• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA NARSISME IKLAN POLITIK CALON LEGISLATIF PADA PEMILU 2014 (Analisis Semiotik Iklan Banner Calon Legislatif DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA NARSISME IKLAN POLITIK CALON LEGISLATIF PADA PEMILU 2014 (Analisis Semiotik Iklan Banner Calon Legislatif DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

MAKNA NARSISME IKLAN POLITIK CALON LEGISLATIF PADA PEMILU 2014

(Analisis Semiotik Iklan Banner Calon Legislatif DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh :

ROKHMAH TRIASTUTI 201010040311349

Dosen Pembimbing : 1. Isnani Dzuhrina, M.Adv

2. Sugeng Winarno, M.A

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “MAKNA NARSISME IKLAN POLITIK CALON LEGISLATIF PADA PEMILU 2014 (Analisis Semiotik Iklan Banner Calon Legislatif DPR RI Dapil Jatim V Malang

Raya)”.Penulisan penelitian ini dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing dalam rangka penyusunan. Tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sangatlah tidak mudah menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga penelitian ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Oktober 2014

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam terwujudnya Skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. ALLAH S.W.T atas kekuatan serta berkat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

2. Sugito, Eni Purwati, Megawati, Dian Cahaya Sari, M. Alif Ramadhani, dan M. Adam Afandi. Terimakasih telah menjadi ayah, ibu, kakak dan adik terbaik bagiku, yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, dan doa yang tak terhenti. Terimakasih untuk segala bentuk dukungan moril maupun materiil. 3. Isnani Dzuhrina, M. Adv. selaku dosen pembimbing I dalam penulisan skripsi

ini yang telah mencurahkan waktu dan ilmu serta kesabaran dalam membimbing serta memberikan nasihat untuk penulis.

4. Sugeng Winarno, M. A. selaku dosen pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang telah mencurahkan waktu dan ilmu serta kesabaran untuk membimbing serta mengarahkan penulis. Dan selaku dosen wali, terima kasih telah memberikan nasihat, saran serta tak hentinya mengingatkan penulis. 5. Frida Kusumastuti, Dra, M.Si selaku dosen penguji dalam penulisan skripsi

ini. Terima kasih telah memberikan pertanyaan, saran dan ilmu untuk perbaikan penulisan ini.

6. Rahadi, M.si selaku dosen penguji dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih telah memberikan pertanyaan, saran dan ilmu untuk perbaikan penulisan ini. 7. Seluruh dosen FISIP UMM yang telah memberikan ilmu serta arahan kepada

(8)

viii

8. Darba Agung Guntara. Terimakasih untuk waktu, tenaga, semangat dan dukungannya, serta kesabaran yang luar biasa dalam membantu dan mendampingi menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih telah menjadi partner terbaik dalam perjuangan ini.

9. Semua teman-temanku tercinta : Ratih, Vika, Yogy, Vanda, Devi, Andrian, Seluruh Warga MMD, Seluruh Teman IKOM F dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih untuk cinta dan kasih sayang serta semangat dan dukungan kalian semua yang tak akan terlupakan.

Malang, Oktober 2014

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI....………... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN………... v

ABSTRAK……….... vi

ABSTRAC... viii

KATA PENGANTAR... x

UCAPAN TERIMA KASIH………... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL……….... xviii

DAFTAR GAMBAR……….... xix

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 4

C. Tujuan Penelitian………. 4

D. Manfaat Penelitian………... 5

D.1. Manfaat Akademis………... 5

D.2. Manfaat Praktis……… 5

E. Tinjauan Pustaka……….. 6

E.1. Komunikasi Politik………... 6

E.1.1. Definisi Komunikasi Politik……… 6

E.1.2. Unsur Komunikasi Politik………... 7

E.2. Tanda dan Makna………. 8

E.2.1. Tanda………... 8

E.2.2. Makna……….. 8

E.3. Narsisme………... 11

E.3.1 Definisi Narsisme………. 11

E.3.2. Narsisme Politik……….. 11

E.4. Pemilu 2014……….. 12

(10)

x

E.5.1. Definisi DPR………... 13

E.5.2. Syarat Menjadi Calon Legislatif……….. 13

E.5.3. Kewajiban Anggota DPR……… 15

E.6. Iklan……….. 16

E.6.1. Definisi Iklan………... 16

E.6.2. Iklan Politik………. 17

E.7. Analisis Semiotik………. 18

E.7.1. Semiotik Model Charles Sanders Pierce………. 19

E.7.2. Semiotik Model Ferdinand De Saussure………. 21

E.7.3. Semiotik Model Roland Barthes………. 23

E.7.4. Semiotik Model Umberto Eco………. 25

E.8 Teori Persuasi/Informasi………... 26

E.9. Fokus Penelitian………... 27

F. Metode Penelitian……… 28

F.1. Metode dan Pendekatan Penelitian……….. 28

F.2. Subjek Penelitian……….. 29

F.3. Sumber Data………. 33

F.3.1 Data Primer………... 33

F.3.2 Data Sekunder………... 33

F.4. Metode Pengumpulan Data………... 33

F.5. Teknik Analisis Data……… 34

F.6. Instrumen Penelitian………. 35

BAB II GAMBARAN OBJEK PENELITIAN……….. 37

A. Banner I Caleg DPR RI dari Partai NasDem……….. 37

A.1. Profil Kresna Dewanata Phrosakh……….. 39

A.2. Profil Partai Nasdem……… 40

A.2.1. Sejarah Partai Nasdem……… 40

A.2.2. Makna Lambang Partai Nasdem………. 42

A.2.3. Visi & Misi Partai Nasdem………. 43

B. Banner II Lathifhah Shohib Caleg DPR RI dari PKB…………. 44

(11)

xi

B.2. Profil Partai Kebangkitan Bangsa……… 46

B.2.1. Sejarah Partai Kebangkitan Bangsa……… 46

B.2.2. Makna Lambang Partai Kebangkitan Bangsa………. 51

B.2.3. Visi & Misi Partai Kebangkitan Bangsa………. 52

C. Banner III Ahmad Basharah Caleg DPR RI dari PDI Perjuangan………57

C.1. Profil Ahmad Basharah……… 58

C.2. Profil PDI Perjuangan……….. 60

C.2.1. Sejarah PDI Perjuangan……….. 60

C.2.2. Makna Lambang PDI Perjuangan………... 61

C.2.3. Visi & Misi PDI Perjuangan………... 62

D. Banner IV Andreas Eddy Susetyo Caleg DPR RI dari PDI Perjuangan………64

D.1. Profil Andreas Eddy Susetyo ……….. 65

D.2. Profil PDI Perjuangan……….. 66

D.2.1. Sejarah PDI Perjuangan……….. 66

D.2.2. Makna Lambang PDI Perjuangan………... 68

D.2.3. Visi & Misi PDI Perjuangan………... 69

E. Banner V Ridwan Hisjam Caleg DPR RI dari Partai Golkar….. 71

E.1. Profil Ridwan Hisjam………... 72

E.2. Profil Partai Golkar………... 75

E.2.1. Sejarah Partai Golkar………... 75

E.2.2. Makna Lambang Partai Golkar………... 78

E.2.3. Visi & Misi Partai Golkar………79

F. Banner VI Moreno Soeprapto Caleg DPR RI dari Partai Gerindra………... 82

F.1. Profil Moreno Soeprapto……….. 83

F.2. Profil Partai Gerindra……… 86

F.2.1. Sejarah Partai Gerindra……… 86

F.2.2. Makna Lambang Partai Gerindra……… 90

(12)

xii

Demokrat………..92

G.1. Profil Nurhayati Ali Assegaf………93

G.2. Profil Partai Demokrat………. 96

G.2.1. Sejarah Partai Demokrat………. 96

G.2.2. Makna Lambang Partai Demokrat………. 100

G.2.3. Visi & Misi Partai Demokrat……….. 101

H. Banner VIII Totok Daryanto Caleg DPR RI dari PAN……….. 102

H.1. Profil Totok Daryanto……….. 103

H.2. Profil PAN………... 105

H.2.1. Sejarah PAN……… 105

H.2.2. Makna Lambang PAN……… 106

H.2.3. Visi & Misi PAN……… 107

BAB III SAJIAN DAN ANALISA DATA………. 108

A. Sajian Data………... 108

A.1. Banner I Kresna Dewanata Phrosakh………. 110

A.1.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 110

A.1.2. Analisis Semiotika Banner Kresna Dewanata Phrosakh………. 111

A.2. Banner II Lathifhah Shohib………. 115

A.2.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 116

A.2.2. Analisis Semiotika Banner Lathifhah Shohib……… 116

A.3. Banner III Ahmad Basharah……… 121

A.3.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 122

A.3.2. Analisis Semiotika Banner Ahmad Basharah………. 122

A.4. Banner IV Andreas Eddy Susetyo……….. 126

A.4.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 126

A.4.2. Analisis Semiotika Banner Andreas Eddy Susetyo… 127 A.5. Banner V Ridwan Hisjam……… 133

A.5.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 134

A.5.2. Analisis Semiotika Banner Ridwan Hisjam………… 134

(13)

xiii

A.6.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 139

A.6.2. Analisis Semiotika Banner Moreno Soeprapto…….. 140

A.7. Banner VII Nurhayati Ali Assegaf……….. 146

A.7.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 147

A.7.2. Analisis Semiotika Banner Nurhayati Ali Assegaf…. 147 A.8. Banner VIII Totok Daryanto……… 153

A.8.1. Identifikasi dan Klasifikasi Data……… 153

A.8.2. Analisis Semiotika Banner Totok Daryanto………... 154

B. Hasil Penelitian dan Diskusi Teori……….. 158

BAB IV PENUTUP……….. 164

A. Kesimpulan……….. 164

B. Saran……… 165

B.1. Saran Akademis………165

B.2. Saran Praktis………. 165

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Jenis Tanda Dan Cara Kerjanya………... 21 TABEL 1.2 Lokasi Pemasangan Banner………... 30 TABEL 3.1 Contoh Tabel Analisis………. 109 TABEL 3.2 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Kresna Dewanata Phrosakh………... 111 TABEL 3.3 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Lathifhah Shohib………. 116

TABEL 3.4 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Ahmad Basharah………. 122

TABEL 3.5 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Andreas Eddy Susetyo……… 127 TABEL 3.6 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Ridwan Hisjam………. 134

TABEL 3.7 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Moreno Suprapto……… 140

TABEL 3.8 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

Nurhayati Ali Assegaf……… 147 TABEL 3.9 Identifikasi Tanda Pada Iklan Banner Caleg DPR RI

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1 Rekapitulasi Model E-3 DPR……… 30

GAMBAR 2.1 Kresna Dewanata Phrosakh………. 37

GAMBAR 2.2 Lathifah Shohib……….. 44

GAMBAR 2.3 Ahmad Basarah……….. 57

GAMBAR 2.4 Andreas Eddy Susetyo……… 64

GAMBAR 2.5 Ridwan Hisjam………... 71

GAMBAR 2.6 Moreno Soeprapto……….. 81

GAMBAR 2.7 Nurhayati Ali Assegaf………. 92

GAMBAR 2.8 Totok Daryanto……….. 102

GAMBAR 3.1 Kresna Dewanata Phrosakh………. 110

GAMBAR 3.2 Lathifah Shohib……….. 115

GAMBAR 3.3 Ahmad Basarah……….. 121

GAMBAR 3.4 Andreas Eddy Susetyo……… 126

GAMBAR 3.5 Ridwan Hisjam………... 133

GAMBAR 3.6 Moreno Soeprapto………. 139

GAMBAR 3.7 Nurhayati Ali Assegaf……… 146

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Bertens, K. 2006. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers.

Djunaidi, M & Fauzan. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Gunawan, Markus. 2008. Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif (DPR, DPRD, DPD. Jakarta: Transmedia Pustaka.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Yogyakarta: Erlangga.

Mardiyansyah, Dudi. 2014. Kampanye yang Menghipnotis Audiens. Jakarta: Salaris Publisher.

Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pease, Allan. 2008. Bahasa Tubuh: Kunci Sukses dalam Karier & Pergaulan. Jakarta: Arcan.

Setiyono, Budi. 2008. Iklan dan Politik. Jakarta: Adgoal.com.

(17)

xvii

Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tinarbuko, Sumbo. 2009. Iklan Politik dalam Realitas Media. Yogyakarta: Jalasutra.

JURNAL

Pradana Saktya Adi, M. Erna Agustina Yudiati, Harga Diri Dan Kecenderungan Narsisme Pada Pengguna Friendster, Fakultas Psikologi Universitas Katolik

Soegijapranata: Semarang, 2009.

MAKALAH

Herlina, Penampilan Fisik dan Penggunaan Benda, Jurusan Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

WEBSITE

Ahira, Anne, Politik Periklanan, diakses pada 06 April 2014 pukul 20.08, http://www.anneahira.com/politik-periklanan.htm.

Ahira, Anne, Definisi Komunikasi Politik, diakses pada 30 Mei 2014 pukul 11.00, http://www.anneahira.com/politik-periklanan.htm.

Admin, 16 Maret 2014, Daftar Calon Tetap Ewan Perwakilan Rakyat 2014, diakses 24 Juli 2014 pukul 12.27, http://caleg.kabarkita.org/daftar-calon-tetap-dewan-perwakilan-rakyat-2014/.

Alamanda Fashion, 01 Januari 2014, Jilbab Everlasting Ala Ratu Atut, diakses pada 29 September 2014 pukul 20.04, http://alamandafashion.com/jilbab-everlasting-ala-ratu-atut/.

Bakaneko, 29 Januari 2014, Mengenal Arti/Makna Lambang Partai Peserta

Pemilu 2014, diakses pada 23 Juli 2014 pukul 21.03,

(18)

xviii

CL, 01 Mei 2014, Arti Tren Kemeja Putih Jokowi, diakses pada 05 November 2014 pukul 16.04, http://cybersulutdaily.com/arti-tren-kemeja-putih-jokowi/. H. Misbach, Ifa, 23 Maret 2014, Caleg dan Bidang Pendidikan, diakses pada 08

Oktober 2014 pukul 20.49, http://www.votecerdas.org/opini/kriteria-caleg-bidang-pendidikan/.

Madani, Warta ,Peci: Sejarah dan Asal Usul Peci Hitam, diakses pada 02 November 2014 pukul 13.20, http://www.wartamadani.com/2013/10/sejarah-dan-asal-usul-peci-hitam.html

Minarti, 02 Juni 2014, Merayakan Pesta Demokrasi, Rakyat Menaruh Harapan, diakses pada 20 Oktober 2014 pukul 21.19,

http://politik.kompasiana.com/2014/06/02/merayakan-pesta-demokrasi-indonesia-menaruh-harapan-662257.html.

Purba, Rado, 27 Maret 2014, Arti Pentingnya Sebuah Senyuman, diakses 23 September 2014 pukul 20.39, http://unik.kompasiana.com/2014/03/27/arti-pentingnya-sebuah-senyuman-642706.html.

Sulastri, Ai Eli, 17 September 2014, 9 Tips Pasti Sukses Wawancara Kerja, diakses 31 Oktober 2014 pukul 21.06, http://tipskarir.com/tips-pasti-sukses-wawancara-kerja/.

Tim Penulis, 26 Februari 2014, Pembahasan Lengkap Mengenai Nahdlatul Ulama, Pengertian NU dan Sejarah berdirinya, diakses 29 September 2014

pukul 20.40, http://www.masuk-islam.com/pembahasan-lengkap-mengenai-nahdlatul-ulama-nu-pengertian-nu-sejarah-berdirinya-dll.html.

Tjoa, Dave, 18 Juli 2014, Batik Makna dan Arti, diakses 02 November 2014 pukul 16.21, http://jejakbatik.blogspot.com/2014/07/batik-makna-dan-arti.html.

http://www.kpu.go.id/koleksigambar/SK_KPU_416_Penetapan_Kursi_Calon_Ter pilih_1452014.pdf (diakses pada 10 Mei 2014 pukul 21.00).

http://www.pemilu.com/jadwal-pemilu-2014/ (diakses pada 30 April 2014 pukul 21.00).

http://www.antaranews.com/sejarah-partai-pdi-perjungan.html (diakses pada 12 Juni 2014 pukul 21.02).

(19)

xix

http://elektabilitas.blogspot.com/2013/06/arti-lambang-partai-demokrasi-indonesia.html (diakses pada 12 Juni 2014 pukul 21.27).

http://www.dpcpdiperjuangan-lamongan.com/organisasi/visi-misi/visi-dan-misi-pdi-perjuangan.html (diakses pada 12 Juni 2014 pukul 21.42).

http://www.pan.or.id (diakses pada 13 Juni 2014 pukul 19.29). http://partaigolkar.or.id/ (diakses pada 23 Juli 2014 pukul 21.29). http://ridwanhisjam.info/ (diakses pada 23 Juli 2014 pukul 20.45). http://demokrat.or.id/ (diakses pada 23 Juli 2014 pukul 20.22). http://pkb.or.id/ (diakses 24 Juli 2014 pukul 12.15).

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahun 2014 merupakan tahunnya pesta demokrasi Indonesia, karena tahun ini akan diadakan event lima tahunan pemilu. Tahun dimana partai-partai berlomba-lomba tebar pesona mencari dukungan rakyat demi mewujudkan keinginannya untuk “menguasai” Indonesia dan tahun dimana rakyat bebas memilih dan dipilih untuk dijadikan pemimpin negaranya (menurut Minarti dikutip dari http://politik.kompasiana.com/2014/06/02/ merayakan-pesta-demokrasi-indonesia-menaruh-harapan-662257.html).

Dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif ataupun pemilu presiden, pemenang ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, dan setiap calon memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan kursi jabatan tersebut (Mardiyansyah, 2014 : v).

Dengan demikian, setiap partai politik (parpol) yang pada tahun ini berjumlah 15 partai (12 partai umum dan 3 partai lokal NAD) serta calon anggota legislatif (caleg) dan eksekutif akan berlomba-lomba menyakinkan masyarakat pemilih dan mengkampanyekan agar dirinya terpilih. Persaingan pun tidak hanya antar partai politik, tetapi juga antar caleg dalam satu partai politik.

(21)

2 berharga, dan hal-hal yang bersifat material lainnya untuk mendapatkan dukungan publik. Sementara itu, soft power adalah kampanye yang mengandalkan pendekatan persuasif, kandidat turun langsung ke daerah pemilihan, menggali permasalahan, menemukan akar masalah, bersama-sama mencari solusi, menyampaikan visi misi, serta menyakinkan pemilih bahwa program itu adalah solusinya (Mardiyansyah, 2014 : v).

Tetapi politik jaman sekarang lebih cenderung menggunakan kampanye hard power, karena lebih praktis dan instan tanpa perlu melalui karya, pemikiran, tindakan dan prestasi politik. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra ketimbang kompetensi politik (Tinarbuko, 2009 : vii).

Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh , yang dibangun melalui aneka media cetak dan elektronik (terlepas dari kecakapan, kepemimpinan dan prestasi politik yang dimilikinya) seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan politik. Melalui, mantra itu, maka persepsi, pandangan dan sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi.

(22)

3 Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 Pasal 17 ayat 1b tentang pemasangan alat peraga kampanye, peserta pemilu dapat memasang alat peraga kampanye luar ruang hanya diperbolehkan memasang satu spanduk/baliho per desa/kelurahan (Mardiyansyah, 2014 : 8-9).

Tetapi demi menarik simpati publik melalui tim suksesnya, mereka tidak menghiraukan peraturan tersebut. Demi dapat dikenal masyarakat pemilih, mereka memasang atribut-atribut tersebut di berbagai tempat yang dianggap strategis. Hebatnya lagi, antar parpol dan antar caleg juga terlibat perang visual dengan memasang atribut secara besar-besaran. Artinya, besar dalam hal ukuran, penempatan dan pemasangannya (Tinarbuko, 2009 : 39).

Pola pemasangan, cara menempatkan dan menempelkan atribut kampanye benar-benar bertolak belakang dari esensi desain media luar ruang yang dirancang sedemikian rupa agar tampil menarik, artistic, informatif, dan komunikatif. Tetapi di tangan orang-orang yang bertugas memasang dan menempatkan reklame luar ruang, karya desain yang bagus itu berubah fungsi menjadi seonggok sampah visual yang mengotori keindahan lingkungan sekitar (Tinarbuko, 2009 : 40).

(23)

4 itu tak lebih dari wajah penuh make up, gincu, kosmetik, dan topeng-topeng politik, yang menutupi wajah sebenarnya (Tinarbuko, 2009 : ix).

Dengan melakukan analisis semiotika pada iklan banner calon legislatif DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya peneliti ingin mengetahui makna apa yang sesungguhnya ingin dibangun calon anggota legislatif pada iklan politiknya. Terkait dengan pemaknaan, studi yang biasa digunakan adalah studi semiotika yang menghubungkan antara tanda, objek dan makna. Maka, penelitian ini akan menggunakan kajian semiotika untuk menganalisis “makna narsisime dibalik iklan banner calon legislatif pada pemilu tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa makna narsisme dibalik iklan banner calon legislatif pada pemilu tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

(24)

5 D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : D.1. Manfaat Akademis

1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber pengetahuan mengenai makna narsisme pada iklan politik, khususnya iklan banner.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti masalah serupa.

D.2. Manfaat Praktis

(25)

6 E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1. Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah bidang dalam ilmu komunikasi yang berkenaan dengan politik. Dalam hal ini, aktivitas komunikasi mempengaruhi kegiatan politik begitupun pula sebaliknya. Sebagai turunan dari ilmu politik dan ilmu komunikasi, bidang komunikasi politik berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, penerimaan, dan dampak-dampak informasi berkonteks politik, baik melalui interaksi media maupun antar manusia (Menurut Ahira dikutip dari http://www.anneahira.com/definisi-komunikasi-politik.htm).

E.1.1. Definisi Komunikasi Politik

Berorientasi dari beberapa pandangan ilmuwan tentang komunikasi politik dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan tidak mudah untuk mendefinisikan komunikasi politik yang disebabkan karena perbedaan sudut pandang, maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan politik.

(26)

7 Dengan kata lain, identitas atau citra politik turut berperan dalam komunikasi politik. Studi komunikasi politik adalah multidisipliner, karena menyinggung aspek-aspek dalam banyak ilmu pengetahuan di antaranya ilmu sosial, jurnalisme dan psikologi (Menurut Ahira dikutip dari http://www.anneahira.com/definisi-komunikasi-politik.htm).

E.1.2. Unsur Komunikasi Politik

Sebagai suatu bentuk kajian yang berhubungan dengan kegiatan berkomunikasi, beberapa ahli juga menjelaskan beberapa unsur-unsur komunikasi politik melalui beberapa sudut pandang yang berbeda-beda. Cangara dalam bukunya menyebutkan unsur komunikasi politik meliputi (Cangara, 2009: 37):

1. Komunikator Politik

Semua pihak yang ikut terlibat dalam proses penyampaian pesan. Pihak-pihak ini dapat berbentuk individu, kelompok, organisasi, lembaga ataupun pemerintah.

2. Pesan Publik

Pesan politik merupakan pernyataan yang disampaikan baik itu tertulis maupun tidak, dalam bentuk simbol atau verbal yang mengandung unsur politik, misal : pidato politik, UU, dll.

3. Saluran atau Media Publik

(27)

8 Semua lapisan masyarakat yang diharapkan memberikan respon terhadap pesan komunikasi politik. Misalnya dengan memberikan suara dalam pemilihan umum.

5. Efek atau Pengaruh

Efek merupakan pengukur seberapa jauh pesan politik dapat diterima dan dipahami.

E.2. Tanda dan Makna E.2.1. Tanda

Dalam komunikasi sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari gejala penandaan. Gudykunts dan Kim memberikan suatu asumsi bahwa manusia dalam kehidupan komunikasinya dalam budaya tertentu tidak bisa lepas dari simbol-simbol atau tanda-tanda (Seto, 2013: 144).

Hjemslev seorang ahli liguistik mendefinisikan tanda sebagai sesuatu yang mewakili atau berdiri atas sesuatu yang lain dalam benak seseorang, tanda terdiri dari ekspresi seperti kata-kata, suara atau pun simbol dan isi dari tanda itu sendiri.

(28)

9 E.2.2. Makna

Makna menurut Shrimp adalah tanggapan internal yang dimiliki atau diacu seseorang terhadap rangsangan dari luar. Makna hadir akibat adanya suatu rangsang dari luar diri manusia. Pesan dalam komunikasi merupakan suatu rangsangan luar. Pesan-pesan tersebut terdiri dari seperangkat tanda-tanda dan tanda-tanda ini kemudian ditanggapi di dalam diri manusia dan menghasilkan suatu pemaknaan (Seto, 2013: 145).

Wendell Johnsons memberikan suatu asumsi tentang pemaknaan dalam komunikasi antar manusia (Seto, 2013: 146-147), yaitu:

1. Makna ada dalam diri manusia

Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan.

2. Makna terus berubah

Banyak kata yang maknanya terus berubah tergantung segala pengalaman dan kejadian yang bergilir seiring dengan waktu. 3. Makna butuh acuan

Komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

(29)

10 Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya

Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalm suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Satu kata bisa memiliki ribuan makna.

6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian

Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, hanya sebagian saja dari makna-makna tersebut yang benar-benar dapat dijelaskan.

Asumsi tentang pemaknaan yang dikemukakan oleh Johnson menitikberatkan bahwa makna pada dasarnya ada dalam diri seseorang, berubah-ubah dan bermacam-macam dan sangat bergantung pada kepentingan yang diacunya baik budaya, ekonomi, politik dan lain-lain.

Ada beberapa macam corak makna. BrodBeck membagi makna ke dalam tiga corak (Seto, 2013: 147), yaitu :

1. Makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut.

2. Makna significance suatu istilah dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Atau merupakan arti dari istilah tersebut.

(30)

11 E.3. Narsisme

E.3.1. Definisi Narsisme

Narsisme (kata sifat: narsistis) dapat dimengerti sebagai "cinta diri". Istilah ini dibentuk berdasarkan nama Narcisscus, tokoh mitologi yunani, yang mati tenggelam karena terpukau pada pantulan wajahnya sendiri dalam air (Bertens, 2006: 28).

Narsisme tidak hanya diartikan sebagai kecenderungan pencarian kepuasaan seksual melalui tubuh sendiri (Freud), tetapi juga segala bentuk penyanjugan diri (self admiration), pemuasan diri (self satisfaction), atau pemujaan diri (self glorification) (Erich Fromm),

atau segala kecenderungan melihat dunia sebagai cermin atau proyeksi dari ketakutan dan hasrat seseorang (Tinarbuko, 2009: viii).

E.3.2. Narsisme Politik

Narsisme politik adalah kecenderungan pemujaan diri berlebihan para elit politik, yang membangun citra diri, meskipun itu bukan realitas diri yang sebenarnya (Tinarbuko, 2009: viii).

Narsisme politik adalah cermin artifisialisme politik melalui konstruksi citra diri yang sebaik, secerdas, seintelek, sesempurna dan seideal mungkin, tanpa menghiraukan pandangan umum terhadap realitas diri yang sebenarnya. Melalui politik pertandaan, berbagai tanda palsu tentang tokoh, figur, dan partai diciptakan untuk mengelabui persepsi dan pandangan publik.

(31)

12 proses politik. Aneka citra politik: jujur, cerdas, bersih, atau nasionalis adalah citra yang mestinya dibangun secara alamiah melalui akumulasi karya, pemikiran, tindakan, dan prestasi politik. Akan tetapi, mentalitas menerabas telah mendorong tokoh miskin prestasi untuk mengambil jalan pintas dengan memanipulasi citra secara instan.

Narsisme politik adalah cermin politik seduksi, yaitu aneka trik bujuk rayu, persuasi, dan retorika komunikasi politik, yang tujuannya meyakinkan setiap orang, bahwa citra yang ditampilkan adalah kebenaran. Padahal, citra-citra itu tak lebih dari wajah penuh make up, gincu, kosmetik, dan topeng-topeng politik, yang menutupi wajah sebenarnya (Tinarbuko, 2009: ix).

E.4. Pemilu 2014

Pemilu adalah pemilihan umum dimana rakyat memilih wakilnya di parlemen serta presiden dan wakil presiden secara langsung (Setiyono, 2008: 66). Pemilu 2014 merupakan pemilihan langsung ketiga setelah pemilu tahun 2004 dan tahun 2009. Pemilu 2014 akan dilakanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif dan Pemilu Presiden pada tanggal 9 juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden (Dikutip dalam website http://www.pemilu.com/jadwal-pemilu-2014/). Pada pemilu tahun 2014,

(32)

13 E.5. Calon Legislatif (DPR RI)

E.5.1. Definisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Gunawan, 2008: 72).

Anggota DPR adalah wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh memperhatikan kepentingan rakyat. Anggota DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum dengan masa kenggotaan selama lima tahun dan berakhir bersama-sama pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji (Gunawan, 2008 : 80).

E.5.2. Syarat Menjadi Calon Legislatif

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon legislatif yaitu:

1. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;

2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

(33)

14 4. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia; 5. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;

6. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;

7. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

8. Sehat jasmani dan rohani; 9. Terdaftar sebagai pemilih; 10.Bersedia bekerja penuh waktu;

11.Mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali;

(34)

15 berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan;

13.Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;

14.Menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu;

15.Dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan 16.Dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.

E.5.3. Kewajiban Anggota DPR 1. Mengamalkan Pancasila.

2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan. 3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.

6. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

(35)

16 8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral yang politis kepada

pemilih dan daerah pemilihannya.

9. Mentaati kode etik dan peraturan tata tertib DPR.

10.Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

E.6. Iklan

E.6.1. Definisi Iklan

Iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapat perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu (Menurut Ahira dikutip dari http://www.anneahira.com/politik-periklanan.htm).

Strategi pemasaran yang dibuat oleh para pemilik komoditas di maksudkan agar para konsumen menerima produk mereka dan kemudian mengkonsumsinya. Untuk itu iklan sebagai bentuk komunikasi pemasaran harus bisa menyampaikan pada khalayaknya tujuan-tujuan pemasaran tersebut dengan menonjolkan hal-hal baik dan nilai guna yang dimiliki produk dan sebaliknya sebisa mungkin iklan menutupi keburukan produk tersebut.

(36)

17 kelompok-kelompok masyarakat tersebut dibentuk, didiktekan, dan dikonstruksikan ke dalam bangunan kesadaran yang bermuara pada bujukan untuk mengkonsumsi suatu komoditas (Seto, 2013: 154). E.6.2. Iklan Politik

Iklan politik adalah iklan yang menawarkan sesuatu berkaitan dengan politik. Iklan politik merupakan salah satu alat komunikasi politik untuk menyampaikan pesan tentang individu atau partai politik. Keberadaannya disosialisasikan menggunakan media komunikasi visual. Perwujudannya dikemas dengan menggunakan pendekatan Desain Komunikasi Visual (DKV). Untuk itu, media komunikasi visual dan desain komuniasi visual dibutuhkan sebagai alat komunikasi antara kandidat dengan calon pemilih. Kepentingannya, agar para kandidat dapat melakukan sosialisasi terkait visi, misi, ide, program kerja dan pandangan ideologis partai maupun individunya untuk menarik minat calon pemilih.

Iklan politik dengan penyampaian pesan yang kreatif dan persuasif menjadi pilihan yang sangat efektif untuk membangun perhatian dan minat serta membentuk sikap target audiens secara masal melalui media. Selain itu, iklan politik dibutuhkan untuk meningkatkan awareness pemilih kepada calon legislatif yang berlaga dalam perhelatan Pemilu 2014 (Tinarbuko, 2009: 58).

(37)

18 Bentuk penyampaian pesan verbal dan pesan visual yang dikemas secara komunikatif dan persuasif, dalam ranah kampanye pemilu, dikenal dengan sebutan iklan politik (Tinarbuko, 2009: 58-59).

Tujuan dari iklan adalah untuk memotivasi dan memengaruhi calon konsumen agar berpikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Selain itu, iklan juga banyak digunakan untuk membangun citra jangka pendek maupun jangka panjang sebagai produk.

Dari penjabaran definisi dan tujuan itu, kita bisa menarik kesimpulan bahwa iklan politik bisa jadi salah satu jenis iklan yang

sedang “menawarkan” produk berupa kemampuan individu yang

sedang diiklankan. Misal, ketika kampanye, banyak sekali iklan politik yang ditemukan. Semuanya menawarkan kemampuan sosok yang diiklankan, dalam hal ini adalah calon pejabat (Menurut Ahira dikutip dari http://www.anneahira.com/politik-periklanan.htm).

E.7. Analisis Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu

(38)

19 yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Sobur, 2002: 95).

Batasan lebih jelas mengenai definisi semiotik dikemukakan oleh Preminger (2001:89), yang mengatakan :

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda itu mempunyai arti. (Sobur, 2002 : 96) .

E.7.1. Semiotik Model Charles Sanders Pierce

Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal (Sobur, 2002: 97).

(39)

20 Segitiga Elemen Makna Pierce

Sign

Interpretan Object

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, Second Edition, Methuen & co. LTD, London, 1990, hal 42, dikutip dari Seto, 2013: 169.

Menurut Pierce, tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu representament yang oleh Pierce disebut juga tanda (sign)

berhubungan dengan object yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretan. Tanda atau representament adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu. Pierce mengistilahkan representament sebagai benda atau objek yang berfungsi sebagai tanda. Objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasanya objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama (Seto, 2013: 169).

Upaya klasifikasi yang dilakukan oleh Pierce terhadap tanda memiliki kekhasan meski tidak bisa dibilang sederhana. Pierce membedakan tipe tanda menjadi : Ikon (icon), Indeks (index), dan Simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya (Seto 2013: 18).

(40)

21 merupakan tanda yang ikonik karena menggambarkan bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya.

2) Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dan objeknya bersifat kongkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Contoh jejak telapak kaki di atas permukaan tanah, misalnya, merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah lewat disana, ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang tamu dirumah kita.

3) Simbol, merupakan jenis tanda yang bersifat arbiter dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol.

Tabel 1.1 Jenis Tanda dan Cara Kerjanya

Jenis tanda Ditandai dengan Contoh Proses kerja

Ikon

[image:40.595.184.518.441.558.2]

- Persamaaan (kesamaaan) - Kemiripan

Gambar.foto,dan

patung - dilihat

Indeks - Hubungan sebab akibat - Kerkaitan

- asap---api

- gejala---penyakit - diperkirakan

Simbol - Konvensi atau - Kesepakatan sosial

- Kata-kata

- Isyarat - dipelajari Sumber:Seto Wahyu Wibowo, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, hal 19.

Tabel 1.1 Jenis Tanda dan Cara Kerjanya

E.7.2. Semiotik Model Ferdinand De Saussure

(41)

22 Saussure memang terkenal dan banyak dibicarakan orang karena teorinya tentang tanda. Meski tak pernah mencetak buah pikirannya dalam sebuah buku, para muridnya mengumpulkan catatan-catatannya menjadi sebuah outline.

Pandangannya tentang tanda sangat berbeda dengan pandangan para ahli linguistik di jamannya. Saussure justru menyerang pemahaman historis terhadap bahasa yang dikembangkan pada abad ke-19. Saat itu, studi bahasa hanya berfokus kepada perilaku linguistik yang nyata. Studi tersebut menelusuri perkembangan kata-kata dan ekspresi sepanjang sejarah, mencari faktor-faktor yang berpengaruh seperti geografi, perpindahan penduduk dan faktor lain yang mempengaruhi perilaku linguistik manusia.

Saussure justru menggunakan pendekatan anti historis yang melihat bahasa sebagai sebuah sistem yang utuh dan harmonis secara internal atau dalam istilah Saussure disebut langue. Dia mengusulkan teori bahasa yang disebut sebagai strukturalisme untuk menggantikan pendekatan historis dari para pendahulunya. Bahasa di mata Saussure tak ubahnya sebuah karya musik (simfoni) dan bila kita ingin memahaminya kita harus memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individual dari setiap pemain musik (Seto, 2013: 20).

Sedikitnya ada lima pandangan Saussure yang terkenal yaitu soal:

(42)

23 2. Form (bentuk) dan Content (isi)

3. Langue (bahasa) dan Parole (tuturan/ujaran) 4. Synchronic (sinkronik) dan Diachronic

5. Syntagmatic dan Associative atau Paradigmatik

E.7.3. Semiotik Model Roland Barthes

Kancah penelitian semiotika tak begitu saja melepaskan nama Roland Barthes (1915-1980) ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental strukturalisme kepada semiotika teks.

Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas model glossematic sign (tanda-tanda glossematic). Mengabaikan dimensi bentuk dan substansi, Barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan content (atau signified) (C) : ERC.

Sebuah sistem tanda primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula. Barthes menulis:

Such sign system can become an element of a more comprehensive

sign system. If the extension is one of content, the primary sign (E1 R1

C1) becomes the expression of a secondary sign system :

(43)

24 Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan

secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep

connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model Roland

Barthes.

Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya (Seto, 2013: 21).

Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya.

(44)

25 Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminimitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan (Seto, 2013: 22).

Langue

Myth

Sumber: Seto Wahyu Wibowo, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, hal 22.

E.7.4. Semiotik Model Umberto Eco

Umberto Eco lahir pada 5 Januari 1932 di Alessandria, wilayah Pedmont Italia. Awalnya ia belajar hukum, kemudian mempelajari filsafat dan sastra sebelum akhirnya menjadi ahli semiotika.

Dia-sebagaimana dikutip Yasraf Amir Piliang dalam buku “Hipersemiotika” Tafsir Cultural Studies Atas matinya Makna, (2003)

– menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Eco mengatakan

bahwa : pada prinsipnya (semiotika) adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta. Definisi ini meskipun agak aneh secara eksplisit menjelaskan betapa

1 signifier 2 signified 3 sign

II SIGNIFIED I SIGNIFIER

(45)

26 sentralnya konsep dusta di dalam wacana semotika, sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika (Seto, 2013: 24).

Menurut Eco, semiotikus terkenal Italia itu, tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus juga untuk menyatakan suatu kebohongan.

Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan demikian semiotika pada prinsipnya adalah suatu disiplin yang mempelajari apa pun yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu itu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran (Seto, 2013: 25).

E.8. Teori Persuasi/Informasi

(46)

27 (Nimmo, 1989: 173). Teori informasi mengatakan bahwa orang mengikuti komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu untuk bertukar informasi dan mengurangi ketidakpastian (Nimmo, 1989: 174).

E.9. Fokus Penelitian

(47)

28 F. METODE PENELITIAN

F.1. Metode dan Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretatif dengan pendekatan analisis semiotik. Secara metodologis dalam teori-teori interpretatif menyebabkan cara berpikir mazhab kritis (Frankfurt School) terbawa pula ke dalam kajian semiotik ini. Aliran Frankfurt terkenal kritis dengan persoalan lambang atau simbol (Sobur, 2002 : 147). Alasannya menggunakan analisis semiotik karena penelitian semiotik menginginkan suatu keseluruhan untuk memperoleh makna-makna yang ada dalam suatu teks sebagai sebuah proses dalam satu kesatuan (Seto, 2013 : 164).

(48)

29 F.2. Subjek Penelitian

Menurut Amirin (1986), subjek penelitian merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan, sedangkan Suharsimi Arikunto (1989) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subjek penelitian memiliki peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian, itulah data tentang variabel yang penelitian akan diamati. Dari kedua batasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud subjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian (Idrus, 2009 : 91).

Adapun subjek penelitian ini adalah banner caleg Dapil Jatim V Malang Raya dari beberapa partai pada pemilu 2014 yang tersebar di jalan-jalan besar di Kota Malang, yang termasuk dalam zona lokasi pemasangan alat peraga untuk pelaksanaan kampanye yang ditetapkan dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 23 tahun 2014).

Adaupun karakteristik dari subjek penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Waktu dokumentasi banner : 16 Maret – 5 April 2014

2. Kecenderungan narsisme diukur dengan Skala Kecenderungan Narsisme yang disusun berdasarkan pedoman DSM-IV (from Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, commonly referred to asDSM-IV, of the American Psychiatric

(49)

30 World Health Organization) yang memiliki delapan ciri yang

dihubungkan dengan iklan banner caleg, yaitu:

(1) merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki, percaya bahwa dirinya adalah spesial dan unik. Misalnya seperti pesan-pesan verbal yang dicantumkan pada iklan banner yang membanggakan dirinya.

(2) dipenuhi dengan fantasi kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan, atau cinta sejati. Misalnya seperti tampilan visual caleg yang cantik, ganteng, agamis, dan cerdas.

(3) memiliki kebutuhan yang eksesif untuk dikagumi. Misalnya seperti menampilkan foto dirinya dalam iklan banner, menunjukkan eksistensi dirinya kepada publik.

(4) merasa layak untuk diperlakukan secara istimewa (5) kurang empati

(6) mengeksploitasi hubungan interpersonal. Misalnya seperti menghubung-hubungkan dirinya dengan tokoh terkenal, menaruh foto tokoh terkenal dalam iklan bannernya.

(7) seringkali memiliki rasa iri pada orang lain iri kepadanya (8) angkuh

(50)

31

Sumber: Dikutip melalui website

[image:50.595.116.533.87.208.2]

http://www.kpu.go.id/koleksigambar/SK_KPU_416_Penetapan_Kursi_Calon_Terpilih_1452014.pdf. Gambar 1.1 Rekapitulasi Model E-3 DPR

4. Lokasi :

Tabel 1.2 Lokasi Pemasangan Banner

No. Nama Caleg Gambar Banner Lokasi

I Kresna Dewanata Phrosakh

Jalan Muharto Timur, daerah makam.

II Lathifhah Shohib

Jalan Borobudur, tepatnya di pertigaan simpan Borobudur, banner ini ditempel pada pohon pinggir jalan

III Ahmad Basharah

[image:50.595.151.540.311.763.2]
(51)

32 IV Andreas Eddy

Susetyo

Pasar Bunul

(Jalan Hamid Rusdi), diseberang jalan

Indomart cabang Hamid Rusdi dan menghadap jalan raya.

V Ridwan Hisjam Pasar Induk Gadang

(Jalan Kolonel Sugiono), dan ditempelkan di pohon-pohon pinggir jalan raya.

VI Moreno Soeprapto

Jalan Trunojoyo, tepatnya di seberang jalan toko City of Arema dan menghadap ke jalan raya.

VII Nurhayati Ali Assegaf

(52)

33

VIII Totok Daryanto Perumahan Sawojajar,

tepatnya di jalan Danau Limbutu.

F.3. Sumber Data F.3.1. Data Primer

Data primer dari penelitian ini adalah dokumentasi banner-banner caleg DPR RI Dapil Jatim V Malang Raya dari berbagai partai pada pemilu 2014 yang tersebar di jalan-jalan besar di Kota Malang, yang termasuk dalam zona lokasi pemasangan alat peraga untuk pelaksanaan kampanye yang ditetapkan dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 23 tahun 2014).

F.3.2. Data Sekunder

Data sekunder atau data pendukung dari penelitian ini adalah buku-buku, referensi berupa skripsi/jurnal, dan internet untuk mendukung data penelitian.

F.4. Metode Pengumpulan Data

(53)

34 Raya dari berbagai partai pada pemilu 2014 yang tersebar di jalan-jalan besar di Kota Malang.

Kemudian banner-banner tersebut difoto atau didokumentasikan menggunakan kamera Handphone dan DSLR agar memudahkan dalam melakukan pengamatan. Dari hasil dokumentasi, peneliti mencari informasi mengenai zona lokasi pemasangan alat peraga untuk pelaksanaan kampanye yang ditetapkan dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 23 tahun 2014) ke kantor KPU Daerah Kota Malang yang beralamat di Jalan Bantaran No. 6 Malang.

Selanjutnya banner yang sudah didokumentasikan tersebut di pilih, banner mana yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, kemudian di analisis menggunakan analisis semiotik model Charles Sanders Pierce.

Dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder sebagai penunjang penelitian ini. Yang dimaksud data sekunder adalah buku-buku, refrensi berupa skripsi dan internet untuk mendukung data-data pada penelitian dan pada bagian tinjauan pustaka.

F.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini setelah dilakukan pengumpulan data, maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan, bentuk teknik dalam teknik analisa data adalah analisis semiotik.

(54)

35 Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal (Sobur, 2002 : 97).

Oleh karena itu, dengan menggunakan analisis semiotik model Charles Sanders Pierce, peneliti bisa menganalisis makna narsisme dibalik foto calon legislatif pada pemilu tahun 2014.

F.6. Instrumen Penelitian

Salah satu fungsi utama bagi seorang peneliti ketika melakukan suatu penelitian kualitatif adalah berperan sebagai instrumen dalam penelitian yang dilakukannya. Instrumen atau alat yang dimaksud adalah semenjak awal hingga akhir penelitian, peneliti sendiri yang berfungsi penuh atau peneliti sendiri yang terlibat aktif dalam penelitian yang dilakukan, bukan orang lain atau asisten peneliti. Peneliti kualitatif menjadikan dirinya sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan antara dirinya dengan penelitian yang dilakukannya dari awal hingga akhir penelitian tersebut (Herdiansyah, 2012 : 21).

Dalam hal pengumpulan data, peneliti kualitatif berfungsi langsung sebagai alat yang berfungsi aktif dalam mengumpulkan data. Ia sebagai orang yang langsung menjalankan dan menggunakan alat pengumpulan data yang telah dipilih (Herdiansyah, 2012 : 23).

(55)

Gambar

Gambar.foto,dan
Gambar Banner

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan, sehingga skripsi yang berjudul "Peranan Kelompok Studi Islam

Berdasarkan data yang telah dipaparkan di latar belakang, maka permasalahan yang sebenarnya ingin dijawab oleh peneliti yaitu aspek- aspek apa yang membuat bunda

Usaha budidaya udang vaname dinyatakan layak, dengan NPV pada sistem intensif nilai teringgi lebih dai 1(NPV˃1), hal ini berarti usaha tersebut menguntungkan dan

Salah satu fokus penelitian adalah peningkatan kepercayaan diri mahasiswa dalam pembelajaran statistika dasar melalui penerapan model problem based

Berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi Seleksi Umum Pekerjaan Survey Investigasi dan Design (SID) Cetak Sawah Paket I, Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Daerah,

Historical evidence shows that a game called Le Lotto was popular among the French high society who used to play the game in parties and social gatherings.. Le Lotto used to be

Kepada Peserta Penyedia Barang/Jasa yang merasa keberatan atas Penetapan Pemenang tersebut di atas diberikan kesempatan untuk mengajukan Sanggahan secara elektronik