• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perundang undangan Desa Buku 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perundang undangan Desa Buku 2"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Peraturan Perundang-undangan

tentang

Buku 2

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 111 Tahun 2014

Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 112 Tahun 2014

Tentang Pemilihan Kepala Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 113 Tahun 2014

Tentang Pengelolaan Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 114 Tahun 2014

Tentang Pedoman Pembangunan Desa

DESA

Dikompilasikan Oleh :

ANDINA CHRISNAWATI, SH

(2)

Menerima :

-

Service (Printer, Laptop, PC, Handphone)

-

Jual Beli Computer / Laptop

-

Sparepart Printer, Laptop, PC, Handphone

-

Networking

Hubungi :

Bluru Kidul RT.01 RW.02

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT ... 6

KETENTUAN UMUM ... 7

PEMBENTUKAN PANITIA... 8

TAHAPAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN ... 8

PENYELESAIAN SENGKETA ... 9

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ... 10

PENDANAAN ... 10

PERMENDAGRI NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA ... 12

KETENTUAN UMUM ... 13

JENIS DAN MATERI MUATAN PERATURAN DI DESA... 14

PERATURAN DESA ... 15

Perencanaan ... 15

Penyusunan ... 15

Pembahasan ... 16

Penetapan ... 17

Pengundangan ... 17

Penyebarluasan ... 17

EVALUASI DAN KLARIFIKASI PERATURAN DESA ... 18

(4)

2

Klarifikasi ... 19

PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA ... 20

Perencanaan ... 20

Penyusunan ... 20

Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan ... 20

Penyebarluasan ... 21

PERATURAN KEPALA DESA ... 21

PEMBIAYAAN ... 21

KETENTUAN LAIN-LAIN ... 22

KETENTUAN PENUTUP ... 22

LAMPIRAN PERMENDAGRI NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA ... 24

BENTUK PERATURAN DI DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA ... 24

A. BENTUK RANCANGAN PERATURAN di DESA ... 24

B. KEPUTUSAN KEPALA DESA ... 30

PERMENDAGRI NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA 32 KETENTUAN UMUM ... 32

PEMILIHAN KEPALA DESA ... 34

PELAKSANAAN ... 35

Umum ... 35

Persiapan ... 36

Pencalonan ... 40

Pemungutan dan Penghitungan Suara ... 44

(5)

3

KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI

CALON KEPALA DESA ... 48

Calon Kepala Desa dari Kepala Desa atau Perangkat ... 48

Calon Kepala Desa dari PNS ... 48

PEMBIAYAAN ... 49

KETENTUAN LAIN-LAIN ... 49

PENUTUP ... 49

PERMENDAGRI NOMOR 113 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA ... 51

KETENTUAN UMUM ... 51

ASAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA ... 54

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA ... 54

APBDesa ... 56

Pendapatan ... 56

Belanja Desa ... 58

PENGELOLAAN ... 62

Perencanaan ... 62

Pelaksanaan ... 64

Penatausahaan ... 67

Pelaporan ... 67

Pertanggungjawaban ... 68

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ... 69 LAMPIRAN PERMENDAGRI NOMOR 113 TAHUN 2014 TENTANG

(6)

4

FORMAT RANCANGAN PERATURAN DESA TENTANG APBDESA, RENCANA ANGGARAN BIAYA, BUKU KAS PEMBANTUAN KEGIATAN DAN SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN SERTA PERNYATAAN TANGGUNGJAWAB BELANJA, PENATAUSAHAAN, LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN APBDESA SEMESTER, SERTA LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

REALISASI PELAKSANAAN APBDESA... 71

A. RANCANGAN PERATURAN DESA TENTANG APBDesa ... 71

B. FORMAT RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) ... 71

C. FORMAT BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN ... 71

D. FORMAT SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN (SPP)... 71

E. FORMAT PERNYATAAN TANGGUNGJAWAB BELANJA... 71

F. FORMAT PENATAUSAHAAN ... 71

G. FORMAT LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA ... 71

H. LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN REALISASI PELAKSANAAN APBDESA ... 71

PERMENDAGRI NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA ... 72

KETENTUAN UMUM ... 73

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA ... 76

Umum ... 76

Penyusunan RPJM Desa ... 77

Penyusunan RKP Desa ... 88

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA ... 99

Umum ... 99

(7)

5

Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ... 106

PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DESA... 113

KETENTUAN PERALIHAN ... 114

KETENTUAN PENUTUP ... 115

LAMPIRAN PERMENDAGRI NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA ... 116

FORMAT PEMBANGUNAN DESA ... 116

A. FORMAT PERENCANAAN ... 116

B. FORMAT PELAKSANAAN ... 117

(8)

PERMENDAGRI

Nomor 52 Tahun 2014

Tentang

Pedoman Pengakuan

Dan

(9)

6

PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat;

Mengingat : 1. Pasal 18B Bab IV, Pasal 25 Bab IXA dan Pasal 28I Bab XA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun;

(10)

7

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2014;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiiki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.

2. Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat.

(11)

8

4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah

5. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri. Pasal 2

Gubernur dan bupati/walikota melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

BAB II

PEMBENTUKAN PANITIA

Pasal 3

(1) Dalam melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, bupati/walikota membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten/kota.

(2) Struktur organisasi Panitia Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. Sekretaris Daerah kabupaten/kota sebagai ketua;

b. Kepala SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris;

c. Kepala Bagian Hukum sekretariat kabupaten/kota sebagai anggota; d. Camat atau sebutan lain sebagai anggota; dan

e. Kepala SKPD terkait sesuai karakteristik masyarakat hukum adat sebagai anggota.

(3) Struktur organisasi Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Bupati/walikota.

BAB III

TAHAPAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN

Pasal 4

Pengakuan dan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui tahapan:

a. identifikasi Masyarakat Hukum Adat;

(12)

9 Pasal 5

(1) Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a dengan melibatkan masyarakat hukum adat atau kelompok masyarakat.

(2) Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencermati:

a. sejarah Masyarakat Hukum Adat; b. wilayah Adat;

c. hukum Adat;

d. harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan e. kelembagaan/sistem pemerintahan adat.

(3) Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan verifikasi dan validasi oleh Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten/kota.

(4) Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diumumkan kepada Masyarakat Hukum Adat setempat dalam waktu 1 (satu) bulan.

Pasal 6

(1) Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten/kota menyampaikan rekomendasi kepada Bupati/Walikota berdasarkan hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).

(2) Bupati/walikota melakukan penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat berdasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan Keputusan Kepala Daerah.

(3) Dalam hal masyarakat hukum adat berada di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Keputusan Bersama Kepala Daerah.

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 7

(1) Dalam hal Masyarakat Hukum Adat keberatan terhadap hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), maka masyarakat hukum adat dapat mengajukan keberatan kepada Panitia. (2) Panitia melakukan verifikasi dan validasi ulang terhadap keberatan

(13)

10

(3) Verifikasi dan validasi ulang terhadap keberatan masyarakat, hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali.

Pasal 8

(1) Dalam hal Masyarakat Hukum Adat keberatan terhadap Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3), dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.

(2) Penyelesaian sengketa atas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 9

(1) Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. (2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan

pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten/kota di wilayahnya.

(3) Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat di wilayahnya.

Pasal 10

(1) Bupati/walikota melaporkan penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kepada gubernur.

(2) Gubernur melaporkan penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kabupaten/kota di wilayahnya kepada kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa sebagai bahan pengambilan kebijakan.

BAB VI

(14)

11 Pasal 11

Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dibebankan pada:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota; dan d. Lain-lain pendapatan yang sah dan tidak mengikat.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 12

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2014.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

ttd

GAMAWAN FAUZI Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 11 Juli 2014.

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

(15)

PERMENDAGRI

Nomor 111 Tahun 2014

Tentang

(16)

12

PERMENDAGRI NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 89 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA.

(17)

13

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

5. Peraturan di Desa adalah Peraturan yang meliputi Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa.

6. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD.

7. Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur.

8. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifat mengatur.

9. Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat konkrit, individual, dan final.

(18)

14

11. Pengundangan adalah penempatan Peraturan di desa dalam Lembaran Desa atau Berita Desa.

12. Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

13. Bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan yang menyebabkan terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya akses terhadap pelayanan publik, terganggunya ketentraman dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan/atau diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, dan gender.

14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disebut APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa.

BAB II

JENIS DAN MATERI MUATAN PERATURAN DI DESA

Pasal 2 Jenis Peraturan di desa meliputi:

a. Peraturan Desa;

b. Peraturan Bersama Kepala Desa; dan c. Peraturan Kepala Desa.

Pasal 3

Peraturan di desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 4

(1) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berisi materi kerjasama desa.

(19)

15 BAB III

PERATURAN DESA

Bagian Kesatu

Perencanaan

Pasal 5

(1) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa.

(2) Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.

Bagian Kedua

Penyusunan

Paragraf 1

Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa Pasal 6

(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.

(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan.

(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan. (4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa.

(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

Paragraf 2

(20)

16 Pasal 7

(1) BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa. (2) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.

(3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

Bagian Ketiga

Pembahasan

Pasal 8

(1) BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.

(2) Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Pasal 9

(1) Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.

(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

Pasal 10

(21)

17

(2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Bagian Keempat

Penetapan

Pasal 11

(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.

(2) Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

Bagian Kelima

Pengundangan

Pasal 12

(1) Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. (2) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat sejak diundangkan. Bagian Keenam

Penyebarluasan

Pasal 13

(1) Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.

(22)

18 BAB IV

EVALUASI DAN KLARIFIKASI PERATURAN DESA

Paragraf 1

Evaluasi

Pasal 14

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi.

(2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.

Pasal 15

(1) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota.

(2) Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa wajib memperbaikinya.

Pasal 16

(1) Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(2) Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.

Pasal 17

(23)

19 Pasal 18

(1) Bupati/Walikota dapat membentuk tim evaluasi Rancangan Peraturan Desa.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.

Paragraf 2

Klarifikasi

Pasal 19

(1) Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk diklarifikasi.

(2) Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.

Pasal 20

(1) Hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dapat berupa:

a. hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

b. hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2) Dalam hal hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan Desa tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah sesuai.

(24)

20 BAB V

PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA

Bagian Kesatu

Perencanaan

Pasal 21

(1) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-Desa.

(2) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.

Bagian Kedua

Penyusunan

Pasal 22

Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa pemrakarsa.

Pasal 23

(1) Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan.

(2) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

Bagian Ketiga

Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan

Pasal 24

(25)

21 Pasal 25

(1) Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.

(2) Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa.

(3) Peraturan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.

Bagian Keempat

Penyebarluasan

Pasal 26

Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing.

BAB VI

PERATURAN KEPALA DESA

Pasal 27

(1) Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa.

(2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 28

Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

BAB VII

PEMBIAYAAN

Pasal 29

(26)

22 BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 30

(1) Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa adat.

Pasal 31

Kepala Desa dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang bersifat penetapan.

Pasal 32

(1) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala Desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan peraturan di desa diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 33

Ketentuan mengenai bentuk Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala Desa tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 35

(27)

23

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2014.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

ttd TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2014. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA, ttd

YASONNA H. LAOLY

(28)

24

LAMPIRAN PERMENDAGRI NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 111 TAHUN 2014

TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

BENTUK PERATURAN DI DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

A. BENTUK RANCANGAN PERATURAN di DESA

I. BENTUK RANCANGAN PERATURAN DESA

KEPALA DESA ….. (Nama Desa)

KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota) PERATURAN DESA… (Nama Desa)

NOMOR … TAHUN … TENTANG (Nama Peraturan Desa)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA (Nama Desa),

Menimbang : a. bahwa …; b. bahwa …;

c. dan seterusnya …;

Mengingat : 1. …; 2. …;

(29)

25

Dengan Kesepakatan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA … (Nama Desa) dan

KEPALA DESA … (Nama Desa) MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DESA TENTANG ... (Nama Peraturan Desa). BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB II … Pasal …

BAB … (dan seterusnya)

Pasal . . .

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa … (Nama Desa).

Ditetapkan di … pada tanggal …

KEPALA DESA…(Nama Desa),

tanda tangan NAMA Diundangkan di …

pada tanggal …

SEKRETARIS DESA … (Nama Desa),

(30)

26

LEMBARAN DESA … (Nama Desa) TAHUN … NOMOR … II. PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA

KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota) PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)

DAN KEPALA DESA... (Nama Desa) NOMOR ... TAHUN ... NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Bersama)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA ... (Nama Desa) DAN

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. dan seterusnya...; Mengingat : 1. ...; 2. ...; 3. dan seterusnya...;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG ... (Judul Peraturan Bersama).

BAB I KETENTUAN UMUM

(31)

27

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan: BAB II

Bagian Pertama ...

Paragraf 1 Pasal .. BAB ... Pasal ...

BAB ...

KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan) BAB ..

KETENTUAN PENUTUP Pasal ...

Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan Berita Desa... (Nama Desa)

Ditetapkan di ... pada tanggal

KEPALA DESA..., (Nama Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ... pada tanggal ... SEKRETARIS DESA ..., (Nama Desa)

(Nama)

Diundangkan di ... pada tanggal ... SEKRETARIS DESA ..., (Nama Desa)

(32)

28 III. PERATURAN KEPALA DESA

KEPALA DESA … (Nama Desa)

KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota) PERATURAN KEPALA DESA... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ... TENTANG

(Judul Peraturan Kepala Desa) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. dan seterusnya...; Mengingat : 1. ...; 2. ...; 3. dan seterusnya...;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala Desa).

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan: BAB II

(33)

29 Paragraf 1

Pasal .. BAB ... Pasal ...

BAB ...

KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..

KETENTUAN PENUTUP Pasal ...

Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa).

Ditetapkan di ... pada tanggal

KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ... pada tanggal ...

SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

(Nama)

(34)

30

B. KEPUTUSAN KEPALA DESA

II. KEPUTUSAN KEPALA DESA

KABUPATEN/KOTA...(Nama Kabupaten/Kota) KEPUTUSAN KEPALA DESA ... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ... TENTANG

(Judul Keputusan Kepala Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. dan seterusnya...; Mengingat : 1. ...;

2. ...; 3. dan seterusnya...; Memperhatikan : 1. ...; 2. ...; 3. dan seterusnya...; (jika diperlukan)

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

KESATU :

KEDUA :

KETIGA :

KEEMPAT :

(35)

31

Ditetapkan di ... pada tanggal ... KEPALA DESA..., (Nama Desa) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

(36)

PERMENDAGRI

Nomor 112 Tahun 2014

Tentang

(37)

32

PERMENDAGRI NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2014

TENTANG

PEMILIHAN KEPALA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 46 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pemilihan Kepala Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA.

BAB I

(38)

33 Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

3. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

4. Musyawarah Desa adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu.

5. Pemilihan kepala desa adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka memilih kepala desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

6. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

7. Panitia pemilihan Kepala Desa tingkat desa yang selanjutnya disebut Panitia Pemilihan adalah Panitia yang dibentuk oleh BPD untuk menyelenggarakan proses Pemilihan Kepala Desa;

8. Panitia pemilihan Kepala Desa tingkat kabupaten/kota yang selanjutnya disebut Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk Bupati/Walikota pada tingkat Kabupaten/kota dalam mendukung pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.

(39)

34

10. Calon Kepala Desa Terpilih adalah calon Kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.

11. Penjabat Kepala Desa adalah seorang pejabat yang diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas, hak dan wewenang serta kewajiban Kepala Desa dalam kurun waktu tertentu; 12. Panitia pemilihan Kepala Desa di desa adalah panitia yang dibentuk

BPD untuk melaksanakan pemilihan Kepala Desa.

13. Pemilih adalah penduduk desa yang bersangkutan dan telah memenuhi persyaratan untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan Kepala Desa;

14. Daftar Pemilih Sementara yang selanjutnya disebut DPS adalah daftar pemilih yang disusun berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum terakhir yang telah diperbaharui dan dicek kembali atas kebenarannya serta ditambah dengan pemilih baru;

15. Daftar Pemilih Tambahan adalah daftar pemilih yang disusun berdasarkan usulan dari pemilih karena yang bersangkutan belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara;

16. Daftar Pemilih Tetap yang selanjutnya disebut DPT adalah daftar pemilih yang telah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan sebagai dasar penentuan identitas pemilih dan jumlah pemilih dalam pemilihan Kepala Desa;

17. Kampanye adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh Calon Kepala Desa untuk meyakinkan para pemilih dalam rangka mendapatkan dukungan.

18. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.

BAB II

PEMILIHAN KEPALA DESA

Pasal 2

Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara serentak satu kali atau dapat bergelombang.

Pasal 3

(40)

35 Pasal 4

(1) Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

a. pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan Kepala Desa di wilayah Kabupaten/Kota;

b. kemampuan keuangan daerah; dan/atau

c. ketersediaan PNS di lingkungan Kabupaten/Kota yang memenuhi persyaratan sebagai penjabat Kepala Desa.

(2) Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun.

(3) Pemilihan Kepala Desa bergelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan interval waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 5

(1) Bupati/Walikota membentuk panitia pemilihan di Kabupaten/Kota. (2) Panitia pemilihan di Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) mempunyai tugas meliputi:

a. merencanakan, mengkoordinasikan dan menyelenggarakan semua tahapan pelaksanaan pemilihan tingkat kabupaten/kota;

b. melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pemilihan kepala desa terhadap panitia pemilihan kepala desa tingkat desa;

c. menetapkan jumlah surat suara dan kotak suara;

d. memfasilitasi pencetakan surat suara dan pembuatan kotak suara serta perlengkapan pemilihan lainnya;

e. menyampaikan surat suara dan kotak suara dan perlengkapan pemilihan lainnya kepada panitia pemilihan;

f. memfasilitasi penyelesaian permasalahan pemilihan kepala desa tingkat kabupaten/kota;

g. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan; dan h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditetapkan dengan

keputusan Bupati/Walikota. BAB III

PELAKSANAAN

Bagian kesatu

(41)

36 Pasal 6

Pemilihan kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan: a. persiapan;

b. pencalonan;

c. pemungutan suara; dan d. penetapan.

Bagian kedua

Persiapan

Paragraf 1 Umum Pasal 7

Persiapan pemilihan di Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, terdiri atas kegiatan:

a. pemberitahuan badan permusyawaratan desa kepada kepala desa tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan;

b. pembentukan panitia pemilihan kepala desa oleh badan permusyawaratan desa ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;

c. laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada bupati/walikota disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;

d. perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah terbentuknya panitia pemilihan; dan

e. persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan oleh panitia.

Pasal 8

Pembentukan panitia pemilihan kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b disampaikan secara tertulis oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui camat.

(42)

37

a. merencanakan, mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengawasi dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan;

b. merencanakan dan mengajukan biaya pemilihan kepada Bupati/Walikota melalui camat;

c. melakukan pendaftaran dan penetapan pemilih; d. mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon; e. menetapkan calon yang telah memenuhi persyaratan; f. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan;

g. menetapkan tata cara pelaksanaan kampanye;

h. memfasilitasi penyediaan peralatan, perlengkapan dan tempat pemungutan suara;

i. melaksanakan pemungutan suara;

j. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan;

k. menetapkan calon Kepala Desa terpilih; dan

l. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan. Paragraf 2

Penetapan Pemilih Pasal 10

(1) Pemilih yang menggunakan hak pilih, harus terdaftar sebagai pemilih. (2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:

a. penduduk Desa yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kades sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.

b. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;

c. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan

d. berdomisili di desa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan penduduk.

(43)

38 Pasal 11

(1) Daftar pemilih dimutakhirkan dan divalidasi sesuai data penduduk di desa.

(2) Pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan karena: a. memenuhi syarat usia pemilih, yang sampai dengan hari dan

tanggal pemungutan suara pemilihan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun;

b. belum berumur 17 (tujuh belas) tahun, tetapi sudah/pernah menikah;

c. telah meninggal dunia;

d. pindah domisili ke desa lain; atau e. belum terdaftar.

(3) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panitia pemilihan menyusun dan menetapkan daftar pemilih sementara.

Pasal 12

(1) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), diumumkan oleh panitia pemilihan pada tempat yang mudah dijangkau masyarakat.

(2) Jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 3 (tiga) hari.

Pasal 13

(1) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), pemilih atau anggota keluarga dapat mengajukan usul perbaikan mengenai penulisan nama dan/atau identitas lainnya.

(2) Selain usul perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilih atau anggota keluarga dapat memberikan informasi yang meliputi: a. Pemilih yang terdaftar sudah meninggal dunia;

b. Pemilih sudah tidak berdomisili di desa tersebut; c. Pemilih yang sudah nikah di bawah umur 17 tahun; atau

d. Pemilih yang sudah terdaftar tetapi sudah tidak memenuhi syarat sebagai pemilih.

(44)

39 Pasal 14

(1) Pemilih yang belum terdaftar, secara aktif melaporkan kepada Panitia Pemilihan melalui pengurus Rukun Tetangga/Rukun Warga.

(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar sebagai pemilih tambahan.

(3) Pencatatan data pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari.

Pasal 15

(1) Daftar pemilih tambahan diumumkan oleh Panitia Pemilihan pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

(2) Jangka waktu pengumuman daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan selama 3 (tiga) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan tambahan.

Pasal 16

Panitia pemilihan menetapkan dan mengumumkan Daftar pemilih sementara yang sudah diperbaiki dan daftar pemilih tambahan sebagai daftar pemilih tetap.

Pasal 17

(1) Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diumumkan di tempat yang strategis di desa untuk diketahui oleh masyarakat.

(2) Jangka waktu pengumuman daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selama 3 (tiga) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan daftar pemilih tetap.

Pasal 18

Untuk keperluan pemungutan suara di TPS, Panitia menyusun salinan daftar pemilih tetap untuk TPS.

Pasal 19

Rekapitulasi jumlah pemilih tetap, digunakan sebagai bahan penyusunan kebutuhan surat suara dan alat perlengkapan pemilihan.

Pasal 20

(45)

40 Bagian ketiga

Pencalonan

Paragraf 1 Pendaftaran Calon

Pasal 21 Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan: a. warga negara Republik Indonesia;

b. bertakwa kepada tuhan yang maha esa;

c. memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik indonesia dan bhinneka tunggal ika;

d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;

e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar; f. bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;

g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;

h. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;

i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;

j. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

k. berbadan sehat;

l. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan m. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Paragraf 2

(46)

41 Pasal 22

(1) Panitia pemilihan melakukan penelitian terhadap persyaratan bakal calon meliputi penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan.

(2) Penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai klarifikasi pada instansi yang berwenang yang dilengkapi dengan surat keterangan dari yang berwenang.

(3) Panitia pemilihan mengumumkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada masyarakat untuk memperoleh masukan. (4) Masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib diproses dan ditindak lanjuti panitia pemilihan.

Pasal 23

(1) Dalam hal bakal calon kepala desa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, Panitia pemilihan kepala desa menetapkan bakal calon kepala desa menjadi calon kepala desa.

(2) Calon kepala desa yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.

Pasal 24

(1) Dalam hal bakal calon yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 kurang dari 2 (dua) orang, panitia pemilihan memperpanjang waktu pendaftaran selama 20 (dua puluh) hari.

(2) Dalam hal bakal calon yang memenuhi persyaratan tetap kurang dari 2 (dua) setelah perpanjangan waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Walikota menunda pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sampai dengan waktu yang ditetapkan kemudian.

(3) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masa jabatan Kepala Desa berakhir, Bupati/Walikota mengangkat penjabat Kepala Desa dari pegawai Negeri Sipil dilingkungan pemerintah Kabupaten/Kota.

Pasal 25

(47)

42 Pasal 26

(1) Penetapan calon kepala desa disertai dengan penentuan nomor urut melalui undian secara terbuka oleh Panitia pemilihan.

(2) Undian nomor urut calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh para calon.

(3) Nomor urut dan nama calon yang telah ditetapkan disusun dalam daftar calon dan dituangkan dalam berita acara penetapan calon Kepala Desa.

(4) Panitia pemilihan mengumumkan melalui media masa dan/atau papan pengumuman tentang nama calon yang telah ditetapkan, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal ditetapkan.

(5) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.

Paragraf 3 Kampanye

Pasal 27

(1) Calon Kades dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa.

(2) Pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebelum dimulainya masa tenang.

(3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung jawab.

Pasal 28

(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) memuat visi dan misi bila terpilih sebagai kepala desa.

(2) Visi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keinginan yang ingin diwujudkan dalam jangka waktu masa jabatan kepala desa. (3) Misi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi program yang akan

dilaksanakan dalam rangka mewujudkan visi. Pasal 29

Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:

(48)

43 c. dialog;

d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;

e. pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di tempat lain yang ditentukan oleh panitia pemilihan; dan

f. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Pasal 30

(1) Pelaksana Kampanye dilarang:

a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Calon yang lain;

d. menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat; e. mengganggu ketertiban umum;

f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Calon yang lain;

g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Calon; h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat

pendidikan;

i. membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Calon yang bersangkutan; dan j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada

peserta Kampanye.

(2) Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan:

a. kepala desa; b. perangkat desa;

c. anggota badan permusyaratan desa. Pasal 31

Pelaksana Kampanye yang melanggar larangan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dikenai sanksi:

(49)

44

b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu wilayah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke wilayah lain.

Pasal 32

(1) Masa tenang selama 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.

(2) Hari dan tanggal pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

Bagian keempat

Pemungutan dan Penghitungan Suara

Pasal 33

(1) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama calon atau berdasarkan kebiasaan masyarakat desa setempat.

(2) Pemberian suara untuk pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencoblos salah satu calon dalam surat suara.

Pasal 34

Pengadaan bahan, jumlah, bentuk, ukuran, dan warna surat suara, kotak suara, kelengkapan peralatan lain serta pendistribusiannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 35

(1) Jumlah pemilih di TPS ditentukan panitia pemilihan.

(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh panitia pemilihan.

(50)

45

(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh panitia atau orang lain atas permintaan pemilih.

(2) Anggota panitia atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakan pilihan pemilih yang bersangkutan.

Pasal 37

Pemilih yang menjalani rawat inap di rumah sakit atau sejenisnya, yang sedang menjalani hukuman penjara, pemilih yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, yang tinggal di perahu atau pekerja lepas pantai, dan tempat-tempat lain memberikan suara di TPS khusus.

Pasal 38

(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, panitia pemilihan melakukan kegiatan:

a. pembukaan kotak suara;

b. pengeluaran seluruh isi kotak suara;

c. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan; dan d. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan.

(2) Kegiatan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari calon, BPD, pengawas, dan warga masyarakat.

(3) Kegiatan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua panitia, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi dari calon.

Pasal 39

(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), panitia memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.

(2) Dalam pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilih diberi kesempatan oleh panitia berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.

(51)

46

(4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada panitia, panitia memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.

Pasal 40

Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila: a. surat suara ditandatangani oleh ketua panitia; dan

b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu calon; atau

c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau

d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau

e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon.

Pasal 41

(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh panitia setelah pemungutan suara berakhir.

(2) Sebelum penghitungan suara dimulai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia pemilihan menghitung:

a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS;

b. jumlah pemilih dari TPS lain;

c. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan

d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos.

(3) Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dan selesai di TPS oleh panitia pemilihan dan dapat dihadiri dan disaksikan oleh saksi calon, BPD, pengawas, dan warga masyarakat.

(4) Saksi calon dalam penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus membawa surat mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua panitia.

(5) Panitia membuat berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi calon.

(52)

47

calon yang hadir sebanyak 1 (satu) eksemplar dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (7) Berita acara beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat

(6), dimasukkan dalam sampul khusus yang disediakan dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang pada bagian luar ditempel label atau segel. (8) Panitia menyerahkan berita acara hasil penghitungan suara, surat

suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada BPD segera setelah selesai penghitungan suara.

Pasal 42

(1) Calon Kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai calon Kepala Desa terpilih.

(2) Dalam hal jumlah calon Kepala Desa terpilih yang memperoleh suara terbanyak yang sama lebih dari 1 (satu) calon pada desa dengan TPS lebih dari 1 (satu), calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak pada TPS dengan jumlah pemilih terbanyak.

(3) Dalam hal jumlah calon terpilih yang memperoleh suara terbanyak yang sama lebih dari 1 (satu) calon pada desa dengan TPS hanya 1 (satu), calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah tempat tinggal dengan jumlah pemilih terbesar.

Pasal 43

Perlengkapan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS, disimpan di kantor desa atau di tempat lain yang terjamin keamanannya.

Bagian kelima

Penetapan

Pasal 44

(1) Panitia pemilihan kepala desa menyampaikan laporan hasil pemilihan kepala desa kepada BPD.

(2) BPD berdasarkan laporan hasil pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan calon kepala desa terpilih berdasarkan suara terbanyak kepada Bupati/Walikota melalui camat dengan tembusan kepada kepala desa.

(53)

48 BAB IV

KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI CALON KEPALA DESA

Paragraf 1

Calon Kepala Desa dari Kepala Desa atau Perangkat

Pasal 45

(1) Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.

(2) Selama masa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dilarang menggunakan fasilitas pemerintah desa untuk kepentingan sebagai calon Kepala Desa.

(3) Dalam hal Kepala Desa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa.

Pasal 46

(1) Perangkat Desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa diberi cuti terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal calon Kepala Desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.

(2) Tugas perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.

Paragraf 2

Calon Kepala Desa dari PNS

Pasal 47

(1) Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.

(54)

49

(3) Pegawai negeri sipil yang terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak mendapatkan tunjangan Kepala Desa dan penghasilan lainnya yang sah.

BAB V

PEMBIAYAAN

Pasal 48

(1) Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Dana bantuan dari Angaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk kebutuhan pada pelaksanaan pemungutan suara.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 49

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diterbitkan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan menteri ini diundangkan.

BAB VII

PENUTUP

Pasal 50

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2014

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

(55)

50 Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2014. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

(56)

PERMENDAGRI

Nomor 113 Tahun 2014

Tentang

(57)

51

PERMENDAGRI NOMOR 113 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113 TAHUN 2014

TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 106 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.

BAB I

(58)

52 Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

5. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

6. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

7. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKPDesa, adalah penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

(59)

53

10. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

11. Kelompok transfer adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. 12. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa

atau sebutan nama lain yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.

13. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disingkat PTPKD adalah unsur perangkat desa yang membantu Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.

14. Sekretaris Desa adalah bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

15. Kepala Seksi adalah unsur dari pelaksana teknis kegiatan dengan bidangnya.

16. Bendahara adalah unsur staf sekretariat desa yang membidangi urusan administrasi keuangan untuk menatausahakan keuangan desa.

17. Rekening Kas Desa adalah rekening tempat menyimpan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada Bank yang ditetapkan.

18. Penerimaan Desa adalah Uang yang berasal dari seluruh pendapatan desa yang masuk ke APBDesa melalui rekening kas desa.

19. Pengeluaran Desa adalah Uang yang dikeluarkan dari APBDesa melalui rekening kas desa.

20. Surplus Anggaran Desa adalah selisih lebih antara pendapatan desa dengan belanja desa.

21. Defisit Anggaran Desa adalah selisih kurang antara pedapatan desa dengan belanja desa.

(60)

54

23. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

BAB II

ASAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pasal 2

(1) Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

(2) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

BAB III

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pasal 3

(1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.

(2) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kewenangan:

a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa; b. menetapkan PTPKD;

c. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;

d. menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa; dan

e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa.

(3) Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh PTPKD.

Pasal 4

(1) PTPKDsebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berasal dari unsur Perangkat Desa,terdiri dari:

(61)

55 b. Kepala Seksi; dan

c. Bendahara.

(2) PTPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Pasal 5

(1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a bertindak selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa.

(2) Sekretaris Desa selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

a. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa; b. menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa,

perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa;

c. melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBDesa;

d. menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; dan

e. melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APBDesa.

Pasal 6

(1) Kepala Seksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya.

(2) Kepala Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung

jawabnya;

b. melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan di dalam APBDesa;

c. melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan;

d. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

e. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa; dan

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Harahap (2009:227), analisis perbandingan adalah teknik analisis laporan keuangan yang dilakukan dengan cara menyajikan laporan keuangan secara horizontal dan

Dengan beban bervariasi yang diberikan pada motor brushless DC, berikut merupakan respon dari motor tersebut:.

Wawancara dilakukan peneliti kepada orang-orang yang dikatagorikan sebagai pengguna media sosial Path, yaitu mahasiswa unikom dengan jumlah 5 orang informan, yang

Hasil penelitian Sulistomo (2012) adalah sikap terhadap perilaku whistleblower berpengaruh positif terhadap niat seseorang untuk melakukan whistleblowing, hal ini

Line atau garis ialah satu perintah / Command yang sangat sering dan selalu digunakan dalam mendesign suatu gambar, dan cara penggunaannyapun cukup mudah dan

Proses pembuatan pupuk dari limbah padat industri agar diaplikasikan pada tanaman sawi hijau ( B. Sawi hijau merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat

Sejauh ini dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap efektifitas yang PNPM Mandiri dalam mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menegah yang ada di Desa