 2,...,N; 0 untuk lainnya Zit= 1 untuk individu ke-t, t = 2,...,T; 0 untuk lainnya

(60)

langsung penyebab perubahan garis regresi pada periode dan individu. Kedua, yaitu teknik variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat bebas (Pyndick dan Rubinfeld, 1998).

3.5.3. Metode Random Effect

Penggunaan variabel dummy pada metode fixed effect masih menghasilkan kekurangan pada informasi mengenai model. Oleh karena itu, kekurangan informasi tersebut dapat digambarkan melalui komponen galat (disturbance atau error term).Pada metode random effect dimasukkan komponen galat (error term) ke dalam model untuk menjelaskan variabel prediktor (explanatory variable) yang tidak masuk ke dalam model, komponen non linearitas hubungan variabel bebas dan variabel tidak bebas, kesalahan ukur saat observasi dilakukan serta kejadian yang sifatnya acak. Metode random effect dapat dispesifikasikan kedalam model berikut:

Ŷit=α+ i X it+ it ... (3.5)

it=Ui+Vt+Wit ... (3.6)

dimana Ui ~ N (0, σμ 2) = komponen galat cross-section Vt ~ N (0, σ u 2) = komponen galat time-series

Wt ~ N (0, σ w 2) = komponen galat time-series dan komponen galat cross section.

(61)

yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

Secara umum, dalam pengujian estimasi model-model data panel diperlukan sebuah strategi. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menguji:

a) RE vs FE (Hausman Test). b) PLS vs FE (Chow Test).

Kerangka pengambilan keputusan dalam memilih sebuah model yang digunakan adalah sebagai berikut:

• Jika (b) tidak signifikan maka gunakan Pooled Least Square.

• Jika (b) signifikan namun (a) tidak signifikan maka gunakan andom Effect

Model.

• Jika keduanya signifikan maka gunakan Fixed Effect Model.

Urutan individu yang diobservasi pada data cross section ditunjukkan oleh i, sedangkan t menunjukan periode pada data time-series. Formulasi dari metode Random Effect diperoleh dari model Fixed Effect dengan mengasumsikan bahwa efek rata-rata dari variabel-variabel time-series dan cross section yang acak termasuk ke dalam intersep dan deviasi acak rata-rata tersebut sama dengan komponen galat, ui dan vt. Pada metode Random Effect diasumsikan bahwa

Chow Test 

Fixed Effect 

Random Effect

Pooled Least 

Hausman Test 

(62)

komponen galat individual tidak berkolerasi satu sama lain dan tidak ada autokolerasi antara setiap unit cross section dan time-series (Pyndick dan Rubinfeld, 1998).

Chow Test

Chow Test dimana beberapa buku menyebutnya sebagai pengujian Fstatistik

adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa asumsi setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Model Pooled Least Square

H1 = Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap Hipotesis Nol (H0) adalah dengan menggunakan Fstatistik

seperti yang dirumuskan oleh Chow:

)

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square

N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variable penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi Fatatistik dengan derajat bebas (N-1,

(63)

bukti untuk melakukan penolakan terhadap Hipotesis Nol sehingga model yang digunakan adalah model Fixed Effect, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter (stability test).

Hausman Test

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model Fixed Effect atau model Random Effect. Seperti yang telah diketahui bahwa penggunaan model Fixed Effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan model Random Effect pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hausman Test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Random Effects Model

Hi = Fixed Effects Model

Dengan menggunakan software E-Views 4.1 sebagai dasar penolakan hipotesis nol yaitu jika Statistik Hausman Chi Square Table atau dapat juga dengan menggunakan nilai probabilitas (p-value). Jika p-value lebih kecil dari tingkat kritis nilai taraf nyata, maka tolak hipotesis untuk memilih Random Effects Model. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

m = ( -b)(M0-M1)-1( -b) ~ X2(K) ... (3.8) dimana β adalah vector untuk statistik variable fix effect, b adalah vektor statistik variabel Random Effect, M0 adalah mariks kovarians untuk dugaan FEM, dan M1

(64)

Penelitian ini tidak dapat dilakukan Chow Test dan Hausman Test dikarenakan, pertama, ketika dilakukan bahasa pemrograman khusus untuk mengetahui apakah model Common Effect atau Fixed Effect didapat pesan bahwa “Near Singular Matrix” maka model tidak memenuhi syarat menggunakan Fixed Effect. Kedua, karena jumlah data Cross Section tidak lebih besar dibandingkan Time Series (sampelnya), maka model tidak memenuhi syarat Random Effect Model.

LM Test atau lebih lengkap disebut The Breusch-Pagon LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect atau Pooled Least Square. LM Test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 = Model Pooled Least Square

H1 = Model Random Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang

mengikuti distribusi dari Chi-Square. Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari hasil estimasi model Pooled Least, dimana:

2 Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ2

tabel, maka cukup bukti untuk

(65)

3.6. Uji Validitas Model 3.6.1. Uji tstatistik

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas (secara parsial) berpengaruh pada variabel terikatnya.

Hipotesis:

Uji statistik yang digunakan adalah uji t :

b

b = Koefisien regresi parsial sample. B = Koefisien regresi parsial populasi. Sb = Simpangan baku koefisien dugaan.

Kriteria uji yang digunakan adalah apabila nilai thitung>tα 2(nk), maka

tolak H0, sedangkan apabila nilai thitung<tα 2(nk), maka terima H0. Hasil yang

didapatkan dari perbandingan tersebut jika thitung>ttabel maka tolak H0 berarti

variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf nilai nyata. Hasil yang didapat jika thitung<ttabel maka terima H0 yang berarti variabel yang digunakan tidak

(66)

3.6.2. Uji Fstatistik

Uji Fstatistik digunakan untuk menduga persamaan secara keseluruhan. Uji

Fstatistik dapat menjelaskan kemampuan variabel eksogen secara bersamaan dalam

menjelaskan keragaman variabel endogen. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel eksogen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Hal ini disebut sebagai hipotesis nol. Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (uji Fstatistik) adalah:

0 ...

: 0 1 2

0 = = = = i =

H β β β β (tidak ada pengaruh nyata variabel-variabel

persamaan).

:

i

H minimal salah satu βi ≠0(paling sedikit ada 1 variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen). dimana: i =1, 2, 3,…, k;

β= dugaan parameter

Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F adalah:

Fhitung =

K = Jumlah koefisien regresi dugaan

Kriteria uji yang digunakan adalah apabila nilai Fhitung lebih besar dari Fα

(67)

terima H0. Hasil yang didapatkan dari perbandingan tersebut jika Fhitung lebih

besar dari Ftabel maka tolak H0, artinya ada minimal satu parameter dugaan yang

tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen. Hasil yang didapat jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka terima H0, artinya secara

bersama variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel endogen.

3.6.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikatnya. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat R2 yaitu :

1. Merupakan besaran non-negative.

2. Batasnya adalah 0≤R2 ≥1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika nilai R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel terikat dan bebasnya.

Nilai koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut:

TSS

(68)

Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R2 untuk menilai baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model, sehingga Adjusted R-squared bisa juga digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikatnya. Adjusted R-squared secara umum memberikan penalty atau hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi nilai R2 bahkan dapat turun jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. Bahkan untuk model yang memiliki kecocokan rendah (goodnes of fit), Adjusted R-squared dapat memiliki nilai yang negatif. Nilai Adjusted R-squared dapat dihitung sebagai berikut:

)

dimana k adalah banyaknya parameter dalam model termasuk faktor intersep. Persamaan (3.4) dapat ditulis sebagai berikut :

2

3.7. Evaluasi Model

(69)

disturbance) atau keduanya. Hasil estimasi model tersebut diharapkan memperoleh konstanta intersep yang berbeda-beda untuk masing-masing warung makan setiap harinya.

3.7.1. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi linear berganda adalah keragaman dari masing-masing populasi menyebar normal atau homoskedastisitas. Jika ragam masing-masing tidak sama, maka terjadi masalah heteroskedastisitas. Hal ini mengakibatkan estimasi yang dihasilkan tidak efisien tetapi tetap menghasilkan estimator yang unbiased dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan maka akan terjadi misleading (Gujarati, 2003).

Gejala heteroskedastisitas umumnya dapat dideteksi dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity pada program E-Views. Pengujian ini dilakukan

dengan membandingkan nilai Obs*R-Squared dengan χ2 (Chi-Squared) tabel.

Jika nilai Obs*R-Squared lebih kecil dari χ2 (Chi-Squared) tabel, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

(70)

3.7.2. Autokorelasi

Di dalam berbagai penelitian seringkali terjadi adanya hubungan antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi observasi yang lain. Nisbah antara observasi inilah yang disebut sebagai masalah autokorelasi. Adanya autokorelasi akan menyebabkan terjadinya:

a. Tidak menghasilkan nilai estimasi BLUE (Best Linear Unbiased Estimations).

b. Nilai galat baku ter-autokorelasi, sehingga ramalan tidak efisien. c. Ragam galat terbias.

d. Terjadi pendugaan kurang pada ragam galat (standar error underestimated), sehingga Sb underestimated. Oleh karena itu, t overestimate cenderung lebih besar dari yang sebenarnya dan tadinya tidak signifikan menjadi signifikan.

Gejala autokolerasi dapat dideteksi dengan membandingkan nilai DWstatistik dengan DWtabel. Pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak ada autokolerasi.

H1 : Ada autokolerasi.

Adapun kriteria autokolerasi dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.2. Kriteria Identifikasi Autokolerasi

Nilai DW  Kesimpulan 

4 – dl < DW < 4  Tolak H0, terdapat autokolerasi negatif 

4 – du < DW < 4 – dl   Hasil tidak dapat ditentukan  2 < DW < 4 – du   Terima H0, tidak ada autokolerasi 

du < DW < 2   Terima H0, tidak ada autokolerasi 

dl < DW < du   Hasil tidak dapat ditentukan

0 < DW < dl  Tolak H0, terdapat autokolerasi positif  

(71)

3.7.3. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah:

1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.

2. R2-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak atau bahkan tidak ada yang berpengaruh nyata.

3. Korelasi sederhana antar variabel individu tinggi (rij tinggi).

4. R2 < rij2 menunjukkan adanya multikolinieritas.

Konsekuensi multikolinieritas adalah hasil estimasi tidak dapat ditentukan dan galat baku menjadi tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak benar. Indikasi multokolinearitas dapat dilihat dari hasil tstatistik dan Fstatistik. Jika terdapat salah

satu nilai tsatistik yang diduga tidak signifikan sementara Fstatistik-nya signifikan,

maka diduga terdapat multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan perlakuan cross section weight, sehingga tstatistik dan Fstatistik singnifikan. Solusi lain

dari permasalahan ini adalah:

1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.

2. Mengkombinakasikan data cross-sectional dan data time-series. 3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi.

4. Mentransformasikan data.

Gambar

Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Tabel 1.3.
Tabel 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait