• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN PTPN II SAWIT SEBERANG SEBAGAI

C. Struktur Organisasi PTPN II Sawit Seberang

Pada umumnya setiap perusahaan memiliki struktur organisasi. Bagi perusahaan besar maupun kecil struktur organisasi memiliki peranan yang sangat penting, dimana struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan dari hubungan – hubungan diantara fungsi – fungsi, bagian – bagian atau posisi maupun orang – orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda dari dalam suatu organisasi.

Secara garis besar struktur organisasi menunjukkan susunan jabatan, siapa atasan yang memberi perintah dan siapa yang bertanggungjawab kepada atasan dalam melaksanakan perintah tersebut.

Struktur organisasi yang baik akan membantu proses pencapaian tujuan organisasi karena keseluruhan tugas yang ada akan dibagi menurut unit atau bagian. Dengan demikian unit atau bagian yang ada dalam perusahaan akan mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta hubungan satu dengan yang lain.

Administrasi merupakan pimpinan tertinggi di kebun yang betanggung jawab atas semua kegiatan operasional kebun baik teknis maupun non teknis yng dalam kegiatan sehari – hari dibantu oleh Askep, Maskeb, Keamanan, Kepala Administrasi, Humas.

Untuk memperlancar semua kegiatan kerja dibagian tanaman di pimpin oleh Askep yang dibantu oleh Asisten Afdeling, sedangkan Asisten Afdeling dibantu oleh Mandor untuk dilapangan dan Krani untuk dibagian Administrasi Afdeling. Untuk bagian Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dipimpin oleh

Maskep yang dibantu oleh Asisten Maintenance dan Asisten Pengolahan. Asisten ini

Dibantu oleh Mandor untuk dibantu dilapangan dan Krani -1 dan beberapa orang karyawan pelaksana untuk menangani masalah administrasi personalia dan umum dan keamanan dipimpin oleh seorang pengaman yang dibantu oleh Satuan Pengaman ( Satpam ).

Karyawan pelaksana Kebun Sawit Seberang Langkat, Pria berjumlah 1073 orang dan wanita berjumlah 243 orang, sedangkan karyawan pimpinan berjumlah 20 orang.

Berikut ini akan diuraikan kewajiban, wewenang dan tugas dari para staff PTPN II Sawit Seberang Langkat :

1. Administratur ( ADM ) a. Kewajiban

- Membantu Direksi melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah digariskan oleh perusahaan.

- Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan di kebun guna menunjang usaha pokok secara efektif dan efisien.

- Menyediakan informasi yang akurat up to date untuk kepentingan Manajer ( Direktur ) dalam mengambil keputusan.

- Membantu Direksi dalam mencapai sasaran yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

- Mentaati semua peraturan perusahaan ( system operasional dan prosedur baku ).

b. Wewenang

- Membuat dan mengajukan PRKAP Kebun.

- Menyusun program kerja dikebun yang berkaitan dengan upaya peningkatan produksi tanaman dan kenerja kebun.

- Melakukan pengendalian biaya, fisik dan mutu agar tetap sesuai standar.

- Melakukan pengawasan, menganalisa, dan melakukan tindakan perbaikan di bidang tanaman, adminsitrasi keuangan.

- Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait ( Muspika, Kepolisian, Militer dan Pemuka Masyarakat ) dalam pembinaan wilayah untuk pengamanan aset perkebunan.

- Memberikan usul dan saran kepada Direksi untuk perbaikan kerja perusahaan.

- Menilai karyawan dan melakukan mutasi serta mengusulkan demosi atau promosi karyawan kebun.

c. Tugas

- Dalam menjalankan tugasnya ADM dibantu oleh asisten masinis kepala dan para asisten ( tanaman, teknik, asisten umum kepala administrasi, keamanan dan lain – lain ).

- Menyediakan bahan – bahan untuk diolah dipabrik sesuai dengan kapsitas optimal dan persyaratan mutu.

- Menjaga keutuhan areal perkebunan dari gangguan yang datang dari luar.

d. Tanggung Jawab

- Administratur bertanggung jawab kepada Direksi. e. Hubungan Kerja

- Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan bagian unit usaha dan dinas di PTPN II Sawit Seberang Kabupaten Langkat serta pihak diluar perkebunan.

2. Asisten Kepala a. Kewajiban

- Membantu administratur melaksanakan tugas dan kebijaksanaan ( Policy ) yang telah digariskan oleh perusahaan.

- Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan di tingkat rayon dan afdeling untuk menunjang pencapaian sarana yang telah ditetapkan oleh ADM.

- Mentaati semua peraturan perusahaan. b. Wewenang

- Membuat dan mengajukan rancangan kerja di tingkat rayon dan afdeling terutama dibidang tanaman dan produksi.

- Menyusun, mengevaluasi dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan kerja operasional dilapangan.

- Mengendalikan biaya agar kegiatan operasional berjalan efektif dan efisien.

- Memberikan usul dan saran perbaikan kepada ADM.

- Mengadakan kontak dan koordinasi dengan instansi terkait diluar perkebunan dengan seizin atau sepengetahuan ADM.

- Menilai karyawan dan mengusulkan mutasi, demosi dan promosi. c. Tugas

- Dalam menjalankan tugas Askep dibantu oleh beberapa oarang asisten dan pegawai.

- Membuat laporan pertanggung jawaban kerja.

- Melaksanakan tugas – tugas lain yang diperiksa oleh ADM / Direksi.

- Mengkoordinasi pemasokan hasil panen dari seluruh afdeliing untuk dikirim ke pabrik.

- Mengkoordinasi seluruh asisten yang dibawahi untuk mencapai target sasaran yang telah ditetapkan.

d. Tanggung Jawab

- Asisten Kepala bertanggung jawab kepada ADM. 3. Asisten Tanaman

a. Kewajiban

- Membantu Askep melaksanakan tugas dan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh perusahaan.

- Melaksanakan pernecanaan, perngorganisasian, pengendalian dan pengawasan di tingkat afdeling.

- Mentaati semua peraturan perusahaan ( system operasional dan prosedur baku ).

b. Wewenang

- Membuat rencana kerja di tingkat afdeling yang menyangkut bidang tanaman dan produksi.

- Mengendalikan biaya operasional agar pekerjaan berjalan efektif dan efisien.

- Memberikan usul dan saran perbaikan kepada Askep.

- Mengadakan kontak dan koordinasi denga aparat mustika desa. - Menilai kondite karyawan pelaksanaan dan mengusulkan mutasi,

demosi, atau promosi. c. Tugas

- Melaksanakan tugas operasional di lapangan yang berhubungan dengan bidang tanaman ( penanaman, pemeliharaan, panen, angkut ) sesuai dengan standart operasional.

- Membuat laporan harian, mingguan, dan bulanan.

- Melaksanakan panen, angkut ke PKS sesuai dengan target harian dengan tetap memperhatikan standart mutu.

- Mengontrol administrasi produksi dan keuangan agar sesuai dengan standat yang berlaku.

d. Tanggung Jawab

- Asisten Lapangan bertanggung jawab kepada Asisten Kepala. 4. Kepala Administrasi

a. Kewajiban

- Membantu administrasi dan afdeling tanaman dalam melaksanakan tugasnya di bidang administrasi.

b. Wewenang

- Mengkoordinasikan seluruh kegiatan administrasi perkantoran. - Bersama dinas bagian lain menyusun rencana kerja tahunan jangka

pendek.

- Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kerja. - Pengendalian sumber dana dan penggunaan dana. - Menyimpan surat – surat berharga milik perusahaan.

- Melaksanakan inspeksi ke kantor – kantor afdeling dalam lingkup pabrik atau kebun.

- Menganalisa dan memberikan tindakan perbaikan tetrhadap persediaan bahan atau barang.

- Pengamanan terhadap aset perusahaan. - Melaksanakan standart biaya dan fisik. - Membuat laporan kegiatan pabrik.

- Melaksnanakn tugas lain yang diberikan oleh manajer distrik atau ADM atau Direksi.

-5. Perwira Pengaman ( Papam ). a. Kewajiban

- Membantu administratur dalam melaksanakan tugasnya di bidang keamanan.

b. Wewenang

- Menyusun rencana kerja tahunan di bidang keamanan.

- Bersama dinas atau unit lainnya mengkoordinir latihan bersama untuk keamanan dan keselamatan kerja.

- Melaksanakan inspeksi patroli secara sistematis.

- Pengawasan terhadap keamanan aset perusahaan, tenaga keja beserta keluarganya.

- Menganalisa dan memperbaiki serta meningkatkan hasil kerja di bidang keamanan.

- Membuat laporan hasil kerja terhadap hasil kerja keamanan.

- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh manajer administrasi. c. Tugas

- Perwira keamanan atau papam dipimpin oleh seorang Bintara atau Perwira TNI yang dibantu oleh regu hansip atau satpam.

d. Tanggung Jawab

- Perwira keamanan atau papam bertanggung jawab kepada administrator dan Papam PTPN II Sawit Seberang Kabupaten Langkat di kantor Direksi.

-Kegiatan Usaha

Tahap – tahap kegiatan usaha yang dilakukan oleh kebun Sawit Seberang Kabupaten Langkat pada umumnya menyerupai kegiatan manufaktur lainnya hanya saja di kebun Sawit Seberang Kabupaten Langkat proses produksi dari mengelola bahan baku menjadi bahan jadi.

Tahap – tahap tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :  Penimbangan

Tandan Buah Segar ( TBS ) yang masuk ke PKS ditimbang. Fungsi dari stasiun penerimaan buah adalah untuk penerimaan buah sawit ( Tandan Buah Segar/TBS dari kebun- kebun afdeling atau dari swasta sebelum diolah lebih lanjut pada stasiun berikutnya). Stasiun penerimaan buah di PKS Sawit Seberang antara lain:

Jembatan Timbang (Weigh Bridges)

Proses pengolahan dimulai dari timbangan, ini merupakan alat yang dapat memberikan data yang perlu untuk semua fungsi menejemen perkebunan Pagar Merbau. Minyak CPO diolah dari TBS atau Fresh Fruit Bunch (FFB) yang diangkut perkebunan milik PTPN II atau dari pihak ketiga. Buah- buah ini diangkut dari kebun menggunakan truk.Ditimbangan ,truk yang masuk ditimbang beratnya dengan alat Avery dengan kapasitas 38 ton. Rata-rata dalam sehari pabrik mengoalah ± 300–400 ton dari kebun milik sendiri, sedangkan dari pihak ketiga sekitar 150 ton. Penimbangan buah bertujuan untuk mengetahui berapa banyak buah masuk dan akan di

olah. Berat netto TBS yang masuk dihitung dari selisih berat truk dan isinya (bruto) dengan berat truk kosong (tarra).

 Penimbunan

Setelah ditimbang lalu dibongkar di Loading Romp untuk disortasikan dan dimasukkan ke dalam Lori.

 Perebusan

Lori yang berisi TBS direbus disatsin perebusan dengan tekanan uap ± 3 kg/cm dan waktu ±90 menit pada temperatur ±135º. Sterilizer adalah bejana tekanan uap yang di gunakan untuk merebus buah. Proses perebusan ini sangat penting karena akan mempengaruhi mutu minyak sawit nantinya. Dalam proses ini buah sawit di masukkan ke dalam sterilizer dengan waktu tertentu. Di PKS Sawit Seberang terdapat 4 (empat) tabung sterilizer. Nmun yang dapat beroperasi hanya 3 (tiga) buah. Kapasitas tabung yaitu 10 lori dengan suhu 130–140 0C, tekanan normal 2,6 kg/cm2, tekanan maksimum 3 kg/cm2. Perebusan dengan tekanan lebih dari 3 kg/cm2 dan suhu di atas 140 0C maka akan memiliki hasil rebusan yang bermutu rendah.

Ada 2 sistem perebusan yang umum di gunakan yaitu Double Peak (dua puncak) atau Triple Peak (tiga puncak) dengan waktu 100 menit. Di PKS Pagar Merbau ini system perebusan yang digunakan yaitu system 3 puncak (Triple Peak).

Adapun tujuan dari perebusan adalah: - Mengurangi kadar air dalam buah

- Melunakkan buah agar daging buah mudah lepas dari biji dan untuk memudahkan pelepasan minyak dari sel-selnya pada waktu pemerasan.

- Menghentikan aktivitas enzim lipase yang menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas (ALB) dan menghentikan kegiatan hidrolisa yang sudah terjadi.

- Memudahkan pelepasan buah dari tandan pada waktu proses penebahan.

- Mengkoagulasi zat-zat albumin agar tidak ikut dengan cairan kempa,karena dapat menyebabkan minyak dan air menjadi emulsi yang menyulitkan pemisahan minyak pada stasiun klarifikasi.

 Penebahan

Dari perebusan buah diangkat dan dituang di auto Feeder dan dimasukkan ke dalam Thesher ( penebahan ). Penebahan diklakukan dengan membanting buah dalam drum dengan putaran ± 24 rpm. Buah yang terlepas dikirim ke digester, janjangan kosong dibawa oleh Empity bunch conveyor ke Hopper dan selanjutnya dikirim ke afdeling untuk pupuk tanaman.

 Pelumatan Buah

Buah yang masuk ke dalam Diserter diaduk sehingga biji terlepas dengan daging buah dengan panas pada temperatur 90-95º

 Pengempaan

Masa yang keluar dari Degister diperas dalam Screw Press pada tekanan ±50 BAR. Minyak yang keluar dipompakan ke satasiun klarfifikasi, sedang ampas kempa dipecah dengan menggunakan Cake Breker Conveyor untuk mepermudah pemisahan biji dengan serat. Ampas dipisahkan di Depericarper, serat dipergunakan untuk bahan bakar Boiler dan biji sementara di timbun di Nut Hopper.

Pemurnian Biji Sawit  Pemisahan Pasir

Minyak yang keluar dari Screw Press melalui Oilgutter disalurkan ke dalam Sand Trap Tank untuk mengendapkan pasir.

 Penyaringan Bahan Padatan

Minyak kasar yang telah diencerkan dialirkan ke Vibrating Screen untuk memisahkan bahan – bahan asing. Pemisahan pasir dengan lumpur atau serat berdasarkan perbedaan berat jenis pada temperatur 90-95º C, lalu minyak dialirkan ke Oil Furiper untuk mengurangi kadar kotoran. Minyak hasil olahan ( CPO ) sebelum dikirim disimpan ditangki timbun.

 Pengolahan Biji

Biji dipecah dengan alat Riplie Mill manghasilkan cangkang ( Shell ) dari inti ( Kernel ), cangkang dan ini dipisahkan melalui LTDS ( Light Tenere Dust Separator ) dan Hydrocyclone. Cangkang dipergunakan sebagai bahan bakar pada liener. Inti dikeringkan pada Kernel Drier.

BAB III

PERKEMBANGAN TENTANG PERKEBUNAN INTI RAKYAT A. Pengertian Perkebunan Inti Rakyat

Perkebunan Inti Rakyat adalah suatu konsep pembangunan ideal hasil pemikiran para pemimpin bangsa yang berpandangan jauh ke depan berdasarkan pandangan sektor pertanian subsektor perkebunan sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Idealisme dasar konsep ini adalah menggabungkan keunggulan perkebunan besar dengan ketangguhan perkebunan rakyat, dimana perkebunan besar sebagai unsur ekonomi berkembang bersama dengan perkebunan rakyat sebagai sumber kesejahteraan nasional.

PIR memang sudah menjadi bagian dari masa lalu, namun dengan mempelajari konsepsi secara menyeluruh kita akan mendapatkan referensi dan pandangan tentang bagaimana sebaiknya pembangunan perkebunan diselenggarakan dalam kerangka perekonomian nasional.

Terlebih apabila dikaitkan dengan agenda besar pembangunan ekonomi masa depan yang bertitik tolak kepada pemberdayaan usaha Mikro Kecil Menengah, PIR dapat menjadi salah satu acuan yang layak untuk disimak, dan jika ingin mengetahui pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka memahami konsepsi PIR adalah sesuatu yang bersifat wajib dan tidak dapat dinafikan bahwasanya PIR merupakan langkah atau tonggak awal pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Lahirnya Perkebunan Inti Rakyat.

Konsep ekonomi sektor pertanian dengan perkebunan sebagai subsektornya sudah menjadi dasar pemikiran para pemimpin bangsa sejak awal Indonesia merdeka. Cita cita itu membutuhkan waktu yang panjang dalam penerapan dikarenakan geliat kondisi perekonomian dan perpolitikan negara, sehingga secara konkrit baru menjadi bagian dari perencanaan secara nasional pada tahun 1969 yang ditetapkan pada Garis Besar Haluan Negara.

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memuat rencana jangka panjang 25 tahun pertama yang dituangkan dalam serangkaian Repelita, (Repelita I sampai V) dimulai sejak 1969/1970 secara tegas menetapkan implementasi pelaksanaan yang diwujudkan dalam bentuk proyek pembangunan.

GBHN ini menggariskan bahwa setiap kebijakan dan program departemen dan semua lembaga harus berdasarkan amanah Trilogi Pembangunan yaitu : pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas nasional.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa Perkebunan inti rakyat merupakan konsep Bank Dunia, yang mana pendapat tersebut perlu ditinjau secara bijaksana, karena konsep ini lebih merupakan pemikiran murni anak bangsa.

PIR adalah suatu sejarah panjang dalam dunia perkebunan di Indonesia, dan menjadi milestone didalam pola dasar pembangunan ekonomi pertanian secara nasional sampai masa kini. Ide awal para pendahulu pemimpin bangsa ini lahir ketika mempelajari sejarah panjang pertanian secara umum dan perkebunan khususnya yang dimulai dari zaman VOC, Cultuur Stelsel 1830 sampai dengan

Agrarisch Wet 1870, terlihat bahwa pertanian menjadi tulang punggung perekonomian Hindia Belanda.

Pemerintah penjajahan mampu mendapatkan keuntungan ekonomis yang sangat besar dari hasil pertanian. Di zaman prakemerdekaan hasil pertanian tersebut dikelola dengan pola kapitalis, sehingga hasil yang besar tersebut tidak dinikmati oleh rakyat hindia belanda karena peranannya yang sangat kecil didalam rantai ekonomi perkebunan pada saat itu.

Segera setelah Republik Indonesia berdiri secara defacto pada 1949, salah satu tindakan ekonomi yang langsung dilaksanakan adalah dengan menasionalisasi perkebunan milik Negara Belanda pada tahun 1951 (terbentuknya Perusahaan Perkebunan Negara / PPN Lama), nasionalisasi ini berlanjut lagi dengan kebijakan kebijakan lain dalam rangka mengatur konsepsi peran pertanian secara umum dan perkebunan khususnya dalam kerangka konsep pembangunan nasional.

Tonggak berikutnya terjadi pada 10 Desember 1957, dimana dalam rangka perjuangan mengembalikan Irian Barat kepangkuan RI, dilakukan pengambil alihan perkebunan milik swasta Belanda. Perkebunan Swasata Belanda ini selanjutnya disebut dengan PPN Baru. PPN Lama dan PPN Baru kemudian digabung menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN).

Dengan PP No. 142 sampai dengan 175 tahun 1961, seluruh perkebunan di Indonesia dikelompokkan ulang menjadi 34 kesatuan/ unit, dan hal menjadi ini

merupakan reorganisasi pertama dari serangkaian reorganiasi didalam pengelolaan BUMN perkebunan.

Tindak lanjut dari penggabungan itu adalah dibentuknya BPU-PPN Cabang. BPU-PPN Cabang ini bertugas melakukan konsolidasi, penataan, dan penguatan sehingga berkemampuan untuk mendukung pembangunan perkebunan rakyat.

Hasil dari penggabungan dan konsolidasi tersebut dapat dilihat dari berkembangnya BUMN perkebunan sehingga memiliki unit-unit yang mampu berperan strategis dalam mendukung pengembangan perkebunan. Unit-unit milik bersama BUMN tersebut antara lain adalah tumbuhnya Pusat-Pusat Lembaga Penelitian untuk menjadi sumber paket teknologi, Kebun-Kebun Induk sebagai sumber bibit bermutu, dan Lembaga Pendidikan untuk pengembangan SDM.

Dalam rangka mendukung upaya pengembangan perkebunan rakyat, BUMN perkebunan juga mempunyai peran kunci sebagai perusahaan inti pengembangan perkebunan pola PIR. Didalam sejarah perkembangan BUMN perkebunan, tidak dapat dilepaskan peran dari Direktorat Jenderal Perkebunan sebagi pembina BUMN perkebunan ditingkat departemen.

Ditjen Perkebunan mempunyai sejarah yang panjang dalam proses kelahirannya. Diawali oleh Kabinet Dwikora, 27 Agustus 1964 - 25 Maret 1966, untuk pertama kalinya dibentuk Departemen Perkebunan dengan ruang lingkup hanya Perkebunan Besar.

Penyesuaian dilakukan pada kabinet Ampera, 25 Juli 1966 -17 Oktober 1967. Departemen Perkebunan membawahi Ditjen Perkebunan Negara dan Ditjen Perkebunan Rakyat, tetapi belum mencakup perkebunan besar swasta. Baru pada tahun 1968, di bawah Departemen Pertanian dibentuk Ditjen Perkebunan yang merupakan penggabungan lengkap dari Ditjen Perkebunan Negara dan Ditjen Perkebunan Rakyat serta ditambah dengan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perkebunan besar swasta.

Dalam sejarah panjang perkebunan nasional, harus diakui bahwa peran besar Direktur Jenderal Perkebunan saat itu sangatlah besar. Mayor Jenderal (Purn) A. Moeloek Loebis (alm), sebagai Direktur Jenderal Perkebunan pertama periode 1968-1976 yang juga masih merangkap sebagai ketua BKU PPN memiliki visi bahwa perkebunan rakyat harus dikembangkan sejajar dengan perkebunan besar, dan menuangkannya dalam kerangka landasan untuk kesiapan langkah implementasinya.

Konsep awal tersebut kemudian dimantapkan dan disosialisasikan oleh Mayor Jenderal (Purn) R. Pang Suparto Direktur Jenderal Perkebunan periode 1976-1982 yang selanjutnya disempurnakan dan diutuhkan oleh Dr. Ir Rachmat Soebiapradja Direktur Jenderal Perkebunan periode 1982-1992.

Sebelum masa kemimpinan A Moeloek Loebis, peran Dirjen perkebunan lebih banyak sebagai administrator bagi perkebunan besar baik BUMN maupun swasta, sedangkan BUMN perkebunan sendiri lebih banyak menjadi sumber eksploitasi bagi kepentingan ekonomi negara sehingga mengabaikan perannya sebagai sumber kesejahteraan rakyat dengan mengabaikan investasi dan

eksploitasi yang seharusnya dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan perkebunan.

Membaiknya situasi ekonomi Indonesia sejalan dengan perubahan peta politik membuka pula peluang untuk memulai lagi cita cita lama membangun BUMN perkebunan yang kuat berbarengan dengan perkebunan rakyat.

Sesuai dengan kondisi yang dihadapi pada waktu itu salah satu langkah peletakan dasar yang ditempuh ialah pemanfaatan kredit bantuan luar negeri untuk subsektor perkebunan mulai tahun 1969. Dalam perkembangannya, tata cara pemanfaatan kredit luar negeri tersebut telah diupayakan sebaik mungkin melalui suatu proses dari periode ke periode.

Proses tersebut berlangsung lewat serangkaian pengkajian dan pembahasan yang dilakukan bersama instansi terkait, sehingga dapat dicapai kesepahaman pendekatan pelaksanaannya. Untuk pelaksanaan kegiatannya, diperlukan dukungan pembiayaan yang besar, apalagi pelaksanaannya dilakukan secara simultan dibanyak lokasi.

Mengingat pada waktu itu penyediaan kredit jangka panjang dalam negeri belum tersedia, maka pendanaan dilakukan dengan bantuan kredit luar negeri. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan tersebut, pengembangan pola PIR diawali dengan seri proyek PIR Berbantuan yang kemudian dikenal dengan nama NES bantuan Bank Dunia, yang kemudian diikuti oleh Bank Pembangunan Asia dan Bank Pembangunan Jerman.

Persyaratan kredit Bank Dunia bersifat detail, teliti, ketat, mendikte, dan cenderung menekan, utamanya terhadap isu-isu global yang sedang berkembang

seperti pelestarian lingkungan hidup, konservasi dan kelayakan sosial. Persyaratan Bank Dunia tersebut, ternyata sangat bermanfaat dalam meletakkan dasar bagi perjalanan pengembangan perkebunan kelapa sawit ke depan. Persyaratan yang dimaksud pada hakekatnya memperkenalkan penerapan kriteria layak secara ekonomi, secara sosial dan ramah lingkungan yang merupakan unsur-unsur pokok konsep pembangunan berkelanjutan.

Pelaksanaan konsep PIR melibatkan perusahaan besar sebagai inti yang akan membina perkebunan rakyat sebagai plasma, dimana pada saat awal konsep ini dijalankan perkebunan swasta masih dianggap belum terlalu kuat sehingga pilihan jatuh pada BUMN untuk mengembangkan pola PIR. Agar pembangunan perkebunan pola PIR dapat dilaksanakan menurut standar teknis yang berlaku, fungsi Perusahaan Inti memegang peranan yang penting dan menentukan.

Persyaratan umum setiap rencana proyek bantuan Bank Dunia cukup ketat, detail dan teliti. Selain persyaratan kelayakan fisik dan teknis rencana proyek, juga dikaji secara mendalam kemampuan teknis maupun kemampuan keuangan perusahaan inti, dimana untuk perusahaan inti yang dicalonkan sebagai bapak angkat dikaji posisi dan proyeksi menyeluruh keuangannya. Analisa yang dilakukan meliputi penyediaan dana sendiri dan kemampuan mempertahankan posisi keuangan yang sehat.

Untuk hal tersebut kepada perusahaan yang dicalonkan sebagai bapak angkat dilakukan proses penguatan, yang dapat dibagi dalam tiga tahapan sebagai berikut :

Tahapan Pertama (1969 - 1972). Memberikan bantuan Kredit Bank Dunia kepada 7 PTP. Penguatan perusahaan tersebut nantinya menjadi bukti kesanggupan calon Perusahaan Inti dalam mengimplementasikan pola PIR.

Tahap Kedua (mulai 1973). Merintis prototype proyek pola UPP dan pola PIR

yang dimulai dengan pembentukan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara (P3RSU) sebagai prototype pola UPP/PMU (Project Management Unit) dan Proyek Pengembangan Teh Rakyat dan Perkebunan Swasta Nasional (P2TRSN) sebagai prototype pola PIR.

Tahap Ketiga (mulai 1977). Mengembangkan perkebunan dengan pola PIR.

Penandatanganan perjanjian pinjaman proyek NES I dilakukan pada tahun 1977 untuk pengembangan karet di Alue Ie Mirah Provinsi NAD dan

Tebenan di Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan proyek NES untuk

pengembangan perkebunan kelapa sawit baru dimulai sekitar awal tahun 80an, yaitu proyek NES IV Betung.

Dokumen terkait