• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Menopause dengan Terjadinya Xerostomia pada Anggota Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Menopause dengan Terjadinya Xerostomia pada Anggota Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MENOPAUSE DENGAN TERJADINYA XEROSTOMIA

PADA ANGGOTA PERWIRITAN NURUL IHSAN

KELURAHAN PAYAROBA KECAMATAN BINJAI BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna maraih gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ZORAIDA SARI LUBIS NIM : 060600111

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedoteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2011

Zoraida Sari Lubis

Hubungan Menopause dengan Terjadinya Xerostomia pada Anggota Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

x + 48 halaman

Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi. Terjadinya menopause pada wanita diikuti berbagai gejala atau perubahan termasuk perubahan pada rongga mulut, salah satunya adalah terjadinya xerostomia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara menopause dengan terjadinya xerostomia pada anggota Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

Penelitian ini dilakukan secara survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini melibatkan 112 orang subjek. Subjek dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari wanita yang telah mengalami menopause dan kelompok kedua terdiri dari wanita yang belum mengalami menopause.

Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p < 0,05) antara menopause dengan terjadinya xerostomia.

(3)

HUBUNGAN MENOPAUSE DENGAN TERJADINYA XEROSTOMIA

PADA ANGGOTA PERWIRITAN NURUL IHSAN

KELURAHAN PAYAROBA KECAMATAN BINJAI BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna maraih gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ZORAIDA SARI LUBIS NIM : 060600111

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 20 Januari 2011

Pembimbing Tanda Tangan

Syuaibah Lubis, drg. ………

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 20 Januari 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Syuaibah Lubis, drg.

ANGGOTA : 1. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM. 2. Nurdiana, drg., Sp.PM.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayat serta karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Menopause dengan Terjadinya Xerostomia pada Anggota Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat” selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat guna maraih gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tersayang, Ayahanda Rivai Lubis dan Ibunda Sakirah, SPd. atas cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan selalu memberi dukungan kepada penulis serta kedua saudara penulis Reza Achmad Lubis dan Nusyirwan Habibi Lubis yang juga ikut memberikan dukungan.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Syuaibah Lubis, drg. selaku selaku pembimbing skripsi atas kesabaran dan waktu yang diberikannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2.Simson Damanik, drg., M. Kes. selaku dosen wali penulis yang selalu memberikan saran dan bimbingan kepada penulis selama menjalani masa kuliah.

(7)

bimbingan, bantuan, dan petunjuk selama penulis menjalani pendidikan dan penyusunan skripsi ini.

4.Teman-teman mahasiswa FKG Angkatan 2006 khususnya Rahma Tika Sari, Noviarni, Rohani Ramlah, Sari Darwita, Ayu Diah Rifki dan lain-lain yang tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan dan masukan yang sangat berharga bagi kualitas skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut mambantu dalam penyusunan skripsi ini dan memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian ini. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ilmu Penyakit Mulut.

Medan, 16 Januari 2011 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

(9)

3.3.3 Besar Sampel ... 24

3.4 Kriteria Inklusi Dan Ekslusi... 25

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 25

2.1.1 Kriteria Ekslusi ... 25

3.5 Variabel Penelitian ... 25

3.5.1 Variabel Bebas ... 25

3.5.2 Variabel Terikat ... 25

3.6 Definisi Operasional ... 25

3.7 Alat Penelitian ... 26

3.7 Cara Pengumpulan Data ... 27

3.8 Pengolahan Data ... 27

3.9 Analisis Data... 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 28

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian ... 28

4.2 Frekuensi Xerostomia... 29

BAB 5 PEMBAHASAN ... 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Awal Mula (Onset) Menopause ... 4

2 Hubungan antara Dosis Penyinaran dan Sekresi Saliva ... 10

3 Obat-Obatan yang Menyebabkan Mulut Kering... 11

4 Data Demografis Anggota Perwiritan ... 28

5 Distribusi Responden Menopause dan Belum Menopause Berdasarkan Umur ... 29

6 Distribusi Frekuensi Xerostomia Berdasarkan Umur ... 30

7 Hubungan Menopause dengan Terjadinya Xerostomia... 31

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian... 40

2 Lembar penjelasan kepada subjek penelitian ... 41

3 Lembar persetujuan setelah penjelasan ... 43

4 Contoh kuesioner ... 44

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saliva berfungsi menjaga rongga mulut tetap basah dan membantu dalam pengunyahan, penelanan, pencernaan, bicara, dan netralisasi immunologik.1 Jika fungsi saliva terganggu dan menyebabkan mulut kering, keadaan itu disebut xerostomia. Xerostomia merupakan keluhan subjektif berupa kekeringan di dalam mulut yang ditandai dengan menurunnya jumlah aliran saliva dari normal akibat penurunan produksi saliva dari kedua kelenjar mayor dan minor.2 Manifestasi berkurangnya aliran saliva dapat ringan, tanpa keluhan dari pasien atau parah dengan banyak sekali keluhan. 1

Xerostomia lebih umum ditemukan pada usia lanjut, dimana frekuensinya berkisar antara 13-39%, dan meningkat menjadi 60% pada mereka yang menjalani pengobatan atau perawatan di rumah sakit. Menurut International Dental Federation (IDF), 50% dari populasi usia 40-50 tahun atau lebih mengalami penurunan objektif aliran saliva, atau hiposalivasi dan meningkat hingga 70% pada populasi usia 70 tahun atau lebih. Perubahan pada kelenjar ludah terkait dengan usia, namun tidak ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa xerostomia semata-mata merupakan hasil dari proses penuaan.3

Xerostomia (sindroma mulut kering) merupakan gejala yang relatif umum. Prevalensinya berkisar antara 14-46%, yang secara konsisten lebih tinggi pada wanita. Menurut Thomson dkk. dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada populasi 939 orang, menunjukkan bahwa prevalensi xerostomia pada wanita 8,1% dan pada laki-laki 3,1%. 3

(14)

ovarium yang mulai terjadi pada wanita usia 40-58 tahun.3,4 Menurut J.H Meurman dari University of Helsinki Finlandia 80% dari wanita usia 80 tahun ke atas mengalami xerostomia.5 Prevalensi xerostomia pada wanita menopause berdasarkan penelitian Mojabi KB, dkk (2006) adalah 50%.6 Xerostomia pada wanita yang menopause terjadi karena perubahan hormonal yang mempengaruhi sekresi saliva.7

Atas fakta tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai xerostomia pada wanita menopause. Penelitian akan dilakukan pada anggota perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat yang terdiri dari 146 anggota perwiritan dan semuanya adalah wanita yang berusia 26 - 76 tahun yang sebagian besar adalah wanita yang telah mengalami menopause.

1.2 Permasalahan

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka timbul permasalahan apakah ada hubungan menopause dengan terjadinya xerostomia pada anggota perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan menopause dengan terjadinya xerostomia pada anggota perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

(15)

2. Hasil penelitian dapat bermanfaat dalam usaha peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien khususnya pada wanita menopause.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan antara menopause terhadap terjadinya xerostomia. 2. Hipotesis Alternatif (HA)

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

Menurut arti katanya, menopause berasal dari dua kata dari bahasa Yunani yaitu “men” berarti bulan, “pause, pausis, paudo” berarti periode atau tanda berhenti, sehingga menopause diartikan sebagai berhentinya secara definitif menstruasi.8,9 Menopause secara teknis menunjukkan berhentinya menstruasi, yang dihubungkan dengan berakhirnya fungsi ovarium secara gradual, yang disebut klimakterium. Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi,9 namun seorang wanita dikatakan telah mengalami menopause setelah dia tidak mengalami menstruasi minimal selama 12 bulan.10

Perempuan biasanya mengalami menopause antara 40 dan 58 tahun, dengan usia rata-rata menjadi 51 tahun.4,11. Perokok dan wanita dengan penyakit kronis cenderung mengalami menopause pada usia lebih dini.12

Tabel 1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AWAL MULA (ONSET) MENOPAUSE12

Earlier onset Later onset

• Merokok • Nulliparity

• Radiasi dan kemoterapi daerah pelvis

• Pengobatan untuk depresi • Keluarga

• Multiparitas

(17)

2.1.1 Patofisiologi Menopause

Ovarium wanita memiliki jumlah oosit terbesar selama bulan kelima kehamilan dan memiliki sekitar 1.000.000 - 2.000.000 oosit saat lahir. Pada saat masa penuaan, proses atresia mengurangi jumlah oosit, sehingga di masa menopause seorang wanita mungkin hanya memiliki beberapa ratus hingga beberapa ribu oosit saja yang tertinggal. Ovarium tersebut memproduksi 3 hormon penting yaitu estrogen, progesteron, dan androgen.12

Estrogen secara endogen memproduksi Estrone (E1), estradiol (E2) dan estriol (E3). Estradiol (E2) diproduksi oleh folikel ovarium dominan selama siklus menstruasi bulanan dan merupakan estrogen alami yang paling ampuh. Estrone (E1) adalah bentuk dominan estrogen selama menopause. Ini diproduksi dalam jumlah kecil oleh ovarium dan kelenjar adrenal, dan terutama diturunkan oleh konversi perifer androstenedion dalam jaringan adiposa.12

Progesteron diproduksi oleh korpus luteum dan menyebabkan penebalan endometrium dalam persiapan untuk penempelan ovum yang telah dibuahi. Progesteron juga menghambat tindakan estrogen pada jaringan tertentu. Pada wanita yang anovulatori, tidak ada korpus luteum terbentuk. Oleh karena itu, estrogen sering tidak terhalangi. Hal ini dapat mengakibatkan penumpukan pada endometrium, menyebabkan perdarahan menstruasi yang tidak teratur pada fase perimenopause.4,

(18)

memulai proses kembali lagi dengan mulai menumbuhkan lebih banyak folikel untuk ovum baru dan siklus baru.4,12

Ovarium pada saat menopause tidak lagi menghasilkan estradiol (E2) atau inhibin dan progesteron dalam jumlah yang bermakna, dan estrogen hanya dibentuk dalam jumlah kecil. Oleh karena itu, FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) tidak lagi dihambat oleh mekanisme umpan balik negatif estrogen dan progesteron yang telah menurun dan sekresi FSH dan LH menjadi meningkat dan FSH dan LH plasma meningkat ke tingkat yang tinggi. Fluktuasi FSH dan LH serta berkurangnya kadar estrogen menyebabkan munculnya tanda dan gejala menopause, antara lain rasa hangat yang menyebar dari badan ke wajah (hot flashes), gangguan tidur, keringat di malam hari, perubahan urogenital, osteopenia/ kepadatan tulang rendah, dan lain-lain.8,11,12

2.1.2 Gejala-Gejala dan Perubahan-Perubahan yang Menyertai Menopause

Terjadinya menopause pada wanita biasanya diikuti dengan berbagai gejala atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan wanita tersebut.8

2.1.2.1 Perubahan Fisik

Keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala menopause antara lain: 2.1.2.1.1 Ketidakteraturan siklus haid

(19)

2.1.2.1.2 Serangan rasa panas (hot flashes)

Serangan rasa panas (hot flashes) juga merupakan gejala lain yang umum dialami selama transisi menopause. Ini dialami oleh 75-85 % wanita Eropa dan Amerika Utara. Serangan rasa panas adalah sensasi dari panas seluruh tubuh, terjadi peningkatan suhu tubuh dan kemerahan pada wajah yang sering disertai dengan keringat pada kepala, leher, dan thorax bagian atas, jantung berdebar-debar dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh. Serangan rasa panas biasanya berkisar antara satu dan lima menit dan sering diikuti oleh menggigil.4 Hal ini terjadi karena tidak adanya keseimbangan pada vasomotor.9

2.1.2.1.3 Perubahan urogenital

Urogenital Estrogen Reseptor (ER) terdapat pada berbagai jaringan, termasuk urethra dan bladder. Penurunan estrogen pada menopause menyebabkan jaringan urethra mengecil sehingga dapat terjadi disuria, dan frekuensi urin meningkat. Perubahan pada vagina dan vulva juga dapat terjadi, meliputi atropi vagina, atropi cervic dan kekeringan vagina.12

2.1.2.1.4 Perubahan kulit

Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika menstruasi berhenti maka kulit terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Kulit di bagian bawah mata menjadi menggembung seperti kantong dan lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas.8

2.1.2.1.5 Keringat di malam hari dan sulit tidur

(20)

menyebabkan insomnia (sulit tidur) dan bila ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi.8

2.1.2.1.6 Perubahan pada rongga mulut

Perubahan rongga mulut dilaporkan dapat terjadi pada pada wanita menopause (20-90%), termasuk ketidaknyamanan oral (rasa sakit dan sensasi terbakar), mulut kering (xerostomia) dan persepsi rasa berubah.13,14 Etiologi dari ketidaknyamanan oral ini berhubungan dengan perubahan pada kuantitas dan kualitas saliva.6

Perubahan mukosa mulut karena berkurangnya tingkat estrogen pada epitel berkeratin bersama dengan penurunan sekresi saliva pada wanita menopause dapat terjadi bervariasi dari warna yang menjadi pucat sampai ke kondisi yang dikenal sebagai gingivostomatitis menopause, ditandai dengan gingiva kering, mengkilap dan mudah berdarah pada probing dan saat menyikat gigi, serta berkurangnya laju saliva.13,14

2.1.2.1.7 Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa dan kepadatan tulang sehingga tulang menjadi lemah. Apabila terus berlanjut, maka tulang menjadi lebih rapuh dan bahkan dengan tekanan yang ringan saja dapat menyebabkan tulang menjadi fraktur. Osteoporosis banyak terjadi pada orang lanjut usia dan paling banyak mengenai wanita menopause.14,15 Estrogen memiliki efek protektif pada tulang dengan mencegah kehilangan tulang secara keseluruhan. Wanita yang telah mengalami menopause dapat kehilangan kepadatan tulang sampai 4-5% per tahun karena kehilangan estrogen yang terjadi pada saat menopause.12

(21)

bukanlah faktor etiologi periodontitis, namun dapat mempengaruhi keparahan penyakit periodontitis yang sudah ada sebelumnya.15 Menopause berhubungan dengan kondisi periodontal, namun bukan merupakan faktor risiko.14

2.1.2.2 Perubahan Psikologis

Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting berperan dalam kehidupan sosial lansia. Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, mudah marah, ingatan menurun, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, merasa tidak berdaya, mudah menangis, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi.8

2.2 Xerostomia

Xerostomia secara harfiah “mulut kering” (xeros = kering dan stoma = mulut).7 Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang sering namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau berkurangnya aliran saliva, namun adakalanya jumlah atau aliran saliva normal tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya kering.16,17

2.2.1 Etiologi Xerostomia

Xerostomia dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain efek radioterapi, efek farmakologis atau efek samping obat-obatan, gangguan kelenjar saliva, gangguan sistem syaraf, faktor-faktor lokal seperti kebiasaan buruk, kelainan kongenital, defisiensi nutrisi dan hormonal, keadaan fisiologis serta penyakit sistemik.

2.2.1.1 Efek Radioterapi pada Daerah Kepala dan Leher

(22)

untuk perawatan kanker sudah banyak diketahui. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran.7,16

Tabel 2. HUBUNGAN ANTARA DOSIS PENYINARAN DAN SEKRESI SALIVA7

Dosis Gejala

< 10 Gray* 10 – 15 Gray 15 – 40 Gray >40 Gray

Reduksi tidak tetap sekresi ludah Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan

Reduksi masih terus berlangsung, masih reversibel

Perusakan irreversibel jaringan kelenjar dan hiposialia irreversibel * 1 Gray = 102 rad (radiation absorbed dose)

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus. Penyinaran kelenjar saliva berakibat berkurangnya volume saliva, dengan terjadinya gejala-gejala antara lain: kepekatan saliva, pH saliva lebih rendah, kecepatan sekresi protein berkurang, sedang konsentrasi protein naik, konsentrasi sekresi IgA berkurang, konsentrasi elektrolit bertambah, jumlah mikroorganisme kariogenik naik, terutama Candida, laktobasilus dan streptokokus. 7,16

2.2.1.2 Efek Samping Obat-obatan

Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva.7 Lebih dari 600 obat dilaporkan dapat menyebabkan xerostomia sebagai efek samping.17,18 Pada tabel 3 dicantumkan kelompok obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya mulut kering.

(23)

dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.16

Tabel 3. OBAT-OBATAN YANG MENYEBABKAN MULUT KERING16

Analgesic mixtures

Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.16

Kekeringan mulut akibat efek samping obat-obatan dapat hilang beberapa bulan setelah obat-obatan tersebut dihentikan dan apabila obat tersebut digunakan jangka panjang maka kekeringan mulut dapat bersifat irreversibel.2

2.2.1.3 Gangguan Kelenjar Saliva

(24)

Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva.19

Sindroma Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.19

2.2.1.4 Gangguan Sistem Syaraf

Gangguan pada sistem syaraf pusat dan atau perifer dapat mempengaruhi kecepatan sekresi saliva. Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multipel, juga akan mengakibatkan turunnya pengeluaran atau sekresi saliva. Sebaliknya gangguan pada sistem syaraf juga dapat mengakibatkan naiknya sekresi saliva. Contohnya adalah penyakit Parkinson.7

2.2.1.5 Kebiasaan Buruk

Bernafas melalui mulut biasanya disertai pembesaran dan peradangan gingiva terutama daerah anterior, biasanya akibat maloklusi, hambatan pada nasal, deviasi septum nasi atau pembesaran kelenjar adenoid. Kebiasan buruk penderita yang lain adalah merokok, baik dengan menggunakan pipa, tembakau ataupun cerutu, karena biasanya nikotin merangsang sekresi saliva, kandungan nikotin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terhambatnya sekresi saliva. Pola makan diet tinggi protein mempunyai efek diuretik sehingga juga dapat menimbulkan xerostomia.20

2.2.1.6 Kelainan Kongenital

(25)

ataupun malformasi kelenjar liur dapat terjadi unilateral ataupun bilateral. Kelainan kongenital ini sering disertai dengan kelainan kongenital lain, seperti sumbing palatum atau mandibulofacial dysostosis.21

2.2.1.7 Defisiensi Nutrisi dan Hormonal

Defisiensi nutrisi, seperti anemia pernisiosa, anemia defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A dan B dapat menyebabkan xerostomia.2 Defisiensi hormonal, seperti menopause dapat menyebabkan timbulnya xerostomia akibat defisiensi hormon estrogen. Hal ini dapat terjadi selama atau sesudah menopause.7,22

2.2.1.8 Kesehatan Umum Menurun dan Penyakit Sistemik

Demam, diare yang lama atau pengeluaran urine yang melampaui batas, misalnya pada penderita diabetes atau penyakit lain yang dapat menyebabkan dehidrasi dapat juga menyebabkan xerostomia. Gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit yang diikuti oleh terjadinya keseimbangan air yang negatif, dapat menyebabkan turunnya sekresi saliva, sehingga kebutuhan pambasahan mulut meningkat.7

Kesehatan umum yang menurun pada penderita-penderita lanjut usia dapat menyebabkan berkurangnya sekresi saliva yang mengakibatkan meningkatnya risiko terhadap radang mulut. Juga pada gangguan pada pengaturan elektrolit, seperti pada penderita penyakit ginjal yang melakukan hemodialisis, dapat mengalami rasa tidak enak karena kekeringan di mulut yang terus-menerus.7

(26)

insipidus, sarcoidosis, infeksi HIV, graft-versus-host disease, psychogenic disorders juga dapat mengakibatkan xerostomia.17

2.2.2 Patogenesis Xerostomia

Jumlah seluruh saliva tiap 24 jam diperkirakan berkisar antara 500 – 600 ml, dan separuhnya dihasilkan dalam keadaan istirahat, di bawah pengaruh rangsangan dengan pH sekitar 6 sampai 7. Saliva adalah sekresi eksokrin mukoserous berwarna bening dengan sifat sedikit asam yang dihasilkan dan disekresikan oleh tiga pasang kelenjar besar saliva yaitu kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Kelenjar saliva dibangun dari lobus yang terdiri dari asinus, duktus interkalalata (ID), dan duktus striata (DS). Hasil sekresi saliva dikumpulkan di dalam sel-sel sekretori, yang dalam kelompok asinus, yang diatur mengelilingi lumen atau suatu lubang, dimana produk-produk sekresi diserahkan, dan hasil sekresi ditimbun di dalam sel-sel asinar dalam glandula sekresi. Derajat asam dan kapasitas bufer saliva sering dipengaruhi perubahan-perubahan yang disebabkan oleh karena irama siang dan malam, diet, dan rangsangan kecepatan sekresi7

(27)

Bila produksi saliva berkurang dari 20 ml/ hari dan berlangsung pada waktu yang lama, maka keadaan ini disebut xerostomia.7

Gambar 1. Kelenjar Saliva8

(28)

Umumnya penderita xerostomia sangat sulit untuk memakan makanan kering seperti biskuit, pemakaian gigi palsu mempunyai masalah pada retensi gigi palsu, luka akibat gigi palsu dan tidak lengket ke palatum, rasa terbakar kronis, halitosis dan tidak tahan makan makanan pedas. Keluhan xerostomia umumnya lebih banyak pada malam hari karena produksi saliva berada pada circadian level paling rendah selama tidur, dapat juga disebabkan karena bernafas melalui mulut. Kesulitan berbicara dan makan dapat mengganggu interaksi sosial dan menyebabkan menghindari pertemuan sosial.23

Xerostomia sangat sering disebabkan oleh obat-obatan, lebih dari 600 obat yang umum digunakan yang dapat menyebabkan gangguan pada mulut atau berkurangnya fungsi kelenjar saliva.

optimal menjadi 7,4.18

2.2.3 Diagnosis Xerostomia

Diagnosis Xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis yang terarah, pemeriksaan klinis dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium. Dalam melakukan anamnesis dengan penderita dapat diajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terarah yang dapat menentukan penyebab dan mendiagnosis xerostomia. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gajala-gejala klinis yang tampak dalam rongga mulut. Gambaran-gambaran klinis tersebut, antara lain: hilangnya genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket bila disentuh oleh jari ataupun ujung gagang instrumen. Mukosa mulut juga terlihat memerah dan pada kasus-kasus yang lebih lanjut permukaan dorsal lidah terlihat berfisur dan berlobul.2,17

(29)

dengan menampung saliva selama 3-5 menit dengan bantuan perangkat penampung saliva. Laju aliran saliva normal yang tidak distimulasi dari kelenjar parotis adalah sekitar 0,4-1,5 ml/ menit. Laju aliran saliva normal yang tidak distimulasi ‘keadaan istirahat’ seluruh saliva 0,3-0,5 ml/ menit dan yang distimulasi adalah 1-2 ml/ menit. Jika laju aliran saliva kurang dari 0,1ml/ menit maka keadaan ini dikatakan sebagai xerostomia, meskipun aliran berkurang mungkin tidak selalu dikaitkan dengan keluhan kekeringan pada mulut.24 Sialography dan biopsi dilakukan untuk membantu diagnosis penyebab xerostomia. Sialography merupakan gambaran radiografis dari kelenjar saliva beserta duktusnya. Sialography dilakukan untuk memeriksa apakah ada penyumbatan atau kerusakan pada duktus yang mengakibatkan terjadinya xerostomia. Biopsi terhadap kelenjar saliva biasanya dilakukan untuk mambantu diagnosa xerostomia akibat Sjorgren’s syndrome.2,17

2.3 Xerostomia pada Wanita Menopause

Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia.8

(30)

Salah satu perubahan aspek fisik yang dapat terjadi adalah perubahan pada mulut antara lain mulut kering (xerostomia), rasa terbakar, gingiva bengkak, merah dan berdarah dan perubahan indra perasa selama menopause.8,25

Xerostomia pada wanita menopause terjadi karena adanya perubahan hormonal yang terjadi pada masa menopause. Perubahan hormonal yang terjadi tersebut mempengaruhi sekresi saliva, aliran saliva dapat berkurang sehingga menyebabkan terjadinya xerostomia.7,22

Hormon seks steroid (estrogen, progesteron, androgen dll) berperan penting dalam fisiologi rongga mulut manusia. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan level hormon seks steroid dalam darah pada wanita. Estrogen dikenal berfungsi mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi dalam jaringan reproduksi maupun non-reproduksi. Efek dari estrogen dimediasi oleh estrogen

reseptor (ER), yang terdiri dari dua subtipe yaitu ERα dan ERβ. Namun hanya ERβ yang

terdapat pada jaringan oral termasuk epitel oral dan kelenjar saliva. ERβ pada epitel oral

dan kelenjar saliva menunjukkan bahwa estrogen dapat secara langsung meregulasi

fisiologi jaringan oral dengan pengikatan ke ERβ subtipe.26

Beberapa penyakit dan gangguan pada rongga mulut, seperti gingivitis deskuamatif, menunjukkan kecendrungan ER-positif pada perempuan dan sampel dari lesi ini tampak. Hal ini menunjukkan peran estrogen dalam etiologi penyakit oral. Demikian pula selama kehamilan, keparahan inflamasi gingiva meningkat dan ada risiko tinggi untuk pengembangan gingival granuloma piogenik.26

(31)

menyebabkan atropi epitel oral yang rawan terhadap perubahan inflamasi. Secara klinis, wanita menopause mungkin menunjukkan gejala-gejala ketidaknyamanan oral ditandai dengan sensasi terbakar, sensasi kekeringan oral dan penurunan sekresi saliva.26

Kekeringan oral dapat menyebabkan gangguan dalam berbicara, makan dan pengecapan, predisposisi luka pada mukosa, abrasi dan infeksi. Sejumlah penelitian telah yang menunjukkan bahwa terapi hormon pengganti (hormone replacement therapy/ HRT) dapat meringankan ketidaknyamanan oral ini pada wanita yang telah mengalami menopause, yang menunjukkan peran hormon seks perempuan dalam pemeliharaan jaringan oral.26

Perubahan hormonal dapat mempengaruhi komposisi saliva. Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa sekresi protein dan komponen non organik dari saliva berhubungan dengan hormon. Penelitian baru-baru ini telah mengindentifikasi ERβ pada mukus serous dan acini dan duktus sel pada kelenjar saliva minor, parotid dan kelenjar

submandibula. ERβ dapat berperan penting dalam pemeliharaan dan fungsi kelenjar saliva.

Distribusi ERβ dapat menunjukkan efek estrogen pada komposisi non organik saliva dan efek positif dari HRT pada sekresi saliva. Penelitian baru-baru ini menunjukkan progesteron reseptor pada kedua sel duktus dan acini, yang diketahui mempunyai peran yang signifikan dalam penyesuaian komposisi saliva.26

(32)

dengan xerostomia, meskipun hubungan kausal antara kedua faktor dan xerostomia belum jelas.3

(33)

KERANGKA TEORI

Menopause

Gejala menopause

Fisik Psikologis

Hot flashes

Perubahan kulit

Perubahan Urogenital

Keringat di malam hari dan sulit tidur

Perubahan rongga mulut

Osteoporosis

Ketidaknyamanan oral

Persepsi rasa berubah

Perubahan mukosa

(34)

KERANGKA KONSEP

.

Wanita menopause

• Tidak mempunyai penyakit sistemik yang menyebabkan xerostomia

• Tidak menggunakan obat-obatan yang menyebabkan xerostomia

• Tidak sedang menjalani radioterapi daerah kepala dan leher

(35)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian ini mempelajari dinamika hubungan atau korelasi faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya yaitu menopause dengan xerostomia. Faktor risiko dan efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subjek penelitian diobservasi hanya sekali saja dan faktor risiko serta efek diukur menurut keadaan atau status pada saat diobservasi.27

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat. Waktu penelitian adalah sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang menjadi anggota perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

3.3.2Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: Kelompok 1 – wanita menopause

(36)

3.3.3 Besar Sampel

Populasi subjek dalam penelitian ini kecil atau kurang dari 10.000 yaitu anggota perwiritan nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat yang telah mengalami menopause sejumlah 65 orang dari jumlah total anggota sebanyak 146, maka rumus yang dipakai adalah:27,28

N n =

1 + N (d2)

Dimana : d = penyimpangan terhadap populasi/ derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05 atau 0,001 Jumlah kelompok II = 56 orang

(37)

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

a) Wanita yang telah mengalami menopause dan belum mengalami menopause di perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat.

b) Wanita yang bersedia dijadikan subjek penelitian c) Wanita yang bersedia diperiksa rongga mulutnya

3.4.2 Kriteria Ekslusi

a) Wanita yang menderita penyakit sistemik yang menyebabkan xerostomia b) Wanita yang menggunakan obat-obatan yang menyebabkan xerostomia c) Wanita yang sedang menjalani radioterapi daerah kepala dan leher

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas : Wanita menopause dan tidak menopause

3.5.2 Variabel Terikat : Xerostomia

3.6 Definisi Operasional

a. Xerostomia adalah keluhan subjektif berupa kekeringan di dalam mulut akibat penurunan produksi saliva dari kedua kelenjar mayor dan minor yang diketahui dengan wawancara dengan bantuan kuasioner dan pemeriksaan dengan menggunakan spatel kayu.2 Spatula ditempelkan pada diding mukosa bukal, jika spatula lengket atau melekat pada

Variabel bebas

• Wanita menopause

• Wanita yang belum menopause

Variabel terikat

(38)

mukosa bukal maka keadaan tersebut menunjukkan keadaan hiposalivasi (xerostomia) dan jika spatula tidak melekat pada mukosa bukal maka kedaan tersebut menunjukkan keadaan saliva yang normal.

b. Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi, dalam arti tidak mengalami menstruasi minimal selama 12 bulan dan berhentinya fungsi reproduksi.10,18

c. Tidak mengalami penyakit sistemik adalah tidak mengalami penyakit-penyakit sistemik yang dapat menyebabkan xerostomia seperti: diabetes mellitus, penyakit ginjal, infeksi HIV, dan lain-lain.7,17

d. Tidak menggunakan obat-obatan adalah tidak menggunakan obat-obatan yang menyebabkan xerostomia antara lain: anticolvusan, antiemetik, antihistamin, antihipertensi, expektoran, dekongestan, antinausea, antiparkinson, antipruritis, diuretik, psikotropika, sedatif, dll.16

e. Tidak menjalani radioterapi daerah kepala dah leher adalah tidak sedang menjalani perawatan atau terapi dengan menggunakan radiasi (radioterapi) pada daerah kepala dan leher, seperti pada terapi untuk perawatan kanker daerah kepala dan leher yang dapat menyebabkan gangguan fungsi kelenjar saliva.7,9

3.7 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Spatula kayu, digunakan untuk memeriksa keadaan saliva

2. Kaca mulut, digunakan untuk menarik pipi untuk mempermudah pemeriksaan rongga mulut.

(39)

4. Kuesioner responden yang belum menopause

3.8 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survey lapangan dengan mengunjungi responden. Kemudian dilakukan pengisisan keusioner. Kuisioner diisi berdasarkan keterangan dari responden yang diperoleh dengan cara wawancara. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mulut dengan spatula untuk memeriksa keadaan saliva. Spatula ditempelkan pada dinding mukosa bukal, jika spatula lengket atau melekat pada mukosa bukal maka keadaan tersebut menunjukkan keadaan hiposalivasi (xerostomia) dan jika spatula tidak melekat pada mukosa bukal maka kedaan tersebut menunjukkan keadaan saliva yang normal.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 18.0. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.10 Analisis Data

(40)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian mengenai Hubungan Menopause dengan Terjadinya Xerostomia pada Ibu-Ibu Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat akan disajikan dalam bentuk tabel berikut.

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Tabel 4. DATA DEMOGRAFIS ANGGOTA PERWIRITAN NURUL IHSAN

KELURAHAN PAYAROBA KECAMATAN BINJAI BARAT (RESPONDEN) BERDASARKAN UMUR

Umur Anggota Perwiritan (n = 112)

n %

(41)

Tabel 5. DISTRIBUSI RESPONDEN MENOPAUSE DAN BELUM MENOPAUSE

Pada penelitian ini dari 56 anggota yang telah menopause, jumlah yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 56-65 tahun yaitu sebanyak 23,3% dan dari 56 anggota yang belum mengalami menopause, jumlah yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 26-35 tahun yaitu sebanyak 37% (Tabel 5).

4.2 Frekuensi Xerostomia

(42)

Tabel 6. DISTRIBUSI FREKUENSI XEROSTOMIA BERDASARKAN UMUR

(43)

Tabel 7. HUBUNGAN MENOPAUSE DENGAN TERJADINYA XEROSTOMIA

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 112 orang responden, dijumpai pada kelompok 1 yang mengalami xerostomia sebanyak 22 orang, dan pada kelompok 2 tidak ada yang mengalami xerostomia. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,0001. nilai p<0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang bermakna antara menopause dengan terjadinya xerostomia. (Tabel 7)

Tabel 8. FREKUENSI XEROSTOMIA PADA RESPONDEN YANG MENOPAUSE BERDASARKAN LAMA MENOPAUSE

(44)
(45)

BAB 5

PEMBAHASAN

Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang dapat terjadi pada wanita yang telah mengalami menopause akibat defisiensi hormon estrogen. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara menopause dengan terjadinya xerostomia.7,21 Estrogen berperan dalam mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi jaringan yang dimediasi oleh estrogen reseptor oral (ER), yang terdiri dari dua

subtipe yaitu ERα dan ERβ. Namun hanya ERβ yang terdapat pada jaringan oral termasuk

epitel oral dan kelenjar saliva. Defisiensi hormon estrogen yang terjadi pada masa menopause menyebabkan terganggunya fisiologi epitel oral dan kelenjar saliva yang mempengaruhi sekresi saliva dan dapat mengakibatkan terjadinya xerostomia.7,25

Menurut International Dental Federation (IDF), 50% dari populasi usia 40-50 atau lebih mengalami penurunan objektif aliran saliva, atau hiposalivasi dan meningkat hingga 70% pada populasi usia 70 tahun atau lebih.3 Menurut J.H Meurman dari University of Helsinki Finlandia 80% dari wanita usia 80 tahun ke atas mengalami xerostomia.5

(46)

berjumlah 22 orang yang mengalami xerostomia hanya sebanyak 4 orang atau sebesar 18,2%. Pada penelitian ini terlihat kelompok dengan lama menopause kurang dari 5 tahun paling banyak mengalami xerostomia dibandingkan dengan yang sudah lebih lama mengalami menopause, akan tetapi pada uji statistic ditemukan hubungan yang bermakna antara lamanya menopause dengan terjadinya xerostomia. Hal ini disebabkan responden yang paling banyak adalah kelompok dengan lama menopause kurang dari 5 tahun.

Prevalensi xerostomia pada wanita menopause berdasarkan penelitian Mojabi KB, dkk (2006) adalah 50% dibandingkan dengan laki-laki yang seusia sebanyak 32%.6 Dalam penelitian ini diperoleh prevalensi xerostomia pada wanita menopause sebesar 39,3% sedangkan wanita yang belum menopause sebesar 0% dan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara menopause dengan terjadinya xerostomia. Terdapat perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian Mojabi dkk. karena Mojabi dkk. melakukan penelitiannya membandingkan wanita menopause dengan laki-laki yang mempunyai usia yang sama dengan wanita menopause, sedangkan dalam penelitian ini, sebagai kelompok kontrol adalah wanita yang belum menopause yang usianya tidak sama dengan wanita menopause. Juga pada penelitian Mojabi dkk. untuk megetahui keadaan saliva dilakukan dengan pemeriksaan jumlah sekresi saliva atau pengukuran laju alir saliva, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan oral dengan menggunakan spatula.

(47)
(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara menopause dengan terjadinya xerostomia. Lama menopause berhubungan dengan terjadinya xerostomia. Semakin lama menopause semakin besar kemungkinan terjadinya xerostomia.

6.2 Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

1. Langlais RP, Miller CS. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Alih bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates. 2001: 46.

2. Boedi, S. Penelurusan penyebab xerostomia dan penatalaksanaannya dalam bidang kedokteran gigi. JITEKGI 2006; 3 (3): 71-5.

3. Gomez BR, Vallejo GH, Fuente LA, Cantor ML, Diaz M, Lopez-Pintor RM. The relationship between the levels of salivary cortisol and the presence of xerostomia in menopausal women. A preliminary study. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11 (5): E407-12.

4. Tagliaferri M, Cohen I, Tripathy D, eds. Ihwal yang perlu anda ketahui tentang menopause. Jakarta: PT. INDEKS. 2007: 21-7.

5. Meurman JH. Symptoms of the burning mouth, halitosis and xerostomia. http://iadr.confex.com/iadr/eur04/techprogram/abstract_51173.htm (1 Maret 2010) 6. Mojabi KB, Esfahani M, Hashemi HJ. Evaluation of unstimulated salivary flow rate

and oral symptoms in menopausal women. Journal of Dentistry, Tehran University of medical Science 2007; 4 (3): 103-6.

7. Amerongan AVN. Ludah dan kelenjar ludah. Arti bagi kesehatan gigi. Alih bahasa. Abyo R. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1999: 194-200.

8. Kuntjoro ZS. Menopause. Kategori lanjut usia.

lanjutusia_detail.asp?id=189 (28 April 2010)

(50)

10.Smith MA, Shimp LA, eds. Menopause. In. Women’s health care. New York: McGraw-Hill. 2000: 93.

11.Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. 2008: 438.

12.Elder JA, Thacker HL. Menopause.

medicalpubs/diseasemanagement/womens-health/menopause (28 April 2010)

13.Anonymous. Woman and oral health.

14.Guncu GN, Tozum TF, Ca glayan F. Effects of endogenous sex hormones on the periodontium – Review of literature. Australian Dental Journal 2005; 50(3): 138-45.

15.Hague A. Oral health and osteoporosis.

dentistry/osteoporosis.cfm (28 April 2010)

16.Hasibuan S. Kuluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab. Manifestasi dan

penanggulangannya.

17.Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacia pathology.

2nd. Philadelphia: Saunders. 2004: 398-399.

18.Emilienne MPA. Xerostomia oral pathology

(8 Maret 2010)

19.Anonymous. Mulut kering (xerostomia).

Masalah.../mulut-kering-xerostomia.pdf (19 April 2010)

(51)

21.Brightman VJ. Oral symptoms without apparent physical abnormality. In. Lynch MA, Brightman VJ. Greenberg MS. Eds. Burket’s oral medicine, diagnosis and treatment. 9th ed. Philadelphia: Lippincot. 1994: 399.

22.Prabhu Sr, Wilson DF, Daftary DK, Johnson NW. Oral disease in the tropics. London: Oxford University Press. 1992: 363,653.

23.Gupta A, Epstein JB, Sroussi H. Hyposalivation in elderly patients. J Can Dent Assos 2006: 72 (9): 841-6.

24. Bartels CL. Xerostomia information for dentist.

25. Anonymous. Women’s oral health.

.../Female_Oral_Health.pdf (19 April 2010)

26. Valima H, Savolainen S, Soukka T, Silvoinemi P, Makela S, Kujari H, et al. Estrogen receptor-β is the predominant estrogen receptor subtype in human oral epithelium and salivary glands. Journal of Endocrinology 2004; 180: 55-62.

27. Budiharto. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2008: 31-4.

28. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2002: 92.

(52)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Ibu

Saya Zoraida Sari Lubis mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Menopause (Mati Haid) dengan Terjadinya Xerostomia pada Anggota Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat”

yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan menopause dengan terjadinya xerostomia pada anggota perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba Kecamatan Binjai Barat. Manfaat dari penelitian ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan bagi dokter gigi, mahasiswa kedokteran gigi, dan masyarakat mengenai xerostomia yang terjadi pada wanita menopause dan hasil penelitian dapat bermanfaat dalam usaha peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien khususnya pada wanita menopause.

Ibu-ibu sekalian, wanita menopause (mati haid) biasanya akan mengalami perubahan hormonal yang akan mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Salah satu keadaan yang biasanya dijumpai pada wanita yang telah mengalami menopause adalah mulut kering atau xerostomia.

(53)

dalam untuk melihat apakah spatel tersebut melekat atau tidak. Penelitian ini tidak membahayakan dan tidak memiliki efek samping.

Partisipasi Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Pada penelitian ini identitas Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Ibu dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga. Jika selama menjalankan penelitian ini terjadi keluhan pada Ibu, silahkan menghubungi saya Zoraida Sari Lubis (Hp: 085276146344).

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(54)

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang tangan di bawah ini: Nama :

Umur : Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan, Oktober 2010 Mahasiswa peneliti Peserta penelitian

(55)

Nama : No. Kartu :

1. Saya mulai menopause pada umur _____ tahun

2. Saya minum air untuk menelan dengan mudah

3. Mulut saya terasa kering ketika makan 4. Saya merasa air ludah sedikit

5. Saya mengalami kesulitan apabila makan makanan kering

6. Saya hisap permen untuk melegakan mulut yang kering

7. Saya mengalami kesulitan untuk menelan sebagian makanan 8. Bibir saya terasa kering

9. Saya mengalami gangguan nafsu makan

Gambar

Tabel 1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AWAL MULA (ONSET) MENOPAUSE12
Tabel 3. OBAT-OBATAN YANG MENYEBABKAN MULUT KERING 16
Gambar 1. Kelenjar Saliva8
Tabel 4.  DATA DEMOGRAFIS ANGGOTA PERWIRITAN NURUL IHSAN
+4

Referensi

Dokumen terkait

Namun, belum semua modalitas ini dimanfaatkan, misalnya pada toilet khusus penyandang difabel yang belum memiliki simbol pada pintu luarnya, lif yang belum dapat

[r]

Laporan Praktek Kerja dan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.Kerja Praktek selama tiga bulan

Variabel yang digunakan dalam peramalan adalah harga beras konsumen tingkat eceran, produksi padi, pengadaan beras dalam negeri dan luar negeri, harga gabah kering panen, luas

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 22 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu buku-buku tentang

Skor rata-rata jawaban responden dari ATU2 adalah sebesar 3,69 dan termasuk kategori tinggi, artinya berdasarkan pendekatan teori Technology Acceptance Model (TAM), sikap

Perumusan strategi dimulai dengan penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis bagi agribisnis teh Indonesia. Faktor kekuatan strategis