ABSTRAK
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN TEROWONGAN ANGIN
KECEPATAN RENDAH TIPE TERBUKA
(
OPEN CIRCUIT LOW SPEED WIND TUNNEL
)
Oleh
AGENG AGUS RIYADI
Dalam menganalisa performa suatu kendaraan bermotor yang perlu diperhatikan adalah bentuk bodi dari kendaraan itu. Hal ini karena bentuk bodi akan berpengaruh terhadap gaya-gaya aerodinamis yang terjadi saat kendaraan dijalankan. Gaya aerodinamis adalah gaya yang timbul oleh adanya gerakan angin yang timbul di sekeliling benda. Gaya ini terdiri dari gaya angkat (lift), gaya
hambat (drag) dan gaya samping (side). Untuk mengamati dan menganalisa
besarnya gaya-gaya itu dibutuhkan suatu alat yang disebut terowongan angin. Terowongan angin merupakan alat yang berguna untuk menyelidiki berbagai fenomena aliran udara, di mana pada saat suatu benda bergerak relatif terhadap udara maka akan terbentuk medan aliran di dalam dan di luar benda itu. Medan aliran terdiri dari aliran stream line, laminar dan turbulence. Dengan begitu akan dapat kita ketahui sifat-sifat aliran dan gaya aerodinamis yang terjadi pada tiap bentuk benda yang berbeda.
Terowongan angin yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bagian
yaitu: settling chamber, contraction cone, test section, diffuser dan drive section.
Terowongan ini dirancang dengan ukuran test section 400 mm x 400 mm, dengan
besar contraction ratio 1 : 9 dan dibuat dengan bahan plat untuk bagian diffuser
sedangkan bagian test section dibuat dari bahan plexi glass. Penelitian dilakukan
dengan 4 macam variasi kecepatan yaitu 4 m/s, 8 m/s, 12 m/s dan 16 m/s. Pengaturan kecepatan dilakukan dengan mengatur bukaan udara keluar pada blower. Pengujian dilakukan pada 3 posisi pengujian yang berbeda Pengujian dilakukan pada 3 posisi pengujian yang berbeda dengan jarak tertentu dari dinding
test section pada sumbu vertikal dan horizontal yaitu pada titik 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm, 25 cm, 30 cm, 35 cm dengan jumlah titik uji sebanyak 49 titik uji.
Dari hasil perancangan dan pengujian yang telah dilakukan serta pembahasan,
seragam pada jarak 50 mm dari dinding test section dan didapatkan pula nilai
bentangan maksimum test section terowongan angin ini sebesar 300 mm. Profil
kecepatan yang paling seragam dan berbentuk simetri terjadi pada posisi uji 2,
dimana keseragaman alirannya mulai terjadi pada jarak 50 mm dari dinding test
section. Terowongan angin ini cocok digunakan untuk pengujian di posisi uji 2 pada kecepatan uji 12 m/s dengan nilai error rata-rata sebesar 2,88 %, dan nilai error terbaik kedua sebesar 3,18 % didapatkan pada pengujian dengan kecepatan udara 16 m/s di posisi uji 2. Sedangkan nilai error terbesar 22,42 % terjadi pada
posisi uji 1 dan 3 pada kecepatan pengujian 4 m/s. Rugi head total dari
terowongan angin ini adalah 1,11796 m
Kata kunci : Gaya aerodinamis, Terowongan angin kecepatan rendah, Test
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini kemajuan teknologi telah merambah dalam semua bidang, termasuk juga
dalam bidang transportasi. Hampir semua orang menggunakan kendaraan
bermotor dalam aktifitas sehari-hari. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan kendaraan bermotor, antara lain kebutuhan, model ataupun
performa dari kendaraan itu. Dalam menganalisa performa suatu kendaraan
bermotor yang perlu diperhatikan adalah bentuk bodi dari kendaraan itu. Hal ini
karena bentuk bodi akan akan berpengaruh terhadap gaya-gaya aerodinamis yang
terjadi saat kendaraan dijalankan. Gaya aerodinamis adalah gaya yang timbul
oleh adanya gerakan angin yang timbul di sekeliling benda. Gaya ini terdiri dari
gaya angkat (lift), gaya hambat (drag) dan gaya samping (side). Untuk
mengamati dan menganalisa besarnya gaya-gaya itu dibutuhkan suatu alat yang
disebut terowongan angin.
Terowongan angin merupakan alat yang berguna untuk menyelidiki berbagai
fenomena aliran udara, di mana pada saat suatu benda bergerak relatif terhadap
udara maka akan terbentuk medan aliran di dalam dan di luar benda itu. Medan
aliran terdiri dari aliran stream line, laminar dan turbulence. Dengan begitu akan
dapat kita ketahui sifat-sifat aliran dan gaya aerodinamis yang terjadi pada tiap
2
kendaraan dari pada gaya-gaya yang ditimbulkan pada waktu kendaraan itu
bergerak sangat penting artinya pada perencanaan bentuk kendaraan itu sendiri.
Saat ini masyarakat/konsumen menginginkan kendaraan yang bisa bergerak
cepat tapi hemat bahan bakarnya. Dan yang menjadi kendala untuk mendapatkan
kendaraan berkecepatan tinggi adalah power mesin dan hambatan
angin/aerodinamika. Gaya aerodinamika perlu mendapatkan perhatian karena
semakin kecil tahanan aerodinamika maka kecepatan dari kendaraan bisa
dimaksimalkan.
Wind Tunnel adalah suatu alat uji untuk mengetahui kondisi suatu aliran fluida yang mengalir melewati suatu objek. Objek yang ingin dipelajari dapat berupa
miniatur pesawat terbang, pesawat ulang alik, mobil dan sebagainya. Di mana
terowongan ini berfungsi menghasilkan aliran angin dengan kecepatan yang
seragam dengan tingkat turbulensi serendah mungkin pada saat aliran mencapai
test section. Keseragaman aliran ini dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan gaya aerodinamis yang terjadi pada benda uji pada saat pengujian.
Dengan aliran yang seragam dan merata pada tiap posisi maka akan terbentuk
aliran laminar, di mana aliran inilah yang akan digunakan dalam pengujian.
Terowongan angin terdiri dari beberapa bagian yaitu: settling chamber,
contraction cone, test section, diffuser dan drive section. Pembuatan terowongan angin dilakukan dengan standar perancangan terowongan angin skala
laboratorium yang telah ada.
Pengetahuan dan pemahaman mengenai gaya-gaya aerodinamis dan aplikasinya
sangat diperlukan oleh para mahasiswa teknik khususnya mahasiswa jurusan
mahasiswa mengenai hal-hal tersebut di atas. Di mana diharapkan alat ini dapat
lebih bermanfaat untuk mahasiswa teknik yang akan mengadakan penelitian
lanjutan yang berkenaan dengan gaya-gaya aerodinamis (drag, lift, side),
fenomena aliran udara ataupun tentang pengembangan terowongan angin itu
sendiri. Tak menutup kemungkinan bahwa nantinya alat ini dapat dijadikan alat
bantu praktikum di laboratorium jurusan Teknik Mesin. Maka dari itu diperlukan
perancangan dan pembuatan terowongan angin sistem terbuka sebagai langkah
awal untuk mewujudkan keinginan peneliti demi memenuhi kebutuhan
mahasiswa fakultas Teknik umumnya dan mahasiswa jurusan Teknik Mesin
khususnya.
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Merancang dan membuat terowongan angin sistem terbuka dengan kecepatan
aliran fluida rendah (open circuit low speed wind tunnel).
2. Menguji dan menganalisa keseragaman aliran pada test section terowongan
angin hasil rancangan.
C. Batasan Masalah
Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah:
1. Terowongan angin yang dibuat merupakan terowongan angin kecepatan
rendah dengan sistem terbuka (open circuit low speed wind tunnel).
2. Pengujian yang dilakukan hanya sebatas pengamatan profil kecepatan di
4
3. Variasi kecepatan yang digunakan dalam penelitian yaitu, 4, 8, 12 dan 16
m/s.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang akan digunakan adalah berdasarkan standar
sistematika penulisan karya ilmiah Universitas Lampung yaitu:
I. PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah dan
sistematik laporan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan,
pengujian serta untuk menganalisa segala sesuatu yang berhubungan dengan
penelitian ini.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan mengenai metode-metode yang dilakukan penulis dalam
mengumpulkan data-data dan menjabarkan tahapan-tahapan kegiatan yang
dilakukan selama penelitian berlangsung sampai pada penyusunan laporan.
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang data-data penelitian, perhitungan yang dilakukan serta
pembahasan dari apa yang didapatkan selama penelitian.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Menjabarkan tentang kesimpulan yang didapat dari penelitian ini dan saran
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Mekanika Fluida
Disini diuraikan tentang sifat-sifat fluida yang mempengaruhi dinamika dari
fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran dan
alirannya incompressible.
1. Persamaan kontinuitas (Reuben, 1993)
Prinsip dasarnya yaitu massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan, dimana massa dalam suatu sistem yang konstan:
1.1.dA1 2 .2 .dA2 (1)
yang merupakan persamaan kontinuitas aliran dalam kondisi steady. Dan jika
alirannya incompressible dan steady flow, maka persamaannya menjadi:
2 2 1
1. A . A
Q (2)
2. Persamaan Bernoulli (Reuben, 1993)
p g.z
2 2
konstan (3)
Dari persamaan itu menyatakan bahwa energi per satuan massa fluida
konstan di sepanjang sebuah garis arus untuk aliran fluida yang tidak viscous,
6
B. Terowongan Angin
Terowongan angin adalah suatu alat percobaan yang dikembangkan untuk
pembelajaran mengenai pengaruh aliran udara disekeliling benda padat. Ada dua
jenis terowongan angin, yaitu terowongan angin sistem terbuka dan sistem
tertutup. Pada terowongan angin sistem terbuka, udara yang dihisap akan
kembali dilepas ke lingkungan secara langsung, dan terowongan angin jenis ini
umumnya hanya digunakan untuk percobaan dan ukurannya relatif kecil. Sedang
untuk sistem tertutup biasanya berukuran besar dan dipakai dalam berbagai
perancangan. Pada sistem ini udara yang dihisap akan disirkulasikan kembali
secara terus menerus dengan atau tanpa terjadi pencampuran dengan udara luar.
Pemilihan jenis terowongan angin yang digunakan bergantung pada tujuan
pemakaian dan juga besar dana yang tersedia. Masing-masing jenis tersebut
memiliki beberapa keuntungan dan kerugian.
1. Terowongan angin sistem terbuka
Keuntungan Kerugian
Biaya konstruksi lebih rendah Perlu dilakukan proses screening
yang besar untuk mendapatkan aliran udara yang baik
Jika dilakukan visualisasi aliran
dengan menggunakan asap, maka
pembersihannya akan mudah
karena udara yang dialirkan dilepas kembali ke lingkungan
Untuk laju pemakaian yang
tinggi, maka jumlah energi yang diperlukan lebih besar
Tidak memerlukan tempat yang
luas
2. Terowongan angin sistem tertutup
Keuntungan Kerugian
Kualitas aliran dapat
dikendalikan dengan baik dan tidak dipengaruhi oleh kondisi udara sekitar.
Biaya awal yang diperlukan lebih
besar
Pada laju pemakaian yang tinggi,
jumlah energi yang dibutuhkan lebih kecil
Jika dilakukan visualisasi aliran
dengan menggunakan asap, maka
perlu dilakukan pembersihan
terowongan
Tingkat kebisingannya lebih
rendah
Diperlukan alat penukar udara
pada laju penggunaan yang tinggi
Gambar 1. Terowongan angin sistem terbuka
Gambar 2. Terowongan angin sistem tertutup
Test Section Diffuser
Contraction Cone Blower
8
C. Klasifikasi Terowongan Angin
Berdasarkan kegunaannya terowongan angin dapat dibagi menjadi beberapa
macam diantaranya:
1. Terowongan Angin Aeronautical
Terowongan angin jenis ini dirancang dan digunakan untuk tujuan
penerbangan, yang memiliki kecepatan tinggi ataupun kecepatan sonic.
Terowongan angin jenis ini dapat dibedakan menjadi:
a. Terowongan Angin V/STOL
Jenis ini memerlukan test section dengan ukuran yang jauh lebih besar
dibandingkan terowongan lain dengan ukuran model yang sama, hal ini
dikarenakan terowongan ini digunakan untuk pengujian pesawat terbang
yang sedang mendarat (landing) atau mulai terbang (take off).
b. Terowongan angin vertikal
Terowongan ini berupa terowongan angin vertikal dimana baling-baling
terletak di bagian atas dan udara dihisap ke atas. Dalam pengujiannya,
kecepatan udara diatur sehingga model dapat tertahan pada ketinggian
konstan. Terowongan ini dilengkapi dengan 6 komponen penyeimbang
rotary yang dapat mengukur semua gaya yang dapat mengakibatkan helikopter berputar.
Gambar 4. Terowongan angin Vertikal
2. Terowongan asap
Terowongan ini terutama digunakan untuk visualisasi gambar aliran.
Umumnya dipakai pada terowongan angin sistem terbuka. Untuk
pengambilan data, terowongan ini dilengkapi dengan kamera yang digunakan
10
3. Terowongan angin automobile
Terowongan ini berfungsi untuk menganalisa parameter-parameter
aerodinamika yang berpengaruh terhadap performance kendaraan,
pengendalian (handling), pendinginan mesin, pendinginan rem dan
kebisingan angin yang ditimbulkan. Pengujian dilakukan baik dengan model
berskala, maupun mobil yang sesungguhnya. Skala yang digunakan adalah
0,25-0,4 dengan bilangan Reynold yang sebenarnya.
Gambar 5. Terowongan angin Automobile
4. Terowongan angin Aerocoustic
Terowongan ini digunakan untuk mempelajari aliran yang terbentuk akibat
adanya kebisingan yang ditimbulkan oleh kapal, kapal selam dan kendaraan
laut yang lainnya. Terowongan ini merupakan terowongan angin sistem
Gambar 6. Terowongan angin Aerocoustic
5. Terowongan Air
Secara umum prinsip dasar dari terowongan ini sama dengan terowongan
angin. Bedanya pada terowongan air dilengkapi sistem tambahan untuk
mengamati fenomena kavitasi, yang tidak dapat dilakukan di terowongan
angin. Terowongan air ini biasanya digunakan untuk pembelajaran visualisasi
aliran air.
6. General-Purpose Wind Tunnel
Terowongan ini digunakan untuk mempelajari hal-hal umum, bentuk dan
prinsip kerjanya hampir sama dengan terowongan angin yang digunakan
untuk pengujian pesawat terbang. Terowongan ini biasanya digunakan untuk
12
a. Manusia
untuk mempelajari besar gaya hambat (drag) yang dialami pembalap
sepeda dan pemain ski. Hal ini dipelajari untuk menentukan posisi terbaik
bagi mereka sehingga dapat meminimalisir gaya hambat yang mereka
alami.
b. Burung dan serangga
Terowongan ini digunakan untuk mempelajari teknik terbang dari burung
dan serangga, yang berguna untuk perancangan bentuk sayap.
c. Jembatan
Angin sangat berpengaruh terhadap ukuran panjang dan pendeknya suatu
jembatan. Untuk itu ada dua macam angin yang harus dipelajari, yaitu:
1. vortex shedding, yang mengakibatkan pergerakan vertikal yang terbatas atau osilasi torsional pada kecepatan angin yang rendah.
2. flutter instability, yang mengakibatkan pergerakan vertikal maupun osilasi torsional.
D. Perancangan Terowongan Angin
Langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan ukuran dan bentuk dari
test section berdasarkan kegunaan dari terowongan angin tersebut. Luasan
penampang dari test section pada dasarnya menunjukkan keseluruhan fasilitas
yang tersedia dalam terowongan angin. Ukuran, kecepatan dan perancangan test
1. Bilangan Reynold
Tahun 1880, Osborne Reynold, seorang insinyur berkebangsaan Inggris,
mempelajari transisi antara aliran laminer dan aliran turbulen di dalam pipa.
Selanjutnya dia menentukan sebuah parameter yang selanjutnya dinamai
bilangan Reynold atau Re. Bilangan Reynold merupakan suatu bilangan tak
berdimensi yang paling penting dalam dinamika fluida. Belakangan
selanjutnya bilangan Reynold merupakan sebuah parameter kunci persoalan
berbagai aliran.
Persamaan dari bilangan Reynold adalah (Bruce, 1990) :
Re =
. .l
(4)
Bilangan Reynold juga merupakan perbandingan antara gaya inersia dan
gaya geser (viscous force). Maka :
Re =
l L
. .
. . 2 2
(5)
Bilangan Reynold digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu aliran
merupakan aliran laminar atau turbulen. Aliran laminar terjadi pada bilangan
Reynold yang rendah, dimana gaya viscous mendominasi dan karakteristik
alirannya adalah smooth dan memiliki pergerakan fluida yang konstan. Aliran
turbulen terjadi pada bilangan Reynold yang tinggi dan didominasi oleh gaya
inersia. Karakteristik alirannya adalah menghasilkan pusaran secara acak,
14
Re≤2100, untuk aliran turbulen Re≥3000 dan untuk aliran transisi
2100<Re<3000 (Bruce, 1990).
2. Bilangan Mach
Bilangan Mach (M) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara suatu
kecepatan terhadap kecepatan suara dalam suatu medium. Bilangan Mach ini
pada umumnya digunakan dalam dua kasus, yaitu suatu benda yang bergerak
dengan kecepatan tinggi di dalam fluida dan fluida berkecepatan tinggi yang
mengalir di dalam suatu saluran, seperti nozzle, diffuser dan terowongan
angin. Karena merupakan perbandingan antara dua kecepatan, maka bilangan
Mach tidak berdimensi. Besar kecepatan suara dalam suatu medium sangat
bergantung pada jenis medium tersebut dan besar temperatur medium
tersebut. Kecepatan suara dapat dihitung dengan rumus berikut (Bruce,
1990):
c = k.R.T (6)
Angka Mach dapat ditulis :
M =
c v
(7)
Dimana v adalah kecepatan aliran dan c kecepatan suara.
Penerbangan kecepatan tinggi dapat dikelompokkan menjadi 6, yaitu:
a. Incompressible, dimana M<0,3
b. Subsonic, dimana 0,3<M<1
d. Supersonic, dimana M>1
e. Transsonic, dimana 0,8<M<1,3
f. Hypersonic, dimana M>5.
Gambar 7. Bilangan Mach pada Aliran Transonic di sekitar airfoil; M<1
3. Test section
a. Ukuran Test section
Pada umumnya diharapkan test section memiliki ukuran penampang
seluas mungkin. Penentuan ukuran test section merupakan langkah awal
dari perancangan terowongan angin. Penentuan ini didasarkan pada
pertimbangan mengenai bilangan Reynold yang mampu dicapai, dana
yang ada dan besar biaya operasional.
Terowongan angin untuk skala laboratorium menggunakan test section
tipe tertutup. Apabila terowongan anginnya merupakan terowongan tipe
tertutup, kondisi udara di dalam test section dapat diatur sesuai yang
diinginkan. Untuk test section biasanya dibuat menggunakan
bahan-bahan yang mudah ditambal, antara lain kayu hal ini karena kemungkinan
terjadinya kebocoran cukup tinggi.
Untuk pemasangan model, penggantian model, pemasangan ground
plane, atau modifikasi-modifikasi yang lain, bentuk test section yang
16
b. Test sectionLossCoefficient
Besarnya koefisien loss di dalam test section diasumsikan sama dengan
besar koefisien di dalam saluran berpenampang konstan. Persamaan
pressure drop di dalam saluran berpenampang konstan adalah (Bruce,
1990):
2 . . 2
h
D L f
p
(8)
Dari persamaan (8) diperoleh besar koefisien loss lokal, yaitu:
h ts
D L f
K (9)
Besarnya faktor gesekan bergantung pada bilangan Reynold dan
kekasaran relatif saluran. Besar faktor gesekan dapat diperoleh dari
diagram Moody. Maka besarnya head loss dapat dihitung dengan
persamaan:
g v K hts ts
2
2
(10)
Tabel 1. Harga kekasaran rerata dinding pipa, ε. (Reuben,1993)
Bahan ε
f mm
Baja keling 0.003 - 0.03 0.9 - 9
Beton 0.001 - 0.01 0.3 - 3
Bilah Tahang-kayu 0.0006 - 0.003 0.18 - 0.9
Besi cor 0.00085 0.26
Besi bersalut-seng 0.0005 0.15
Besi cor beraspal 0.0004 0.12
Baja komersil atau besi 0.00015 0.046
Tempa 0.000005 0.0015
Tabung/pipa tarik halus halus
Gambar 8. Diagram Moody
4. Diffuser
Diffuser merupakan bagian terowongan angin yang terletak antara test section dan fan/blower. Penggunaan diffuser bertujuan untuk mengurangi kecepatan dengan kehilangan energi sekecil mungkin. Pada umumnya
diharapkan pengurangan kecepatan dapat terjadi pada diffuser dengan
panjang seminimal mungkin tanpa mengakibatkan terjadinya pemisahan
18
a. Ukuran Diffuser
Parameter yang digunakan untuk diffuser adalah perbandingan luas dan
besar sudut pelebarannya.
Gambar 9. Geometri Diffuser
Bentuk penampang yang biasa digunakan adalah persegi dengan alasan
agar sesuai dengan bentuk test section yang berdinding datar. Persamaan
perhitungan sudut diffuser adalah:
L R R
c
1 2
arctan
(11)
Diffuser adalah bagian yang banyak digunakan di dalam peralatan aliran
fluida. Diffuser setidaknya memiliki panjang sebesar 3 atau 4 kali
panjang test section. Sudut yang biasa digunakan adalah sekitar 1,5-3,50
(Bradsaw dan Pankhurst, 1979).
b. DiffuserLossCoefficient
Pada diffuser terjadi 2 macam kerugian, yaitu kerugian akibat friksi pada
dinding dan kerugian ekspansi. Koefisien loss di dalam diffuser
diasumsikan sebagai hasil penjumlahan antara koefisien loss friksi dan koefisien loss ekspansi yaitu:
ex f
d K K
K (12)
Dengan asumsi bahwa besar koefisien friksi permukaan dan massa jenis
adalah konstan disepanjang permukaan diffuser, maka besar koefisien
loss friksi adalah:
sin 8 . 1 1 f A K g
f
(13)
untuk menghitung koefisien loss ekspansi digunakan persamaan berikut:
2 1 ) ( g g e ex A A K
K (14)
Faktor Ke(ө) sangat bergantung pada bentuk penampang diffuser.
Berdasarkan data pengujian yang diambil dari Eckert et al., faktor Ke(ө)
ada 2 macam yaitu untuk bentuk penampang lingkaran dan bentuk
penampang persegi. 04672 , 0 09661 , 0 : 5 00001345 , 0 00001331 , 0 0009076 , 0 001078 , 0 0326 , 0 117 , 0 1709 , 0 : 5 5 , 1 02389 , 0 1033 , 0 : 5 , 1 0 0 6 5 4 3 2 0 0 0 ) ( untuk untuk untuk
Kecircle
20 05866 , 0 01322 , 0 : 5 00002337 , 0 000028 , 0 0006145 , 0 003269 , 0 02203 , 0 0459 , 0 1222 , 0 : 5 5 , 1 004152 , 0 09623 , 0 : 5 , 1 0 0 6 5 4 3 2 0 0 0 ) ( untuk untuk untuk
Kesquare
(16)
Kedua persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari besar koefisien
loss lokal untuk diffuser dengan penampang berbentuk lingkaran dan
persegi. Besar head loss dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan:
g v K
hd d
2
2
(17)
5. Contraction cone
Contraction cone digunakan untuk meningkatkan kecepatan rata-rata yang berasal dari settling chamber dan mengurangi variasi kecepatan rata-rata dan
kecepatan yang berfluktuasi.
a. Ukuran Contraction cone
Bentuk contraction cone sangat berpengaruh terhadap aliran yang masuk
ke dalam test section. Bentuk contraction cone yang buruk, baik pada
masukan maupun keluaran akan menimbulkan terjadinya pemisahan
boundary layer. Hal itu akan menyebabkan penurunan kualitas aliran
dalam test section, dan meningkatkan kebutuhan daya serta menimbulkan
kebisingan (Morel, 1975).
Perancangan contraction cone dapat dilakukan dengan menggunakan
fungsi polinomial order 5 (Bell dan Metha, 1988), yaitu:
Hi Ho
Hih 10 3 15 4 6 5 (18)
Gambar 11. Geometri contraction cone
Penggunaan contraction ratio sebaiknya tidak terlalu besar karena akan
meningkatkan biaya konstruksi, operasional dan menmbulkan kebisingan
serta menyebabkan separasi aliran pada keluaran. Contraction ratio yang
22
b. Contraction coneLossCoefficient
Kerugian yang timbul dalam contraction cone diasumsikan hanya akibat
friksi saja, maka besar koefisien loss contraction cone dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Wattendorf, 1938):
ts n av cc
D L f
K 0,32 (19)
Besar rugi head contraction cone diperoleh dengan menggunakan
persamaan:
g v K hcc cc
2
2
(20)
6. Honeycombs
Bagian ini secara umum berfungsi untuk mengatur aliran sehingga dapat
dihasilkan aliran dengan arah dan kecepatan yang seragam.
a. HoneycombsLossCoefficient
Besar koefisien loss di dalam honeycombs diasumsikan sama dengan
besar koefisien loss di dalam saluran berpenampang konstan yang
dipasang secara paralel. Persamaan untuk pressure drop di dalam saluran
berpenampang konstan adalah (Bruce, 1990):
2
2
Dh
L f p
Dari persamaan (20) maka dapat dirumuskan persamaan koefisien rugi lokal yaitu: h hc D L f
K (22)
Dimana
P A
Dh 4 (Bruce, 1990) (23)
Besar faktor gesekan tergantung pada bilangan Reynold dan kekasaran
relatif saluran. Besarnya rugi head dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan:
g v K
hhc hc
2
2
(24)
Apabila dua buah saluran dipasang secara paralel, total laju aliran sama
dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada
sebuah cabang akan sama dengan rugi head pada cabang yang lain. Ini dapat
dituliskan sebagai berikut:
...
3 2 1
0 Q Q Q
Q (25) Atau ... 3 3 2 2 1 1
0 V A V A V A
Q (26) Atau ... 3 . 1 2 . 1 1 . 1 0 .
1 h h h
h (27)
24
E. Kalibrasi Aliran Test section
Kalibrasi aliran test section perlu dilakukan untuk menunjukkan karakteristik
dari aliran test section.
1. Pengamatan Profil Kecepatan Aliran test section
Pengamatan profil kecepatan aliran dalam test section dilakukan dengan
menggunakan alat pitot tube (pitot meter). Pitot tube digunakan untuk
menentukan besar kecepatan pada suatu titik. Karena itu pengukuran
dilakukan pada tiap titik disepanjang sumbu vertikal dan horisontal dari
penampang test section.
Gambar 12. Pitot tube
2. Perhitungan Kecepatan Aliran pada Test Section
Kecepatan aliaran dihitung pada posisi tertentu dititik-titik yang telah
dihubungkan pada manometer U. Besar kecepatan hasil pengukuran pitot
meter dapat dihitung dengan persamaan berikut (Bruce, 1990):
' . . .
2 g h
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Peralatan dan Bahan Penelitian
1. Alat
Untuk melakukan penelitian ini maka dirancang sebuah terowongan angin sistem
terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut:
a. Test section
Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan panjang 750 mm. Bahan yang digunakan untuk membuat komponen ini adalah
plexi glass agar pengamatan pengujian mudah dilakukan.
b. Contraction cone
Contraction cone dirancang dengan perbandingan penampang masuk dan
keluar (contraction ratio) sebesar 1 : 9. Ukuran penampang masuknya sebesar
1200 mm x 1200 mmdan penampang keluarannya sebesar 400 mm x 400 mm
dengan panjang 500 mm. Dibuat dari bahan plat dengan tebal 2 mm dengan
pertimbangan elastisitas dan kekuatan bahan.
c. Diffuser
Dibuat dari bahan plat dengan tebal 2 mm dengan pertimbangan elastisitas dan
mm x 410 mm penampang keluaran diffuser berbentuk lingkaran dengan diameter 557 mm dan panjangnya 2250 mm.
d. Honeycombs
Bentuk honeycombs yang digunakan adalah bentuk persegi dengan maksud
untuk memudahkan dalam pembuatan. Komponen ini dibuat dari bahan pipa
yang berpenampang persegi yang dibentuk seperti sarang lebah dengan ukuran
yang disesuaikan.
e. Blower
Untuk menghasilkan kecepatan yang dibutuhkan (4 m/s, 8 m/s, 12 m/s dan 16
m/s), maka digunakan blower sebagai sumber aliran udara. Variasi kecepatan
ini dimaksudkan untuk mengetahui efek perubahan kecepatan terhadap aliran
udara yang terbentuk pada test section. Blower yang digunakan pada
penelitian ini adalah blower sentrifugal dengan daya dan debit yang
disesuaikan.
28
2. Alat Ukur
a. Pitot tube (pitot meter)
Pitot tube mengukur kecepatan fluida pada suatu titik dengan mengubah
kecepatan menjadi tekanan. Pitot tube adalah dua tabung satu sumbu yang
disambungkan pada dua alat pengukur tekanan, sehingga nilai-nilai
[image:30.595.214.397.597.733.2]tekanannya dapat ditentukan.
Gambar 14. Skema Tabung Pitot
b. Anemometer
Anemometer ini ditempatkan di dalam terowongan angin untuk mengukur
besar kecepatan aliran udara.
c. Termometer
Termometer digunakan untuk mengukur temperatur di dalam ruang uji wind
[image:31.595.194.408.154.220.2]tunnel.
Gambar 16. Termometer
B. Prosedur Penelitian dan Pengujian Alat
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Praktikum D3 Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung.
2. Pembuatan Instalasi Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan instalasi penelitian adalah:
1) Pembuatan terowongan angin
a. Pembuatan test section
b. Pembuatan contraction cone
c. Pembuatan diffuser dan honeycombs
2) Perakitan terowongan angin hasil rancangan
3) Membuat rangka sebagai tempat meletakkan terowongan angin
4) Pemasangan anemometer saluran masuk test section
5) Pemasangan termometer dinding saluran masuk dan keluar test section
30
(a)
(b) (c)
2 3 Pengujian ke-49
1
Contraction Cone
Test Section
Diffuser
Blower
(d)
Gambar 17. (a). Skema rancangan terowongan angin
(b). Gambar potongan test section untuk posisi uji 1, 2
dan 3 (tampak samping)
(c). Kedudukan titik uji pada test section (tampak
depan)
(d). Posisi pitot tube pada test section (tampak samping)
3. Pengujian Awal
Sebelum penelitian dilanjutkan ketahap pengambilan data terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan ulang terhadap tiap-tiap komponen dari terowongan angin
yang telah dirakit menjadi satu. Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui
kesiapan alat penelitian dan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
1. Pemeriksaan kebocoran pada sambungan ditiap komponen terowongan angin.
32
3. Mengukur geometri terowongan angin yang telah dibuat dan
membandingkannya dengan ukuran terowongan angin dari hasil perhitungan.
4. Setiap komponen dipastikan dipasang pada satu garis sumbu.
Setelah pemeriksaan untuk pengujian awal selesai dan tiap poin pemeriksaan
telah dilakukan maka dilakukan perbaikan seperlunya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan hasil penelitian akibat alat uji yang tidak sesuai
perencanaan.
4. Pengujian Terowongan Angin
a. Pengamatan Profil Kecepatan
Parameter-parameter yang diukur antara lain:
1. Kecepatan udara dalam test section
Pengukuran dilakukan dengan 4 macam kecepatan yaitu 4 m/s, 8 m/s, 12
m/s dan 16 m/s. Pengaturan kecepatan dilakukan dengan mengatur bukaan
udara keluar pada blower.
2. Posisi pengujian dalam test section
Pengujian dilakukan pada 3 posisi pengujian yang berbeda, yaitu pada
bagian inlet, bagian tengah dan bagian outlet dari test section yang
selanjutnya disebut dengan posisi uji 1, posisi uji 2 dan posisi uji 3.
2. Kedudukan titik yang diukur dari dinding test section
Pengukuran dilakukan pada jarak tertentu dari dinding test section pada
sumbu vertikal dan horizontal yaitu pada titik 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm,
25 cm, 30 cm, 35 cm dengan jumlah titik uji sebanyak 49 titik. Pengaturan
jarak dilakukan dengan cara menggeser kedudukan pitot tube (pitot meter)
Langkah pengukuran ini adalah sebagai berikut:
1) Memasang pitot tube (pitot meter) pada alat pemegangnya
2) Menghubungkan lubang pengukur tekanan total dan tekanan statik
pada pitot tube (pitot meter) dalam satu manometer sehingga diperoleh
perbedaan ketinggian cairan yang menunjukkan besar tekanannya
3) Mengatur bukaan udara keluar pada blower supaya diperoleh
kecepatan aliran di test section sebesar 4 m/s
4) Memasang pitot tube (pitot meter) pada posisi uji 1
5) Mengatur kedudukan pitot tube (pitot meter) sehingga titik yang
terukur tepat dititik pengujian 1.
6) Mencatat perbedaan ketinggian cairan yang terjadi pada manometer
untuk tekanan total dan tekanan statik yang terukur oleh pitot tube
(pitot meter)
7) Mengubah kedudukan pitot tube (pitot meter) sehingga titik yang
terukur adalah titik pengujian berikutnya dan mengulang kembali
langkah nomor 6
8) Menaikkan kecepatan udara di dalam test section pada kecepatan
pengujian berikutnya dan mengulang kembali langkah nomor 4, 5, 6
dan 7
9) Memindahkan pitot tube (pitot meter) pada posisi uji 2 dan mengulang
langkah-langkah nomor 5, 6, 7 dan 8
10)Memindahkan pitot tube (pitot meter) pada posisi uji 3 dan mengulang
34
b. Analisa Data
1. Pengamatan Profil Kecepatan
Pengamatan dilakukan dengan mengambil data perbedaan ketinggian
fluida pada manometer yang terpasang pada tabung pitot. Dari data itu
kemudian diolah untuk mencari kecepatan udara pada titik yang diuji.
Setelah itu kecepatan tiap titik yang didapatkan diplot ke dalam grafik
untuk menentukan bentuk/profil alirannya. Keseragaman aliran udara yang
[image:36.595.166.543.386.762.2]terjadi pada test section dapat kita ketahui dari gambar pada grafik hasil pengujian dan perhitungan.
Tabel 2. Pengambilan data profil kecepatan
Vin
(m/s) Titik uji
Posisi Uji 1 Posisi Uji 2 Posisi Uji 3
Δh (mm) v Δh (mm) v Δh (mm) v
4
1 2 3 . . . 47 48 49
8
1 2 3 . . . 47 48 49
12
16
1 2 3 . . . 47 48 49
2. Perhitungan Rugi Head Terowongan Angin
Kerugian energi dari sistem dihitung sebagai Rugi head total. Rugi head
ini dihitung untuk menentukan berapa besar daya penggerak fluida yang
akan digunakan, dalam penelitian ini menggunakan penggerak fluida jenis
blower sentrifugal. Sehingga nantinya didapatkan besar daya dan tekanan
yang sesuai setelah dikurangi dengan rugi-rugi head yang kemudian
36
[image:38.595.91.543.71.744.2]C. Flowchart Penelitian
Gambar 18. Flowchart penelitian
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Perancangan dan Pembuatan Terowongan Angin
Setting Alat dan Persiapan Pengujian
Pengujian dan Pengambilan Data
Analisis dan Pembahasan
Hasil dan Kesimpulan
Selesai Mulai
Alat Uji Siap
Ya Tidak
Kondisi aliran udara: - Steady,
incompressible - profil kecepatan
seragam
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Perancangan dan Perakitan Alat
Dengan pertimbangan dasar teori yang tercantum dalam Bab II dibuatlah terowongan
angin sistem terbuka dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. Test section
Test section dibuat dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan panjang 750 mm. Bahan yang digunakan untuk membuat komponen ini adalah
plexi glass.
2. Contraction cone
Ukuran penampang masuk dibuat sebesar 1200 mm x 1200 mmdan penampang
keluarannya sebesar 400 mm x 400 mm dengan panjang 500 mm. Dibuat dari
bahan plat dengan tebal 2 mm. Perancangan bentuk dinding contraction cone
dilakukan dengan menggunakan persamaan (18). Berikut ini adalah contoh
perhitungan pada jarak 200 mm dari penampang masukan (lihat gambar 11 pada
halaman 21).
L = 500 mm
X = 200 mm
Hi = 600 mm
38
L X
500 200
4 , 0
Tinggi dinding contraction cone pada jarak 200 mm dari inlet adalah:
100,43 150,44 60,45
600200
600 th
h
mm hth 473,13
Hasil perhitungan untuk semua titik pada contraction cone dengan jarak 100 mm
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan profil dinding contraction cone
X (mm) L (mm)
L X
Hi (mm) Ho (mm) hth (mm) hact (mm)
0 500 0 600 200 600 600
100 500 0,2 600 200 569,92 570
200 500 0,4 600 200 473,13 473
300 500 0,6 600 200 326,97 327
400 500 0,8 600 200 223,16 223
500 500 1 600 200 200 200
Dari hasil perhitungan pada tabel 3, dibuat grafik hth terhadap X yang
menggambarkan bentuk penampang luar dari contraction cone hasil perhitungan.
Grafik bentuk penampang luar dari contraction cone dapat dilihat pada gambar
Gambar 19. Profil dinding contraction cone
Berdasarkan data yang diambil, didapatkan bentuk profil dinding contraction cone
yang hampir sama dan sesuai dengan hasil perhitungan.
3. Diffuser
Dibuat dari bahan plat dengan tebal 2 mm. Penampang masukan berbentuk
persegi ukuran 410 mm x 410 mm dengan panjang 2250 mm, penampang
keluaran diffuser berbentuk lingkaran dengan diameter 557 mm.
4. Honeycombs
Bentuk honeycombs yang digunakan adalah bentuk persegi dengan maksud untuk
memudahkan dalam pembuatan. Perancangan ukuran honeycombs berdasarkan
pertimbangan bahwa aliran dalam honeycombs adalah aliran laminar. Maka dari
itu perlu diketahui kecepatan aliran di dalam honeycombs. Perhitungannya adalah
sebagai berikut:
vts = 16 m/s
CR (contraction ratio) =
cone n contractio keluar
penampang luas
cone n contractio masuk
penampang luas
0 100 200 300 400 500 600 700
0 100 200 300 400 500
X (mm)
h
(
m
m
40
CR (contraction ratio) =
400 400 1200 1200
CR (contraction ratio) = 9
Properties udara pada tekanan atmosfir standar pada T = 300 (lihat
lampiran)
- ρ = 1,165 kg/m3 - μ = 1,86 x 10-5 N.s/m2
Kecepatan di honeycombs adalah
vts . Ats = vhc . Acci
vts = vhc . CR
CR v vhc ts
s m vhc 1,77 /
9 16
Besar diameter hidraulik penampang honeycombs adalah:
Re =
. .Dh
[ Re ≤ 2100, (Bruce, 1990) ]
5 10 86 , 1 77 , 1 165 , 1 2100
Dh
Dh = 0,0189 m = 18,9 mm ≈ 19 mm
Honeycombs berbentuk persegi dengan sisi sepanjang s, maka
P A Dh 4
s s Dh 4 4 2 Jadi honeycombs memiliki ukuran penampang 19 mm x 19 mm dengan panjang 6 kali diameter hidrauliknya , yaitu 114 mm.
Berikut ini adalah gambar terowongan angin tipe terbuka yang telah dibuat:
Gambar 20. Terowongan angin hasil rancangan
Keterangan gambar:
1. Honeycombs 2. Contraction cone 3. Test section 4. Diffuser
B. Pengamatan Profil Kecepatan
Tabel 4, 5 dan 6 berisi data hasil penelitian dan hasil perhitungan kecepatan pada tiap
titik uji ( contoh perhitungan dapat dilihat dilampiran ). 1
4 3
Tabel 4. Data hasil percobaan pengamatan profil kecepatan dan perhitungan besar kecepatan pada tiap titik pengujian diposisi uji 1.
Vin
jarak pitot tube dari dinding (mm)
posisi uji 1
∆h baris ke- (mm) v baris ke- (m/s)
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 1 1 1 1 1 1 1 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103
100 1 1 1.5 1.5 1 1.5 1 4.103 4.103 5 5 4.103 5 4.103
150 1 1.5 1.5 2 1.5 1 1 4.103 5 5 5.8 5 4.103 4.103
200 1.5 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1 5 4.103 5 5 5 5 4.103
250 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
300 1 1.5 1 1.5 1.5 1 1.5 4.103 5 4.103 5 5 4.103 5
350 1 1 1 1 1 1 1 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 3.5 3 3 3.5 3.5 3.5 3.5 7.68 7.107 7.107 7.68 7.68 7.68 7.68
100 3.5 4 4 4 4 3.5 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68 7.68
150 4 3.5 4 4 4 4 3 8.2 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 7.107
200 4 4 4 4 4 4 3.5 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
250 3.5 3.5 4 4 4 3.5 3.5 7.68 7.68 8.2 8.2 8.2 7.68 7.68
300 4 4 3.5 4 4 4 3 8.2 8.2 7.68 8.2 8.2 8.2 7.107
350 3 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 7.107 8.2 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.607
100 8.5 9 9 9 9 9 8 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.607
150 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
200 8.5 9 9 9 9 8.5 8 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964 11.607
250 9 9 9 9 9 8.5 8.5 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964 11.964
300 8.5 9 9 9 9 8.5 8 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964 11.607
350 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 8 11.964 11.607 11.964 11.964 11.964 11.964 11.607
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 15 15 15 15 15 15 14.5 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.627
100 15 15.5 15.5 16 15.5 15 15 15.89 16.156 16.156 16.4 16.156 15.89 15.89
150 15 15.5 16 16 16 15.5 15 15.89 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
200 15.5 15.5 16 16 16 15.5 15 16.156 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
250 15.5 15.5 16 16 16 16 15.5 16.156 16.156 16.4 16.4 16.4 16.4 16.156
300 15 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15 15.89 16.156 16.156 16.4 16.156 16.156 15.89
350 14.5 15 15 15 14.5 15 15 15.627 15.89 15.89 15.89 15.627 15.89 15.89
Tabel 5. Data hasil percobaan pengamatan profil kecepatan dan perhitungan besar kecepatan pada tiap titik pengujian diposisi uji 2.
Vin
jarak pitot tube dari dinding (mm)
posisi uji 2
∆h baris ke- v baris ke-
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 1 1 1 1 1 1 1 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103
100 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
150 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
200 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
250 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
300 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
350 1 1 1 1 1 1 1 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68
100 3.5 4 4 4 4 4 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
150 3.5 4 4 4 4 4 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
200 3.5 4 4 4 4 4 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
250 3.5 4 4 4 4 4 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
300 3.5 4 4 4 4 4 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
350 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964
100 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
150 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
200 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
250 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
300 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
350 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 15 15 15 15 15 15 15 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89
100 15 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15 15.89 16.156 16.156 16.156 16.156 16.156 15.89
150 15 15.5 16 16 16 15.5 15 15.89 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
200 15 15.5 16 16 16 15.5 15 15.89 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
250 15 15.5 16 16 16 15.5 15 15.89 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
300 15 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15 15.89 16.156 16.156 16.156 16.156 16.156 15.89
350 15 15 15 15 15 15 15 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89
44
Tabel 6. Data hasil percobaan pengamatan profil kecepatan dan perhitungan besar kecepatan pada tiap titik pengujian diposisi uji 3.
Vin
jarak pitot tube dari dinding (mm)
posisi uji 3
∆h baris ke- v baris ke-
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 1 1 1 1 1 1 1 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103
100 1 1 1.5 1.5 1 1.5 1 4.103 4.103 5 5 4.103 5 4.103
150 1 1.5 1.5 2 1.5 1 1 4.103 5 5 5.8 5 4.103 4.103
200 1.5 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1 5 4.103 5 5 5 5 4.103
250 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 4.103 5 5 5 5 5 4.103
300 1 1.5 1 1.5 1.5 1 1.5 4.103 5 4.103 5 5 4.103 5
350 1 1 1 1 1 1 1 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103 4.103
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 3.5 3 3 3.5 3.5 3.5 3.5 7.68 7.107 7.107 7.68 7.68 7.68 7.68
100 3.5 4 4 4 4 3.5 3.5 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68 7.68
150 4 3.5 4 4 4 4 3 8.2 7.68 8.2 8.2 8.2 8.2 7.107
200 4 4 4 4 4 4 3.5 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2 7.68
250 3.5 3.5 4 4 4 3.5 3.5 7.68 7.68 8.2 8.2 8.2 7.68 7.68
300 4 4 3.5 4 4 4 3 8.2 8.2 7.68 8.2 8.2 8.2 7.107
350 3 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 7.107 8.2 7.68 7.68 7.68 7.68 7.68
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.964 11.607
100 8.5 9 9 9 9 9 8 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.607
150 8.5 9 9 9 9 9 8.5 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964
200 8.5 9 9 9 9 8.5 8 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964 11.607
250 9 9 9 9 9 8.5 8.5 12.31 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964 11.964
300 8.5 9 9 9 9 8.5 8 11.964 12.31 12.31 12.31 12.31 11.964 11.607
350 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 8 11.964 11.607 11.964 11.964 11.964 11.964 11.607
400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 15 15 15 15 15 15 14.5 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.89 15.627
100 15 15.5 15.5 16 15.5 15 15 15.89 16.156 16.156 16.4 16.156 15.89 15.89
150 15 15.5 16 16 16 15.5 15 15.89 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
200 15.5 15.5 16 16 16 15.5 15 16.156 16.156 16.4 16.4 16.4 16.156 15.89
250 15.5 15.5 16 16 16 16 15.5 16.156 16.156 16.4 16.4 16.4 16.4 16.156
300 15 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15 15.89 16.156 16.156 16.4 16.156 16.156 15.89
350 14.5 15 15 15 14.5 15 15 15.627 15.89 15.89 15.89 15.627 15.89 15.89
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -1
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s
v = 8 m/s
v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -2
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s
v = 8 m/s
v = 12 m/s v = 16 m/s
Dari data hasil percobaan pengamatan profil kecepatan dan perhitungan besar
kecepatan pada tiap titik pengujian di atas, dibuat grafik kecepatan pada tiap titik
pengujian dan juga grafik hubungan antara jarak tabung pitot terhadap kecepatan yang
terukur untuk menggambarkan bentuk profil aliran kecepatan di dalam test section.
Grafiknya adalah sebagai berikut:
1. Grafik kecepatan ditiap titik uji pada posisi uji 1
Gambar 21. Kecepatan aliran di baris uji 1 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
46 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -3
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
Gambar 23. Kecepatan aliran di baris uji 3 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 24. Kecepatan aliran di baris uji 4 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 25. Kecepatan aliran di baris uji 5 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -4
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -5
k e c e p a ta n ( m /s )
Gambar 26. Kecepatan aliran di baris uji 6 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 27. Kecepatan aliran di baris uji 7 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
2. Grafik kecepatan ditiap titik uji pada posisi uji 2
Gambar 28. Kecepatan aliran di baris uji 1 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -6
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s
v = 8 m/s
v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -7
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -1
k e c e p a ta n ( m /s )
48
Gambar 29. Kecepatan aliran di baris uji 2 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 30. Kecepatan aliran di baris uji 3 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 31. Kecepatan aliran di baris uji 4 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -2
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -3
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -4
k e c e p a ta n ( m /s )
Gambar 32. Kecepatan aliran di baris uji 5 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 33. Kecepatan aliran di baris uji 6 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 34. Kecepatan aliran di baris uji 7 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -5
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -6
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -7
k e c e p a ta n ( m /s )
[image:51.595.140.491.307.483.2]50
[image:52.595.140.492.100.274.2]3. Grafik kecepatan ditiap titik uji pada posisi uji 3
[image:52.595.140.490.316.492.2]Gambar 35. Kecepatan aliran di baris uji 1 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 36. Kecepatan aliran di baris uji 2 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 37. Kecepatan aliran di baris uji 3 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -1
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -2
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -3
k e c e p a ta n ( m /s )
[image:52.595.140.490.532.709.2]Gambar 38. Kecepatan aliran di baris uji 4 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 39. Kecepatan aliran di baris uji 5 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
Gambar 40. Kecepatan aliran di baris uji 6 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -5
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -6
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -4
k e c e p a ta n ( m /s )
[image:53.595.141.491.539.710.2]52
Gambar 41. Kecepatan aliran di baris uji 7 pada v = 4, 8, 12, dan 16 m/s
4. Profil kecepatan pada posisi uji 1 dengan v = 4, 8, 12, 16 m/s
Gambar 42. Profil kecepatan aliran di test section pada posisi uji 1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6 7 8
ba ris uji ke -7
k e c e p a ta n ( m /s )
v = 4 m/s v = 8 m/s v = 12 m/s v = 16 m/s
pos is i uji 1
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ke c e pa ta n (m/s)
ja r a k p it o t tu b e d a r i d in d in g ( m m )
[image:54.595.98.538.354.700.2]5. Profil kecepatan pada posisi uji 2 dengan v = 4, 8, 12, 16 m/s
Gambar 43. Profil kecepatan aliran di test section pada posisi uji 2
6. Profil kecepatan pada posisi uji 3 dengan v = 4, 8, 12, 16 m/s
Gambar 44. Profil kecepatan aliran di test section pada posisi uji 3
pos is i uji 2
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ke c e pa ta n (m /s)
ja ra k p it o t tu b e d a ri d in d in g ( m m )
profil v pada baris ke-1 profil v pada baris ke-2 profil v pada baris ke-3 profil v pada baris ke-4 profil v pada baris ke-5 profil v pada baris ke-6 profil v pada baris ke-7 profil v pada baris ke-1 profil v pada baris ke-2 profil v pada baris ke-3 profil v pada baris ke-4 profil v pada baris ke-5 profil v pada baris ke-6 profil v pada baris ke-7 profil v pada baris ke-1 profil v pada baris ke-2 profil v pada baris ke-3 profil v pada baris ke-4 profil v pada baris ke-5 profil v pada baris ke-6 profil v pada baris ke-7 profil v pada baris ke-1 profil v pada baris ke-2 profil v pada baris ke-3 profil v pada baris ke-4 profil v pada baris ke-5 profil v pada baris ke-6 profil v pada baris ke-7
pos is i uji 3
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ke c e pa ta n (m /s)
ja ra k p it o t tu b e d a ri d in d in g ( m m )
[image:55.595.105.543.453.738.2]54
[image:56.595.120.515.124.350.2]7. Pengaruh jarak dinding terhadap distribusi kecepatan aliran pada v = 4 m/s
Gambar 45. Distribusi aliran di dalam test section pada v = 4 m/s.
8. Pengaruh jarak dinding terhadap distribusi kecepatan aliran pada v = 8 m/s
Gambar 46. Distribusi aliran di dalam test section pada v = 8 m/s.
1 2 3
[image:56.595.118.509.467.685.2]9. Pengaruh jarak dinding terhadap distribusi kecepatan aliran pada v = 12 m/s
[image:57.595.110.503.129.348.2]
Gambar 47. Distribusi aliran di dalam test section pada v = 12 m/s.
10.Pengaruh jarak dinding terhadap distribusi kecepatan aliran pada v = 16 m/s
Gambar 48 . Distribusi aliran di dalam test section pada v = 16 m/s.
1 2 3
[image:57.595.122.513.471.688.2]56
Dari gambar 21-41 di atas dapat dilihat bahwa bentuk profil kecepatan untuk tiap titik
uji tampak simetris dan seragam, walaupun tidak sama persis. Profil kecepatan di
posisi uji 1 misalnya, pada baris uji ke-1 tampak bahwa profil kecepatan pada tiap
variasi kecepatan terlihat tak beraturan, pada gambar 21 terlihat bahwa kecepatan
yang terukur cenderung berfluktuasi pada range kecepatan 4,103–5 m/s. Hal ini
berlaku juga pada pengujian dengan kecepatan 8 dan 12 m/s seperti yang terlihat pada
gambar 21-27, kecepatan terukur pada 7,68 m/s yang kemudian berfluktuasi pada
range kecepatan 7,107-8,2 m/s untuk Vts = 8 m/s dan 11,607-12,31 m/s untuk Vts = 12
m/s yang bervariasi pada tiap titik pengujian. Pada Vts = 16 m/s, fluktuasi kecepatan
terjadi dengan range antara 15,627-16,4 m/s. Persentase fluktuasi kecepatan rata-rata
yang terukur pada posisi uji 1 dapat dilihat pada tabel 7 (contoh perhitungan dapat
[image:58.595.101.484.453.552.2]dilihat dilampiran).
Tabel 7. Persentase fluktuasi kecepatan rata-rata hasil pengujian yang terukur pada posisi uji 1
No. Kec. Pengujian (m/s) Persentase fluktuasi yang terukur ( % )
1 4 22,42
2 8 13,66
3 12 5,85
4 16 4,83
Pada pengujian di posisi uji 2 (gambar 28-34), profil kecepatan yang terbentuk terlihat
lebih simetri dan stabil. Untuk pengujian pada baris uji 1 (gambar 28), profil
kecepatannya membentuk garis lurus yang berarti bahwa kecepatan aliran udaranya
stabil dan merata, hal ini terjadi pada baris 1 dan 7 pada semua variasi kecepatan
pengujian yang digunakan. Pada baris uji ke 2-6 profil kecepatan yang terlihat dari
mengetahui persentase fluktuasi kecepatan yang terbaik, maka dihitung persentasenya
agar dapat dibandingkan dengan persentase fluktuasi pada tiap posisi uji (posisi uji 1,
2 dan 3).
Tabel 8. Persentase fluktuasi kecepatan rata-rata hasil pengujian yang terukur pada
posisi uji 2
No. Kec. Pengujian (m/s) Persentase fluktuasi yang terukur ( % )
1 4 22,42
2 8 6,50
3 12 2,88
4 16 3,18
Untuk grafik kecepatan di posisi uji 3 (gambar 35-41), hampir sama seperti yang
terlihat pada grafik kecepatan di posisi uji 1. Gambar grafik yang terlihat naik turun,
dari situ dapat diketahui bahwa aliran yang terjadi tidak merata walaupun
perbedaannya tidak terlalu besar. Untuk pengujian dengan v = 4 m/s, hasil
pengukuran kecepatan yang terukur berfluktuasi pada range kecepatan 4,103–5 m/s.
pada v = 8 m/s fluktuasi kecepatan terjadi pada range 7,107-8,2 m/s dan range
11,607-12,31 m/s untuk pengujian pada v = 12 m/s sedangkan untuk v = 16, kecepatan aliran
udara yang terukur berfluktuasi pada range 15,89-16,4 m/s. Tabel 9 adalah hasil
perhitungan persentase fluktuasi kecepatan rata-rata hasil pengujian pada posisi uji 3.
Tabel 9. Persentase fluktuasi kecepatan rata-rata hasil pengujian yang terukur pada
posisi uji 3
No. Kec. Pengujian (m/s) Persentase fluktuasi yang terukur ( % )
1 4 22,42
2 8 13,66
3 12 5,85
58
Dari perhitungan persentase fluktuasi kecepatan rata-rata hasil pengujian pada tiap
posisi uji, diketahui bahwa persentase terkecil (terbaik) didapatkan pada posisi uji 2
untuk kecepatan pengujian 12 m/s.
Gambar 42-48 menggambarkan bentuk profil aliran dan pengaruh jarak dinding
terhadap distribusi kecepatan aliran yang terjadi di dalam test section. Dari gambar itu
kita dapat melihat bentuk profil aliran dan menentukan distribusi kecepatan alirannya.
Profil kecepatan di posisi uji 1 (gambar 42) misalnya, pada kecepatan 4 m/s profil
kecepatan pada tiap baris uji tampak tidak beraturan, pada gambar 21 terlihat bahwa
kecepatan yang terukur pada 0 mm dan 400 mm dinding test section adalah 0,
kemudian kecepatan yang terukur meningkat pada jarak 50 mm dari dinding dan
cenderung berfluktuasi pada range kecepatan 4,103–5 m/s sampai jarak 350 mm dari
dinding test section. Hal ini berlaku juga pada pengujian dengan kecepatan 8 dan 12
m/s seperti yang terlihat pada gambar 42, kecepatan meningkat dari 0 m/s di dinding
test section sampai kecepatan 7,68 m/s yang kemudian berfluktuasi pada range
kecepatan 7,107-8,2 m/s untuk Vts = 8 m/s dan 11,964-12,31 m/s untuk Vts = 12 m/s
sampai titik 350 mm dari dinding test section lalu turun ke 0 m/s pada jarak 400 mm
dari dinding. Pada gambar 24 dimana Vts = 16 m/s, fluktuasi kecepatan terjadi pada
jarak 50-350 mm dari din