• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontaminasi Sumber Air Oleh Parasit Dan Tindakan Penduduk Menjaga Sanitasi Sumber Air Di Desa Sidolmuyo, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Tahun 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kontaminasi Sumber Air Oleh Parasit Dan Tindakan Penduduk Menjaga Sanitasi Sumber Air Di Desa Sidolmuyo, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Tahun 2010."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KONTAMINASI SUMBER AIR OLEH PARASIT

DAN TINDAKAN PENDUDUK MENJAGA SANITASI SUMBER AIR DI DESA SIDOLMUYO, KABUPATEN LANGKAT,

SUMATERA UTARA, TAHUN 2010

Oleh: GOH SWEE LUO

070100242

FAKULTAS KEDOKTERAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KONTAMINASI SUMBER AIR OLEH PARASIT DAN TINDAKAN PENDUDUK MENJAGA SANITASI SUMBER AIR

DI DESA SIDOLMUYO, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA, TAHUN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: GOH SWEE LUO

070100242

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KONTAMINASI SUMBER AIR OLEH PARASIT DAN TINDAKAN PENDUDUK MENJAGA SANITASI SUMBER AIR DI DESA SIDOLMUYO, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA, TAHUN 2010

NAMA: GOH SWEE LUO NIM: 070100242

Pembimbing Penguji

(dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes) (dr. Rita Mawarni, Sp.F)

(dr. Rina Amelia, MARS)

Medan, 13 Disember 2010 Universitas Sumatera Utara

Fakultas Kedokteran Dekan

(4)

ABSTRAK

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sebanyak 1,1 juta

orang mengkonsumsi air yang tidak aman dan konsumsi air yang terkontaminasi, sanitasi, dan higenik yang tidak optimal merupakan penyebab diare (80%) di dunia. Penggunaan air oleh manusia akan menghasilkan limbah polutan biologis berasal dari kotoran manusia yang mengandung bakteri, protozoa, atau parasit lain. Antara parasit yang dapat ditemukan dalam sumber air adalah seperti Giardia

lamblia, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, Toxoplasma gondii

dan Soil Transmitted Helminths (STH).

Metode dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Sebanyak 40 contoh air diambil secara acak dan pengisian kuesioner dilakukan di desa Sidolmuyo, kecamatan Binjai, kabupaten Langkat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kontaminasi sumber air oleh parasit dan tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi sumber air desa Sidolmuyo, kecamatan Binjai, kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada tahun 2010.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontaminasi sumber air lebih didominasi oleh telur Ascaris lumbricoides (10%), diikuti dengan cacing tambang (2,5%), larva Strongyloides stercoralis (2,5%) dan toxocara sp. (2,5%). Terdapat 60% penduduk tergolong memiliki tingkat perilaku baik dalam hal menjaga sanitasi di dusun tempat mereka tinggal.

Berdasarkan data di atas, diperlukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari penyakit kecacingan. Masyarakat juga perlu ditingkatkan pengetahuan sebagai upaya untuk menjaga kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air supaya derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas dapat tercapai.

(5)

ABSTRACT

The World Health Organization (WHO) estimates that about 1.1 billion people globally drink unsafe water and that the vast majority of diarrheal disease in the world (88%) is attributable to unsafe water, sanitation and hygiene. The usage of drinking water by humans will produce biological pollutants originating from human waste products that contain bacteria, protozoa, and other parasites.

This was a descriptive study performed using the cross sectional design. 40 water samples were randomly taken and questionnaires were given to the villagers in Sidolmuyo village, which is located in the district of Langkat in North Sumatra. The main objective was to determine the contamination of drinking water by parasites and to investigate villagers’ concern of water sanitation.

Out of the 40 water samples collected, Ascaris lumbricoides eggs were the highest found in water samples (10%). This is followed by hookworms (2.5%), larvae of Strongyloides stercoralis (2.5%) and toxocara sp. (2.5%). The results showed that 60% of the classified residents have good behaviour in regard to observing sanitation in the village where they live.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada keluarga yang telah memberi dukungan baik secara moral maupun materi dalam rangka penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Penulis juga hendak menghaturkan terima kasih kepada dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes, selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing penulis dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua dosen penguji dr. Rita Mawarni, Sp.F dan dr. Rina Amelia, MARS pada sidang proposal, dan yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang mengajari kuliah Community Research Programme karena telah banyak memberi informasi tentang penulisan karya tulis ilmiah. Dengan kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada teman-teman saya seperti saudari Ng Jo Ye, saudara Chin Ching Peng, saudari Arlies Chua Wang Ching, saudari Simranjeet Kaur dan saudari Karyn Lin yang banyak membantu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penelitian ini berjudu l “Kontaminasi Sumber Air oleh Parasit dan Tindakan Penduduk Menjaga Sanitasi Sumber Air di Desa Sidolmuyo Kabupaten Langkat Sumatera Utara Tahun 2010”. Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilaksanakan dengan metode cross sectional.

(7)

kontaminasi sumber air oleh parasit dan tindakan penduduk di desa Sidolmuyo dalam menjaga sanitasi sumber air.

Medan, November 2010

Penulis,

Goh Swee Luo

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ---i

ABSTRAK ---ii

ABSTRACT ---iii

KATA PENGHANTAR ---iv

DAFTAR ISI ---v

DAFTAR TABEL ---vi

DAFTAR GAMBAR ---vii

DAFTAR LAMPIRAN ---viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang ---1-4 1.2Rumusan Masalah ---4

1.3Tujuan Penelitian ---4-5 1.4Manfaat Penelitian ---5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.3 Cryptosporidium parvum 2.3.1 Morfologi dan Daur Hidup ---13-14

(9)

2.5.1 Morfologi dan Daur Hidup ---20-22 2.5.2 Gejala Klinis dan Diagnosis ---22 2.5.3 Epidemiologi ---22-23 2.5.4 Pengobatan ---23 2.5.5 Pencegahan ---23 2.6 Soil Transmitted Helminths (STH) ---23 2.7 Perilaku ---23-24 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ---25 3.2 Definisi Operasional ---25-26 BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ---27 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ---27 4.3 Populasi dan Sampel ---27-28 4.4 Teknik Pengumpulan Data ---28-30 4.5 Validitas ---30 4.6 Reabilitas ---31 4.7 Pengolahan dan Analisa Data ---31-32 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ---33 5.2 Deskripsi Sampel Penelitian ---33 5.3 Hasil Penelitian ---33 5.3.1 Kontaminasi Sumber Air oleh Parasit ---33-34

di dusun II desa Sidolmuyo kecamatan Binjai

kabupaten Langkat, Tahun 2010

5.3.2 Tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi ---34-35 Di Dusun II Cina Desa Sidolmuyo

Kecamatan Binja Kabupaten Langkat, Tahun 2010

5.4 Pembahasan ---35 5.4.1 Gambaran Kontaminasi Sumber Air oleh ---35-36

Parasit di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupetane Langkat, Tahun 2010

5.4.2 Tindakan Penduduk dalam Menjaga Sanitasi ---36 di Dusun II Cina Desa Sidolmuyo

Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Tahun 2010.

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Data Hasil Validitas dan Realiabilitas 29 Kuesioner Tindakan

5.1 Kontaminasi sumber air oleh parasit di 34 dusun II desa Sidolmuyo kecamatan Binjai

kabupaten Langkat, tahun 2010

5.2 Tindakan responden di dusun II 35 desa Sidolmuyo, kecamatan Binjai

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran I Riwayat Hidup Peneliti 52 Lampiran II Kuesioner Penelitian 53-55 Lampiran III Lembar Penjelasan 56-57 Lampiran IV Lembar Persetujuan 58 Lampiran V Validity Test 59-61 Lampiran VI Reliability Test 62 Lampiran VII Gambar Penelitian 63-67 Lampiran VIII Master Data 68-69 Lampiran IX Surat Izin Penelitian 70

& Pengumpulan Data

(14)

ABSTRAK

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sebanyak 1,1 juta

orang mengkonsumsi air yang tidak aman dan konsumsi air yang terkontaminasi, sanitasi, dan higenik yang tidak optimal merupakan penyebab diare (80%) di dunia. Penggunaan air oleh manusia akan menghasilkan limbah polutan biologis berasal dari kotoran manusia yang mengandung bakteri, protozoa, atau parasit lain. Antara parasit yang dapat ditemukan dalam sumber air adalah seperti Giardia

lamblia, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, Toxoplasma gondii

dan Soil Transmitted Helminths (STH).

Metode dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Sebanyak 40 contoh air diambil secara acak dan pengisian kuesioner dilakukan di desa Sidolmuyo, kecamatan Binjai, kabupaten Langkat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kontaminasi sumber air oleh parasit dan tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi sumber air desa Sidolmuyo, kecamatan Binjai, kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada tahun 2010.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontaminasi sumber air lebih didominasi oleh telur Ascaris lumbricoides (10%), diikuti dengan cacing tambang (2,5%), larva Strongyloides stercoralis (2,5%) dan toxocara sp. (2,5%). Terdapat 60% penduduk tergolong memiliki tingkat perilaku baik dalam hal menjaga sanitasi di dusun tempat mereka tinggal.

Berdasarkan data di atas, diperlukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari penyakit kecacingan. Masyarakat juga perlu ditingkatkan pengetahuan sebagai upaya untuk menjaga kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air supaya derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas dapat tercapai.

(15)

ABSTRACT

The World Health Organization (WHO) estimates that about 1.1 billion people globally drink unsafe water and that the vast majority of diarrheal disease in the world (88%) is attributable to unsafe water, sanitation and hygiene. The usage of drinking water by humans will produce biological pollutants originating from human waste products that contain bacteria, protozoa, and other parasites.

This was a descriptive study performed using the cross sectional design. 40 water samples were randomly taken and questionnaires were given to the villagers in Sidolmuyo village, which is located in the district of Langkat in North Sumatra. The main objective was to determine the contamination of drinking water by parasites and to investigate villagers’ concern of water sanitation.

Out of the 40 water samples collected, Ascaris lumbricoides eggs were the highest found in water samples (10%). This is followed by hookworms (2.5%), larvae of Strongyloides stercoralis (2.5%) and toxocara sp. (2.5%). The results showed that 60% of the classified residents have good behaviour in regard to observing sanitation in the village where they live.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1Later belakang

Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Air merupakan salah satu sumber alam yang dimulai terasa pengaruhnya pada usaha memperluas kegiatan pertanian dan industri di berbagai tempat di dunia, secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya generasi yaitu selalu dalam sirkulasi. Air sebagai sumberdaya dini lebih disadari merupakan salah satu unsur penentu di dalam ikut mencapai keberhasilan pembangunan, termasuk pula terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan lingkungan.

Pada masa sekarang ini nampaknya sulit untuk memperoleh air yang murni, aliran air dari gunung yang diperkirakan paling bersih pun mengalami pencemaran dan manusia merupakan salah satu hal yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah pencemaran air di ekosistem air. World Health Organization

(WHO) menyatakan bahwa sebanyak 1,1 juta orang mengkonsumsi air yang tidak

aman (Kindhauser, 2003) dan konsumsi air yang terkontaminasi, sanitasi, dan higenik yang tidak optimal merupakan penyebab diare (80%) di dunia (WHO, 2003a). Penggunaan air oleh manusia akan menghasilkan limbah polutan biologis berasal dari kotoran manusia yang mengandungi bakteri, virus, protozoa, atau parasit lain yang mencemari sungai,sumur, dan mata air, terutamanya parasit. Angka kontaminasi sumber air minum oleh parasit di beberapa daerah USA adalah 7-26,8% (LeChevallier et al., 1991, Madore et al., 1987, Smith, 1998).

Protozoa dan parasit lain yang dapat dijumpai dalam sumber air adalah seperti

Giardia intestinalis, Cryptoporidium parvum, Entamoeba histolytica, Toxoplasma

gondii, Strongyloides Stercoralis dan lain-lain. Parasit yang tertentu seperti,

Giardia, Entamoeba histolytica, dan Cryptosporidium tidak dapat dieliminasikan

(17)

Giardia intestinalis dan Cryptosporidium parvum tersebar di seluruh dunia

dan dapat dikesan dalam pelbagai air termasuk air permukaan, air bawah tanah, air kumbahan, air buangan daripada pertanian dan penternakan, dan juga air minuman yang telah dirawat (Le Chevallier et al, 1991). Pencemaran air oleh protozoa ini adalah akibat daripada air kumbahan atau feses yang dibuang terus ke dalam sumber air tersebut (Smith, 1992).

Giardia intestinalis amat mudah tersebar terutamanya pada kawasan beriklim

panas seperti di tropika dan subtropika. World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 200 juta orang akan terinfeksi oleh parasit ini setiap tahun (Swarbrick et al., 1997). Menurut Furtado et al. (1998), Karanis & Kourenti

et al. (2007), Giardiasis merupakan waterborne-disease yang umum sejak 30

tahun yang lalu. Beberapa studi menyatakan bahwa sumber air merupakan penyebab Giardiasis epidemik yang utama di dunia (Shahnaz dan Hamid, 2001). Kajian yang dilakukan oleh LeChevallie et al (1991) menjumpai kista Giardia

intestinalis yang tersebar amat baik pada persekitaran akuatik dan telah dijumpai

dalam 81% dari air permukaan yang dikaji yang belum mengalami rawatan. Wallis et al. (1996) juga menemukan sebanyak 18% Kista Giardiasis dalam air yang telah dirawat.

(18)

Toxoplasmosis merupakan infeksi yang sering terjadi melalui konsumsi daging yang mentah atau kurang matang, sayuran, dan air yang terkontaminasi dengan ookista (Tenter et al. 2000). Pada tahun 1995, terdapat 100 orang yang terinfeksi toxoplasmosis di British Colombia disebabkan oleh konsumsi air yang terkontaminasi dengan ookista T.gondii (Bowie et al. 1997). Indonesia sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti sanitasi lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Felidae) (Adyatma, 1980; Levine, 1990).

Amoebiasis yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica tersebar luas di berbagai negara di seluruh dunia. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi di antara 0,2-50% dan berhubungan langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.

Strongyloides stercoralis merupakan Nematoda usus umum yang menginfeksi

30-100 juta orang di seluruh dunia; Afrika, southeast Asia, dan Amerika merupakan negara yang endemik parasit tersebut (Adedayo et al., 2002; Siddiqui and Berk, 2001). Coelho et al. (2001) telah menemukan Strongyloides stercoralis,

Ancylostoma, Ascaris, dan Hymenolepis dalam air dan sayuran mentah yang

dikonsumsi di tempat perawatan anak.

Manusia mendapat infeksi parasit melalui konsumsi air yang terkontaminasi dengan kista Giardia sp., Ookista Cryptosporidium sp, Toxoplasma sp, dan Ova

Strongyloides stercoralis. Gejala yang biasa ditemui pada individu yang terinfeksi

(19)

dan sakit kepala. Di negara berkembang, angka penyakit gastrointestinal dan konsentrasi patogen adalah lebih tinggi dalam air (Martins et al., 1983; Jimenez et

al., 2002).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang kontaminasi sumber air oleh parasit dan tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi sumber air di Desa Sidolmuyo, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

1.2Rumusan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian seperti berikut:

a) Bagaimanakah kontaminasi sumber air oleh parasit di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tahun 2010?

b) Bagaimana tindakan penduduk Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dalam menjaga sanitasi sumber air?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

(20)

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui kontaminasi sumber air yang terdapat di Dusun II Desa Sidomulyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat terkontaminasi oleh parasit tahun 2010.

b) Untuk memperoleh jenis-jenis parasit yang paling banyak terdapat dalam sumber air di Dusun II Desa Sidomulyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, tahun 2010.

c) Untuk mengetahui tindakan penduduk di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dalam hal pengadaan air bersih.

1.4Manfaat Penelitian

Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi:

a) Masyarakat untuk menambah pengetahuan dalam upaya pencegahan kontaminasi air dari parasit.

b) Masyarakat untuk menambah pengetahuan sebagai upaya untuk menjaga kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air supaya derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas dapat tercapai.

c) Pukesmas untuk memberikan kesadaran dan menambah informasi bagi penduduk dalam upaya pencegahan dan pemberantasan permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan infeksi parasit.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Giardia intestinalis

2.1.1 Morfologi dan Daur Hidup

Giardia intestinalis (sinonim dengan Lamblia intestinalis dan Giardia

duodenalis) adalah protozoa parasit flagellata yang menyebabkan Giardiasis atau

Lambliasis. Parasit ini pertama kali dilihat oleh Van Leeuwenhoek pada tahun 1681. Flagelata ini pertama kali dikenal dan dibahas oleh Lambl (1859), yang memberikan nama “intestinalis”. Kemudian Stiles (1915) memberikan nama baru,

Giardia lamblia.

Parasit ini mempunyai 2 stadium yaitu:

a) Stadium trofozoit: Ukuran 12-15 mikron; berbentuk simetris bilateral seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah bagian anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin tersebar di plasma inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari 4 pasang blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap.

b) Stadium kista: Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti; yang matang mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub.

G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal

(22)

kemudian sitoplasma membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 trofozoit. Dengan pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada di antara villi usus bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, trofozoit dengan batill isap akan melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit kemudian berkembangbiak dengan cara belah pasang longitudinal. Bila jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat pada mukosa dapat menutupi permukaan mukosa usus halus (Wolfe, 1992; Farthing, 1999; Hawrelak, 2003). Trofozoit yang tidak melekat pada mukosa usus, akan mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus bagian distal yaitu usus besar. Enkistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga stadium kista dapat ditemukan dalam tinja yang padat.

Cara infeksi dengan menelan kista matang yang dapat terjadi secara tidak langsung melalui air dan makanan yang terkontaminasi, atau secara langsung melalui fecal-oral.

2.1.2 Gejala Klinis dan Diagnosis

Gejala klinis yang disebabkan oleh giardiasis sangat bervariasi dan dapat berbeda di antara penderitanya. Hal ini tergantung berbagai faktor seperti jumlah kista yang tertelan, lamanya infeksi, faktor hospes dan parasitnya sendiri (Faubert, 2000).

Giardiasis bisa muncul sebagai (1) infeksi asimptomatis; (2) diare akut; (3) diare kronik. Selain diare, terdap juga simptom seperti steatore, kram perut, perut kembung karena ada gas di dalamnya, kehilangan berat badan, dan muntah. Tinja akan berwarna pucat, berminyak, atau berbau (Hall, 1994). Giardiasis juga menyebabkan komplikasi yaitu, malnutrisi yang akan menyebabkan gangguan perkembangan dan pertumbuhan pada infant dan anak usia muda (Farthing, 1996).

(23)

sangat jarang giardiasis juga dilaporkan berhubungan dengan arthritis (Letts et al., 1998), arteritis retina dan iridosiklitis (Corsi et al., 1998).

Metode diagnostik yang standar untuk Giardiasis adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan teknik SAFC untuk mendeteksi kista dan trofozoit. Trofozoit juga dapat dijumpai dalam cairan dari duodeno-jejunal junction dengan endoskopi atau dengan enterotest. Deteksi antigen G.intestinalis dalam tinja segar dengan teknik IFAT dan ELISA mempunyai sensitivitasa dan spesifisitas yang tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik.

2.1.3 Epidemiologi

Giardiasis adalah infeksi protozoa usus yang common di seluruh dunia.

World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 200 juta orang akan

terinfeksi setiap tahun (Swarbrick et al., 1997). Infeksi Giardiasis lebih sering ditemukan di daerah beriklim tropik dan subtropik daripada di daerah beriklim dingin. Terutama ditemukan di Rusia, Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Meksiko dan bagian barat Amerika Selatan.

Kista Giardia sp. secara umum lebih stabil dan bertahan lebih lama dalam lingkungan pada jangka masa panjang (bulan). Kista ini lebih sesuai bertumbuh pada kondisi dingin, lembab, dan suhu rendah. Selain itu, kista resisten terhadap klorin, ozon, dan radiasi ultraviolet (UV). Mendidihkan kista pada suhu 60-70% selama 10 menit akan menurunkan viabilitasnya.

2.1.4 Pengobatan

Obat pilihan adalah tinidazol dengan dosis tunggal 2 gram pada orang dewasa atau 30-35 mg/kg pada anak. Selain itu giardiasis juga dapat diobati dengan metronidazole, kuinakrin, furazolidon.

2.1.5 Pencegahan

(24)

terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista G.intestinalis.

2.2 Entamoeba histolytica

2.2.1 Morfologi dan Daur Hidup

Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food-borne Disease). Parasit ini pertama kali ditemukan oleh Losh (1875) dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia.

Dalam daur hidupnya, E.histolytica mempunyai 2 stadium, yaitu: trofozoit dan kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi ekskistasi dan keluarlah stadium trofozoityang masuk ke rongga usus besar. Dari sebuah kista mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit.

(25)

paru, otak, kulit, dan vagina. Stadium trofozoit berkembangbiak secara belah pasang.

Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam rongga usus besar, stadium trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu (enkistasi), kemudian membelah menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan terdapat inti entameba. Di endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar, menyerupai lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen diannggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda.

Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Stadum kista tidak patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.

2.2.2 Gejala Klinis dan Diagnosis

Gejala-gejala klinis tergantung daripada lokalisasi dan beratnya infeksi. Penyakit disentri yang ditimbulnya hanya dijumpai pada sebagian kecil penderita tanpa gejala dan tanpa disadarimerupakan sumber infeksi yang paling yang kita kenal sebagai pembawa, terutama didaerah dingin, yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kista sehari. Penderita amoebiasis sering dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak diperut yang samar-samar, dengan adanya konstipasi, lemah, dan neurastenia. Infeksi menahun dengan gejala subklinis dan terkadang dengan eksasebasi kadang-kadang menimbulkan terjadinya kolon yang “irritable” sakir perut berupa kolik yang tidak teratur.

(26)

disertai pembesaran hati. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan menurunnya berat badan.

Ameobiasis ekstra intestinalis memberikan gejala sangat tergantung kepada lokasi absesnya. Yang paling sering dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari mukosa usus melalui aliran sistem portal. Sering dijumpai pada orang-orang dewasa muda dan lebih sering pada pria daripada wanita dengan gejala berupa deman berulang, kadang-kadang disertai menggigil, ikterus ringan, bagian kana diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa sakit sekali pada bahu kanan dan hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan nyeri tekan interkostal, efusi pleural dengan deman disertai dengan menggigil. Infeksi amoeba di otak akan menyebabkan abses atau tumor otak. Amoebiasis ekstra intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit setentang hati atau kulit setentang colon atau di tempat lain dengan tanda-tanda suatu ulkus dengan pinggirnya yang tegas, sangat sakit dan mudah berdarah.

Cara mendiagnosa gangguan yang ditimbulkan oleh E.histolytica adalah dengan diagnosis koproskopik. Sampel tinja yang segar dilakukan fiksasi dengan larutan SAF dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop.

Untuk ameobiasis ekstra intestinalis, diperlukan ultrasound, CT Scan, dan deteksi antibodi serologik untuk menegakkan diagnosis.

2.2.3 Epidemiologi

(27)

Kista dapat tahan lama dalam air (10-14 hari). Kista ini juga resisten terhadap lingkungan yang lembab. Ia dapat hidup selama 8 hari dalam suhu 28-34 derajat celcius dan selama 1 bulan dalam suhu 10 derajat celcius. Tetapi, Kista akan dibunuh pada suhu lebih daripada 55 derajat celcius atau dalam keadaan kering. Kista juga tahan terhadap klorin dan tidak dapat dieliminasikan walaupun dengan penambahan klorin.

2.2.4 Pengobatan

Pengobatan yang diberikan pada penderita ameobiasis yang invasuf berbeda dengan non-invasif. Pada penderita ameobiasis non-invasif dapat diberikan paromomisin. Pada penderita ameobiasis invasif terutama diberikan golongan nitromidazol yaitu metronidazol. Obat lain yang dapat diberikan adalah tinidazol, seknidazol, dan ornidazol.

Pada penderita abses hati ameoba dapat dilakukan drainase abses selain pemberian obat anti ameoba. Pada penderita dengan kolitis fulminan, dapat ditambahkan pemberian antibiotik spektrum luas untuk membunuh bakteri.

2.2.5 Pencegahan

(28)

2.3 Cryptosporidium parvum 2.3.1 Morfologi dan Daur Hidup

Cryptosporidium sp. adalah protozoa usus dan telah ditemukan di Johns

Hopkins School of Medicine sebagai penyebab kriptosporidiosis pada tahun 1976

masif, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, dan anorexia. Manusia yang imunokompeten akan menderita penyakit ini dengan self-limited dan sembuh dalam beberapa minggu (Soave, 1994). Terdapat kriptosporidiosis terutama ditemukan pada penderita imunokompromais: HIV-AIDS, infan, orang tua, kemoterapi, dan organ transplantasi (Guerrant 1997).

(29)

lebih pada orang yang imunokompeten, sedangkan pada yang imunokompromais jauh lebih lama (Lisawati & Srisasi, 2008).

2.3.2 Gejala Klinis dan Diagnosis

Simptom mulai muncul sesudah 2-10 hari (rata-rata 7 hari) terinfeksi parasit. Cryptosporidium sp. merupakan penyebab diare. Terdapat juga simptom yang lain, yaitu nyeri/ kram perut, dehidrasi, nausea, muntah, deman, dan kehilangan berat badan. Sebagian orang yang terinfeksi adalah asimptomatik. Gejala-gejala tersebut akan muncul selama 1-2 minggu pada orang yang imunokompeten. Traktus intestinal merupakan tempat utama Cryptosporidium sp., tempat lain yaitu paru, telinga bagian tengah, saluran empedu, pankreas, dan lambung.

Pasien imunokompromais (AIDS, imunokompromais kongenital, penderita kanker, pasien yang mendapat transplantasi organ serta obat imunosupresif) akan menderita penyakit yang lebih serius, kronik, dan kadang-kadang mengakibatkan kematian (CDC, 2009)

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan ookista dalam tinja segar atau yang diawetkan dengan formalin. Pemeriksaan tinja dengan cara lain, yaitu

acid-fast staining, direct fluorescent antibody (DFA), dan/ atau deteksi antigen

Cryptosporidium sp. dengan enzyme immunoassays telah dilaporkan.

Pemeriksaan tinja dengan menggunakan PCR (Polymerase Chain

Reaction) lebih sensitif. Metode molekular ini telah digunakan sebagai preferensi

dalam diagnostik laboratorium (CDC, 2009).

2.3.3 Epidemiologi

(30)

ditemui dari sampel lingkungan karena ia mempunyai banyak animal reservoirs (Fayer, 2004), termasuk burung, reptila, dan ikan. Dalam beberapa studi, didapati parasit ini dijumpai pada hewan agrikultural seperti sapi di US (Garber et al., 1994), Canada (Mann et al., 1986) dan di UK (Reynolds et al., 1986); babi, domba (Xiao et al., 1993); kambing (Mason et al., 1981; Johnson et al., 1999; Delafosse et al., 2003).

Sebanyak 3-7 % penyebab diare di negara berkembang adalah disebabkan oleh Cryptosporidium sp. (Black, 1996). Dalam suatu penelitian, dilaporkan bahwa angka prevalensi kriptosporidiosis di Asia dan Afrika adalah masing-masing 4,9% dan 10,4 % (Ungar, 1990). Selain itu, kriptosporidiosis juga dikenali sebagai “traveler’s diarrhoea”. Di negara dengan tingkat sanitasi yang tidak optimal, penyediaan sumber air yang terkontaminasi, dan kontak dengan hewan, mempunyai risiko yang tinggi terinfeksi dengan parasit ini (Swerdlow & Rees, 1992).

Ookista dapat bertahan lama selama 18 bulan dalam lingkungan yang dingin dan lembab. Desiccation atau lingkungan yang panas dan kering dengan waktu lebih dari 2 jam akan membunuh ookista (Robertson et al., 1992). Ia sensitif terhadap suhu yang tinggi, temperatur 65 derajat celcius akan menyebabkan inaktivasi ookista dalam 5-10 menit. Selain itu, ookista juga resisten terhadap banyak disinfektan, termasuklah khlor. Konsentrasi disinfektan yang tinggi dapat membunuh ookista, tetapi pemberian konsentrasi yang tinggi ini dalam perawatan air adalah tidak pratikal (Robertson et al., 1992).

2.3.4 Pengobatan

(31)

2.3.5 Pencegahan

Pencucian tangan merupakan cara yang efektif dalam pencegahan penyakit kriptosporidiosis. Untuk mencegah terinfeksi dengan penyakit ini, beberapa langkah pencegahan harus dijalankan:

a) Kebiasaan mencuci tangan (higenik yang optimal),

b) Mencegah penggunaan air yang terkontaminasi dengan ookista parasit tersebut,

c) Air harus dididihkan atau diflitrasi jika penggunaan air yang terkontaminasi tidak dapat dicegah,

d) Mencegah konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan ookista,

e) Extra care saat berlancong,

f) Mencegah terpapar dengan tinja saat aktivitas seksual (CDC, 2009).

2.4 Toxoplasma gondii

2.4.1 Morfologi dan Daur Hidup

Toxoplasma gondii adalah parasit obligat intraselular yang menyebabkan

toxoplasmosis (Murat, 2009). Ia pertama kali ditemukan oleh Nicole dan Manceaux pada tahun 1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus

gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Selain itu, Janku (1923)

menemukan protozoa tersebut pada penderita korioretinitis dan oleh Wolf (1937) telad di isolasinya dari neonatus dengan ensefalitis dan dinyatakn sebagai penyebab infeksi kongenital pada anak (Indra Chahaya, 2003).

Terdapat tiga bentuk dalam Toxoplasma gondi yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit), dan ookista (berisi sporozoit) (WHO, 1979; Frenkel, 1989; Sardjono et al., 1989).

(32)

mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi (Levine, 1990). Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.

Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris (Krahenbuhl dan Remington, 1982).

Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot. Kista ini merupakan stadium istirahat dari T.gondii. Menurut Levine (1990), pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan organ tubuh dan terutama di otak.

Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda reside (Frenkel, 1989; Levine, 1990).

Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif dari T.gondii. Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi trofozoit.

(33)

membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).

Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista

T.gondii, maka masa prepatannya 2-3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung

oleh kucing, maka masa prepatannya 20-24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista daripada oleh ookista (Coz, 1982; Levine, 1990).

2.4.2 Gejala Klinis dan Diagnosis

Orang yang imunokompeten (sehat) sering tidak menimbulkan gejala jika terinfeksi T.gondii. Manifestasi yang muncul sering hanya berupa “flu like

syndrome” dan biasanya bertahan selama beberapa minggu. Gejala akan tampak

jelas bahkan menjadi lebih berat bila terjadi reaktivasi (CDC, 2008).

T.gondii dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes, kecuali

sel darah merah. Kerusakan yang terjadi pada jaringan, tergantung pada umur, virulensi strain Toxoplasma, jumlah parasit, dan organ yang diserang (Lisawati dan Srisasi, 2008).

Jika infeksi terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya toksoplasmosis kongenital (Zaman dan Keong, 1988).

Selain itu kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus (CDC, 2008)

2.4.3 Epidemiologi

(34)

ookista (Tenter et al., 2000). Felix merupakan hospes yang mengeluarkan ookista bersama tinja ke lingkungan (Dubey & Beattie 1988).

Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista per hari selama 2 minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai lebih dari satu tahun. Sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan tanah kering dapat memperpendek hidupnya.

Kecoa dan lalat dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari tanah atau lantai ke makanan. Selain itu, Toxoplasma sp. juga resisten terhadap bahan kimia dan proses desinfeksi (Dubey et al. 1970, 1998).

Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia baik pada manusia maupun hewan. Sekitar 30% dari penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya (Levin, 1990). Kista T.gondii dapat bertahan pada suhu 4 derajat ceicius sampai tiga minggu dan kista tersebut akan mati dalam keadaan beku pada suhu -15 derajat celcius selama tiga hari dan pada suhu -20 derajat celcius selama dua hari (WHO, 1979).

2.4.4 Pengobatan

Obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh stadium takizoit

T.gondii dan tidak membasmi stadium kista, sehingga obat dapat memberantas

infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun, yang dapat menjadi aktif kembali.

(35)

(atovaquone) yang bila dikombinasikan dengan sulfadiazin atau obat lain yang aktif terhadap T.gondii, dapat membunuh kista jaringan pada mencit.

Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan. Seorang ibu hamil dengan infeksi primer harus diberikan pengobatan profilaktik. Pada bayi dengan toksoplasmosis kongenital diberikan Pirimetamim, sulfonamid, dan asam folinat selama 1 tahun (Susanto & Gandahusada, 2008).

2.4.5 Pencegahan

Terdapat beberapa cara untuk mencegah infeksi toksoplasmosis terkait lingkungan, diantaranya adalah:

a) Mencegah konsumsi air yang tidak dimasak hingga mendidih, terutamanya negara yang kurang berkembang

b) Memakai sarung tangan saat berkebun atau jika ada kontak dengan tanah, kemudian harus mencuci tangan untuk mencegah tangan terkontaminasi dengan feces kucing yang mengadung ookista

c) Memberi makanan yang matang untuk kucing peliharaan (CDC, 2008)

Untuk mencegah terjadinya infeksi dengan ookista yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia, dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70 derajat celcius yang disiramkan pada tinja kucing (Remington & Desmont, 1983; Seigmund, 1979).

2.5 Strongyloides stercoralis 2.5.1 Morfologi dan Daur Hidup

Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina mempunyai panjang 2mm, ekornya blunt-ended, dan esofagus straight-sided (filariform) yang panjang (Speare, 1989).

(36)

cacing dewasa (Pranatharthi et al., 2009). Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup (Supali T., Margono S.S., 2008):

1. Siklus langsung

Sesudah 2-3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran ± 225 x 16 mikron, berubah menjadi larva filariform berbentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya ± 700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena, kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan ± 28 hari sesudah infeksi.

2. Siklus tidak langsung

(37)

3. Autoinfeksi

Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi daur perkembangan di dalam hospes. Autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup di daerah nonendemik.

2.5.2 Gejala Klinis dan Diagnosis

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat.

Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan Strongyloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah; diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis dapat terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu).

Strongyloides stercoralis merupakan parasit yang sulit didiagnosa.

Diagnosis definitif memerlukan visualisasi langsung parasit tersebut ( Van der Feltz et al., 1999; Kaminsky, 1993), yaitu dengan menemukan larva rabditiform dalam tinja segar, dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa Strongyloides stercoralis yang hidup bebas (Taniawati dkk., 2008).

2.5.3 Epidemiologi

S. stecoralis menginfeksi sebagian besar populasi di daerah topikal dan

(38)

menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus. (Taniawati dkk., 2008).

2.5.4 Pengobatan

Albendazol 400 mg satu/ dua kali sehari selama tiga hari merupakan obat pilihan. Mebendazol 100 mg tiga kali sehari selama dua atau empat minggu dapat memberikan hasil yang baik. Mengobati orang yang mengandung parasit, meskipun kadang-kadang tanpa gejala, adalah penting mengingat dapat terjadi autoinfeksi. Perhatian khusus ditujukan kepada pembersihan sekitar daerah anus dan mencegah konstipasi (Taniawati dkk., 2008).

2.5.5 Pencegahan

Edukasi komunitas di daerah endemik adalah seperti berikut:

a) Manajemen sewage

b) Mencegah tanah yang terkontaminasi feses atau penggunaan feses sebagai fertilizer

c) Memakai pakaian pelindung saat menangani sewage atau tanah yang terkontaminasi parasit (Emily et al., 2008).

2.6 Soil Transmitted Helminths (STH)

STH merupakan nematode usus yang ditularkan melalui tanah. Cacing yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, cacing tambang

(hookworms), Trichuris trichiura, dan Strongyloides stercoralis. Manusia

merupakan satu-satunya hospes untuk parasit-parasit ini (Taniawati S. dkk., 2008).

2.7 Perilaku

(39)

dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Notoatmodjo, 2007). Skinner menyatakan bahwa bila dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yakni perilaku yang tidak tampak/terselubung (covert behavior) dan perilaku yang tampak (overt behavior). Perilaku yang tidak tampak ialah berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, emosi, pengetahuan dan lain-lain. Perilaku yang tampak antara lain berjalan, berbicara, berpakaian dan sebagainya (Machfoedz et al., 2006)

Perilaku masyarakat yang sehat akan membuat lingkungan sekitarnya menjadi bersih dan akan memutuskan berbagai rantai penularan penyakit. Sebaliknya, lingkungan akan tercemar atau menjadi kotor dan tidak sehat apabila masyarakat disekitar lingkungan tersebut tidak menjaga, memelihara, atau memperhatikan faktor kesehatan. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003a), masalah kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku (non perilaku).

Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh 3 kelompok faktor yaitu: faktor-faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Ketiga faktor tersebut saling terkait dalam menentukan perilaku seseorang.

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian adalah:

Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian

3.2Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka konsep di atas, definisi operasional adalah: a) Parasit: parasit-parasit yang dapat dijumpai dalam sumber air adalah

seperti Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba

histolytica, Toxoplasma gondii, Soil Transmitted Helminths (STH) dan

lain-lain. Parasit:

Giardia intestinalis

Cryptosporidium parvum

Entamoeba histolytica

Toxoplasma gondii

Strongyloides stercoralis

Ascaris lumbricoides

Hookworm

dll

Kontaminasi sumber air dan sanitasi sumber sumber air

(41)

b) Perilaku adalah perilaku sehat penduduk di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dalam memelihara lingkungan dan sanitasi sumber air.

c) Kontaminasi sumber air oleh parasit dan sanitasi sumber air: Kontaminasi air oleh parasit-parasit Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum,

Entamoeba histolytica, Toxoplasma gondii, Soil Transmitted Helminths

dan lain-lain. d) Cara ukur:

1. Pengumpulan dan pemeriksaan air dengan teknik pengendapan dan pengapungan modifikasi Caldwel

2. Kuesioner, pertanyaan yang dianjurkan sebanyak 10 dengan 4 pilihan jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.

e) Kategori: Pengukuran perilaku dikategorikan dalam 3 tingkatan, yaitu: 1. Perilaku baik, jika > 75% pertanyaan dijawab benar oleh responden 2. Perilaku sedang, jika 40-75% pertanyaan dijawab benar oleh

responden

3. Perilaku kurang baik, jika < 40% pertanyaan dijawab benar oleh responden.

f) Alat Ukur: Pemeriksaan laboratorium dan angket/ kuesioner g) Skala Pengukuran:

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross-sectional deskriptif dimana menggambarkan kontaminasi sumber air oleh parasit dan tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi sumber air di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, tahun 2010.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di daerah perumahan di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat karena higine dan sanitasi yang kurang.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret-November 2010, sedangkan pemgambilan dan pengumpulan data dilakukan selama bulan Juni-November 2010.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

(43)

di Dusun II Desa Sidolmuyo Kabupaten Langkat, Kecamatan Binjai, Sumatera Utara.

4.3.2 Sampel

Dalam menentukan besarnya sampel peneliti telah menggunakan metode pengambilan sampel secara cluster sampling. Jumlah sampel dihitung dengan rumus:

n =

N

1+ N (d²)

n = Sampel

N = Populasi

d = penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi ditetap sebesar 0,10 (Notoatmojo, 2005)

Maka,

n =

1+ 67 (0,167 ²)

= 40.1

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat relatif adalah sebesar 10%, jumlah sampel air dan penduduk yang telah diperoleh dengan memakai rumus di atas adalah 40 (Notoatmodjo, 1993).

4.4 Teknik Pengumpulan Data

(44)

pengendapan dan pengapungan modifikasi Caldwel. 20ml contoh air disentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm, supernatan dibuang kemudian 1-2 tetes endapan diperiksa di bawah mikroskop dengan larutan Lugol.

Untuk pengukuran tindakan penduduk, peneliti perlu menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian kemudian meminta persetujuan responden (Informed Consent) secara lisan dan tulisan. Selanjutnya, responden diminta mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Kuesioner sudah dilakukan uji validitas. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi antara skor (nilai) setiap item pertanyaan dengan skor total kuensioner tersebut. Adapun teknik korelasi yang biasa dipakai untuk mengetahui apakah nilai korelasi setiap pertanyaan itu

significant, maka dapat menggunakan Sistem komputer untuk mengujinya.

Setelah dilakukan uji validity test construct dengan menggunakan Sistem komputer, 10 pertanyaan tentang perilaku adalah valid.

Tabel 4.1

Data Hasil Validitas Dan Realiabilitas Kuesioner Perilaku

(45)

10 0,745 Valid Reliable

11 0,701 Valid Reliable

12 0,238 Tidak

Valid

Tidak Reliable

13 0,566 Valid Reliable

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 13 items diuji validitas dan reliabilitas, dimana pertanyaan tersebut bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya dan hasil rancangan dari peneliti sendiri didapatkan jumlah item pertanyaan yang valid dan realibel sebanyak 10 item untuk pertanyaan perilaku.

4.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian. Data primer telah dikumpulkan dari kawasan perumahan di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Sumatera Utara guna pemeriksaan contoh air dan kuesioner untuk mengetahui perilaku penduduk menjaga sanitasi sumber air. Pemeriksaan dan pengukuran sampel air dilakukan dengan alat bantu mikroskop.

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder telah didapatkan dari kepala desa tentang jumlah populasi yaitu sebanyak 67 buah rumah dan kegiatan harian di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

4.5 Validitas

(46)

korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total dihitungkan. Pertanyaan dikatakan valid jika nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu memenuhi taraf significancy, yaitu di atas 0,632.

4.6 Reabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercayai atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2005).

Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner telah dites sekurang-kurangnya dua kali. Uji coba tersebut kemudian diuji dengan tes menggunakan rumus korelasi product moment dan perhitungan realibilitas hanya dilakukan pada pertanyaan-pertanyaan yang sudah memiliki validitas. Bila hasilnya (angka korelasinya) sama atau lebih dari angka kritis pada derajat kemaknaan P 0,05, maka kuesioner tersebut reliabel.

4.7 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program komputer SPSS ( statistical product and service solution) secara deskriptif dan hasil ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi.

(47)

program komputer program SPSS (Statistical Product dan Service Solution), tahap keempat melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di

entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk mendeskripsikan data

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, dipaparkan hasil penelitian beserta pambahasannya. Penelitian dilakukan sejak penyusunan proposal hingga penyusunan laporan hasil penelitian. Proses pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2010. Sampel sumber air diambil untuk melihat gambaran kontaminasi sumber air oleh parasit dan pengisian kuesioner dilakukan untuk melihat gambaran tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi di desa tersebut.

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di dusun II desa Sidolmuyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada Dusun II karena dinilai kondisi sanitasi dan higinis pada dusun tersebut tidak cukup baik.

5.2. Deskripsi Sampel Penelitian

Sebanyak 40 sampel sumber air diambil secara acak dari Dusun II dan pengisian kuesioner melalui wawancara dilakukan terhadap 40 responden di kawasan perumahan Dusun II Cina.

5.3. Hasil Penelitian

(49)

5.3.1 Kontaminasi sumber air oleh parasit di dusun II desa

Sidolmuyo kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Tahun 2010

Secara teoritis, Strongyloides stercoralis, Giardia lamblia,

Cryptosporidium sp. adalah beberapa parasit yang paling sering dijumpai pada

sumber air namun dari hasil identifikasi sampel sumber air di dusun II desa Sidomulyo didapati hanya 2,5% sumber air yang terkontaminasi S. stercoralis (tabel 5.1.).

Tabel 5.1. Kontaminasi sumber air oleh parasit di dusun

II desa Sidolmuyo kecamatan Binjai kabupaten Langkat, tahun 2010

Jenis Parasit Frekuensi Persentase (%)

Ascaris lumbricoides 4 10

Hookworms 1 2,5

Strongyloides stercoralis 1 2,5

Lain-lain

Tetrahymena pyriformis

Histomonas meleagridis

Toxocara sp.

5.3.2. Perilaku penduduk dalam menjaga sanitasi di Dusun II Cina Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Tahun 2010

(50)

Tabel 5.2. Tindakan responden di dusun II desa Sidolmuyo, kecamatan Binjai kabupaten Langkat, Tahun 2010

Tindakan Frekuensi Persentase (%)

Baik 24 60

Sedang 16 40

Kurang 0 0

Jumlah 40 100

5.4 Pembahasan

5.4.1 Gambaran kontaminasi sumber air oleh parasit di Dusun II Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupetane Langkat, Tahun 2010

Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat sekitar 65-97% ookista

Cryptosporidium sp. dijumpai dalam sumber air (Blanchfield, 1996) tetapi tidak

dijumpai dalam contoh sumber air di Dusun II. Hal ini mungkin karena suhu di Desa II adalah lebih tinggi sehingga ookista Cryptosporidium sp. ini tidak dapat berkembang secara optimal di dalam sumber air. Ookista lebih rentan terhadap suhu tinggi (heat sensitive) dan parasit ini lebih sesuai untuk berkembang pada kondisi yang lebih dingin dan lembab (Robertson dkk, 1992).

Kontaminasi sumber air lebih didominasi oleh telur Ascaris lumbricoides (10%) kemungkinan karena kawasan perumahan di Dusun II banyak dikelilingi oleh tanah liat yang lembab. Tanah liat merupakan media yang baik bagi perkembangan (Jangkung Samidjo, 2001) dan daya tahan hidup telur A.

lumbricoides (Faust & Russel, 1965). Parasit ini juga tersebar luas di negara

tropika dan subtropika dengan sanitasi yang kurang adekuat (Kindhauser, 2003). Ini sesuai dengan kondisi di desa tersebut yang mempunyai tingkat sanitasi yang kurang baik.

Dari tabel 5.1, didapat frekuensi cacing tambang dan Strongyloides

stercoralis adalah rendah; mungkin karena telur cacing tambang cepat menjadi

(51)

cacing tambang tidak begitu tahan dengan pengaruh faktor luar, di samping itu juga mungkin telur cacing tambang mudah hancur akibat agitasi air karena mempunyai dinding sel yang lebih tipis (Dewi dkk., 1987). Selain itu larva cacing tambang juga lebih mudah hidup di tanah berpasir yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung dibandingkan tanah liat (Jangkung Samidjo, 2001). Begitu juga dengan Strongyloides stercoralis, ia berkembang dengan baik dalam tanah gembur, berpasir dan humus (Gandahusada, 1998).

Dijumpainya telur Toxocara sp. pada sumber air disebabkan penduduk di dusun tersebut banyak memelihara anjing sebagai hewan ternak. Selain itu, parasit-parasit Tetrahymena pyriformis dan Histomonas meleagridis juga ditemui dalam sumber air di Dusun II karena terdapat banyak penduduk di dusun tersebut yang menternak unggas. Unggas merupakan salah satu hospes untuk parasit-parasit tersebut (McDougald, 2005). Kurangnya sanitasi terhadap sumber air menyebabkan mudahnya parasit tersebut mengkontaminasi sumber air masyarakat setempat.

5.4.2. Tindakan penduduk dalam menjaga sanitasi di Dusun II Cina Desa Sidolmuyo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Tahun 2010.

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Kontaminasi sumber air lebih didominasi oleh telur Ascaris lumbricoides, yaitu sebanyak 10%.

2) Didapati frekuensi cacing tambang dan Strongyloides stercoralis adalah rendah (1%).

3) Jenis tanah, suhu dan kelembaban tanah akan mempengaruhi perkembangan parasit.

4) Mayoritas penduduk dusun II desa Sidomulyo memiliki tindakan baik terhadap hal menjaga sanitasi (60%).

6.2 Saranan

Saranan yang diperlukan adalah:

1) Diharapkan pemerintah dapat menciptakan kebutuhan atas fasilitas air minum dan penyehatan lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat melalui sosialisasi, kampanye, pendidikan dan lain sebagainya.

(53)

3) Diharapkan petugas kesehatan setempat (Pukesmas) memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari penyakit kecacingan,

4) Petugas kesehatan (Pukesmas) dianjurkan untuk memberi pengobatan massal secara berkala dengan obat anti-parasit yang efektif.

5) Masyarakat harus menambah pengetahuan sebagai upaya untuk menjaga kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air supaya derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas dapat tercapai.

6) Masyarakat perlu menambah pengetahuan dalam upaya pencegahan kontaminasi air dari parasit.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adedayo et al.,2002. Hyperinfective Strongyloidiasis in The Medical Ward.

Dalam: Taima A.A. et al., 2005. The First Recored for the Free Stages of

Strongyloides stercoralis in Shebha City. Faculty of Science, Sebha

University, South Libya: 1.

Adyatma, 1980. Kebijaksanaan Pemberantasan Penyakit Parasit di Indonesia.

Dalam: Indra Chahaya, 2003. Epidemiologi Toxoplasma gondii.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan: 1.

Ajaib, A., 1996. Molecular Characterization of Cryptosporidium Oocysts in

Samples of Raw Surface Water and Waste Water. Dalam: Yousefi Z. et

al., 2009. Parasitic Contamination of Wells Drinking Water in

Mazandaran Province. Mazandaran University of Medical Sciences, Sari,

Iran: 242.

Athari, A., 1996. Clinical Parasitology. Dalam: Yousefi Z. et al., 2009. Parasitic

Contamination of Wells Drinking Water in Mazandaran Province.

Mazandaran University of Medical Sciences, Sari, Iran: 242.

Azwar, Saifuddin, 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2. Cetakan IV. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Bell et al., 1993. A Swimming Pool-Associated Outbreak of Cryptosporidiosis in

British Columbia. Dalam: Dawn et al., 2008. Relative Importance of The

Various Environmental Sources of Cryptosporidium oocysts in Three

Watersheds. The University of West Indies, Trinidad & Tobago: 24.

(55)

Blanchfield R., 1996. Cryptosporidiosis IFST Position Statement. Institute of Food Science & Technology.

Bowie et al., 1997. Outbreak of Toxoplasmosis Associated with Municipal

Drinking Water. Dalam: Aubert D., 2009. Detection of Toxoplasma gondii

Oocysts in Water: Proposition of a Strategy and Evaluation in

Champagne-Ardenne Region, Parasitology-Mycology Laboratorium,

France: 290.

Budiharja, 2004. Perilaku Hidup Sehat Masyarakat Kurang. Available from: http://suara merdeka.com/harian/0310/02/kot18.htm. Semarang. [Updated 27 November 2010].

Carroccio et al., 1997. Secondary Impairment of Pancreatic Function as a Cause

of Severe Malabsorption in Intestinal Giardiasis. Dalam: Environmental

Protection Agency (EPA), 1999. Washington: 9.

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2008. Toxoplasmosis: Disease. Available from: 11 January 2008].

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2008. Toxoplasmosis:

Diagnosis Available

from:

January 2008].

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2008. Toxoplasmosis:

Prevention & Control. Available

from:

January 2008].

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Cryptosporidiosis:

Disease. USA. Available from:

(56)

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Cryptosporidiosis:

Diagnosis. USA. Available

from:

2009].

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Cryptosporidiosis:

Treatment. USA. Available

from:

2009].

Centers of Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Cryptosporidiosis:

Prevention & Control. USA. Available

from:

2009].

Centres for Disease Control and Prevention (CDC), 1996. Foodborne outbreak of

Diarrhoeal Illness Associated with Cryptosporidium parvum. Dalam:

Dawn et al., 2008. Relative Importance of The Various Environmental

Sources of Cryptosporidium oocysts in Three Watersheds. The University

of West Indies, Trinidad & Tobago: 24.

Centres for Disease Control and Prevention (CDC), 1997. Outbreaks of

Escherichia coli 0157:H7 Infection and Cryptosporidiosis Assocated with

Drinking Unpasteurized Apple Cider. Dalam: Dawn et al., 2008. Relative

Importance of The Various Environmental Sources of Cryptosporidium

oocysts in Three Watersheds. The University of West Indies, Trinidad &

Tobago: 24.

Cordell, R.L. & Addis, D.G., 1994. Cryptosporidiosis in Child Care Settings.

Dalam: Dawn et al., 2008. Relative Importance of The Various

Environmental Sources of Cryptosporidium oocysts in Three Watersheds.

(57)

Cornain et al., 1990. Aspek Imunologi dan Pendekatan Imunoterapi pada Infeksi

Toxoplasma. Dalam: Indra Chahaya, 2003. Epidemiologi Toxoplasma

gondii. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara,

Medan: 5.

Corsi et al., 1998. Ocular Changes Associated with Giardia lamblia Infection in

Children. Dalam: Environmental Protection Agency (EPA), 1999.

Washington: 9.

Cox, F.E.G., 1982. Immunology. Dalam: Indra Chahaya, 2003. Epidemiologi

Toxoplasma gondii. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera

Utara, Medan: 3.

Delafosse et al., 2003. Prevalence et facteurs de risque de la cryptosporidiose

caprine dans le department des Deux-Sevres. Dalam: Dawn et al., 2008.

Relative Importance of The Various Environmental Sources of

Cryptosporidium oocysts in Three Watersheds. The University of West

Indies, Trinidad & Tobago: 24.

Dewi RM, Marwoto HA, Renny M. Penelitian parasit usus pada sayuran di

Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran.1987;45:64.

Di Prisco et al., 1998. Association between Giardiasis and Allergy. Dalam: Environmental Protection Agency (EPA), 1999. Washington: 9.

Dubey et al., 1970. Characterization of the New Fecal Form of Toxoplasma

gondii. Dalam: Aubert D., 2009. Detection of Toxoplasma gondii Oocysts

in Water: Proposition of a Strategy and Evaluation in

Champagne-Ardenne Region, Parasitology-Mycology Laboratorium, France: 291.

Dubey et al., 1998. Effect of Gamma Irradiation on Unsporulated and Sporulated

Toxoplasma gondii Oocysts. Dalam: Aubert D., 2009. Detection of

Toxoplasma gondii Oocysts in Water: Proposition of a Strategy and

Evaluation in Champagne-Ardenne Region, Parasitology-Mycology

(58)

Dubey JP, Beattie CP, 1988. Toxoplasmosis of Animals and Man. Dalam: Aubert D., 2009. Detection of Toxoplasma gondii Oocysts in Water: Proposition

of a Strategy and Evaluation in Champagne-Ardenne Region,

Parasitology-Mycology Laboratorium, France: 290.

Faust EC. & Russel PF: Clinical Parasitology, Leo & Febeger Philadephia. 7th Edition.1965; 974-980.

Fayer R. & Leek RG, 1984. The Effects of Reducing Conditions, pH, Medium and

Temperature and Time on In Vitro Excystation of Cryptosporidium. Dalam:

Omar A. Khan, 2010. A Review of Cryptosporidiosis. Johns Hopkins University School of Public Health, USA: 6.

Fayer, R., 2004. Cryptosporidium: A Water-borne Zoonotic Parasite. Dalam: Dawn et al., 2008. Relative Importance of The Various Environmental

Sources of Cryptosporidium oocysts in Three Watersheds. The University

of West Indies, Trinidad & Tobago: 24.

Filer, L.J., Jr., 1996. Iron Deficiency, Giardiasis, and HIV Disease. Dalam: Environmental Protection Agency (EPA), 1999. Washington: 9.

Frenkel J.K., 1989. Toxoplasmosis. Dalam: Indra Chahaya, 2003. Epidemiologi

Toxoplasma gondii. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera

Utara, Medan: 2-3.

Furtado et al., 1998. Outbreaks of Waterborne Infectious Intestinal Disease in

England and Wales. Dalam: Aubert D., 2009. Detection of Toxoplasma

gondii Oocysts in Water: Proposition of a Strategy and Evaluation in

Champagne-Ardenne Region, Parasitology-Mycology Laboratorium,

France: 290.

Gambar

Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1
Tabel 5.1. Kontaminasi sumber air oleh parasit di dusun
Tabel 5.2. Tindakan responden di dusun II desa Sidolmuyo, kecamatan
+6

Referensi

Dokumen terkait

dalam persekutuan aliansi, dan usaha bersama. g) Strategi efektivitas operasional, meningkatkan cara proses bisnis internal dilakukan hingga perusahaan melakukan aktifitas

6WXGL YDULDELOLWDV PXVLPDQ MHQLV PDPDOLD GL NDZDVDQ LQGXVWUL GDQ TXDUU\ GLODNXNDQ GL 37 ,QGRFHPHQW 7XQJJDO 3UDNDUVD 7EN 8QLW 3DOLPDQDQ -DZD %DUDW .RPELQDVL IDNWRU LNOLP GDQ WLSH

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-1014, pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada TUHAN YESUS KRISTUS karena berkat dan bantuanya skripsi ini dapat penulis kerjakan dan selesaikan dengan judul Analisis

Pada ANOVA yang dilanjutkan dengan uji LSD, hasilnya menunjukkan bahwa pada pengamatan menit ke-120, pemberian ektrak tapak liman dosis 400 mg/kg BB menunjukan adanya hambatan

Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi neraca maupun rugi laba, oleh karena itu

Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya obyektif (tidak subyektif, berdasar prasangka sendiri). Dia akan mencari bukti-bukti