• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( Pks ) Di Ptpn Ii Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Ptpn Ii Sawit Seberang )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( Pks ) Di Ptpn Ii Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Ptpn Ii Sawit Seberang )"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT OLEH PABRIK KELAPA SAWIT ( PKS ) PTPN II DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA ( Studi di PTPN II Sawit Seberang )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MICHAEL FAREN NIM: 100200261

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)

ABSTRAKSI

PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT OLEH PABRIK KELAPA SAWIT ( PKS ) PTPN II DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA ( Studi di PTPN II Sawit Seberang )

Michael Faren Suryaningsih. SH. M.Hum Erna Herlinda. SH. M.Hum

Perkebunan rakyat khususnya perkebunan rakyat di daerah Sawit Seberang sangatlah sulit dalam menjual hasil sawit mereka ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang dikarenakan tidak dipenuhinya beberapa persyaratan administrasi yang telah ditetapkan oleh PKS PTPN II Sawit Seberang. Hal ini sangatlah merugikan para petani sawit rakyat sebab untuk dapat menjual hasil sawit mereka para petani harus menjualnya dengan bantuan toke yang harganya sudah dikurangi oleh pihak toke yang menyebabkan penghasilan mereka tidak sebanding dengan harga yang telah ditetapkan oleh PKS apabila dapat menjual langsung ke PKS PTPN II Sawit Seberang. Maka dengan keadaan yang telah disebutkan diatas, penulis mengambil skripsi ini dengan judul “ Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Oleh Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang “.

Ada beberapa permasalahan yang diteliti oleh penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu : Bagaimana kedudukan PTPN II Sawit Seberang sebagai perusahaan perkebunan milik negara, Bagaimana perkembangna tentang perkebunan inti rakyat, serta bagaimana prosedur penerimaan sawit rakyat oleh Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder. Disamping itu untuk melengkapi data dilakukan wawancara dengan informan yaitu pihak yang terkait dengan permasalahan skripsi ini.

Hasil penelitian dan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh petani sawit rakyat dalam menjual hasil sawitnya ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang yaitu dikarenakan tidak dipenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang yaitu mengenai kwalitas Tandan Buah Segar yang rata – rata hasil sawit rakyat banyak tidak memenuhi kriteria yang ditentukan oleh PTPN II, serta kesulitannya dalam mengurus izin untuk dapat menjual hasil sawit para petani sawit rakyat.

Agar petani sawit rakyat dapat menjual hasil sawitnya ke PKS PPN II Sawit Seberang maka para petani haruslah meningkatkan kualitas Tandan Buah Segar mereka dengan cara PTPN II mengadakan sosialisasi atau seminar yang membahas mengenai cara untuk dapat menghasilkan Tandan Buah Segar yang berkulitas baik serta dipermudahnya parat petani sawit rakyat dalam mengurus izin.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan ketabahan sehingga skripsi ini dapat selesai dikerjakan.

Dalam penulisan ini penulis mengambil judul “Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) Di PTPN II Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara ( Studi Di PTPN II Sawit Seberang )”. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Departemen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan setinggi-tingginya atas bantuan, bimbingan, nasehat, kritik, serta saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan

(5)

5. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum dan Ibu Erna Herlinda, SH.M.Hum selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak memberikan sumbangan baik bimbingan, waktu, kesabaran, ketenangan, dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisannya

7. Ibu Zaidar, SH.M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan nasehat serta bimbingannya dalam hal akademik selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 8. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

mendidik, mengasuh, dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pelayananya dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Ayah ( Husni Dalen Saragih ) , Mama ( Roshawati Sinaga ) serta adikku Mona Yesicca Saragih, Felix Saragih, Fanel Saragih, Figel Saragih beserta kelurga besarku, yang telah memberikan banyak bantuan, doa, kasih sayang, dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

(6)

12.Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu penulis ucapkan banyak terima kasih.

Semoga amal dan kebaikan saudara-saudara semua mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhirnya, penulis menyadari penulisan skripsi yang sederhana ini terdapat banyak kekurangan dan tidak sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, Amin.

Medan, November 2014 Hormat Saya

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... Viii BAB I :PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G.Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KEDUDUKAN PTPN II SAWIT SEBERANG SEBAGAI PERUSAHAAN PERKEBUNAN MILIK NEGARA A. Pengertian Perusahaan Perkebunan... 15

B. Sejarah Berdirinya PTPN II Sawit Seberang ... 21

(8)

BAB III PERKEMBANGAN TENTANG PERKEBUNAN INTI RAKYAT

A. Pengertian Perkebunan Inti Rakyat ... 33 B. Tujuan dan Manfaat Program Perkebunan Inti Rakyat ... 45 C. Peran Pemerintah Dalam Mengembangkan Perkebunan Inti

Rakyat ... 53

BAB IV PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT OLEH PABRIK KELAPA SAWIT ( PKS ) PTPN II SAWIT SEBERANG

A. Mekanisme Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang... 58 B. Kendala yang Dihadapi Dalam Proses Penerimaan Sawit Rakyat ke

Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang ... 61 C. Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi

Dalam Proses Penerimaan Sawit Rakyat ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang... 66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. SURAT KETERANGAN RISET ...

(10)

ABSTRAKSI

PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT OLEH PABRIK KELAPA SAWIT ( PKS ) PTPN II DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA ( Studi di PTPN II Sawit Seberang )

Michael Faren Suryaningsih. SH. M.Hum Erna Herlinda. SH. M.Hum

Perkebunan rakyat khususnya perkebunan rakyat di daerah Sawit Seberang sangatlah sulit dalam menjual hasil sawit mereka ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang dikarenakan tidak dipenuhinya beberapa persyaratan administrasi yang telah ditetapkan oleh PKS PTPN II Sawit Seberang. Hal ini sangatlah merugikan para petani sawit rakyat sebab untuk dapat menjual hasil sawit mereka para petani harus menjualnya dengan bantuan toke yang harganya sudah dikurangi oleh pihak toke yang menyebabkan penghasilan mereka tidak sebanding dengan harga yang telah ditetapkan oleh PKS apabila dapat menjual langsung ke PKS PTPN II Sawit Seberang. Maka dengan keadaan yang telah disebutkan diatas, penulis mengambil skripsi ini dengan judul “ Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Oleh Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang “.

Ada beberapa permasalahan yang diteliti oleh penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu : Bagaimana kedudukan PTPN II Sawit Seberang sebagai perusahaan perkebunan milik negara, Bagaimana perkembangna tentang perkebunan inti rakyat, serta bagaimana prosedur penerimaan sawit rakyat oleh Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder. Disamping itu untuk melengkapi data dilakukan wawancara dengan informan yaitu pihak yang terkait dengan permasalahan skripsi ini.

Hasil penelitian dan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh petani sawit rakyat dalam menjual hasil sawitnya ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang yaitu dikarenakan tidak dipenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang yaitu mengenai kwalitas Tandan Buah Segar yang rata – rata hasil sawit rakyat banyak tidak memenuhi kriteria yang ditentukan oleh PTPN II, serta kesulitannya dalam mengurus izin untuk dapat menjual hasil sawit para petani sawit rakyat.

Agar petani sawit rakyat dapat menjual hasil sawitnya ke PKS PPN II Sawit Seberang maka para petani haruslah meningkatkan kualitas Tandan Buah Segar mereka dengan cara PTPN II mengadakan sosialisasi atau seminar yang membahas mengenai cara untuk dapat menghasilkan Tandan Buah Segar yang berkulitas baik serta dipermudahnya parat petani sawit rakyat dalam mengurus izin.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.1

Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili palmae dan berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perusahaan perkebunan pada tahun 1911. Secara umum Kelapa sawit (Elais Guinensis Jacq) berasal dari Negara Afrika Barat. Namun ada juga yang mengatakan bahwa komoditi ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil karena di kawasan ini lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit. Pada kenyataannya kelapa sawit hidup lebih subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nuginea. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

1

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi,

(12)

tanaman kelapa sawit tumbuh rata-rata 20–25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagai periode matang (The Mature Periode), karena kelapa sawit mulai menghasilkan buah tandan segar (Fresh Fruit Bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan segar. Pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati. Pada dasarnya hasil olahan utama pengolahan di pabrik yaitu CPO (Crude Palm Oil) merupakan minyak sawit hasil pengolahan dari daging buah sawit dan PKO (Palm Kernel Oil).

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama dari kelapa sawit yang dilakukan pada pabrik ekstraksi minyak yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan dari daging buah sawit, minyak ini disebut minyak kasar atau crude palm oil (CPO) dan minyak inti kelapa sawit dari ekstraksi inti sawit yang disebut palm kernel oil (PKO) serta sebagai hasil sampingannya adalah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah kelapa awit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet merupakan bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter 8 mm.

(13)

Crude Palm Oil (CPO). Proses penjernihan minyak dilakukan dengan kadar kotoran-kotoran, sepeti padatan (solid), lumpur (sludge), dan air. Setelah melalui proses pemurnian, minyak sawit lalu di tampung di tangki-tangki timbun (oil storage tank) dan siap dipasarkan atau mengalami proses lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni dan dapat diproses selanjutnya. Sedangkan sisa olahan lumpur masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang.

Industri perkebunan mulai berkembang di Nusantara dalam bentuk usaha-usaha perkebunan berskala besar pada awal abad ke-19. Sejak awal itu hingga menjelang kemerdekaan Indonesia, para pelaku usaha dari Belanda, Inggris, Belgia, dan lain-lain, mulai membuka perkebunan-perkebunan karet, teh, kopi, tebu, kakao, kina dan beberapa jenis rempah, lengkap dengan fasilitas pengolahannya terutama di pulau Jawa dan Sumatera.

Berkembangnya usaha perkebunan pada masa-masa itu telah mendorong terbukanya wilayah-wilayah baru yang terpencil, berkembangnya sarana dan prasana umum, serta kolonisasi. Sejalan dengan perkembangan waktu, perkebunan memodernisasi dirinya, dengan diterapkannya sistem manajemen yang lebih baik serta diaplikasikannya berbagai tekhnologi di bidang kultur teknis maupun pengolahan. Hasil perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.2

2

(14)

Salah satu pendukung untuk mempercepat kemajuan dibidang pertanian yaitu sektor perkebunan yang diintegrasikan ke sektor pertanian. Oleh sebab itu PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara) tidak lari dari makna pasal UUD 1945 dengan mencetuskan Tri Dharma perkebunan yaitu, pertama peningkatan produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan, baik untuk kepentingan konsumsi dalam dan luar negeri maupun peningkatan ekspor non migas guna meningkatkan devisa Negara. Kedua, peningkatan kesempatan kerja dengan cara memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan petani dan karyawan pada khususnya. Ketiga, memelihara pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air dan kesuburan tanah menjamin eksistensi usaha.

Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.

Pengusahaan tanaman kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditi perkebunan selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik oleh pemerintah maupun swasta. Pada masa Kolonial Belanda perkebunan sawit yang

(15)

ada di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Ada beberapa sebab mengapa perkebunan kelapa sawit tidak muncul di kalangan masyarakat petani. Salah satu sebabnya yang paling penting adalah bahwa membangun perkebunan kelapa sawit membutuhkan modal uang dan teknologi yang sangat mahal.3

Pemerintah Indonesia dengan beberapa alasan ingin mengubah situasi tersebut. Monopoli pengusahaan kelapa sawit oleh perkebunan besar, di mana Teknologi yang canggih tidak hanya dibutuhkan dalam pemrosesan minyak kelapa sawit, namun juga dibutuhkan dalam pengelolaan kebun dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Petani tidak akan mampu memenuhi persyaratan-persyaratan ini sehingga mereka hanya tertarik untuk menjadi buruh perkebunan kelapa sawit daripada memiliki kebun sawitnya sendiri. Hal ini tidak berbeda dengan pengelolaan kebun karet dan yang menarik dari sejarahnya perkebunan sawit yang berbeda dengan perkebunan karet. Apabila muncul suatu perkebunan besar karet di suatu daerah, maka dengan cepat akan muncul suatu perkebunan besar karet rakyat di daerah itu, tidak demikian halnya dengan kelapa sawit.

Walaupun perkebunan besar kelapa sawit cukup lama berada di satu daerah, namun perkebunan kelapa sawit rakyat tidak kunjung muncul di daerah itu. Perkebunan besar tetap menjadi satu-satunya pemilik kebun-kebun kelapa sawit di Indonesia, dan rakyat sekitar perkebunan itu hanya menjadi buruh dari perkebunan besar.

3

Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947,

(16)

rakyat hanya menjadi buruh dianggap oleh pemerintah sebagai suatu warisan jaman penjajahan yang tidak sesuai dengan jiwa kemerdekaan Indonesia dan oleh karena itu pemerintah Indonesia ingin menghapuskannya. Pemerintah Indonesia menganggap perkebunan kelapa sawit haruslah berfungsi sebagai sarana perbaikan hidup rakyat dan bukan seperti halnya pada masa kolonial, perkebunan berfungsi sebagai penghasil devisa negara dengan menghisap rakyat. Dengan kata lain, selain berfungsi sebagai penghasil devisa negara juga harus berfungsi sebagai wahana untuk mensejahterakan rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah berkeyakinan bahwa hal ini dapat dicapai apabila rakyat dilibatkan langsung sebagai pekebun kelapa sawit dalam proses produksi minyak sawit di Indonesia, dan bukan hanya sekedar sebagai buruh perkebunan besar kelapa sawit. 4

Ide pemerintah untuk mengembangkan perkebunan rakyat sebagai saka guru pembangunan sektor perkebunan telah dirintis oleh pemerintah Indonesia sejak pelita I (1969). Dalam hal ini asumsi pemerintah bahwa peningkatan kesejahteraan petani pekebun di Indonesia dapat dicapai apabila lembaga terkait dan semua faktor produksinya melibatkan petani. Untuk melaksanakan konsep ini, sejak pelita I diperkenalkan suatu model pembangunan perkebunan rakyat yang dikenal dengan Unit Pelaksana Proyek atau UPP. Program ini dilaksanakan pemerintah pada tahun 1973/1974 di tiga propinsi. Di Sumatera Utara dikembangkan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat atau P3RSU, di Propinsi Lampung dikembangkan Proyek Pengembangan Cengkeh Lampung atau PPCL, sedang di Propinsi Jawa Barat dikembangkan Proyek Pengembangan

4

(17)

Rakyat dan Perkebunan Besar Swasta Nasional yang disingkat P2TRSN2 . Proyek ini lebih menekankan peningkatan produksi di lokasi perkebunan rakyat.

Sampai akhir pelita I pembangunan perkebunan besar dan perkebunan rakyat berjalan terpisah, dan antara kedua jenis perkebunan itu tidak ada keterkaitan dan keterikatannya. Hal ini berubah hingga awal Pelita II setelah pemerintah mengadakan pengkajian dalam pelaksanaan dan hasil proyek UPP.5

Di Sumatera Utara perkebunan rakyat berkembang sejak adanya Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang melalui pemukiman di daerah baru dengan dukungan perusahaan perkebunan negara sebagai intinya. Bentuk proyek ini dilakukan melalui Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR BUN) dan Pengembangan Perkebunan Besar (PPB) yang mulai dilakukan sejak tahun 1953 sebagai bentuk perhatian dari pemerintah.

Pemerintah dalam rangka pengembangan perkebunan rakyat memutuskan untuk mengarahkan perhatiannya pada daerah-daerah baru di mana sumber-sumber alamnya mendukung, seperti halnya di Sumatera Utara.

6

Berdasarkan penjelasan diatas maka sangat menarik untuk dapat menguraikan

problematika mengenaiPROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT KE

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ( PKS ) DI PTPN II DITINJAU DARI Dalam proyek PIR BUN ini ada dua komponen, yakni komponen inti yang menjadi asset dari perusahaan perkebunan besar yang berfungsi sebagai Pembina, sedang komponen plasma merupakan asset dari para petani pekebun peserta proyek.

5

Terjemahan Nucleus Estate And Smalholder Development Project yang disingkat dengan NES Project.

6

(18)

PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ( Studi di PTPN II Sawit Seberang )”.

B. Permasalahan

Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut di atas ada beberapa masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana Kedudukan PTPN Sawit Seberang Sebagai Perusahaan Perkebunan Milik Negara?

2. Bagaimana Perkembangan Tentang Perkebunan Inti Rakyat?

3. Bagaimana Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) Di PTPN II Sawit Seberang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan

Berdasarkan permasahan yang dipilih di atas tujuan yang ingin dicapai adalah :

a. Mengetahui bagaimana kedudukan PTPN II Sawit Seberang sebagai perusahaan perkebunan milik negara.

b. Mengetahui bagaimana perkembangan tentang perkebunan inti rakyat.

(19)

2. Manfaat Penulisan

Penelitian yang dilakukan ini di harapkan hasilnya dapat bermanfaat baik secara teoritis maupaun secara praktis.

a. Manfaat teoritis dimaksudkan hasil dari penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum Administrasi Negara, khususnya dalam prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang.

b. Manfaat praktis dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam hukum Administrasi Negara dalam prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang .

D. Keaslian Penulisan

Topik permasalahan di atas sengaja dipilih dan di tulis, oleh karena sepengetahuan penulis, pokok pembahasan ini adalah sebagai salah satu subsistem dari sistem perkembangan Hukum Administrasi Negara.

(20)

dalam rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan di samping itu juga diadakan penelitian.

E. Tinjauan Kepustakaan

(21)

pangan (padi dan palawija). Lahan-lahan untuk membuka perkebunan adalah lahan bekas tanaman pangan.7

Kajian mengenai Sejarah perkebunan dibahas oleh Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo dalam karyanya “Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi” (1991), serta Subianto “ Sejarah Perkebunan di Indonesia “ 2011, membahas sistem perkebunan di Indonesia yang sudah ada sejak 1200 M, hingga mengalami perkembangan yang pesat mulai kolonial hingga sesudah kemerdekaan. Secara umum pembukaan perkebunan akan menimbulkan lingkungan baru, yaitu lingkungan perkebunan. Kehadiran komunitas perkebunan melahirkan lingkungan yang berbeda dari segi lokasi, tata ruang, ekologi, maupun organisasi sosial dan ekonomi. Secara topografisnya perkebunan dibangun di daerah yang subur, baik di dataran rendah atau dataran tinggi. Tanaman yang dibudidayakan homogen yaitu komoditi ekspor dan berbeda dengan tanaman pertanian subsisten setempat. Demikian bentuk lingkungan lebih berorentasi ke dunia luar, menjadikan lingkungan berbeda dengan lingkungan agraris. Sartono dan Djoko juga membahas bahwa kehadiran perkebunan dapat menciptakan komunitas sektor perekonomian modern yang berorentasi ekspor bila dibandingkan komunitas sektor perekonomian pangan.8

7

Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947,

terj. J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 73. 8

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, loc. cit.

(22)

perkebunan rakyat di wilayah ini melahirkan suatu perubahan lingkungan baik sosial, ekonomi dan budaya.

Fachri Yasin dalam karyanya yang berjudul “Agribisnis Riau:Pembangunan Perkebunan Berbasis Kerakyatan” (2003), mengkaji tentang pembangunan perkebunan di Riau yang dilakukan dengan empat pola pengembangan, yaitu Swadaya, Unit Pelayanan Pembangunan (UPP), Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan Pengembangan Perkebunan Besar dan dapat ditambahkan bahwa areal perkebunan yang terluas adalah perkebunan rakyat. Menurutnya perkebunan rakyat merupakan subsektor pendapatan daerah yang mendapat perhatian khusus pemerintah daerah. Telah diketahui bahwa petani dapat memberikan kontribusi pada pemerintah dengan tanaman yang dibudidayakan. Tanaman sawit dan karet merupakan tanaman pertanian strategis dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian dan peningkatan pendapatan rumah tangga petani.9

Secara khusus yang membahas sosial ekonomi kelapa sawit oleh Loekman Soetrisno dan Retno Winahyu, dengan judul buku “Kelapa Sawit: Kajian Sosial Ekonomi” (1991). Dalam kajian dijelaskan lebih rinci masalah pengembangan kelapa sawit rakyat dengan pola PIR, bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia Jadi, pengembangan perkebunan rakyat manfaat ekonominya terhadap petani di Riau senasib dirasakan petani di Kecamatan Sawit Seberang, Sumatera Utara.

9

(23)

tersebar 12 propinsi, seperti Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.10

Terpusatnya areal perkebunan tersebut tidak terlepas dari faktor alam, perkembangan ekonomi dan kebijaksanaan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perkebunan kelapa sawit di indonesia sebetulnya telah dimulai sejak 1911, tetapi baru berkembang 10 tahun kemudian hingga mencapai puncaknya pada tahun 1940. Pada masa itu tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penting setelah karet dan tembakau yang telah lebih dahulu diusahakan oleh para pengusaha asing yang memang diundang pemerintah Belanda untuk melakukan investasi di Sumatera Timur.

Sejak saat itulah dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis. Pertama, minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga minyak goreng. Kedua, sebagai salah satu komoditi pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai sebagai sumber perolehan devisa. Ketiga, dalam proses produksi maupun pengolahan mampu menciptakan kesempatan kerja sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, buku ini sebagai dasar untuk menggambarkan perkembangan kelapa sawit rakyat PTPN II Sawit Seberang.

10

(24)

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah dengan menggunakan :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan.11 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan prilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.12 Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskiptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum.13

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan yang telah ada dan yang berhubungan dengan skripsi terdiri dari UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan.

2. Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dan didukung data primer. Data sekunder diperoleh dari :

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh untuk mendukung dan berkaitan dengan Bahan Hukum Primer yang berupa

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mangadji “ Penelitian Hukum Normatif ; Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2013, hal 3

12

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta ; Kencana Prenada Media, 2010, hal 87 13

(25)

literatur-literatur yang terkait dengan bantuan hukum sehingga menunjang penelitian yang dilakukan.

c. Bahan Hukum Tersier bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus dan

ensiklopedia yang relevan dengan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Library Research

Materi dalam penelitian ini diambil dari data Primer dan data Sekunder. Jenis data yang meliputi data sekunder yaitu Library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, buku-buku, berbagai literatur, dan juga berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “Prosedur Penerimaan Kelapa Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang”.

b. Field Research

Data primer diperoleh dengn cara Field Research (penelitian lapangan), yaitu dengan meneliti langsung ke lapangan mengenai prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang.

(26)

kepada staf, yaitu Pegawai di PTPN II Sawit Seberang, sehingga memperoleh salinan data-data yang lebih lengkap dan menunjang pembahasan permasalahan yang disusun penulis.

4. Analisis Data

Setelah data mengenai prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang ini terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi kepustakaan kemudian diuraikan dengan logis dan sistematis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menyusun skripsi ini, penulis membagi dalam IV (empat) Bab yang terbagi pula atas beberapa sub-sub, maksudnya adalah untuk mempermudah penulis di dalam menguraikan pengertian masalah sampai kepada kesimpulan dan saran-saran berhubungan dengan materi pembahasan.

Secara garis besar gambaran skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

(27)

BAB II : KEDUDUKAN PTPN SAWIT SEBERANG SEBAGAI PERUSAHAAN PERKEBUNAN MILIK NEGARA

Pada bab ini berisikan pembahasan mengenai masalah bagaimana Pengertian Perusahaan Perkebunan, Sejarah Berdirinya PTPN II Sawit Seberang, Struktur Organisasi PTPN II Sawit Seberang.

BAB III : PERKEMBANGAN TENTANG PERKEBUNAN INTI RAKYAT Dalam bab ini membahas mengenai Perkembangan Perkebunan Inti Rakyat, serta Pengertian Perkebunan Inti Rakyat .

BAB IV : PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT KE PABRIK KELAPA SAWIT ( PKS ) DI PTPN II SAWIT SEBERANG

(28)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini merupakan bagian penutup dari rangkaian penulisan skripsi ini, berisikan Kesimpulan dan Saran sebagai jawaban hasil pemecahan masalah yang diidentifikasikan.

BAB II

KEDUDUKAN PTPN II SAWIT SEBERANG SEBAGAI PERUSAHAAN PERKEBUNAN MILIK NEGARA

A. Pengertian Perusahaan Perkebunan

Usaha perkebunan terdiri dari usaha budidaya perkebunan dan usaha industri perkebunan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107 Kpts II Tahun 1999, Usaha budidaya perkebunan adalah serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan pra tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan termasuk perubahan jenis tanaman. 14

Usaha industri perkebunan merupakan serangkaian kegiatan pengolahan produksi tanaman perkebunan yang bertujuan untuk memperpanjang daya simpan atau meningkatkan nilai tambah, sebagai contoh dari usaha lndustri perkebunan adalah ekstraksi kelapa sawit, industri gula pasir dari tebu, teh hitam dan teh hijau, lateks dan lain sebagainya. Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia dilakukan oleh perkebunan rakyat dan perkebunan besar yang terdiri dari

14

(29)

perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara (PNP/PTP/BUMN).15

1. Merupakan bentuk usaha pertanian berskala luas dan kompleks.

Menurut BPS perkebunan besar adalah usaha perkebunan yang dilakukan oleh badan usaha dan badan hukum diatas tanah negara yang mendapat izin dari instansi yang berwenang, diluar batasan tersebut merupakan perkebunan rakyat.

Perkebunan besar memiliki ciri-ciri usaha antara lain :

2. Menggunakan areal pertanahan yang luas. 3. Bersifat padat modal.

4. Menggunakan tenaga karja yang cukup besar, dengan pembagian kerja yang dirinci dan struktur hubungan kerja yang rapi.

5. Menggunakan teknologi modern, dan 6. Berorientasi pada pasar.

Hal ini berbeda sekali dengan perkebunan rakyat dengan ciri-ciri usaha sebagai berikut :

1. Bentuk usahanya kecil. 2. Penggunaan lahan terbatas. 3. Tidak padat Modal.

4. Sumber tenaga kerja terpusat pada anggota keluarga, dan 5. Lebih berorientasi pada kebutuhan subsisten.16

Pembangunan perkebunan merupakan salah satu alternatif aktivitas dalam pemberdayaan masyarakat. Peranan pembangunan perkebunan di negara Indonesia adalah :

15

Djokosantoso dan meljono dan Riant Nugroho, “ isu kebijakan dan strategi”, sinar grafika, bandung hal 82-83

16

(30)

1. Menaikkan penerimaan devisa dan pendapatan negara.

2. Penyediaan lapangan pekerjaan/sumber mata pencaharian dan lapangan usaha.

3. Turut membantu dan melaksanakan kelestarian alam yang lebih terjamin. 4. Membantu usaha pemerintah dalam bidang kegiatan lainnya seperti

tranmigrasi, pengaturan pemilikan tanah, penggalakan koperasi, penataaan desa dan sebagainya

5. Menciptakan iklim yang baik bagi pertumbuhan Indonesia.

6. Turut menciptakan pembangunan/pertumbuhan ekonomi ”growth centre” baru.

Kebijakan pembangunan perkebunan oleh pemerintah difokuskan untuk mengembangkan perkebunan rakyat yaitu dengan pola kemitraan dengan perkebunan besar. Dalam pelaksanaan pola kemitraan ini, petani tergabung dalam suatu kelembagaan petani misalnya koperasi yang akan memperjuangkan hak-hak mereka.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107 Kpts II Tahun 1999 ketentuan mengenai pola usaha perkebunan adalah :

1. Pola koperasi usaha perkebunan yaitu pola pengembangan yang sahamnya 100 persen dimiliki oleh koperasi usaha perkebunan.

(31)

3. Pola patungan investor dan koperasi yaitu pola pengembangan yang sahamnya 80 persen dimiliki investor/perusahaan dan minimal 20 persen dimiliki koperasi yang ditingkatkan secara bertahap.

4. Pola BOT (Build, Operate and Transfer) yaitu pola pengembangan dimana pembangunan dan pengoperasian dilakukan oleh investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu seluruhnya dialihkan kepada koperasi.

5. Pola BTN yaitu pola pengembangan dimana investor/perusahaan membangun kebun dan atau pabrik yang kemudian akan dialihkan kepada peminat/pemilik yang tergabung dalam koperasi.

Beberapa harapan dari petani terutama pelaku usaha kelapa sawit dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk kelapa sawit, yaitu antara lain sebagai berikut :

a. Perlu adanya research and development mengenai produk kelapa sawit. b. Agar diturunkan tarif Bea Keluar, dengan harapan para petani dapat

menikmati keuntungan kelapa sawit, yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengembangan produk turunannya.

c. Kalaupun Bea Keluar dikenakan namun dana tersebut semestinya dikembalikan lagi ke petani dalam bentuk infrastruktur baik jalan, pelabuhan, termasuk penelitian (research) guna meningkatkan nilai tambah kembali.

(32)

perimbangan keuangan atau seperti halnya Pajak Bumi dan Bangunan yang di-share ke daerah propinsi maupun daerah tingkat dua.

e. Birokrasi perijinan perlu diperbaiki termasuk untuk menghindari sengketa lahan.

f. Petani rakyat dapat diberikan subsidi harga benih unggul maupun subsidi pupuk.

g. Proyek pengembangan Kawasan industri terpadu agar dipercepat pembangunannya sehingga segera dioperasionalkan.17

Salah satu perusahaan perkebunan milik negara ialah PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II Tanjung Morawa merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang perkebunan dan turut serta dalam persaingan pasar global maupun domestik pengolahan kelapa sawit. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II saat ini memiliki areal yang cukup luas (Kebun Inti) yaitu 112.551,95 Ha (termasuk 5.873,41 Ha yang sedang dalam proses pelepasan hak) dan berada di dua provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara 106.671,47 Ha dengan budidaya kelapa sawit, karet, tembakau, dan tebu serta Provinsi Papua 5.880,48 Ha dengan budidaya kelapa sawit. Dewasa ini, perubahan lingkungan bisnis perusahaan menuntut adanya pengelolaan perusahaan secara lebih profesional agar dapat bersaing dalam pasar global. Salah satu strategi efektif guna mengantisipasi persaingan global maupun lokal tersebut adalah dengan diterapkannya tata cara

17

(33)

pengelolaan perusahaan yang baik atau lebih dikenal dengan Good Coorporate Governance (GCG). 18

Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1975. Pada tahun 1984 menurut Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham, Akte Pendirian tersebut diatas telah dirubah dan diterangkan dalam Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 94 tanggal 13 Agustus 1984 yang kemudian diperbaiki dengan Akte Nomor 26 tanggal 8 Maret 1985 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C2-5013-HT.0104 tahun 1985 tanggal 14 Agustus 1985. Sesuai dengan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham Perusahaan Perseroan PT Perkebunan Nusantara II bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II disingkat “PT Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang.

18

(34)

tanggal 20 Desember 1990 Akte tersebut mengalami perubahan kembali dengan Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 2 tanggal 1 April 1991 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C2-4939-HT.01.04TH-91 tanggal 20 September 1991. Pada tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan reorganisasi berdasarkan nilai kerja dimana PT Perkebunan II dan PT Perkebunan IX yang didirikan dengan Akte Notaris GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan sesuai dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18 September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35 tertanggal 11 Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C2.8330.HT.01.01.TH.96 dan diumumkan dalam Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil peleburan PTP-II dan PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 7 tahun 1996. Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2002 terjadi perubahan modal dasar perseroan sesuai Akte Notaris Sri Rahayu H. Prastyo, SH.1:34 PM 7/21/2008. 19

19

Moh. Arsjad Anwar, “ Sepenggal Sejarah BUMN termasuk landasan hukum BUMN “, Citra Grafika, 1994 hal 59

Adapun visi dan misi dari perusahaan ini yaitu : VISI

Mewujudkan PT Perkebunan Nusantara II (Persero) menajadi Perusahaan agribisnis yang maju dan sehat serta memiliki daya saing yang kuat.

(35)

1. Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan sektor perkebunan bagi

pendapatan nasional yang diperoleh dari produksi dan pemasaran dari berbagai jenis

komoditi untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri.

2. Menyedikan lapangan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pada

umumnya dan meningkatkan taraf hidup petani plasma/PIR dan Petani Tebu Rakyat

serta karyawan perkebunan pada khususnya.

3. Memelihara kekayaan alam khususnya dan menjaga kelestarian alam serta

meningkatkan kesuburan tanah, sumber dan tatanan air. 20

B. Sejarah Berdirinya PTPN II Sawit Seberang Kabupaten Langkat

Kebun sawit Seberang adalah salah satu unit kebun milik PTPN II yang berlokasi di kecamatan yaitu di kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak ± 78 km dari Kota Medan. Dahulunya Kebun Sawit Seberang berasal dari bekas perusahaan Belanda yang bernama Verenigde Deli Mastgchappli (VDM) yang dibuka dan ditanami kelapa sawit sejak tahun 1923. Areal Kebun Sawit Seberang adalah Konsesi KBS ( bekas perusahaan Belanda ) pada tanggal 10 Desember 1963 No. LXV/R atas nama Deli Mastgchappli. Kemudian diberi Hak Guna Usaha ( HGU ) kepada Kebun Sawit Seberang Langkat berdasarkakn SK. Menteri Agraria No. 5 K/36/HGU-66 tertanggal 10 Oktober 1966.

20

(36)

Pada tahun 1962 Kebun Sawit Seberang Langkat diambil alih oleh pemerintah Indonesia yang berada di PPN-SU II, sejak berdirinya kebun Sawit Seberang Langkat berada di bawah perusahaan yang beberapa kali mengalami perubahan nama yaitu :

1. Tahun 1957 : NO VDM 2. Tahun 1962 : PPN-Sumut II 3. Tahun 1963 : PPN Antan II

4. Tahun 1968 : PPN ANTAN II / PNP II ( Penggabungan ) 5. Tahun 1969 : PNP II

6. Tahun 1976 : PTP II

7. Tahun 1996 : PTPN II ( Penggabungan Maret 1966 )

(37)

C. Struktur Organisasi

Pada umumnya setiap perusahaan memiliki struktur organisasi. Bagi perusahaan besar maupun kecil struktur organisasi memiliki peranan yang sangat penting, dimana struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan dari hubungan – hubungan diantara fungsi – fungsi, bagian – bagian atau posisi maupun orang – orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda dari dalam suatu organisasi.

Secara garis besar struktur organisasi menunjukkan susunan jabatan, siapa atasan yang memberi perintah dan siapa yang bertanggungjawab kepada atasan dalam melaksanakan perintah tersebut.

Struktur organisasi yang baik akan membantu proses pencapaian tujuan organisasi karena keseluruhan tugas yang ada akan dibagi menurut unit atau bagian. Dengan demikian unit atau bagian yang ada dalam perusahaan akan mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta hubungan satu dengan yang lain.

Administrasi merupakan pimpinan tertinggi di kebun yang betanggung jawab atas semua kegiatan operasional kebun baik teknis maupun non teknis yng dalam kegiatan sehari – hari dibantu oleh Askep, Maskeb, Keamanan, Kepala Administrasi, Humas.

(38)

Maskep yang dibantu oleh Asisten Maintenance dan Asisten Pengolahan. Asisten ini

Dibantu oleh Mandor untuk dibantu dilapangan dan Krani -1 dan beberapa orang karyawan pelaksana untuk menangani masalah administrasi personalia dan umum dan keamanan dipimpin oleh seorang pengaman yang dibantu oleh Satuan Pengaman ( Satpam ).

Karyawan pelaksana Kebun Sawit Seberang Langkat, Pria berjumlah 1073 orang dan wanita berjumlah 243 orang, sedangkan karyawan pimpinan berjumlah 20 orang.

Berikut ini akan diuraikan kewajiban, wewenang dan tugas dari para staff PTPN II Sawit Seberang Langkat :

1. Administratur ( ADM ) a. Kewajiban

- Membantu Direksi melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah digariskan oleh perusahaan.

- Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan di kebun guna menunjang usaha pokok secara efektif dan efisien.

- Menyediakan informasi yang akurat up to date untuk kepentingan Manajer ( Direktur ) dalam mengambil keputusan.

(39)

- Mentaati semua peraturan perusahaan ( system operasional dan prosedur baku ).

b. Wewenang

- Membuat dan mengajukan PRKAP Kebun.

- Menyusun program kerja dikebun yang berkaitan dengan upaya peningkatan produksi tanaman dan kenerja kebun.

- Melakukan pengendalian biaya, fisik dan mutu agar tetap sesuai standar.

- Melakukan pengawasan, menganalisa, dan melakukan tindakan perbaikan di bidang tanaman, adminsitrasi keuangan.

- Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait ( Muspika, Kepolisian, Militer dan Pemuka Masyarakat ) dalam pembinaan wilayah untuk pengamanan aset perkebunan.

- Memberikan usul dan saran kepada Direksi untuk perbaikan kerja perusahaan.

- Menilai karyawan dan melakukan mutasi serta mengusulkan demosi atau promosi karyawan kebun.

c. Tugas

- Dalam menjalankan tugasnya ADM dibantu oleh asisten masinis kepala dan para asisten ( tanaman, teknik, asisten umum kepala administrasi, keamanan dan lain – lain ).

(40)

- Menyediakan bahan – bahan untuk diolah dipabrik sesuai dengan kapsitas optimal dan persyaratan mutu.

- Menjaga keutuhan areal perkebunan dari gangguan yang datang dari luar.

d. Tanggung Jawab

- Administratur bertanggung jawab kepada Direksi. e. Hubungan Kerja

- Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan bagian unit usaha dan dinas di PTPN II Sawit Seberang Kabupaten Langkat serta pihak diluar perkebunan.

2. Asisten Kepala a. Kewajiban

- Membantu administratur melaksanakan tugas dan kebijaksanaan ( Policy ) yang telah digariskan oleh perusahaan.

- Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan di tingkat rayon dan afdeling untuk menunjang pencapaian sarana yang telah ditetapkan oleh ADM.

- Mentaati semua peraturan perusahaan. b. Wewenang

- Membuat dan mengajukan rancangan kerja di tingkat rayon dan afdeling terutama dibidang tanaman dan produksi.

(41)

- Mengendalikan biaya agar kegiatan operasional berjalan efektif dan efisien.

- Memberikan usul dan saran perbaikan kepada ADM.

- Mengadakan kontak dan koordinasi dengan instansi terkait diluar perkebunan dengan seizin atau sepengetahuan ADM.

- Menilai karyawan dan mengusulkan mutasi, demosi dan promosi. c. Tugas

- Dalam menjalankan tugas Askep dibantu oleh beberapa oarang asisten dan pegawai.

- Membuat laporan pertanggung jawaban kerja.

- Melaksanakan tugas – tugas lain yang diperiksa oleh ADM / Direksi.

- Mengkoordinasi pemasokan hasil panen dari seluruh afdeliing untuk dikirim ke pabrik.

- Mengkoordinasi seluruh asisten yang dibawahi untuk mencapai target sasaran yang telah ditetapkan.

d. Tanggung Jawab

- Asisten Kepala bertanggung jawab kepada ADM. 3. Asisten Tanaman

a. Kewajiban

(42)

- Melaksanakan pernecanaan, perngorganisasian, pengendalian dan pengawasan di tingkat afdeling.

- Mentaati semua peraturan perusahaan ( system operasional dan prosedur baku ).

b. Wewenang

- Membuat rencana kerja di tingkat afdeling yang menyangkut bidang tanaman dan produksi.

- Mengendalikan biaya operasional agar pekerjaan berjalan efektif dan efisien.

- Memberikan usul dan saran perbaikan kepada Askep.

- Mengadakan kontak dan koordinasi denga aparat mustika desa. - Menilai kondite karyawan pelaksanaan dan mengusulkan mutasi,

demosi, atau promosi. c. Tugas

- Melaksanakan tugas operasional di lapangan yang berhubungan dengan bidang tanaman ( penanaman, pemeliharaan, panen, angkut ) sesuai dengan standart operasional.

- Membuat laporan harian, mingguan, dan bulanan.

- Melaksanakan panen, angkut ke PKS sesuai dengan target harian dengan tetap memperhatikan standart mutu.

(43)

d. Tanggung Jawab

- Asisten Lapangan bertanggung jawab kepada Asisten Kepala. 4. Kepala Administrasi

a. Kewajiban

- Membantu administrasi dan afdeling tanaman dalam melaksanakan tugasnya di bidang administrasi.

b. Wewenang

- Mengkoordinasikan seluruh kegiatan administrasi perkantoran. - Bersama dinas bagian lain menyusun rencana kerja tahunan jangka

pendek.

- Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kerja. - Pengendalian sumber dana dan penggunaan dana. - Menyimpan surat – surat berharga milik perusahaan.

- Melaksanakan inspeksi ke kantor – kantor afdeling dalam lingkup pabrik atau kebun.

- Menganalisa dan memberikan tindakan perbaikan tetrhadap persediaan bahan atau barang.

- Pengamanan terhadap aset perusahaan. - Melaksanakan standart biaya dan fisik. - Membuat laporan kegiatan pabrik.

- Melaksnanakn tugas lain yang diberikan oleh manajer distrik atau ADM atau Direksi.

(44)

-5. Perwira Pengaman ( Papam ). a. Kewajiban

- Membantu administratur dalam melaksanakan tugasnya di bidang keamanan.

b. Wewenang

- Menyusun rencana kerja tahunan di bidang keamanan.

- Bersama dinas atau unit lainnya mengkoordinir latihan bersama untuk keamanan dan keselamatan kerja.

- Melaksanakan inspeksi patroli secara sistematis.

- Pengawasan terhadap keamanan aset perusahaan, tenaga keja beserta keluarganya.

- Menganalisa dan memperbaiki serta meningkatkan hasil kerja di bidang keamanan.

- Membuat laporan hasil kerja terhadap hasil kerja keamanan.

- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh manajer administrasi. c. Tugas

- Perwira keamanan atau papam dipimpin oleh seorang Bintara atau Perwira TNI yang dibantu oleh regu hansip atau satpam.

d. Tanggung Jawab

- Perwira keamanan atau papam bertanggung jawab kepada administrator dan Papam PTPN II Sawit Seberang Kabupaten Langkat di kantor Direksi.

(45)

-Kegiatan Usaha

Tahap – tahap kegiatan usaha yang dilakukan oleh kebun Sawit Seberang Kabupaten Langkat pada umumnya menyerupai kegiatan manufaktur lainnya hanya saja di kebun Sawit Seberang Kabupaten Langkat proses produksi dari mengelola bahan baku menjadi bahan jadi.

Tahap – tahap tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :  Penimbangan

Tandan Buah Segar ( TBS ) yang masuk ke PKS ditimbang. Fungsi dari stasiun penerimaan buah adalah untuk penerimaan buah sawit ( Tandan Buah Segar/TBS dari kebun- kebun afdeling atau dari swasta sebelum diolah lebih lanjut pada stasiun berikutnya). Stasiun penerimaan buah di PKS Sawit Seberang antara lain:

Jembatan Timbang (Weigh Bridges)

(46)

olah. Berat netto TBS yang masuk dihitung dari selisih berat truk dan isinya (bruto) dengan berat truk kosong (tarra).

 Penimbunan

Setelah ditimbang lalu dibongkar di Loading Romp untuk disortasikan dan dimasukkan ke dalam Lori.

 Perebusan

Lori yang berisi TBS direbus disatsin perebusan dengan tekanan uap ± 3 kg/cm dan waktu ±90 menit pada temperatur ±135º. Sterilizer adalah bejana tekanan uap yang di gunakan untuk merebus buah. Proses perebusan ini sangat penting karena akan mempengaruhi mutu minyak sawit nantinya. Dalam proses ini buah sawit di masukkan ke dalam sterilizer dengan waktu tertentu. Di PKS Sawit Seberang terdapat 4 (empat) tabung sterilizer. Nmun yang dapat beroperasi hanya 3 (tiga) buah. Kapasitas tabung yaitu 10 lori dengan suhu 130–140 0C, tekanan normal 2,6 kg/cm2, tekanan maksimum 3 kg/cm2. Perebusan dengan tekanan lebih dari 3 kg/cm2 dan suhu di atas 140 0C maka akan memiliki hasil rebusan yang bermutu rendah.

Ada 2 sistem perebusan yang umum di gunakan yaitu Double Peak (dua puncak) atau Triple Peak (tiga puncak) dengan waktu 100 menit. Di PKS Pagar Merbau ini system perebusan yang digunakan yaitu system 3 puncak (Triple Peak).

(47)

- Melunakkan buah agar daging buah mudah lepas dari biji dan untuk memudahkan pelepasan minyak dari sel-selnya pada waktu pemerasan.

- Menghentikan aktivitas enzim lipase yang menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas (ALB) dan menghentikan kegiatan hidrolisa yang sudah terjadi.

- Memudahkan pelepasan buah dari tandan pada waktu proses penebahan.

- Mengkoagulasi zat-zat albumin agar tidak ikut dengan cairan kempa,karena dapat menyebabkan minyak dan air menjadi emulsi yang menyulitkan pemisahan minyak pada stasiun klarifikasi.

 Penebahan

Dari perebusan buah diangkat dan dituang di auto Feeder dan dimasukkan ke dalam Thesher ( penebahan ). Penebahan diklakukan dengan membanting buah dalam drum dengan putaran ± 24 rpm. Buah yang terlepas dikirim ke digester, janjangan kosong dibawa oleh Empity bunch conveyor ke Hopper dan selanjutnya dikirim ke afdeling untuk pupuk tanaman.

 Pelumatan Buah

(48)

 Pengempaan

Masa yang keluar dari Degister diperas dalam Screw Press pada tekanan ±50 BAR. Minyak yang keluar dipompakan ke satasiun klarfifikasi, sedang ampas kempa dipecah dengan menggunakan Cake Breker Conveyor untuk mepermudah pemisahan biji dengan serat. Ampas dipisahkan di Depericarper, serat dipergunakan untuk bahan bakar Boiler dan biji sementara di timbun di Nut Hopper.

Pemurnian Biji Sawit  Pemisahan Pasir

Minyak yang keluar dari Screw Press melalui Oilgutter disalurkan ke dalam Sand Trap Tank untuk mengendapkan pasir.

 Penyaringan Bahan Padatan

Minyak kasar yang telah diencerkan dialirkan ke Vibrating Screen untuk memisahkan bahan – bahan asing. Pemisahan pasir dengan lumpur atau serat berdasarkan perbedaan berat jenis pada temperatur 90-95º C, lalu minyak dialirkan ke Oil Furiper untuk mengurangi kadar kotoran. Minyak hasil olahan ( CPO ) sebelum dikirim disimpan ditangki timbun.

 Pengolahan Biji

(49)

BAB III

PERKEMBANGAN TENTANG PERKEBUNAN INTI RAKYAT A. Pengertian Perkebunan Inti Rakyat

Perkebunan Inti Rakyat adalah suatu konsep pembangunan ideal hasil pemikiran para pemimpin bangsa yang berpandangan jauh ke depan berdasarkan pandangan sektor pertanian subsektor perkebunan sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Idealisme dasar konsep ini adalah menggabungkan keunggulan perkebunan besar dengan ketangguhan perkebunan rakyat, dimana perkebunan besar sebagai unsur ekonomi berkembang bersama dengan perkebunan rakyat sebagai sumber kesejahteraan nasional.

PIR memang sudah menjadi bagian dari masa lalu, namun dengan mempelajari konsepsi secara menyeluruh kita akan mendapatkan referensi dan pandangan tentang bagaimana sebaiknya pembangunan perkebunan diselenggarakan dalam kerangka perekonomian nasional.

(50)

Lahirnya Perkebunan Inti Rakyat.

Konsep ekonomi sektor pertanian dengan perkebunan sebagai subsektornya sudah menjadi dasar pemikiran para pemimpin bangsa sejak awal Indonesia merdeka. Cita cita itu membutuhkan waktu yang panjang dalam penerapan dikarenakan geliat kondisi perekonomian dan perpolitikan negara, sehingga secara konkrit baru menjadi bagian dari perencanaan secara nasional pada tahun 1969 yang ditetapkan pada Garis Besar Haluan Negara.

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memuat rencana jangka panjang 25 tahun pertama yang dituangkan dalam serangkaian Repelita, (Repelita I sampai V) dimulai sejak 1969/1970 secara tegas menetapkan implementasi pelaksanaan yang diwujudkan dalam bentuk proyek pembangunan.

GBHN ini menggariskan bahwa setiap kebijakan dan program departemen dan semua lembaga harus berdasarkan amanah Trilogi Pembangunan yaitu : pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas nasional.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa Perkebunan inti rakyat merupakan konsep Bank Dunia, yang mana pendapat tersebut perlu ditinjau secara bijaksana, karena konsep ini lebih merupakan pemikiran murni anak bangsa.

(51)

Agrarisch Wet 1870, terlihat bahwa pertanian menjadi tulang punggung perekonomian Hindia Belanda.

Pemerintah penjajahan mampu mendapatkan keuntungan ekonomis yang sangat besar dari hasil pertanian. Di zaman prakemerdekaan hasil pertanian tersebut dikelola dengan pola kapitalis, sehingga hasil yang besar tersebut tidak dinikmati oleh rakyat hindia belanda karena peranannya yang sangat kecil didalam rantai ekonomi perkebunan pada saat itu.

Segera setelah Republik Indonesia berdiri secara defacto pada 1949, salah satu tindakan ekonomi yang langsung dilaksanakan adalah dengan menasionalisasi perkebunan milik Negara Belanda pada tahun 1951 (terbentuknya Perusahaan Perkebunan Negara / PPN Lama), nasionalisasi ini berlanjut lagi dengan kebijakan kebijakan lain dalam rangka mengatur konsepsi peran pertanian secara umum dan perkebunan khususnya dalam kerangka konsep pembangunan nasional.

Tonggak berikutnya terjadi pada 10 Desember 1957, dimana dalam rangka perjuangan mengembalikan Irian Barat kepangkuan RI, dilakukan pengambil alihan perkebunan milik swasta Belanda. Perkebunan Swasata Belanda ini selanjutnya disebut dengan PPN Baru. PPN Lama dan PPN Baru kemudian digabung menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN).

(52)

merupakan reorganisasi pertama dari serangkaian reorganiasi didalam pengelolaan BUMN perkebunan.

Tindak lanjut dari penggabungan itu adalah dibentuknya BPU-PPN Cabang. BPU-PPN Cabang ini bertugas melakukan konsolidasi, penataan, dan penguatan sehingga berkemampuan untuk mendukung pembangunan perkebunan rakyat.

Hasil dari penggabungan dan konsolidasi tersebut dapat dilihat dari berkembangnya BUMN perkebunan sehingga memiliki unit-unit yang mampu berperan strategis dalam mendukung pengembangan perkebunan. Unit-unit milik bersama BUMN tersebut antara lain adalah tumbuhnya Pusat-Pusat Lembaga Penelitian untuk menjadi sumber paket teknologi, Kebun-Kebun Induk sebagai sumber bibit bermutu, dan Lembaga Pendidikan untuk pengembangan SDM.

Dalam rangka mendukung upaya pengembangan perkebunan rakyat, BUMN perkebunan juga mempunyai peran kunci sebagai perusahaan inti pengembangan perkebunan pola PIR. Didalam sejarah perkembangan BUMN perkebunan, tidak dapat dilepaskan peran dari Direktorat Jenderal Perkebunan sebagi pembina BUMN perkebunan ditingkat departemen.

(53)

Penyesuaian dilakukan pada kabinet Ampera, 25 Juli 1966 -17 Oktober 1967. Departemen Perkebunan membawahi Ditjen Perkebunan Negara dan Ditjen Perkebunan Rakyat, tetapi belum mencakup perkebunan besar swasta. Baru pada tahun 1968, di bawah Departemen Pertanian dibentuk Ditjen Perkebunan yang merupakan penggabungan lengkap dari Ditjen Perkebunan Negara dan Ditjen Perkebunan Rakyat serta ditambah dengan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perkebunan besar swasta.

Dalam sejarah panjang perkebunan nasional, harus diakui bahwa peran besar Direktur Jenderal Perkebunan saat itu sangatlah besar. Mayor Jenderal (Purn) A. Moeloek Loebis (alm), sebagai Direktur Jenderal Perkebunan pertama periode 1968-1976 yang juga masih merangkap sebagai ketua BKU PPN memiliki visi bahwa perkebunan rakyat harus dikembangkan sejajar dengan perkebunan besar, dan menuangkannya dalam kerangka landasan untuk kesiapan langkah implementasinya.

Konsep awal tersebut kemudian dimantapkan dan disosialisasikan oleh Mayor Jenderal (Purn) R. Pang Suparto Direktur Jenderal Perkebunan periode 1976-1982 yang selanjutnya disempurnakan dan diutuhkan oleh Dr. Ir Rachmat Soebiapradja Direktur Jenderal Perkebunan periode 1982-1992.

(54)

eksploitasi yang seharusnya dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan perkebunan.

Membaiknya situasi ekonomi Indonesia sejalan dengan perubahan peta politik membuka pula peluang untuk memulai lagi cita cita lama membangun BUMN perkebunan yang kuat berbarengan dengan perkebunan rakyat.

Sesuai dengan kondisi yang dihadapi pada waktu itu salah satu langkah peletakan dasar yang ditempuh ialah pemanfaatan kredit bantuan luar negeri untuk subsektor perkebunan mulai tahun 1969. Dalam perkembangannya, tata cara pemanfaatan kredit luar negeri tersebut telah diupayakan sebaik mungkin melalui suatu proses dari periode ke periode.

Proses tersebut berlangsung lewat serangkaian pengkajian dan pembahasan yang dilakukan bersama instansi terkait, sehingga dapat dicapai kesepahaman pendekatan pelaksanaannya. Untuk pelaksanaan kegiatannya, diperlukan dukungan pembiayaan yang besar, apalagi pelaksanaannya dilakukan secara simultan dibanyak lokasi.

Mengingat pada waktu itu penyediaan kredit jangka panjang dalam negeri belum tersedia, maka pendanaan dilakukan dengan bantuan kredit luar negeri. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan tersebut, pengembangan pola PIR diawali dengan seri proyek PIR Berbantuan yang kemudian dikenal dengan nama NES bantuan Bank Dunia, yang kemudian diikuti oleh Bank Pembangunan Asia dan Bank Pembangunan Jerman.

(55)

seperti pelestarian lingkungan hidup, konservasi dan kelayakan sosial. Persyaratan Bank Dunia tersebut, ternyata sangat bermanfaat dalam meletakkan dasar bagi perjalanan pengembangan perkebunan kelapa sawit ke depan. Persyaratan yang dimaksud pada hakekatnya memperkenalkan penerapan kriteria layak secara ekonomi, secara sosial dan ramah lingkungan yang merupakan unsur-unsur pokok konsep pembangunan berkelanjutan.

Pelaksanaan konsep PIR melibatkan perusahaan besar sebagai inti yang akan membina perkebunan rakyat sebagai plasma, dimana pada saat awal konsep ini dijalankan perkebunan swasta masih dianggap belum terlalu kuat sehingga pilihan jatuh pada BUMN untuk mengembangkan pola PIR. Agar pembangunan perkebunan pola PIR dapat dilaksanakan menurut standar teknis yang berlaku, fungsi Perusahaan Inti memegang peranan yang penting dan menentukan.

Persyaratan umum setiap rencana proyek bantuan Bank Dunia cukup ketat, detail dan teliti. Selain persyaratan kelayakan fisik dan teknis rencana proyek, juga dikaji secara mendalam kemampuan teknis maupun kemampuan keuangan perusahaan inti, dimana untuk perusahaan inti yang dicalonkan sebagai bapak angkat dikaji posisi dan proyeksi menyeluruh keuangannya. Analisa yang dilakukan meliputi penyediaan dana sendiri dan kemampuan mempertahankan posisi keuangan yang sehat.

(56)

Tahapan Pertama (1969 - 1972). Memberikan bantuan Kredit Bank Dunia kepada 7 PTP. Penguatan perusahaan tersebut nantinya menjadi bukti kesanggupan calon Perusahaan Inti dalam mengimplementasikan pola PIR.

Tahap Kedua (mulai 1973). Merintis prototype proyek pola UPP dan pola PIR

yang dimulai dengan pembentukan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara (P3RSU) sebagai prototype pola UPP/PMU (Project Management Unit) dan Proyek Pengembangan Teh Rakyat dan Perkebunan Swasta Nasional (P2TRSN) sebagai prototype pola PIR.

Tahap Ketiga (mulai 1977). Mengembangkan perkebunan dengan pola PIR.

Penandatanganan perjanjian pinjaman proyek NES I dilakukan pada tahun 1977 untuk pengembangan karet di Alue Ie Mirah Provinsi NAD dan

Tebenan di Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan proyek NES untuk

pengembangan perkebunan kelapa sawit baru dimulai sekitar awal tahun 80an,

yaitu proyek NES IV Betung.

Pada setiap NES yang dibangun selalu ada komponen untuk memperkuat PTP lainnya. Ini dilakukan sebagai persiapan untuk menjadikannya inti pada tahap pengembangan PIR selanjutnya.

(57)

mengkaji kelayakan dari aspek teknis, sosial, finansial, ekonomi, lingkungan, pemasaran, dan manajamen. Sedangkan apraisal merupakan kegiatan penilaian yang mendalam oleh pihak lender untuk menilai dan mengkaji hasil studi kelayakan yang tujuan akhirnya untuk menentukan layak atau tidaknya calon proyek pola PIR tersebut.

Pada saat negosiasi, rencana perjanjian pinjaman calon bank pelaksana sudah harus ditetapkan. Sejak awal pembangunan, subsektor perkebunan sudah diletakkan sebagai salah satu kekuatan andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal tersebut terkait dengan ciri umum usaha perkebunan yang hasil produksinya merupakan bahan baku industri atau ekspor dan pengusahanannya sebagian besar merupakan usaha perkebunan rakyat. Oleh sebab itu, keberhasilan subsektor perkebunan berarti keberhasilan juga dalam melaksanakan amanat Trilogi Pembangunan.

Pemilihan BUMN sebagai wahana pembangunan khususnya dalam pengembangan PIR bukanlah tanpa alasan. Paling tidak dapat dilihat bahwa BUMN mempunyai peran historis dalam pembangunan perkebunan pada umumnya. Ditinjau dari sejarah pembentukannya, BUMN terkait langsung dengan peristiwa pengakuan kedaulatan dan perjuangan perebutan Irian Barat

pada tanggai 10 Desember 1957.

(58)

dilakukan langkah konsolidasi atau bahkan yang dilakukan justru membagi menjadi unit kecil atau bahkan dilepaskan pemilikannya kepada pihak lain.

Sebagai sebuah perusahaan perkebunan besar, BUMN memiliki kemampuan menyediakan berbagai kemudahan dalam mendukung pengembangan usaha perkebunan rakyat seperti : sumber benih/bibit berbagai jenis komoditas utama perkebunan melalui kebun-kebun induk yang dimiliki, sebagai sumber paket teknologi baik dari hasil Pusat Penelitian yang dimiliki maupun pengalaman praktek pengelolaan kebunnya, dan peningkatan keterampilan SDM melalui Lembaga Pendidikan Perkebunan. Dengan demikian, BUMN berperan sangat strategis dalam mewarnai berlangsungnya kegiatan pengembangan perkebunan, khususnya PIR.

Melalui peran strategis dan kepioniran BUMN perkebunan, tercapai keberhasilan pengembangan perkebunan PIR dan penyediaan berbagai akses kemudahan bagi kegiatan pengembangan usaha perkebunan rakyat sehingga perkembangannya terus meningkat, jangkauannya semakin menyebar termasuk berhasil mengantarkan Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar didunia sejak tahun 2006, dan sekitar 40% dari total luas areal merupakan usaha perkebunan rakyat.

(59)

Ha atau 41% dari total areal perkebunan kelapa sawit seluas 7.020 ribu Ha. Sebaliknya areal perkebunan rakyat pada awal tahun 80’an masih nol (0) Ha, pada tahun 2008 telah menjadi 3.178 ribu Ha atau 45% dari total areal perkebunan kelapa sawit sebesar 7.020 ribu Ha. Dengan demikian maka terdapat titik hubungan nyata untuk menjadikan tanggai 10 Desember 1957 sebagai Hari Perkebunan yaitu harinya seluruh masyarakat perkebunan.

Perencanaan Pelaksanaan

Agar kegiatan pembangunan perkebunan dapat dilakukan secara simultan diberbagai tempat dan sesuai dengan persyaratan yang digariskan, maka ditempuh pendekatan pola pengembangan perkebunan rakyat.

Konsisten dengan pemikiran tersebut, maka pengembangan perkebunan rakyat melalui PIR dipersiapkan untuk berbagai komoditi utama perkebunan. Penyebaran lokasi proyek PIR dikondisikan selain untuk kegiatan pengembangan, sekaligus juga diproyeksikan untuk dapat berperan sebagai acuan kegiatan sejenis pada tahap-tahap pengembangan selanjutnya di sekitar masing-masing wilayah proyek.

Dengan pertimbangan bahwa pengembangan perkebunan akan dapat mempersembahkan berbagai manfaat dalam pemecahan agenda besar masalah pembangunan nasional, maka secara seksama dipersiapkan langkah pengembangan dalam skala besar dan sekaligus diharapkan menjadi landasan tahapan pengembangan berikutnya.

(60)

Pelaksanaan proyek PIR diawali dengan sumber dana bantuan Bank Dunia, yaitu proyek NES I sampai dengan NES VII.

Agar proyek PIR dapat segera ditingkatkan kemampuan jangkauan pelaksanaannya, maka kemudian disiapkan seri proyek pola PIR Swadana, yaitu PIR Khusus dan PIR Lokal. Pola pendanaannya mengikuti pola perkreditan untuk proyek PRPTE (Peremajaan, Rehabilitasi, Perluasan Tanaman Ekspor) sesuai Surat Menteri Keuangan 20 Maret 1979.

Pola pembiayaan untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial mengacu kepada pembiayaan program Transmigrasi. Kerangka rumusan PIR Khusus dan PIR Lokal mengacu kepada PIR Berbantuan. Melalui pengembangan seri proyek pola PIR semenjak awal tahun 80'an secara simultan pengembangannya mencakup 12 Provinsi dengan pengklasifikasian sebagai berikut : Seri Proyek Pola NES sebanyak 13 proyek untuk rencana pengembangan kebun plasma seluas 31.400 ha dan kebun inti 74.125 ha, seluruhnya berjumlah 105.605 Ha.

Seri Proyek Pola PIR Khusus sebanyak 10 proyek untuk rencana pengembangan kebun plasma seluas 27.774 Ha dan kebun inti seluas 57.000 Ha, seluruhnya berjumlah 84.774 ha.

Seri Proyek Pola PIR Lokal sebanyak 8 Proyek untuk rencana pengembangan kebun plasma seluas 32.656 Ha kebun inti seluas 8.500 Ha sehingga seluruhnya seluas 41.456 Ha.

(61)
(62)

Rencana Pengembangan Seri Provek PIR Kelapa Sawit (keadaan sampai Desember 2013)

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

(63)

di Prafi, ujung barat Papua. Dampak positif juga dirasakan oleh PTP sebagai perusahaan inti. Usahanya berkembang melalui penanaman baru dan pembangunan pabrik. Jika proyek berjalan sesuai rencana, maka akan tercipta komplek perkebunan baru yang akan menumbuhkan serta mengembangkan ekonomi baru pada wilayah bukaan baru.

Waktu yang tersedia untuk mensosialisasi makna yang terkandung pada rencana kegiatan proyek, relatif sangat terbatas, sehingga dapat dimaklumi apabila sempat timbul sejumlah pertanyaan dan kekhawatiran. Selaku perusahaan inti pengembangan proyek pola PIR tersebut, PTP mendapat penugasan oleh Menteri Pertanian. Direksi PTP dihadapkan pada situasi yang tidak punya pilihan, kecuali melaksanakan tugas yang diberikan tersebut.

(64)

Kegiatan pembangunan dalam areal yang relatif besar seperti proyek PIR, akan

menimbulkan semacam cultural shock dipihak manajemen PTP yang

bersangkutan.

Terkait dengan itu, pada awal tahun 1980an diintrodusir satupos baru yaitu Direktur Pengembangan yang bertugas menangani pelaksanaan proyek PIR dalam keseluruhan aspeknya. Melalui langkah tersebut terjadi perkembangan yang lebih positif terhadap keterlibatan BUMN perkebunan dalam pembangunan perkebunan pada umumnya. Dalam perjalanannya beberapa direktur pengembangan berhasil menduduki kursi Direktur Utama. Bahkan beberapa BUMN perkebunan telah mendulang keuntungan usaha dan menempatkan proyek PIR sebagai salah satu profit center.

Pengalaman semakin banyak staff yang ditugaskan ke proyek mulai bergeser menjadi staff senior bagi yang menunjukan prestasi baik. Timbul arus kesadaran baru bahwa keterlibatan PTP dalam proyek PIR Perkebunan bukanlah sekedar misi sosial, tetapi adalah sebagai agen pembangunan (Agent of Development)

Referensi

Dokumen terkait