ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA
PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN
VECTOR AUTOREGRESSION
TESIS
Oleh
TOGA TARANA COSMAN SITORUS
087018063/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE K O L
A H
P A
S C
A S A R JA N
ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA
PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN
VECTOR AUTOREGRESSION
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
TOGA TARANA COSMAN SITORUS
087018063/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU
BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA
PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION
Nama Mahasiswa : Toga Tarana Cosman Sitorus
Nomor Pokok : 087018063
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr. Jonni Manurung, M.S) Ketua
(Dr. Murni Daulay, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 23 Desember 2010
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS
Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, M.Si
2. Dr. Rahmanta, M.Si
3. Drs. Rujiman, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: “ANALISIS
DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA
PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun juga sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Desember 2010 Yang membuat pernyataan,
ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION
Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS dan Dr. Murni Daulay, M.Si
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kontribusi masing-masing variabel yaitu Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yaitu data Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik. Ruang lingkup penelitian ini mencakup determinan yang mempengaruhi suku bunga pinjaman yaitu faktor eksternal (SIBOR) dan faktor internal (jumlah uang beredar, inflasi, SBI dan PDB). Penentuan jumlah observasi didasarkan atas stabilitas lag struktur dalam model penelitian. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Vector Autoregression (VAR), Impulse Response
Function (IRF) dan Varian Decomposition (VD) yang sebelumnya diuji
menggunakan uji Unit Roots Test dan uji Kointegrasi Johansen. Hasil Vector
Autoregression diketahui bahwa variabel sebelumnya juga mempengaruhi variabel
sekarang. Hasil VAR menunjukkan bahwa kontribusi pertama yang paling banyak terhadap variabel lainnya adalah SBPDt-1 dengan memberikan kontribusi terbesar kepada inflasi dan SBI dan SBPD sedangkan kontribusi kedua terbesar yaitu variabel SIBOR dengan mempengaruhi INFt-1, SBIt-1 dan SBPDtl. Berdasarkan hasil
Impulse response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada
pada periode jangka menengah yaitu 5 tahun sedangkan dalam jangka panjang cenderung mengalami kestabilan, hal tersebut menimbulkan makna bahwa walaupun ada variabel yang jangka pendek tidak berpengaruh namun dalam jangka menengah dan jangka panjang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan hasil
variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun
jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance
variable itu sendiri kecuali SBPD yang dipengaruhi oleh inflasi. Sedangkan dalam
ANALYSIS OF INTEREST RATE LOAN DETERMINANT IN INDONESIA AUTOREGRESSION VECTOR APPROACH
Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS and Dr. Murni Daulay, M.Si
ABSTRACT
The purpose of this study to analyze the contribution of each variable that are Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates, both in the short tem, medium term and long term.
The collection of data obtained from secondary data is data Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates. The scope of this study include the determinants that affect the loan rates are external factors (SIBOR) and internal factors (the money supply, inflation, SBI and GDP). Determination of the number of observations based on the stability of the lag structure in the research model. The model used in this research is econometric model with the method of Vector Autoregression (VAR), Impulse Response Function (IRF) and Variance decomposition (VD), which was previously tested using the test Unit Roots Test and Johansen cointegration test. Results Vector Autoregression note that the previous variables also affect the variable now. VAR results show that the first contribution of the most widely against other variables are SBPDt-1 with the largest contribution to inflation and SBI and SBPD while the second largest contribution of SIBOR variables with influence INFt-1, SBIt-1 and SBPDt-1. Based onn results response function is known that the stability of the first all variables are in the medium term period of 5 years while in the long-tenn run tend to have stability, which creates a meaning that although there is a variable that does not affect short-term but in the medium and long term will influence each other. Based on the results of variance decomposition, the overall good in the long term and short term, all variables in the first period is affected by the errorvariance it self except SBPD variable that is affected by inflation. While in the long term changes in the influence of diminishing the error variance of the variable it self and shifted by other variables. The result of these conclusions indicate that inflationary policies do have effects that are increasingly large.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah Bapa yang telah memberikan hikmat dan
hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Analisis Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Pendekatan
Vector Autoregression” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama
proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Yusri Natar, SH selaku Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Sumatera Utara I dan Bapak Drs. Noor Fais, MM Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota, yang telah memberikan izin kuliah dan dukungan moril
serta motivasi diawal pertama saya kuliah.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan
pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan
bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi
ini.
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Magister
dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu
menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Pembimbing I, dan Dr. Ibu Murni
Daulay, M.Si sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan,
bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.
5. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si., Bapak Drs. Rujiman, MA dan Bapak Wahyu Ario
Pratama, SE., M.Ec selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan
saran-saran untuk perbaikan dalam penyusunan tesis ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan XVI yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.
7. Kedua orang tuaku dan Istriku tercinta, serta seluruh keluarga besarku yang ada
di Medan, Tarutung, Aek Kanopan, Pekanbaru dan Prancis yang selama ini turut
memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan
tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat
Akhirnya penulis memohon agar Tuhan memberikan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya
selama ini.
Medan, Desember 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Toga Tarana Cosman Sitorus
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 30 Agustus 1976
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Maringan Sitorus
Ibu : Embang R. Br. Panjaitan
Alamat Rumah : Jl. Boom/Matahad Raya No. 3 Helvetia Medan
Pendidikan
1. Tahun 1983-1989 : SD Katolik Mariana Medan
2. Tahun 1989-1992 : SMP Negeri 17 Medan
3. Tahun 1992-1995 : SMA Negeri 4 Medan
4. Tahun 1995-1996 : PRODIP I Spesialisasi Anggaran di BPLK Medan
5. Tahun 1999-2000 : Pendidikan Pembantu Akuntan di STAN Jakarta
6. Tahun 2001-2006 : S-1 Universitas Medan Area, Medan
7. Tahun 2008-2010 : S-2 Program Studi Ekonomi Pembangunan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 12
1.4. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1. Konsep Tingkat Bunga ... 14
2.2. Teori Tingkat Bunga ... 15
2.3. Penawaran dan Permintaan Dana ... 23
2.4. Model Laba Bank ... 32
2.6. Konsep Inflasi ... 37
2.7. Produk Domestik Buto ... 38
2.8. Jumlah Uang Beredar ... 42
2.9. Penelitian Terdahulu ... 44
2.10. Kerangka Pemikiran ... 49
2.11. Hipotesis Penelitian ... 49
BAB III. METODE PENELITIAN ... 51
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 51
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 51
3.3. Model Analisis ... 52
3.4. Uji Asumsi ... 53
3.4.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit ... 53
3.4.2. Uji Kointegrasi ... 54
3.4.3. Uji Kausalitas ... 55
3.5. Innovation Accounting ... 57
3.5.1. The Impulse Responses Function (IRF) ... 57
3.5.2. The Forecast Error Variance Desomposition (FEVD) ... 58
3.6. Definisi Operasional ... 59
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60
4.1. Perkembangan Ekonomi ... 60
4.2. Perkembangan PDB dan Jumlah Uang Beredar ... 66
dan SIBOR ... 69
4.4. Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi ... 72
4.5. Vector Autoregression ... 73
4.6. Uji Kointegrasi dan Stabilitas Lag Struktur ... 77
4.7. Impulse Response Function (IRF) ... 79
4.7.1. Impulse Response Function terhadap PDB ... 80
4.7.2. Impulse Response Function terhadap Inflasi ... 81
4.7.3. Impulse Response Function terhadap JUB ... 82
4.7.4. Impulse Response Function terhadap SBI ... 82
4.7.5. Impulse Response Function terhadap SBPD ... 83
4.7.6. Impulse Response Function terhadap SIBOR ... 84
4.8. Variance Decomposition ... 85
4.8.1. Variance Decomposition of PDB ... 86
4.8.2. Variance Decomposition of INF ... 87
4.8.3. Variance Decomposition of Jumlah Uang Beredar (JUB) ... 87
4.8.4. Variance Decomposition of SBI ... 88
4.8.5. Variance Decomposition of Suku Bunga Pinjaman Domestik (SBPD) ... 89
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1. Kesimpulan ... 92
5.2. Saran-Saran ... 93
DAFTAR TABEL
Nomor Jumlah Halaman
1.1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar dan Inflasi di Indonesia .... 8
1.2. Perkembangan Pendapatan Nasional, dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Selama Periode 1986-2007 ... 9
2.1. Neraca Bank Komersial ... 25
4.1. Perkembangan PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rp) Tahun 1985 Sampai 2008. ... 67
4.2. SBI, Inflasi, Suku Bunga Pinjaman Domestik dan SIBOR Tahun 1985 Sampai Tahun 2008 (Dalam % ... 70
4.3. Hasil Pengujian Stasioner dengan Akar-akar Unit... 73
4.4. Hasil Estimasi VAR dengan Dasar Lag 1 ... 74
4.5. Hasil Analisa VAR ... 76
4.6. Uji Kointegrasi Johansen ... 78
4.7. Response of LOG(PDB) ... 80
4.8. Response of LOG(INF) ... 81
4.9. Response of LOG(JUB) ... 82
4.10. Response of LOG(SBI) ... 83
4.11. Response of LOG(SBPD) ... 84
4.12. Response of LOG(SIBOR) ... 85
4.13. Varian Decomposition PDB ... 86
4.15. Varian Decomposition of JUB ... 88
4.16. Varian Decomposition of SBI ... 89
4.17. Varian Decomposition of SBPD ... 90
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran ... 49
4.1. Perkembangan PDB dan JUB (Milyar Rp) ... 68
4.2. Perkembangan SBI, Inflasi, Suku Bunga Pinjaman Domestik
dan SIBOR Tahun 1985 Sampai Tahun 2008 (Dalam %) ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Tabulasi Variabel Penelitian ... 97
2. Uji Stasioneritas pada Level ... 98
3. Uji Stasioneritas pada 1st Difference ... 100
4. Uji Stasioneritas pada 2nd Difference ... 102
5. VAR ... 103
6. Uji Kointegrasi Johansen ... 104
7. Stabilitas Lag ... 105
8. IRF ... 106
9. VDF ... 109
ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION
Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS dan Dr. Murni Daulay, M.Si
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kontribusi masing-masing variabel yaitu Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yaitu data Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik. Ruang lingkup penelitian ini mencakup determinan yang mempengaruhi suku bunga pinjaman yaitu faktor eksternal (SIBOR) dan faktor internal (jumlah uang beredar, inflasi, SBI dan PDB). Penentuan jumlah observasi didasarkan atas stabilitas lag struktur dalam model penelitian. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Vector Autoregression (VAR), Impulse Response
Function (IRF) dan Varian Decomposition (VD) yang sebelumnya diuji
menggunakan uji Unit Roots Test dan uji Kointegrasi Johansen. Hasil Vector
Autoregression diketahui bahwa variabel sebelumnya juga mempengaruhi variabel
sekarang. Hasil VAR menunjukkan bahwa kontribusi pertama yang paling banyak terhadap variabel lainnya adalah SBPDt-1 dengan memberikan kontribusi terbesar kepada inflasi dan SBI dan SBPD sedangkan kontribusi kedua terbesar yaitu variabel SIBOR dengan mempengaruhi INFt-1, SBIt-1 dan SBPDtl. Berdasarkan hasil
Impulse response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada
pada periode jangka menengah yaitu 5 tahun sedangkan dalam jangka panjang cenderung mengalami kestabilan, hal tersebut menimbulkan makna bahwa walaupun ada variabel yang jangka pendek tidak berpengaruh namun dalam jangka menengah dan jangka panjang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan hasil
variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun
jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance
variable itu sendiri kecuali SBPD yang dipengaruhi oleh inflasi. Sedangkan dalam
ANALYSIS OF INTEREST RATE LOAN DETERMINANT IN INDONESIA AUTOREGRESSION VECTOR APPROACH
Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS and Dr. Murni Daulay, M.Si
ABSTRACT
The purpose of this study to analyze the contribution of each variable that are Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates, both in the short tem, medium term and long term.
The collection of data obtained from secondary data is data Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates. The scope of this study include the determinants that affect the loan rates are external factors (SIBOR) and internal factors (the money supply, inflation, SBI and GDP). Determination of the number of observations based on the stability of the lag structure in the research model. The model used in this research is econometric model with the method of Vector Autoregression (VAR), Impulse Response Function (IRF) and Variance decomposition (VD), which was previously tested using the test Unit Roots Test and Johansen cointegration test. Results Vector Autoregression note that the previous variables also affect the variable now. VAR results show that the first contribution of the most widely against other variables are SBPDt-1 with the largest contribution to inflation and SBI and SBPD while the second largest contribution of SIBOR variables with influence INFt-1, SBIt-1 and SBPDt-1. Based onn results response function is known that the stability of the first all variables are in the medium term period of 5 years while in the long-tenn run tend to have stability, which creates a meaning that although there is a variable that does not affect short-term but in the medium and long term will influence each other. Based on the results of variance decomposition, the overall good in the long term and short term, all variables in the first period is affected by the errorvariance it self except SBPD variable that is affected by inflation. While in the long term changes in the influence of diminishing the error variance of the variable it self and shifted by other variables. The result of these conclusions indicate that inflationary policies do have effects that are increasingly large.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang bermula pada pertengahan tahun 1997 dan meningkat
menjadi krisis multidimensi dalam tahun 1998 dan 1999, telah berpengaruh besar
terhadap kehidupan masyarakat luas. Kondisi ekonomi semakin sulit, rasa keamanan
dan ketentraman terganggu, serta keresahan sosial meningkat.
Sejak Indonesia mengalami krisis, pemerintah telah mengambil berbagai
langkah kebijakan, baik fiskal, moneter, perdagangan internasional maupun kebijakan
di sektor riil untuk mengatasinya. Ketidakstabilan politik dan berbagai masalah sosial
yang terjadi di tanah air membuat upaya pemulihan tersebut menjadi lebih sulit.
Krisis perbankan yang masih berjalan saat ini didahului dengan adanya distress
dalam perbankan, pada waktu terjadinya penurunan deposito dan tabungan serta
terkotak-kotaknya pasar uang antar bank (ada kompartemenisasi pasar uang antar
bank) karena menurunnya kepercayaan terhadap perbankan. Bank-bank yang lemah
dan tidak dapat memperoleh dana dari pasar uang terpaksa menggantungkan diri pada
BI sebagai sumber dana untuk posisi likuiditas masing-masing.
Walaupun demikian tanda-tanda pemulihan sudah mulai muncul, terutama
sejak tahun 1999. Sehingga dapat dikatakan perekonomian nasional telah melampaui
titik terburuk dan sedang dalam proses menuju kebangkitannya kembali. Rasa
makro ekonomi seperti nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga, indeks harga saham
gabungan, neraca pembayaran dan produk domestik bruto riil.
Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya dihimpun dari
dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang
mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat. Dana yang dihimpun bank
biasanya dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Guna mendukung peningkatan
kinerja perbankan pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan di bidang
keuangan (D.J. Soedrajat, 2001).
Dalam mekanisme pasar seperti di Indonesia tingkat suku bunga yang terjadi
pada dasarnya merupakan refleksi dari kekuatan permintaan dan penawaran dana
di masyarakat, karena tingkat suku bunga sangat penting dalam kebijakan
perekonomian suatu negara dalam pengaruhnya terhadap supply dan demand.
Meningkatnya kebutuhan terhadap sumber-sumber pembiayaan akan menyebabkan
naiknya suku bunga, kebijakan di Indonesia dalam rangka menekan laju inflasi, tetap
mempertahankan tingkat suku bunga tinggi. Dengan kata lain peredaran yang
diperketat dapat mempertahankan tingkat harga pada tingkat aman.
Perkembangan dan tingkat suku bunga dalam negeri dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang berasal dari luar negeri, seperti suku bunga internasional,
maupun yang berasal dari dalam negeri, seperti ekspektasi inflasi, kondisi perbankan
serta langkah dan tindakan otoritas moneter. Bagi otoritas moneter, perkembangan
dan tingkat suku bunga merupakan satu indikator moneter yang sangat penting.
fundamental. Dan di sisi lain, suku bunga diupayakan dapat menunjang pencapaian
sasaran-sasaran ekonomi makro yang ditetapkan pemerintah seperti inflasi,
permintaan dalam negeri, uang beredar (M2) dan aliran modal masuk (Agustin,
2000).
Tingkat suku bunga pada dasarnya merupakan refleksi dan kekuatan
permintaan dan penawaran dana. Dengan demikian perkembangan dan tingkat suku
bunga mencerminkan tingkat kelangkaan atau kecukupan dana masyarakat.
Di samping itu, tingkat suku bunga mempunyai kaitan yang cukup erat dengan
berbagai indikator ekonomi lainnya. Di sisi lain tingkat suku bunga berkaitan dengan
inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah. Dalam lingkup eksternal
tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus masuk dan keluar. Oleh karena itu
upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu memperhatikan
keseimbangan diantara berbagai faktor. Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI)
Anwar Nasution mengatakan Bank Indonesia menghimbau kepada perbankan untuk
menurunkan suku bunga pinjamannya berkaitan dengan terus turunnya Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). Secara teori bahwa tingkat suku bunga pinjaman merupakan
gabungan dari jumlah cost of fund ditambah biaya intermediasi dan biaya resiko
macet (Solopos, Jum’at 27 Juni 2003). Akhir-akhir ini banyak tuntutan dari para
pelaku bisnis (pengusaha) dan juga pakar ekonomi yang menuntut agar Bank
Indonesia selaku penguasa moneter mempengaruhi suku bunga deposito dan juga
suku bunga pinjaman berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan/
belum atau baru sedikit dipenuhi oleh Bank Indonesia, karena mungkin Bank
Indonesia melihat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mempengaruhi
suku bunga khususnya suku bunga pinjaman dalam arti nominal.
Banyak negara berkembang telah melaksanakan deregulasi keuangannya
dengan cara menghapuskan pagu kredit dan tingkat bunga, misalnya Korea, Malaysia,
Srilangka, Filipina, dan Indonesia. Tujuan utama deregulasi keuangan ini seperti
deregulasi ekonomi pada umumnya adalah mendorong efisiensi dan pertumbuhan
ekonomi. Salah satu tujuan deregulasi adalah mempercepat proses berlangsungnya
pendalaman finansial. Pendalaman finansial (financial deep) menunjukkan seberapa
jauh sistem finansial terutama sektor perbankan dapat menjangkau masyarakat
penabung dan mengalokasikan dana tersebut kepada sektor usaha dan pengguna dana
yang paling produktif dan efisien. Sektor keuangan mempunyai peranan yang
penting, bukan hanya sebagai perantara finansial tetapi juga sebagai pihak yang
membatasi, menilai dan mendistribusikan resiko yang berkaitan dengan berbagai
kegiatan finansial. Pada mekanisme pasar, peranan ini memungkinkan terjadinya
keseimbangan antara keuntungan yang diperoleh dengan resiko yang dihadapi.
Pendalaman finansial menjamin terjadinya biaya transaksi yang makin rendah,
distribusi resiko yang semakin optimal, alokasi dana yang semakin terarah pada
pilihan investasi yang terbaik. Dengan demikian pendalaman finansial mendorong
peningkatan efisiensi ekonomi dan berjalan seiring dengan perkembangan ekonomi.
Di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina,
negara-negara tersebut melakukan deregulasi sistem finansialnya. Sebelum adanya
deregulasi, sistem finansial negara-negara tersebut ditandai oleh banyaknya peraturan
yang kurang mendorong terjadinya pendalaman finansial seperti penentuan tingkat
bunga oleh otoritas moneter, penetapan pagu kredit, cadangan wajib minimum yang
tinggi. Tingkat bunga yang ditetapkan akan cenderung jauh di bawah tingkat bunga
keseimbangan dan tingkat inflasi. Dengan demikian, laju inflasi jauh lebih besar
daripada tingkat bunga nominal sehingga tingkat bunga riil menjadi negatif. Hal ini
dapat menimbulkan distorsi dalam sistem keuangan karena kurangnya mobilisasi
dana. Sistem ini juga mengganggu efisiensi pembangunan sistem perbankan.
Bank-bank sangat tergantung pada dana dari Bank Indonesia dan tidak dapat mengatur
dananya secara efisien.
Tingginya suku bunga pada September 1988 menjadi sejarah tersendiri.
Dimulai dengan pernyataan Prof. Mohammad Sadli, kemudian Gubemur BI Adrianus
Mooy, tentang perlunya perbankan menekan lagi tingkat suku bunga yang dinilai
sangat tinggi dan tidak mampu menggairahkan investasi. Penyebab utamanya
tingginya suku bunga bank pada waktu itu adalah mahalnya biaya memperoleh dana
sendiri. Sebagian besar dana bank diperoleh dari deposito dengan tingkat bunga
berada di atas 15-21%, baik untuk jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, maupun 12
bulan. Melihat bunga deposito yang demikian tinggi, wajar jika bunga kredit pun
sangat tinggi karena biaya intermediasi dari bank. Biaya tersebut antara lain biaya
besar bunga kredit pada waktu itu diperkirakan antara 19,5% sampai 25% (Sasongko
Tedjo, 1994).
Pengalaman buruk di bidang moneter terulang lagi bahkan lebih buruk, yaitu
saat krisis ekonomi dan moneter menimpa bangsa-bangsa Asia termasuk Indonesia
pada tahun 1997-1998. Pada periode bulan Juli-Agustus 1997 pemerintah
menerapkan kebijakan empat kali menaikkan tingkat suku bunga SBI dari bulan
Agustus sebesar 7% menjadi 30% dalam setahun. Pergerakan suku bunga SBI
menjadi tolok ukur bagi tingkat suku bunga lainnya. Sehingga kenaikan suku bunga
SBI ini dengan sendirinya mendorong kenaikan suku bunga dana antar bank dan suku
bunga deposito. Kenaikan suku bunga deposito akhirnya mengakibatkan kenaikan
suku bunga pinjaman di bank-bank, terutama karena sebelumnya sudah ada peraturan
bahwa tingkat suku bunga di bank komersial ditetapkan 150% di atas suku bunga
SBI. Suku bunga perbankan untuk deposito dan pinjaman (kredit) di Indonesia adalah
tertinggi di kawasan ASEAN bahkan seluruh dunia (Tambunan, 1998). Beberapa
literatur penelitian tentang tingkat suku bunga seperti tingkat bunga dan faktor-faktor
penentunya (Boediono, 1991), interest rate determination independent developing
countries, a conceptual framework (Edward, Sebastian dan Mohsin S. Khan, 1985),
Regresi Linear Lancung dalam Analisa Ekonomi: Studi Kasus Permintaan Deposito
dalam Valuta Asing di Indonesia (Insukindro, 1991), Suku Bunga Diturunkan,
Investasi Akan Meningkat? (Iswardono SP, 1999), Kinerja dan Fungsi Intermediasi
Perbankan Pasca Krisis dan Otonomi Daerah (Juda Agung, 2000), Sejarah Pemikiran
tahun 1988 dan 1998 serta sekarang dan juga penjelasan dari Gubernur Bank
Indonesia di atas, penuIis mencoba mengembangkan spesifikasi model untuk
menelusuri determinan tingkat suku bunga pinjaman di Indonesia tahun 1986-2007.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman meliputi suku bunga
internasional SIBOR, jumlah uang beredar, inflasi, suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia dan Produk Domestik Bruto baik untuk jangka panjang maupun jangka
pendek.
Selain itu, terlihat pula gejala merenggangnya hubungan antar variabel makro
ekonomi. Kondisi ini pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter untuk
mengambil keputusan dalam manajemen moneternya. Di Indonesia, kebijakan
moneter sepenuhnya diserahkan kepada otoritas moneter yaitu Bank Indonesia.
Dalam hal ini, jumlah uang beredar merupakan alat yang digunakan oleh Bank
Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter. Jumlah permintaan uang di suatu
negara dipengaruhi banyaknya faktor-faktor antara lain kebijakan pemerintah, politik,
dan keamanan. Berdasarkan data statistik jumlah perkembangan uang di Indonesia
mengalami pertumbuhan yang cukup bervariasi. Perkembangan jumlah uang
di Indonesia dalam kurun waktu 1986 hingga tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel
Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar dan Inflasi di Indonesia
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2010)
Faktor yang paling mempengaruhi terhadap perkembangan jumlah uang
antara lain pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat suku bunga (Boediono, 2002).
Data tentang perkembangan pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat suku bunga
Tabel 1.2. Perkembangan Pendapatan Nasional dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Selama Periode 1986-2007
Tahun
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2010)
Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa jumlah PDB, nilai tukar dan tingkat suku
bunga di Indonesia cenderung mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan
adanya kenaikan dan penurunan jumlah permintaan uang tersebut, mengakibatkan
terjadinya fluktuasi terhadap kondisi likuiditas perekonomian Indonesia.
Menurut Usman (2000), tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga
terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang
diinformasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku bunga
yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena
orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor
produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas di rumah. Sebaliknya, jika tingkat
suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah
karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai
produktif. Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan
dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri
yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi
dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga (Tajul Khalwaty, 2000).
Namun ternyata kebijakan ini dapat menimbulkan dampak negatif pada kegiatan
ekonomi. Kebijakan uang ketat di satu sisi memang menunjukkan indikasi yang baik
pada nilai tukar yang secara bertahap menunjukkan kecenderungan menguat namun
di sisi lain kebijakan uang ketat yang mendorong tingkat suku bunga tinggi ternyata
dapat menyebabkan cost of money menjadi mahal, hal yang demikian akan
memperlemah daya saing ekspor di pasar dunia sehingga dapat membuat dunia usaha
tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi akan turun, dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat bunga pinjaman dapat dibagi
menjadi 2, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdapat
variabel SIBOR (Singapore Inter Bank Offer Rate), karena secara umum tingkat
bunga internasional terutama di Asia Tenggara yang sering dipakai adalah tingkat
bunga SIBOR. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah faktor eksternal tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat bunga pinjaman di Indonesia
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dan beberapa fenomena
masalah dapat diuraikan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian
ini, yaitu:
1. Apakah Sibor tahun sebelumnya, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan
suku bunga pinjaman domestik berkontribusi terhadap Sibor?
2. Apakah jumlah uang beredar tahun sebelumnya, Sibor, inflasi, SBI, PDB dan
suku bunga pinjaman domestik berkontribusi terhadap jumlah uang beredar?
3. Apakah inflasi tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, SBI, PDB dan
suku bunga pinjaman domestik, berkontribusi terhadap inflasi?
4. Apakah SBI tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, PDB dan
suku bunga pinjaman domestik berkontribusi terhadap SBI?
5. Apakah PDB tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI dan
6. Apakah suku bunga pinjaman domestik tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang
beredar, inflasi, SBI, PDB berkontribusi terhadap suku bunga pinjaman domestik?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk menganalisis kontribusi Sibor tahun sebelumnya, jumlah uang beredar,
inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap Sibor.
2. Untuk menganalisis kontribusi jumlah uang beredar tahun sebelumnya, Sibor,
inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap jumlah uang
beredar.
3. Untuk menganalisis kontribusi inflasi tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang
beredar, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap inflasi.
4. Untuk menganalisis kontribusi SBI tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang
beredar, inflasi, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap SBI.
5. Untuk menganalisis kontribusi PDB tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang
beredar, inflasi, SBI dan suku bunga pinjaman domestik terhadap PDB.
6. Untuk menganalisis kontribusi suku bunga pinjaman domestik tahun sebelumnya,
Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB terhadap suku bunga pinjaman
1.4. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan
suku bunga pinjaman.
2. Sebagai informasi ilmiah dan wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang
suku bunga pinjaman dan variabel-variabel yang mempengaruhinya.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya untuk menganalisis hal-hal yang
berkenaan dengan suku bunga pinjaman dan variabel-variabel yang
mempengaruhinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Tingkat Bunga
Menurut Noprin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap
pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk
tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini
dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan
oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (Suhedi, 2000).
Suku bunga adalah harga dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds),
besarnya ditentukan oleh preferensi dan sumber berbagai pelaku ekonomi di pasar.
Suku bunga tidak hanya dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku ekonomi
dalam hal pinjaman dan pemberian pinjaman, tetapi dipengaruhi perubahan daya beli
uang. Karena suku bunga pasar atau suku bunga yang berlaku berubah dari waktu ke
waktu dan suku bunga kapan dari kebanyakan obligasi jangka panjang ditetapkan
pada waktu penerbitannya, maka harga saham berubah-ubah sesuai perubahan suku
bunga.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Suku Bunga Nominal. Suku
bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah
suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.
Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat
untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia Pohan,
2008).
Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat
harga. Ketika tingkat harga tinggi di mana jumlah uang yang beredar di masyarakat
banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah
dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga
tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga
permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
2.2. Teori Tingkat Bunga
Menurut teori klasik tingkat suku bunga terjadi berdasarkan kekuatan
permintaan dana (tabungan) dipasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan
adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka
berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana
untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan
dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat suku bunga. Pada hakikatnya, Suku
Bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan untuk penggunaan uang. Suku
Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain,
uang, diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah yang dipinjam, atau dalam
persen per tahun, adalah suku bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana
yang dipinjam membantu mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan
kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan
(Samuelsen dan Nordhaus, 2002).
Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga
makin kecil. Alasan seseorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya
apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin besar dari tingkat bunga
yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos-ongkos
penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha
akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga
makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk
naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan
keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.
Teori tingkat bunga terbagi ke dalam tingkat bunga nominal dan tingkat
bunga riil. Tingkat bunga nominal harus dibayar debitur kepada kreditur di samping
pengambilan pinjaman pokoknya pada saat jatuh tempo. Tingkat bunga nominal
sebenarnya adalah penjumlahan dari unsur-unsur tingkat bunga yaitu tingkat bunga
murni (pure interes rate), premi resiko (risk premium), biaya transaksi (transaction
Rn= Rm+ Rp+ Rt + Ri
Keterangan:
Rn = Tingkat bunga nominal
Rm = Tingkat bunga murni
Rp
= Premi resiko
Rt = Biaya transaksi
Ri = Premi inflasi
Tingkat bunga nominal berubah apabila unsur-unsurnya berubah, yang perlu
dicatat bahwa masing-masing unsur dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Tingkat
bunga riil adalah tingkat bunga nominal minus laju inflasi yang terjadi selama periode
yang sama.
Rr = R- ∏
Di mana:
Rr = Tingkat bunga riil
R = Tingkat bunga
∏ = Laju inflasi
∏ adalah simbol untuk laju inflasi yang benar-benar terjadi selama periode
tersebut, sedangkan ∏ adalah untuk laju inflasi yang diharapkan terjadi selama
periode yang sama (Boediono, 2000).
Salah satu aspek peting dari ekspektasi rasional adalah bahwa nilai satu atau
lebih variabel ditentukan oleh kejutan acak dari variabel itu sendiri dan atau kejutan
EMH. Implikasi teori ekspektasi rasional ada dua. Pertama, jika ada perubahan
variabel, nilai ekspektasi dari variabel dibentuk sebaik dengan perubahan variabel
tersebut. Misalkan bahwa pergerakan tingkat bunga jangka panjang naik di atas
tingkat bunga normal maka ekspektasi tingkat bunga jangka panjang pada masa
datang akan turun ketingkat normal. Kedua, kesalahan peramalan dari ekspektasi
rasional mempunyai nilai rata-rata nol atau E[t It1]0 dan pada awalnya nilai
rata-rata ini tidak dapat diprediksi.
Aplikasi ekspektasi rasional pada harga saham sekarang [St] merupakan
fungsi ekspektasi harga saham pada masa datang [EtSt1] dan kejutan acak [t],
yaitu:
t t t
t E S
S 01 1
Solusi ekspektasi rasional adalah harga saham sekarang ditentukan oleh white
noise pada pasar saham, yaitu:
t t
S 01
Penentuan koefisien [0 dan 1] didasarkan pada syarat atau kondisi EtSt1
adalah konstanta atau EtSt1 0. Substitusi St 01t dan EtSt1 0
ke St 01 Et St1t menghasilkan persamaan:
t t t
t E S
S 01 1
t
t
Persamaan 01t 0 10t terpenuhi dengan dua syarat koefisien
Persamaan di atas dapat terpenuhi dengan tiga syarat parameter atau koefisien,
1. 0 = 0 + 1 0 atau 0 = 0 / (1- 1),
2. 1 = 11 + atau 1 = / (1 - 1), dan
3. 2 = 1 1 + 1 atau 2 = / (1 - 1).
Substitusi keempat parameter atau koefisien ini ke St 01 t11t
akan menghasilkan harga saham pada periode [t] sebagai berikut:
t
menghasilkan harga saham periode [t] sebagai berikut:
t
Misalkan harga saham pada periode [t] ditentukan oleh ekspektasi harga pada
periode [t + 1] dan harga pada periode [t - 1], yaitu:
Solusi ekspektasi rasional adalah bahwa harga saham ditentukan oleh harga
periode [t - 1] dan kejutan acak periode [t], yaitu:
0 1[0 1 St12 t]
Substitusi kedua persamaan ini ke St 0 1 EtSt12 St1t akan
menghasilkan harga saham periode [t], yaitu:
t
Persamaan di atas dapat terpenuhi dengan tiga syarat parameter atau koefisien,
yaitu:
periode [t] atau bukan solusi ekspektasi rasional. Sebaliknya penggunaan 1 =
0 tidak memunculkan variabel St-1 sebagai faktor penentu harga saham periode
[t] atau solusi ekspektasi rasional. Oleh sebab itu solusi ekspektasi rasional
terhadap harga saham pada periode [t] adalah jika nilai 2 = 0, yaitu:
Artinya harga saham pada periode [t] merupakan harga saham rata-rata
)] 1 /(
[0 1 ditambah kejutan acak dari harga saham [t].
2.3. Penawaran dan Permintaan Dana
Model permintaan uang bertujuan untuk mengembangkan pengertian tentang
faktor-faktor penentu permintaan uang, fungsi uang sebagai alat tukar, dan
optimalisasi jumlah permintaan uang. Karakteristik permintaan uang menjelaskan
hubungan permintaan uang dengan jumlah transaksi dan biaya memegang uang.
Respons permintaan uang terhadap rencana transaksi, biaya memegang uang atau
tingkat bunga dan inflasi merupakan pusat perhatian dari analisis permintaan uang.
Model penawaran uang bertujuan menganalisis faktor-faktor penentu
penawaran uang. Penawaran uang merupakan otoritas moneter akan tetapi otoritas
moneter tidak akan mampu mengendalikan penawaran uang secara total. Perilaku
bank-bank komersial dalam mengelola aktiva dan kewajibannya turut mempengaruhi
penawaran uang. Permasalahan adalah instrumen mana yang paling efektif dalam
pengendalian penawaran uang, apakah instrumen uang dalam arti paling luas atau
high-powered money atau instrumen tingkat bunga. Lebih jauh dapat dianalisis pada
kondisi yang bagaimana instrumen uang dalam arti paling luas atau high-powered
money dan instrumen tingkat bunga lebih efektif dibandingkan satu sama lain.
Dasar Penawaran Dana
Jumlah stok uang oleh bank sentral merupakan penjumlahan mata uang [C]
D C
M (1.29)
Mata uang mencakup mata uang yang dipegang oleh masyarakat nonbank dan
tidak termasuk kas bank-bank komersial. Rasio mata uang dalam sirkulasi terhadap
deposit adalah CR = C/D, di bawah kendali masyarakat bukan di bawah kendali
bank-bank komersial atau bank sentral. Stok uang dalam arti luas [H] adalah
penjumlahan mata uang dalam sirkulasi [C] ditambah cadangan bank [TR], yaitu:
TR C
H (1.30)
Jika rasio cadangan bank terhadap deposit adalah RR = TR/D, di bawah
kendali bank sentral, maka stok uang dan stok-stok uang dalam arti paling luas atau
masing-masing adalah:
Dari persamaan (1.31) dan (1.32) diperoleh rasio stok uang terhadap stok-stok
uang dalam arti paling luas sebagai berikut:
RR
Spesifikasi penentu CR dan RR memerlukan pemahaman tentang neraca
bank-bank komersial. Pada dasarnya, CR merupakan variable trend dan untuk tujuan
analisis diasumsikan konstan. Variabel RR secara dominan ditentukan oleh
bank-bank komersial, sehingga analisis dipusatkan pada penentuan [M] dan [H]. Format
Tabel 2.1. Neraca Bank Komersial
Aspek paling penting dari perilaku bank-bank komersial adalah menentukan
rasio cadangan terhadap deposit. Cadangan bank-bank komersial ada dua, yaitu
cadangan wajib atau required reserve dan cadangan lebih atau excess reserves.
Misalkan giro wajib minimum merupakan faktor proporsi [] dan cadangan lebih
[ER] sehingga:
ER D
TR dan ERe(R) D (1.34)
Diketahui bahwa e(R) merupakan fungsi menurun dari D [e/D < 0], artinya
peningkatan deposit bank akan menurunkan cadangan lebih bank, sehingga total
cadangan bank-bank komersial berubah menjadi:
D
dengan stok uang dalam arti paling luas, yaitu:
penawaran stok uang nominal, sebaliknya peningkatan giro wajib minimum dan rasio
mata uang dengan deposit akan menurunkan penawaran stok uang nominal. Jika +
e(R) = RR maka komponen kanan persamaan (1.36) adalah:
RR
RR konstan, bisa negatif atau positif. Oleh sebab itu peningkatan rasio sirkulasi mata
uang terhadap deposit [CR] akan menurunkan penawaran stok uang. Persamaan (1.8)
menjelaskan bahwa penawaran stok uang nominal ditentukan oleh tiga faktor, yaitu
stok uang dalam arti paling luas, tingkat giro wajib minimum, dan rasio stok uang
terhadap deposit. Semakin tinggi rasio stok uang dalam arti paling luas maka
penawaran stok uang semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi tingkat giro wajib
minimum dan rasio sirkulasi mata uang terhadap deposit maka penawaran stok uang
semakin rendah.
Model Permintaan Dana
Model dasar permintaan uang riil memperhatikan tujuan individu untuk
memegang uang, yaitu tujuan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi. Model dasar
permintaan uang diformulasikan sebagai berikut:
Di mana:
t = periode waktu,
M = permintaan uang nominal,
P = tingkat harga umum,
L = likuiditas,
y = pendapatan riil, dan
R = tingkat bunga nominal.
Dari model dasar ini diketahui bahwa Ly > 0 dan LR < 0, artinya permintaan
uang naik jika pendapatan riil naik dan permintaan uang turun jika tingkat bunga
nominal naik. Individu atau rumah tangga ingin memaksimalkan utilitas memegang
uang sampai waktu tak terhingga, sehingga fungsi utilitas memegang uang adalah
... ) , ( )
, ( ) ,
( 2 2 2
1
1
t t t t t
t l u c l u c l
c
u (1.2)
Di mana:
c = konsumsi barang atau jasa,
l = leha-leha atau leisure, dan < 1 = faktor diskonto.
Peningkatan konsumsi dan leha-leha akan meningkatkan utilitas [uc, ul > 0],
dan utilitas marginal dari konsumsi dan leha-leha semakin kecil [ucc dan ull < 0].
Rumah tangga dapat meminjam atau memberi pinjaman sebesar obligasi B dengan
jika B < 0 maka rumah tangga meminjam. Oleh sebab itu kendala anggaran rumah
tangga pada periode [t] adalah:
t
Komponen sebelah kiri persamaan merupakan jumlah sumber dana, yaitu
pendapatan nominal periode [t], saldo kas nominal periode [t - 1], dan obligasi
periode [t - 1] dan komponen sebelah kanan persamaan merupakan jumlah
penggunaan dana, yaitu konsumsi nominal periode [t], saldo kas nominal periode [t]
dan obligasi periode [t]. Pengaturan kendala anggaran rumah tangga pada periode [t +
1] adalah:
membahas masalah permintaan uang bukan permintaan obligasi dengan
menggunakan proses iteratif sebagai berikut:
t
Persamaan (1.5) disebut kendala anggaran intertemporal atau intertemporal
berhingga. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa peningkatan harga akan
meningkatkan permintaan uang nominal untuk mengimbangi jumlah konsumsi atau
transaksi riil. Artinya leha-leha [l] berhubungan negatif dengan konsumsi riil [ct] dan
berhubungan positif dengan permintaan uang riil [mt]. Permintaan leha-leha
dirumuskan sebagai berikut:
Fungsi lagrange dari optimalisasi utilitas rumah tangga persamaan (1.7) dan kendala
persamaan (1.5) adalah
persamaan konsumsi riil dan permintaan stok uang nominal, yaitu:
Substitusi persamaan (1.12A) dan (1.12D) ke (1.10A) dan (1.10B) akan
menghasilkan permintaan uang riil sebagai berikut:
Persamaan (1.13) menjelaskan bahwa respons permintaan stok uang riil
terhadap konsumsi riil adalah positif, sebaliknya respons terhadap biaya memegang
uang atau tingkat bunga nominal adalah negatif, dengan syarat nilai [1 - ] .
Perubahan konsumsi mempunyai efek langsung dan lebih kuat pada utilitas
dibandingkan dengan efek tidak langsung dari leha-leha. Artinya peningkatan utilitas
peningkatan leha-leha. Substitusi (1.13) ke hasil derivasi parsial (1.10A) dan (1.10B)
Komponen pertama kiri persamaan (1.14A) menjelaskan utilitas yang tersedia
untuk tambahan satu unit konsumsi dan komponen kedua menjelaskan utilitas yang
tersedia untuk tambahan satu unit leha-leha. Komponen kanan persamaan
menjelaskan utilitas marginal netto dari konsumsi, yaitu utilitas yang diperoleh secara
langsung akibat peningkatan satu unit konsumsi dikurang biaya dari leha-leha.
Komponen kiri persamaan (1.14B) menjelaskan utilitas marginal dari satu unit
leha-leha dikali unit leha-leha-leha-leha dari memegang uang riil. Komponen kanan menjelaskan
utilitas marginal netto dari satu unit uang atau utilitas marginal satu unit lesiure dari
memegang uang sama dengan utilitas marginal dari satu unit uang dikali pendapatan
bunga per unit uang.
2.4. Model Laba Bank
Aktivitas bank adalah menghasilkan jasa deposit [D] dan pinjaman atau kredit
[L]. Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi biaya bank dijelaskan oleh fungsi C[D, L].
Fungsi biaya bank diasumsikan konvex atau decreasing returns to scale dan twice
… N. Aktiva bank diasumsikan terdiri dua jenis, yaitu cadangan kas [R] dan
pinjaman atau kredit [L], sedangkan kewajiban bank terdiri dari [D]. Cadangan kas
merupakan proporsi [] tertentu dari deposit, yaitu:
R = D (1.1)
Di mana adalah giro wajib minimum. Giro wajib minimum merupakan instrumen
otoritas moneter untuk mempengaruhi sirkulasi mata uang dalam perekonomian.
Total cadangan kas seluruh lembaga keuangan bank sama dengan jumlah uang inti,
minimum dikali permintaan deposit perbankan. Total cadangan kas ini sama dengan
jumlah uang inti dalam sirkulasi. Neraca pemerintah atau otoritas moneter
menjelaskan deskripsi kebijakan moneter [M] pada operasi pasar terbuka.
Perubahan jumlah sekuritas pemerintah [B] sama dengan perubahan sirkulasi uang
inti, yang secara langsung mempengaruhi uang inti dan kredit perbankan, yaitu:
Angka pengganda uang didefinisikan sebagai dampak perubahan marginal jumlah
kredit bank didefinisikan sebagai dampak perubahan marginal dari kredit, yaitu
. 0 1 ) / 1 ( ] / [ ] /
[L M L B Pinjaman bank sentral terhadap bank-bank
komersial dilaksanakan melalui intervensi tingkat bunga bank sentral [r] dan
diasumsikan sama dengan tingkat bunga antarbank. Intervensi dalam bentuk tingkat
bunga bank sentral mempengaruhi tingkat bunga deposit [rD] dan tingkat bunga kredit
[rL].
2.5. Bank Leanding Channel
Jalur pinjaman bank (bank lending channel) merupakan jalur pinjaman bank
yang menggunakan dana yang ada dalam sisi liability pada perbankan (tabungan,
deposito dan dana pihak ketiga lainnya). Sebagai sumber pembiayaan (kredit) yang
merupakan salah satu komponen aset perbankan (Nualtaranee, 2005).
Ada persetujuan tersebar luas antar ahli ekonomi bahwa bank-bank atau
perantara keuangan sudah secara umum memainkan satu peran yang penting di dalam
memancarkan kebijakan moneter kepada ekonomi yang riil. Tetapi peran yang tepat
dari bank-bank masih diperdebatkan. Di dalam pandangan patokan, yang dikenal
sebagai saluran uang atau suku bunga, bank-bank memainkan suatu peran yang
khusus di sisi kewajiban, dengan kata lain, sistem perbankan menciptakan uang
(likuiditas) dengan mengeluarkan deposito-deposito dan investasi spekulatif tanpa
peran di sisi aktiva-aktiva. Di suatu singkatan yang moneter, pengurangan cadangan
menyimpan dibatasi. Sebagai hasilnya, penyimpan-penyimpan tahan lebih sedikit
uang (deposit bank) di dalam kepemilikan-kepemilikan mereka. Jika harga bersifat
lengket, uang riil menyeimbangkan akan [musim] gugur dan kedua-duanya shortterm
dan (melalui barang kepunyaan harapan) tingkat bunga jangka panjang akan
kenaikan. Secara setimpal, permintaan untuk pinjaman-pinjaman, belanjaan
investasi-investasi dan bunga (minat yang sensitif seperti perumahan semua [musim] gugur).
Maka, tiga kondisi-kondisi yang penting bahwa harus dicukupi untuk keberadaan dari
suatu saluran uang adalah: (1) harga harus lengket sehingga kebijakan moneter dapat
mempengaruhi uang riil menyeimbangkan; (2) tingkat bunga jangka pendek harus
mempengaruhi tingkat bunga jangka panjang; dan (3) tingkat bunga jangka panjang
harus mempengaruhi pengeluaran investasi riil.
Studi menggunakan suatu baterai uji untuk meneliti saluran peminjaman bank.
Itu mempekerjakan suatu autoregresi vektor VAR pendekatan yang menggunakan
kumpulan dan data yang dipisahkan untuk melihat barang kepunyaan dari kebijakan
moneter pada lembar; seprai-lembar; seprai saldo bank. Dengan data yang
dipisahkan, dasar hipotesis saluran peminjaman bank dapat dianalisa. Komplementer
kepada analisa VAR, penyamaan-penyamaan permintaan-permintaan dan penawaran
jangka panjang pasar kredit Indonesia itu diperkirakan, memperoleh dari suatu
koreksi kesalahan vektor model (VECM) untuk mengidentifikasi apakah penyesuaian
ke arah keseimbangan di dalam pasar kredit dikuasai oleh penawaran, seperti yang
diusulkan oleh saluran peminjaman. Menyeluruh, studi menyediakan suatu
transmisi yang moneter di Indonesia di hadapan dan setelah krisis. Dengan
keberadaan dari "peminjam-peminjam bank tergantung" seperti (ketika yang
sekunder syarat saluran peminjaman bank (dengan) jelas mencukupi, studi terutama
sekali memusat di kondisi yang pertama untuk keberadaan dari saluran peminjaman
bank; yang apakah kebijakan moneter mempengaruhi kuantitas peminjaman bank.
Menurut "peminjaman bank" (Bernanke dan Blinder, 1988) mekanisme
transmisi moneter, bank-bank's aktiva-aktiva seperti juga kewajiban mereka
memainkan satu peran yang penting. Di suatu singkatan yang moneter, bank-bank's
pengurangan cadangan dan memberi cadangan wajib, deposito-deposito mereka
jatuh. Jika penurunan deposito-deposito bukanlah kompensasi oleh jo dana yang lain
yang bukanlah tunduk kepada cadangan wajib, atau oleh suatu penurunan sekuritas,
ini akan mengakibatkan suatu penurunan pinjaman bank. Jika [musim] gugur
pinjaman bank dan peminjam-peminjam bank tergantung bersifat dominan di dalam
ekonomi, pengeluaran investasi riil akan mengurangi. Karena pinjaman bank
di dalam banyak negara-negara, terutama negara berkembang, tinggal sumber utama
dari keuangan eksternal untuk perusahaan? usaha-perusahaan? usaha bisnis, suatu
gangguan penawaran pinjaman bank dapat mengurangi kegiatan ekonomi. Syarat
perlu untuk keberadaan dari saluran ini adalah: (1) bank sentral harus mampu
menghambat penawaran dari pinjaman bank; dan (2) pinjaman bank dan sekuritas
harus tak sempurna sebagai gantinya untuk beberapa peminjam.
Agung (1998) gunakan suku bunga pasar uang (interbank pasar uang) ketika
tidak langsung target-target interbank tingkat bunga. Satu alternatif adalah daftar
biaya pengiriman barang-barang SBI yang telah secara luas digunakan sebagai acuan
oleh pasar, khususnya karena saham bank SBIs meningkat secara dramatis. Yang
menjadi masalah dengan menggunakan daftar biaya pengiriman barang-barang SBI
adalah bahwa/karena sistem lelang sudah diubah tiga kali. Dihadapan 1993, Indonesia
bank menargetkan kuantitas SBIs di dalam lelang (tingkat pancung), tetapi karena
1993 sistem itu diubah kepada tingkat keluar berhenti, di mana otoritas moneter
menetapkan tingkat bunga di SBIs dan pasar menentukan kuantitas SBIs. Sistem
tingkat keluar berhenti diubah lagi; kembali ke dalam tingkat penggalan dalam 1998.
Dalam praktek, bagaimanapun, suatu campuran dari target-target harga dan kuantitas
mempunyai sering dieksekusi. Alternatif lain adalah uang dasar, yang mempunyai
secara formal digunakan oleh Bank Indonesia seperti ketika target operasi karena
1998.
2.6. Konsep Inflasi
Inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan
terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Diartikan juga sebagai naiknya terus terus-menerus
tingkat harga pada suatu perekonomian akibat kenaikan permintaan agregat/penurunan
penawaran agregat. Indeks harga konsumen adalah ukuran tingkat harga sebagai
indikator inflasi. IHK dihitung setiap bulan berdasar perkembangan harga barang dan
jasa yang dikonsumsi rumah tangga seluruh ibukota provinsi di Indonesia (Soebagiyo &
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan
terus menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau
dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono,
2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.
Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga
yang terajadi pada seluruh kelompok barang dan jasa Pohan (2008). Bahkan mungkin
dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum
barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang
yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar,
bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga
barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan
inflasi. Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi
kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian
secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari
barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut
definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.
2.7. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB), adalah pendapatan total dan pengeluaran total
nasional atas output barang dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat