• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apa Itu Fiqih Aulawiyat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Apa Itu Fiqih Aulawiyat"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Apa Itu Fiqih Aulawiyat?

Ia berarti meletakkan segala sesuatu pada kedudukannya dan sesuai dengan proporsinya, sehingga tidak mengakhirkan yang seharusnya didahulukan ataupun mendahulukan yang seharusnya diakhirkan, tidak mengecilkan perkara yang besar ataupun membesarkan perkara yang kecil.

Mengapa Perlu Fiqih Aulawiyat?

1. Adanya kewajiban dan keniscayaan untuk menjaga peringkat dan porsi serta proporsi diantara berbagai amal dan kewajiban-kewajiban syariat.

2. Kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan dalam hidup ini secara umum dan dalam perjuangan dakwah secara khusus, umumnya lebih banyak daripada waktu dan kemampuan yang kita miliki. Sehingga, konsekuensinya, pastilah yang bisa dan mampu diemban serta dituntaskan hanya sebagaian atau bahkan sebagian kecil saja diantaranya, dan tidak mungkin semuanya. Nah, disinilah mutlak dibutuhkan fiqih aulawiyat, agar sebagian kecil yang dipilih itu benar-benar yang memang menempati urutan tertinggi dalam skala prioritasnya, dan tidak malah sebaliknya!

3. Konsekuensi dari fiqih muwazanat (fiqih menimbang dan membandingkan diantara pilihan-pilihan yang tersedia untuk menentukan salah satunya). Yakni untuk bisa melakukan proses penerapan muwazanat secara proporsional untuk akhirnya memutuskan satu pilihan terbaik diantara pilihan-pilihan yang ada, setiap kita harus berlandaskan kaedah-kaedah fiqih aulawiyat.

4. Konsekuensi dari penerapan prinsip pentahapan (tadarruj) dalam berdakwah.

Beberapa Kaidah dalam Fiqih Aulawiyat

1. Mendahulukan ilmu dan pemahaman atas perkataan dan amal perbuatan

2. Mendahulukan aqidah dan iman atas amal perbuatan

3. Mendahulukan yang fardhu dan wajib atas yang nafilah dan sunnah

4. Mendahulukan yang fardhu ’ain atas yang fardhu kifayah

5. Mendahulukan fardhu ’ain yang lebih penting atas fardhu ’ain yang lebih rendah tingkat kepentingannya

6. Mendahulukan fardhu kifayah yang lebih penting atas fardhu kifayah yang lebih rendah tingkat kepentingannya

7. Mendahulukan fardhu kifayah yang tidak ada pelakunya atas fardhu kifayah yang sudah ada pelakunya

(2)

9. Mendahulukan yang manfaatnya lebih luas atas yang manfaatnya terbatas

10. Mendahulukan yang global (kulliyat) atas yang parsial (juz’iyat)

11. Mendahulukan yang prinsip (ushul) atas yang cabang (furu’)

12. Mendahulukan yang penting dan mendesak atas yang penting tetapi tidak mendesak ; mendahulukan yang harus disegerakan atas yang bisa ditunda

13. Mendahulukan yang primer (dharuriyat) atas yang sekunder (hajiyat) dan tersier (tahsiniyat)

14. Mencegah kemadharatan didahulukan atas mendatangkan kemanfaatan

15. Mencegah kemadharatan yang lebih besar didahulukan atas mencegah kemadharatan yang lebih kecil

16. Mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar atas kemaslahatan yang lebih kecil

17. Mendahulukan kemaslahatan umum (orang banyak) atas kemaslahatan khusus dan individual

18. Mendahulukan substansi atas kemasan (format) dan peristilahan

19. Mendahulukan kualitas atas kuantitas

FIQH MUWAZANAT

Arti:

Fiqih muwazanat berarti menimbang dan membandingkan diantara dua pilihan atau lebih berdasarkan pertimbangan maslahat dan madharat untuk menentukan pilihan yang tepat secara syar’i, baik karena kemaslahatannya yang lebih besar dan dominan maupun karena kemadharatannya yang lebih kecil dan lemah !

Urgensi:

1. Muwazanat merupakan salah satu prinsip utama yang mendasari penetapan hukum-hukum syar’i.

2. Muwazanat merupakan suatu keniscayaan dalam rangka untuk mengetahui dan menentukan hukum syar’i suatu masalah secara benar atau secara lebih tepat.

3. Muwazanat adalah sebuah keniscayaan di tengah realita kehidupan yang jauh dari bimbingan hukum syara’, dan yang berkonsekuensi seringnya kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang serba dilematis, disebabkan dominannya fenomena percampuran antara al-haq dan al-bathil atau antara maslahat dan madharat !

(3)

5. 5. Muwazanat merupakan konsekuensi atau keniscayaan dalam melakukan dakwah bil hikmah.

Dasar-dasar:

1. Ilmu syar’i yang benar dan syamil (komprehensif, menyeluruh)

2. Fiqhul waqi’ (fiqih realitas)

3. Persepsi yang benar dan menyeluruh tentang masalah dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek dan keterkaitannya satu sama lain

4. Fiqih aulawiyat khususnya terkait dengan peringkat-peringkat amal dan taklif syar’i

Kaidah-kaidah:

1. Mencegah madharat mesti didahulukan atas mendatangkan maslahat. Kecuali jika maslahat yang hendak didatangkan diduga kuat besar atau besar sekali, sedangkan madharat yang mungkin terjadi kecil atau ringan (lihat kaidah 3).

2. Jika harus memilih diantara hal-hal yang mengandung maslahat dan madharat, hendaknya mengambil yang madharatnya lebih kecil.

3. Madharat yang ringan bisa saja ditolerir untuk mendatangkan maslahat yang lebih besar.

4. Madharat yang bersifat temporal bisa saja ditolerir untuk mendatangkan maslahat yang lebih langgeng dan berorientasi jauh ke depan.

5. Jika berbagai kemaslahatan saling bertentangan maka maslahat-maslahat yang lebih rendah dikesampingkan untuk memenangkan maslahat yang lebih tinggi.

6. Kemaslahatan dengan ruang lingkup yang khusus hendaknya dikorbankan untuk mencapai kemaslahatan dengan ruang lingkup yang umum.

7. Kemaslahatan yang bersifat temporal bisa dikesampingkan untuk memenangkan kemaslahatan yang bersifat langgeng dan berorientasi jauh ke depan.

8. Kemaslahatan yang bersifat periferal (permukaan saja) bisa dikesampingkan untuk mewujudkan kemaslahatan yang lebih hakiki, substantif dan esensial.

9. Kemaslahatan yang meyakinkan (sudah pasti) hendaknya dimenangkan atas

kemaslahatan yang masih bersifat dugaan dan bahkan masih meragukan (tidak pasti).

10. Setiap bentuk madharat sebisa mungkin harus dihindari dan dihilangkan. Akan tetapi, madharat tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan madharat yang serupa atau bahkan lebih besar.

(4)

12. Madharat dengan ruang lingkup yang khusus bisa saja ditolerir untuk menghindari madharat dengan ruang lingkup yang umum.

Macam-macam:

1. Muwazanat antara maslahat dan madharat, dan ini merupakan jenis muwazanat yang paling mudah. Yakni memperbandingkan antara pilihan atau opsi yang murni

maslahatnya dan pilihan atau opsi lain yang murni pula madharatnya. Namun dalam realitanya justru ini yang paling jarang ditemui. Karena kebanyakan yang kita hadapi saat ini selalulah pilihan yang pada prinsipnya maslahat tapi tercampur dengan madharat tertentu, atau opsi yang pada dasarnya madharat namun tetap saja mengandung maslahat tertentu.

2. Muwazanat antara maslahat dan maslahat, untuk menentukan dan memilih maslahat yang lebih besar dan lebih luas. Dan ini secara umum lebih sulit daripada yang pertama. Karena ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan yang semuanya maslahat, umumnya orang menyangka di antara pilihan-pilihan yang sama-sama maslahat tidak perlu dilakukan muwazanat. Padahal yang benar tidaklah demikian, selama di antara yang sama-sama maslahat itu masih bisa dibedakan tingkatannya antara yang

maslahat dan yang lebih maslahat dan apalagi yang paling maslahat. Tentu untuk menentukan pilihan, muwazanat tetap harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya, untuk memperoleh pilihan yang benar-benar paling baik, paling besar dan paling luas maslahatnya.

3. Muwazanat antara madharat dan madharat, untuk memperbandingkan dan

membedakan antara madharat kecil, madharat sedang, madharat besar dan bahkan madharat besar sekali. Dan muwazanat jenis inilah yang paling banyak kita hadapi dan harus kita lakukan saat ini. Padahal sebenarnya inilah bentuk muwazanat yang paling sulit, paling rumit dan paling dilematis. Karena dalam persepsi banyak kalangan, untuk pilihan-pilihan yang semuanya madharat tidak perlu dilakukan muwazanat. Disamping hasil muwazanat jenis inilah biasanya yang paling berpotensi untuk dipro-kontrakan dan dijadikan materi syubhat.

Muwazanat Pilihan-pilihan Realistis

Memang kaidah normatif yang mengikat setiap muslim dan muslimah dalam hidup ini bahwa, dalam menentukan atau menilai setiap pilihan semestinya ia selalu mengacu pada standar dan parameter ideal, untuk memperoleh pilihan yang ideal pula. Namun betapa sulitnya mendapatkan pilihan ideal itu di dalam realita kehidupan seperti sekarang ini, dimana mayoritas aspeknya telah jauh atau terjauhkan dari komitmen, kontrol dan arahan syar’i.

Maka hampir-hampir saja kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak ada satupun diantaranya yang ideal. Sementara itu kita tidak bisa atau tidak mungkin atau tidak

dibenarkan untuk tidak memilih! Dan itu dalam hampir semua aspek kehidupan; dalam aspek sosial, pendidikan, seni budaya, ekonomi, pekerjaan, media, berbagai sarana, hukum, politik, dan lain-lain.

(5)

realistis, dan bukan standar idealistis. Karena memang pilihan manapun yang diambil oleh siapapun tentulah merupakan pilihan realistis pula, dan tidak mungkin ada pilihan yang idealistis.

Sebagai contoh misalnya dalam bidang dakwah Islam. Jika penerapan prinsip tadarruj (pentahapan) dalam perjuangan dakwah Islam diibaratkan naik tangga, dan puncak idealita islami murni itu ada di tangga 10 misalnya, sementara marhalah dakwah saat ini baru sampai tangga 3 misalnya, maka pilihan-pilihan dakwah di marhalah ini haruslah ditentukan dan dinilai berdasarkan standar dan parameter tangga 3 dan bukan tangga 5 atau tangga 7 atau apalagi tangga 10!

Dan kaidah penting dalam melakukan muwazanat diantara pilihan-pilihan realistis adalah sebagai berikut: Selama diantara pilihan-pilihan realistis itu masih bisa dibedakan, maka secara syar’i seorang muslim atau muslimah tetap wajib memilih diantara

pilihan-pilihan yang ada itu, dan tidak dibenarkan bersikap netral atau abstain dengan tidak menentukan pilihan tertentu di antara pilihan-pilihan yang tersedia itu. Dan yang dimaksud dengan “masih bisa dibedakan” itu yakni selama masih bisa dibedakan dalam hal baik-buruknya dan maslahat-madharatnya, atau masih bisa dibedakan dalam hal tingkat kebaikan dan kemaslahatannya ataupun tingkat keburukan dan kemadharatannya! Saat kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang semuanya buruk dan madharat, seperti kebanyakan pilihan yang ada di hadapan kita selama ini, maka kita wajib memilih yang tingkat keburukan dan kemadharatannya paling ringan dan paling rendah. Karena hanya dengan cara itulah kita bisa mencegah pilihan yang lebih atau paling buruk atau paling madharat. Jadi babnya adalah demi melakukan kewajiban inkarul munkaril akbar

(pengingkaran atau pencegahan terhadap kemungkaran yang lebih atau paling besar), yang hanya mungkin dilakuakan dengan terpaksa memilih, berpihak dan mendukung al-munkar al-ashghar (kemungkaran yang lebih atau paling kecil), sesuai kaidah ahwanusy-syarrain atau akhaffudh-dhararain (memilih atau menolerir keburukan/kemadharatan yang lebih ringan dan lebih kecil diantara dua pilihan buruk/madharat) di dalam ushul fiqih.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan pengukuran intensitas nyeri menggunakan penilaian nyeri (obyektif tool for meassurenmant of pain) yang terdiri dari 9 item yaitu : perhatian, ansietas,

Tidak didapatkannya kemaknaan secara statistik pada hubungan dan korelasi antara kadar HDL dan skor PELOD pada penelitian kami mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang

Dalam penelitian ini dilakukan penentuan batas deteksi (limit of detection) dan sensitivitas unsur N, P, K, Si, Al, Fe, Cu, Cd dengan metode aktivasi neutron cepat yang dihasilkan

Darah adalah adalalah cairan yang ada pada manusia sebagai alat transportasi berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

Gambar 4.62 diatas merupakan perbandingan peningkatan kinerja prosesor laptop antara mengaktifkan dan menonaktifkan fitur Hyper Threading pada tiap rentang frekuensi yang

Pada penelitian ini, minat terhadap SMS pengingat donor darah dapat diketahui dari sikap yang positif dengan tidak keberatan untuk menerima SMS pengingat donor darah,

"Hak cipta Badan Standardisasi Nasional, copy standar ini dibuat untuk Komite Teknis 59-01, Tekstil dan Produk Tekstil, dan tidak untuk dikomersialkan".. e) Khusus

Proses diagenetik dasar pada lingkungan seperti ini meliputi bioturbasi sedimen, modifikasi kerang karbonat dan butiran lainnya oleh pemboran organisme,