DENGAN PERILAKU SOSIAL PAD1A REIVIAJA
SMU NEGERI
1
CIPUTAT
Disusun oleh: Ferantika Nuratmasari
102070026039
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana psikologi
FAKUL T AS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SMU NEGERI 1 CIPUTAT
Skripsi
Diajukan pada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
FERANTIKA NURATMASARI NIM. 102070026039
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
n・BセュョゥッエゥL@
M.Si, Psi.NIP. 150300679
Pembimbing II
セ@
OOセ@
Dra. Afidah Mas'ud, M.Pd NIP. 150223775
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISL.AM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KELUARGA DENGAN PERILAKU SOSIAL PADA REMAJA SMU NEGERI 1 CIPUTAT telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Mei 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 28 Mei 2007.
Sidang munaqasyah
Ketua er;angkap Anggota
M.Si
Penguji I
M.Si
Pembimbing I
セ@
Neneng Tati Sumiati, M.Si. Psi. NIP. 150300679
Sekretaris Merangkap Anggota
Hセ@
Mセセᄋ_@
Dea. Zahcotuo'
nゥセN@
M
s;
NIP. 150238773Anggota:
Penguji II
ャセ@
Neneng Tati Sumiati, M.Si. Psi. NIP. 150300679
Pembimbing II
セ_セ@
"Penerimaan mem6eri/?.gn f?stenangan aafam 6atin fe6ifi dari apapun yang
aapat d16eri/?.gn. 'Terfe6ifi
ji/?.g
penerimaan itu tanpa syarat (uncondttionaf)
/?.grena d1 sana 6ersenyawa cinta, fteiftfifasan aan /?stu(usan
".
(c])anang .Jlfi}arona, 2005)
"Jangan(afi eng/?.gu memancfang fiina orang fain yang {e6ifi rencfafi aarimu
/?.grena semua mempunyai f?sfe6ifian"
PERSEMBAHAN
Sk,ripsi ini ananaa persem6afik,szn /i.§pada
Jlyalianaa, i6unaa aan li.§aua acfik,k,u yang tercinta,
Serta
(C) Ferantika Nuratmasari
ABSTRAKSI
(A) Fakultas Psikologi
(B) Mei 2007
(D) Hubungan Antara lnteraksi Dalam Keluarga Dengan Perilaku Sosial Pada
Remaja SMU Negeri 1 Ciputat
(E) Halaman : xiii+ 85
(F) Ada bermacam-macam respon perilaku yang dimunculkan oleh seorang
remaja dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya, salah satunya
adalah perilaku pasif, asertif dan agresif. lnteraksi dalam keluarga dipandang sebagai salah satu faktor yang memiliki pengaruh dominan
terhadap perkembangan kepribadian seorang remaja. Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial dalam hubungan
interaksi dengan kelompoknya.
Keberhasilan seorang remaja untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar tidak terlepas dari interaksi yang diperolehnya dalam
keluarga. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Gerungan (2004), bahwa pengalaman-pengalaman berinteraksi individu
dalam keluarga akan turut menentukan dan mempengaruhi pola tingkah
laku individu terhadap orang Jain dalam pergaulan sosial diluar . keluarganya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang
signifikan antara lnteraksi Dalam Keluarga Dengan Perilaku Sosial Pada
Remaja SMU Negeri 1 Ciputat
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
deskriptif korelasional. Penelitian ini dilaksanakan di SMU Negeri I
lnstrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala interal<si
dalam keluarga yang mengacu pada teori yang di kemukakan oleh
Mussen (1989) yang terdiri atas (1) keeratan hubungan antara anggota
keluarga (2) komunikasi antar anggota keluarga (3) pola asuh orang tua.
Dan skala perilaku sosial yang di kemukakan oleh Kelley (1979) dan
Diana Cawood (1997) yang terdiri alas (1) emosi (2) tingkah laku (3)
penyampaian pesan (4) tujuan dan (5) hasil.
Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisis statistik yang meliputi korelasi pearson untuk menguji validitas aitem, alpha
cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpulan data, dan uji
chi square untuk pengujian hipotesis penelitian
Hasil uji coba terhadap skala interaksi dalam keluarga sebanyak 60
aitem, 44 yang dinyatakan layak untuk penelitian dengan koefisien alpha
sebesar 0,9128. Sedangkan hasil uji coba skala perilaku sosial sebanyak
60 aitem, 28 yang dinyatakan layak untuk penelitian dengan koefisien
alpha sebesar 0, 7011.
Hasil uji hipotesis dengan chi square menghasilkan
nilai p
=
0,352 < 0,05 (5,99); maka Ho diterima. Sehingga dapatdisimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi
dalam keluarga dengan perilaku sosial pada remaja. Artinya bahwa perilaku sosial seorang remaja tidak selalu dipengaruhi oleh interaksi
dalam keluarganya, ada faktor-faktor lain yang memtpengaruhi perilaku
sosial seorang remaja.
telah memberikan nikmat iman dan islam sampai saat ini. Shalawat serta salam
semaga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi akhir zarnan, Nabi
Muhammad SAW karena beliaulah kita bisa terangkat pada derajat yang lebih tinggi
Alas karunia dan petunjuk-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI DALAM KELUARGA
DENGAN PERILAKU SOSIAL PADA REMAJA SMU NEGIERI 1 CIPUTAT.
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan guna memperaleh Gelar Sarjana Psikalagi Pada Fakultas Psikalagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu skripsi ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat, infarmasi serta menambah khazanah penelitian di bidang
psikalagi terutama yang berkaitan dengan keluarga dan perilaku sasial pada remaja. Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan.
Terselesaikannya skripsi ini tidak mungkin dapat terjadi tanpa bantuan,
dukungan dan darangan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis berkewajiban menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga
kepada:
1. Orang tua tercinta yang menjadi pendarong utama dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Psikalagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lbu Ora. Hj. Netty
Hartati, M.Si. Beserta Segenap Civitas Akademika Fakultas Psikalagi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ors. Firdaus Kasmi, M.A selaku Dasen Pembimbing Akademik
4. Dasen Pembimbing I, lbu Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi. dan Dasen
Pembimbing II, lbu Dra. Afidah Mas'ud, M.Pd yang selalu sabar memberikan
6. Untuk para sahabat-sahabatku tercinta yang selalu mernberikan dorongan
dan semangat dikala penulis sedang sedih.
7. Kepala Sekolah SMU Negeri 1 Ciputat Beserta Segenap Civitas Akademika
SMU Negeri 1 Ciputat yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menjadikan siswa/i nya sebagai subjek dalam penelitian ini.
8. Semua Siswa/i SMU Negeri 1 Ciputat yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini.
9. Semua Pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini
yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu dalam lembaran ini.
Ucapan terimakasih ini di iringi oleh do'a penulis semoga Allah SWT membalas
seluruh amal kebaikan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Amin.
Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.
,Jakarta, 28 Mei 2007
Halaman persetujuan ... ii
Lem bar pengesahan ... iii
Motto ... iv
Dedikasi ... v
Abstraksi . . ... ... . .. . . .. . . .. . .. .. . . .. .. ... . .. .... .. . . .. . . ... .. . ... .. . ... . .... . .... . . .. . . .. .. . . . .. . .. . . .. . .. . . ... vi
Kata pengantar . . .. . . .. . . .. . . .. . .. .. . . .. . . .. . .. .. . .. . .. ... . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. .. viii
Daftar isi . . . .. . . .. . . .. . . ... . . .. . . .. . .. . .. . .. . . .. . . .. . . x
Daftar ta be I .. . . .. . ... .. . . .. . . .. . ... ... . . .. . .. . . .. . . .. . .. . .. . .. ... .. . . .. . ... ... . . .. .. . xii
Daftar gambar ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1-11 1.1. Latar belakang masalah ... 1
1.2. ldentifikasi masalah ... 7
1.3. Pembatasan dan perumusan masalah ... 7
1.4. Tujuan dan manfaat penelitian ... 9
1.5. Sistematika penulisan ... 1 O BAB2 KAJIAN PUSTAKA 12-52 2.1. Perilaku sosial ... 12
2.1.1. Pengertian perilaku dan perilaku sosial ... 12
2.1.2. Pendekatan Dalam Perilaku ... 13
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mendasari Terbentuk Perilaku ... 15
2.1.4. Macam-Macam Perilaku Sosial ... 17
2.1.5. Aspek-Aspek Yang Membedakan Antara Perilaku Pasif, Asertif dan Ag res if .. . . .. . .. . . .. . . .. ... . . ... . .. ... .. . . .. . ... . . .. ... . . 22
2.2. lnteraksi dalam keluarga ... 26
2.2.1. Pengertian lnteraksi ... 26
2.2.2. Syarat Terjadinya lnteraksi ... 27
2.2.3. Pengertian, Fungsi Dan Peran Keluarga ... 27
2.2.4. Keluarga Yang Ideal ... 32
2.2.5. lnteraksi Dalam Keluarga ... 33
2.3. Remaja . . .. . . .. . . .. . . . ... . . .. . . .. . . .. . . . .. . . .. . ... . . 39
2.3.1. Pengertian remaja ... 39
2.3.2. Karakteristik Perkembangan Remaja ... 39
2.5. Hipotesis ... 52
BAB3 METODOLOGI PENELITIAN 53-70 3.1. Janis penelitian ... 53
3.1.1. Pendekatan dan metode ... 53
3.1.2. Definisi konseptual dan operasional variabel penelitian ... 54
3.2. Pengambilan sampel ... 56
3.2.1. populasi dan sampel ... 56
3.2.2. teknik pengambilan sampel ... 58
3.3. lnstrumen pengumpulan data ... 58
3.3.1. metode dan instrumen pengumpulan data ... 58
3.3.2. teknik uji instrumen penelitian ... 67
3.4. Prosedur penelitian ... 68
3.5. Teknik analisa data ... 70
BAB4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 71-78 4.1. Gambaran umum subjek penelitian ... 71
4.2. Deskripsi hasil penelitian ... 72
4.2.1. Gambaran interaksi dalam keluarga ... 72
4.2.2. Gambaran perilaku sosial ... 73
4.3. Presentasi dan analisa data ... 74
4.3.1. Uji persyaratan ... 74
4.3.2. Uji hipotesis ... 78
BABS KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 79-85 5.1. Kesimpulan ... 79
5.2. Diskusi ... 79
5.3 Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA
2.1. Tabel pengertian perilaku pasif, asertif dan agresif ... 22
2.2. Tabel perbandingan perilaku pasif, asertif dan agresif menu rut Kelley ... 23
2.3. Tabel perbandingan perilaku pasif, asertif dan agresif menurut cawood ... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kuantifikasi skoring skala interaksi dalam keluarga ... 55
3.2. Kuantifikasi kategori skala perilaku sosiaf ... 56
3.3. Blue print skafa interaksi dalam keluarga sebelum try out ... 59
3.4. Blue print skala interaksi dalam keluarga setelah try out ... 60
3.5. Blue print skala perilaku sosial sebelum try out ... 62
3.6. Blue print ska fa perifaku sosial setefah try out ... 64
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia dan kelas ... 71
4.2. fnterpretasi skor skala interaksi dalam kefuarga ... 73
4.3. Kategori skala interaksi dalam keluarga ... 73
4.4. lnterpretasi skor skala perilaku sosial ··· 74
4.5. Tabel uji normalitas ... 75
4.6. Tabel uji homogenitas ... 76
4.7. Tabel uji crosstabs ... 78
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk individu sekaligus juga
sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individual, manusia mempunyai
dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri. Sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Murray dan McClelland (dalam Walgito, 1998) yang menyatakan bahwa manusia memiliki motif atau dorongan sosial, dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan, sehingga terjadilah apa yang
dinamakan dengan interaksi sosial.
Pada usia remaja kecenderungan untuk melakukan ゥョエ・イ[セォウゥ@ sosial meningkat, hal ini dikarenakan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja salah
satunya adalah usaha untuk melepaskan diri dari ketergantungan emosi pada orang tua, membangun hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin manapun, serta mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab
tersebut, remaja memperluas interaksi sosialnya diluar lingkungan keluarga, salah satunya adalah dunia pergaulan teman sebaya.
Dalarn dunia pergaulan rernaja, kelompok ternan sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara orang-orang atau teman-teman seumur untuk
mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok tersebut. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa ini banyak remaja yang rnengembangkan sikap "conformity (konformitas)", yaitu kecenderungan untuk rnenyerah dan mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan dan kegemaran atau keinginan
orang lain (khususnya teman sebaya).
Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi dirinya. Apabila teman yang diikuti atau diimitasinya itu menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan, maka remaja pun akan menampilkan pribadi yang baik dan sebaliknya, teman sebaya juga bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif terhadap remaja, mereka rnendorong kearah kualitas yang tidak diharapkan seperti kenakalan remaja.
Berkaitan dengan hal diatas, berbagai peristiwa belakangan ini menunjukkan
bahwa perilaku sosial pada remaja patut mendapatkan perhatian yang lebih dari berbagai pihak. Banyak kenakalan pada remaja disebabkan karena ketidak
kebutuhannya secara terbuka. Mereka kurang mampu bersikap tegas dalam
menolak ajakkan pergaulan yang merugikan dirinya.
Sebagai contoh:
Maraknya penggunaan Narkoba dikalangan remaja Indonesia salah satunya
juga adalah disebabkan karena ketidak siapan mental seorang remaja dalam menghadapi tekanan dari pergaulan sehingga tidak mampu bersikap tegas. Remaja yang asertif seharusnya memiliki kemampuan untuk menyatakan tidak pada ajakkan pergaulan menggunakan Narkoba (Say No to Drugs). Karena mengkonsumsi Narkoba akan merugikan dirinya, disamping hal tersebutjuga
merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi nyatanya tidak demikian, banyak remaja bersikap pasif dalam pergaulan, karena dalam dirinya ada perasaan takut jika dirinya tidak lagi disukai atau diterima dilingkungan kelompok atau teman sebayanya. (www.bkkbn.go.id).
Mereka rela menjalankan perintah atau aturan kelompok tanpa mempedulikan hasil dan akibat yang akan diperoleh, mereka selalu menjalankan perintah apapun tanpa pernah menolaknya (Ali Qaimi, 2002). Sehingga tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang, karena pengaruh teman sebayanya. Hal
senada pun di kemukakan oleh Glueck dan Glueck (dalam Yusuf, 2004) dari hasil penelitian yang dilakukannya ditemukan bahwa 98,4 % perilaku nakal pada
Perilaku asertif merupakan perilaku sosial ideal yang mutlak dimiliki oleh setiap individu dalam berinteraksi sosial. Pada remaja perilaku asertif diperlukan sebagai kemampuan berkomunikasi efektif sekaligus sebagai benteng untuk melindungi mereka dari pengaruh-pengaruh pergaulan yang merugikan dirinya.
Meskipun remaja harus bergaul dengan sesama teman tanpa memilih-milih, namun seorang remaja harus tetap menjaga agar pergaulan tidak merugikan
dan membahayakan bagi dirinya.
Dengan kata lain, sedekat apapun hubungan pertemanan, remaja harus selalu berani menolak ajakkan yang tidak bermanfaat, merugikan dan melanggar peraturan. Penolakkan dapat dilakukan dengan cara yang halus dan sopan tetapi tegas dan dengan alasan yang masuk akal. Asertif yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya dan agama pada khususnya.
Disisi lain selain kepasifan, tidak jarang pula banyak remaja yang berperilaku agresif dalam pergaulan. Mereka tidak pernah memperdulikan hak-hak orang lain, semua keinginannya harus terpenuhi, dan jika keinginannya tidak
terlaksana, mereka tidak segan-segan untuk melakukan tindakan pengrusakan, menyakiti, atau membuat cidera orang lain baik dalam bentuk verbal maupun
Menumbuh kembangkan perilaku sosial yang ideal pacfa remaja bukanlah hal
yang mudah. Salah satu faktor yang berperan penting dalam pembentukan dan pengembangan perilaku sosial pada remaja adalah interaksi yang terjadi dalam
keluarga. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dan dominan dalam upaya pengembangan kepribadian anak, karena pembentukkan pribadi yang
positif bermula dari keluarga.
lnteraksi adalah satu pertalian sosial antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lain (Chaplin, 1999). lnteraksi dalam lingkungan keluarga berfungsi untuk
menginternalisasikan nilai-nilai dan norma-norma kehicfupan, serta
mengembangkan ideologi, sistem nilai dan etika sebagai panduan tingkah laku. Seorang anak dididik mengenal konsep baik-buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak (perintah-larangan) melalui interaksi dalam keluarganya, maka pada usia remaja konsep-konsep yang ia pelajari sebelumnya akan ia jadikan
kerangka acuan untuk berperilaku keluar.
Hal ini senada seperti yang dikemukakan oleh Gerungan (2000) yang
menyatakan bahwa kehidupan keluarga yang ditandai oleh interaksi individu
dari masing-masing anggota akan dijadikan model oleh mmaja dalam
berinteraksi sosial diluar keluarganya. Havighurst dkk (dalam Lambre, 1994)
besar dalam pembentukan kepribadian anak. Perilaku yang diperlihatkan anak atau remaja mencerminkan kehidupan keluarganya.
Apabila interaksi dalam keluarga baik, yang ditandai oleh adanya keterbukaan dalam berkomunikasi, demokratisasi, harmonisasi, serta adanya perhatian dan kasih sayang yang cukup akan membuat emosi anak stabil, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mandiri, sehingga memungkinkan anak terbuka
maupun menghargai hak orang lain, peka terhadap lingkungan, bijaksana dalam
bertindak, periang, mudah menyesuaikan diri dan penuh persahabatan. Namun bila interaksi dalam keluarga buruk yang ditandai oleh Situasi keluarga yang
kisruh, kacau dan acak-acakan, liar, sewenang-wenang, main hakim sendiri, tanpa aturan dan disiplin yang baik itu jelas sifatnya tidak mendidik dan tidal< akan memunculkan iklim yang manusiawi. Anak secara otomatis dan tidak sadar akan mengoper adat kebiasaan dan tingkah laku buruk orang tua. Sehingga anak ikut-ikutan menjadi sewenang-wenang, liar buas, agresif dan suka menggunakan kekerasan (Hurlock, 1994).
Singkatnya, tantangan terbesar yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki anak remaja adalah bagaimana cara keluarga membantu remaja untuk mencapai otonomi dan identitas diri, sehingga ketika rernaja meluaskan interaksinya ke lingkungan pergaulan mereka dapat berperilaku sosial secara baik dan tidak mudah terjerumus kedalam perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang dapat
Berdasarkan uraian diatas, hal inilah yang melatar belakangi perlunya penelitian ini dilakukan. Sehingga penulis memilih judul "Hubungan Antara lnteraksi Dalam Keluarga dengan Perilaku Sosial Pada Remaja".
1.2. ldentifikasi Masalah
1. Mengetahui apakah ada hubungan antara interaksi dalam keluarga dengan
perilaku sosial pada remaja?
2. Mengetahui seberapa jauh hubungan antara interaksi dalam keluarga
dengan perilaku sosial pada remaja?
3. lnteraksi dalam keluarga bagaimanakah yang dapat menimbulkan perilaku sosial yang ideal pada remaja?
4. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menghambat terwujudnya perilaku
sosial yang ideal pada remaja?
1.3.
Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1. Batasan Masalah
Untuk menghindari kerancuan dalam permasalahan yang diteliti, maka penulis membatasi permasalahannya pada:
I. lnteraksi dalam keluarga
lnteraksi dalam keluarga adalah hubungan timbal balik antar anggota keluarga, baik antara orang tua dengan anak atau anak dengan anal<
I) Keeratan hubungan antara anggota keluarga 2) Komunikasi antar anggota keluarga
3) Pola asuh orang tua
2. Perilaku sosial
Perilaku sosial adalah perilaku yang ditampakkan individu ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Perilaku sosial terbagi atas:
l) Perilaku pas if adalah perilaku dimana individu tidak berani mengungkapkan keinginan dan pendapatnya sendiri, tidak ingin
terjadi konflik karena takut akan tidak disukai atau menyal<iti perasaan orang lain, sehingga individu tersebut hanya ュeセョ・イゥュ。@
pandangan-pandangan dan harapan-harapan orang lain.
2) Perilal<u asertif adalah perilaku dimana individu mampu
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan kebutuhannya secara wajar dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan
orang lain.
3) Perilaku agresif adalah perilal<u dimana individu hanya memberikan pandangan-pandangan dan harapan-harapan diri sendiri pada tiap
orang tanpa menerima sama sel<ali, tanpa memperhitungkan hak-hak, l<ebutuhan, perasaan dan opini orang lain. Perilal<u agresif sering
komentar menyakitkan dan juga menjelek-jelekan orang lain
dibelakang.
1.3.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah "Apakah Ada Hubungan yang signifikan Antara lnteraksi Dalam Keluarga dengan Perilaku sosial Pada Remaja?".
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara interaksi dalam keluarga dengan perilaku sosial pada remaja.
1.4.2. Manfaat penelitian
o Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangannya untuk menambah wawasan keilmuwan dan pengetahuan
bagi masyarakat umum serta pengembangan ilmu pengetahuan psikologi pada khususnya sebagai wacana sosial dan perkembangan, tentang pentingnya interaksi keluarga dengan perilaku sosial remaja.
o Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat:
hubungan antara interaksi dalam keluarga dengan perilaku sosial pada remaja.
2) Memberikan gambaran tentang pentingnya interaksi dalam keluarga yang dapat menimbulkan dan menumbuh kembangkan perilaku sosial yang ideal dalam pergaulan remaja.
3) Memberikan gambaran tentang pentingnya perilaku sosial yang ideal dalam pergaulan remaja.
1.5. Sistematika Penulisan
Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan kaidah penulisan American
Psychology Association (APA style) serta buku pedoman penyusunan dan
penulisan skripsi fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah:
BAB 1
BAB2
PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.
KAJIAN TEORI
Bab ini berisi uraian mengenai teori-teori: perilaku sosial
BAB3
BAB4
BABS
keluarga). Remaja dan keluarga (pengertian remaja, karakteristik remaja, tugas-tugas perkembangan remaja, kebutuhan-kebutuhan remaja dan hubungan remaja dengan orang tua) Kerangka berpikir (hubungan antara interaksi dalam keluarga dengan perilaku sosial) Hipotesis
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai jenis penelitian, pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, prosedur penelitian clan teknik analisis data.
PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisi uraian mengenai hasil uji coba, pelaksanaan penelitian,gambaran responden, cleskripsi data, serta analisis dan interpretasi data.
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
2.1.
Perilaku
Sosial
KAJIAN TEORI
2.1.1. Pengertian Perilaku dan perilaku Sosial
Dalam Chaplin (1999: 53) tingkah laku adalah (1) suatu respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan) yang dilakukan oleh organisme (2) secara
khusus, perilaku diartikan sebagai dari kesatuan pola interaksi (3) perilaku merupakan satu perbuatan atau aktivitas (4) perilaku merupakan satu perbuatan atau komplek gerakan-gerakan. Sedangkan menurut Abin
Syamsudin Makmun, dkk (2002) perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Dalam Chaplin (1999: 496) sosial menyinggung relasi dua lebih individu. Dalam ekonomi rakyat (artikel, 2006) sosial diartikan sebagai pergaulan antar manusia, kelompok, komunitas.
Dalam Chaplin (1999: 469) Tingkah laku sosial adalah (1) tingkah laku yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain (2) tingkah laku kelompok (3) tingkah laku yang ada dibawah kontrol masyarakat. Menurut Wikipedia (free
" .... social behavior is behavior directed towards, or taking place between, members of the same species. Sosial behavior is a prosses of communicating" Berdasarkan definisi diatas, perilaku sosial adalah perilaku yang mengarah
keluar dan terjadi diantara kelompok manusia. Perilaku sosial juga merupakan proses komunikasi.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas, maka peneliti menarik
kesimpulan bahwa perilaku sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditampakkan individu ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
2.1.2.
Pendekatan dalam PerilakuMenurut Abin Syamsudin Makmun dkk (2004) tingkah laku dapat dijelaskan
dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Neurobiological
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiological berupaya mengaitkan perilaku
perilaku dengan kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan saraf)
karena perilaku diatur oleh kegiatan otak dan sistem saraf.
2. Pendekatan Perilaku
Menurut pendekatan ini tingkah laku pada dasarnya adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalarn
model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. lni berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti
Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran. Pendekatan behavioristik, pendekatan ini menitik beratkan pada perilaku yang nampak, perilaku dapat dibentuk dengan pembiasan dan pengukuhan melalui
pengkondisian stimulus.
3. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai,
membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.
Jika dibuatkan model adalah sebagai berikut S - 0 - R. lndividu
4. Pendekatan Psikoanalisa
Pendekatan ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. la meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, implus, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan. Menurut pandangan ini perilaku individu
didorong oleh insting bawaan dan sebagian besar perilaku itu tidak disadari.
5. Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu
terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualis;9si dirinya. lni berarti
melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
2.1.3. Faktor-faktor yang mendasari terbentuknya Perilaku
Menurut Abin Syamsudin Makmun dkk (2004) dinamika perilaku individu,
a) Pengamatan atau penginderaan (sensation)
Adalah proses belajar mengenal segala sesuatu yang berada di
lingkungan sekitar dengan menggunakan alat indera penglihatan (mata), pendengaran (telinga), pengecap (lidah), pembau (hidung), dan perabaan
(kulit, termasuk otot).
b) Persepsi (perception)
Adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak atau pengertian individu tentang situasi atau pengalaman. Ciri umum persepsi terkait dengan dimensi ruang dan waktu, terstruktur, menyeluruh, dan penuh arti. Persepsi bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh perhatian selektif, ciri-ciri
rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, serta pengalaman.
c) Berpikir (reasoning)
Adalah aktivitas yang bersifat ideasional untuk menernukan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Berpikir bertujuan untuk membentuk pengertian, membentuk pendapat, dan menarik kesimpulan. Proses berpikir kreatif terdiri dari: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
Jenis berpikir ada dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi.
d) lnteligensi
menyesuaikan diri dengan situasi baru, (3) kemampuan memecahkan
simbol-simbol tertentu. lnteligensi tidal< sama dengan IQ !<arena IQ hanya rasio yang diperoleh dengan menggunal<an tes tertentu yang tidak atau
belum tentu menggambarkan kemampuan individu yang lebih komplel<s.
Teori tentang inteligensi diantaranya G-Theory (general theory) dan S-Theory (specific theory). lnteligensi dipengaruhi oleh 1'aktor bawaan dan lingl<ungan.
e) Sikap (Attitude)
Sil<ap (Attitude) adalah evaluasi positif-negatif-ambiv<1len individu terhadap objel<, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sil<ap merupakan perasaan, l<eyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini,
lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan.
2.1.4. Macam-macam
PerilakuSosial
1. Perilaku Pasif
Menurut Diana Cawood (1997: 30) perilaku pasif, yaitu dimana individu hanya
menerima pandangan-pandangan dan harapan setiap orang, tidak menegaskan opini diri sendiri atau hak-haknya sendiri.
Ciri-ciri perilaku pasif:
1. Lari dari masalah dan menganggap bahwa mengemukakan keinginan atau ide bukanlah hal yang tepat.
2. Mereka lebih ingin menyenangkan orang lain daripada diri mereka sendiri.
3. Sering merasa cemas, kecewa pada diri sendiri
4. Tipe perilaku ini sering menyebabkan orang lain merasa bersalah atau malah merasa superior
5. Menghindari kontak mata, menutup mulut dan tangan dan berbicara dengan suara minta diperhatikan atau dikasihani.
2.
Perilaku AsertifAsertif berasal dari kata "Assert" yang artinya adalah menyatakan
(mengatakan dengan penuh keyakinan, menerangkan, mempertahankan. Asertif berarti mengatakan sesuatu secara terbuka, seringkali mengetahui bahwa hal itu akan ditentang (Depdikbud, 1999: 130-131). Asertif merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan
Lange dan Jakubowski (dalam JF. Calhoun, 1990: 352) mengemukakan bahwa perilaku asertif sebagai:
"Standing up for personal rights and expressing thought, feeling and belief in direct, honest and approriate ways".
Definisi diatas menyatakan bahwa perilaku asertif adalah kemampuan
menggungkapkan pemikiran, perasaan dan keyakinan yang kita miliki secara
terarah, jujur dan dalam cara yang sesuai, yaitu dengan selalu menghormati dan menghargai orang lain
Hara Estroff Marano (2004) mengemukakan bahwa perilaku asertif sebagai kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak individu secara langsung, jujur dan pada tempatnya, tanpa kecemasan
yang tidal< beralasan.
Ciri-ciri perilaku Asertif
Jacinta Rini (2001) mengemukakan beberapa karakteristik individu yang asertif, yaitu sebagai berikut:
1. Terbiasa mengekspresikan secara jefas perasaan atau pandangannya
kepada orang lain.
2. Mampu meminta pertolongan kepada orang fain pada saat ia memang
membutuhkan pertolongan.
4. Suka bertanya pada orang lain pada saat menghadapi kebingungan.
5. Mampu memberikan pandangan secara terbuka saat ia merasa tidak
sepaham dengan pendapat orang lain.
6. Mampu berbicara di depan umum dengan baik.
7. Mampu untuk berkata "tidak" pada saat ia tidak ingin rnelakukan suatu pekerjaan.
8. Berbicara dengan sikap percaya diri, serta berkomunikasi secara hangat 9. Memandang wajah lawan bicaranya pada saat ia berbicara.
3.
Perilaku AgresifMenurut Diana Cawood (1997: 26) dalam perilaku agresif individu hanya memberikan pandangan-pandangan dan harapan-harapan diri sendiri pada tiap orang tanpa menerima sama sekali, tanpa memperhitungkan hak-hak, kebutuhan, perasaan dan opini orang lain.
Menurut Buss (dalam Berkowitz, 1997) mendefinisikan perilaku agresif
sebagai:
" ... a response that delivers noxious stimuli to another organism or any behavior that produces harm or injury to another ".
Menurut Berkowitz (1997) mendefinisikan perilaku agresif sebagai
" ... any form of behavior that is intended to injure some one psysically or psychologycally".
Definisi diatas menyatakan bahwa perilaku agresif adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental.
Menurut Baron (1994) mendefinisikan perilaku agresif sebagai
" ... any form of behavior directed toward to goal of harming or injuring another living .... ".
Definisi diatas menyatakan bahwa perilaku agresif adalah segala bentuk perilaku yang mengarah keluar dan bertujuan untuk membahayakan atau
menyakiti makhluk hidup lain.
Ciri-ciri perilaku agresif:
1. Selalu ingin menang sendiri, meskipun dengan mengorbankan orang lain.
2. Bertujuan mendominasikan dan mengontrol orang lain.
3. Perilaku agresif membuat orang lain merasa sakit dan terhina, sehingga bisa menimbulkan perasaan dendam.
4. Perilaku agresif biasanya disebabkan oleh ketidak percayaan diri, rasa takut diserang, dan tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi situasi
yang mengancam.
Tabel 2.1.
Pengertian perilaku pasif, asertif dan agresif
Perilaku pasif Perilaku asertif Perilaku agresif
Perilaku pasif adalah Perilaku asertif adalah Perilaku agresif adalah
perilaku dimana individu perilaku dimana individu perilaku dimana individu
tidak berani mampu mengungkapkan hanya memberikan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan ー。ョ、。ョァ。ョMー。ョ、。ョァセョ@
/
keinginan dan kebutuhannya secara dan harapan-harapan diri
pendapatnya sendiri, wajar dengan tetap sendiri pada tiarrorang
tidak ingin terjadi konflik menjaga dan menghargai tanpa menerima sama
karena takut akan tidak hak-hak serta perasaan sekali, tanpa
disukai atau menyakiti orang lain. memperhitungkan
hak-perasaan orang lain, hak, kebutuhan, perasaan
sehingga individu dan opini orang lain.
tersebut hanya menerima Perilaku agresif sering
pandangan-pandangan bersifat menghukum,
dan harapan-harapan kasar, menyalahkan atau
orang lain. menuntut. Hal ini termasuk
mengancam, melakukan kontak fisik, berkata-kata kasar, komentar
menyakitkan dan juga menjelek-jelekan orang lain dibelakang.
2.1.5. Aspek-aspek yang membedakan Perilaku pasif, asertif dan agresif
Kelley (dalam Lukmanasari, 2004) menjelaskan ada tiga macam respon yang
Tabel
2.2.
Perbedaan perilaku pasif, asertif dan agresif menurut Kelley
Aspek Perilaku pasif Perilaku asertif Perilaku agresif
Emosi Orang yang pasif Orang yang asertif Orang yang agresif
cenderung akan menyadari dan akan
memendam mampu menangani mengungkapkan
perasaan, perasaannya. la ketegangannya
ketegangan- tidak menyangkal keluar, walaupun
ketegangan, dan haknya untuk mungkin juga
mengalami emosi- menjadi emosional mengalami rasa
emosi seperti dengan tetap takut, cemas atau
takut, rasa menghargai orang tertekan, tetapi
bersalah, tertekan, lain. perasaan ini
atau gugup, Ketegangannya ditutupi dengan
dimana tetap ia jaga perilaku"
perasaannya tidak berada dalam secondary
diungkapkan situasi yang emotion" seperti
secara verbal. normal. marah, benci, atau
rasa bermusuhan
yang salah dan tidak pada tempatnya.
Tingkah laku Respon orang Respon orang Pada respon
yang pasif yang asertif yang agresif,
cenderung bersifat cenderung tingkah laku non
menghambat diri menghadapi situasi verbal yang
dan tergantung tersebut dengan ditunjukkannya
(dependen), pendekatan yang bersifat " moving
menghindar dari memungkinkan against"
situasi yang untuk terhadap situasi,
dihadapi. Respon mempertahankan menghambat
ini biasanya diikuti dirinya tetapi orang lain dan
dengan tatapan dengan tetap kasar. Respon ini
mata kebawah, menghargai orang diungkapkan
membungkuk, ini tercipta kontak pandangan mata
nada suara yang mata yang wajar, yang melotot,
pelan dan ragu- posisi berdiri yang sinis, menyelidik,
ragu dan nyaman dan nada mencondongkan
sebagainya. suara yang badan kedepan,
mantap. nada suara tinggi
dan angkuh, dan sebagainya.
Bahasa Verbal Pada orang yang Pada orang yang Dalam perilaku
pasif pengucapan asertif agresif, bahasa
kata-kata tidak mempergunakan yang nampak
tentu dan ragu- pernyataan saya justru terkesan
ragu mengandung kata- melecehkan,
kata kerja sama menghina,
dan pernyataan menyakiti,
empati merendahkan, atau
bahkan menguasai
pihak lain sehingga tidak ada rasa saling menghargai
satu sama lain.
Lebih lanjut Diana Cawood (1997) memberikan tabel perbandingan antara
perilaku pasif, asertif, dan agresif, yaitu:
Tabel
2.3.
Perbandingan perilaku pasif, asertif dan agresif menurut Cawood
Aspek Perilaku pasif Perilaku asertif Perilaku agresif
Pesan Kamu benar. Yang Beginilah aku Aku benar. Jika
kupikirkan tidak melihat situasinya. pikiranmu tidak
penting. lnilah yang aku sama dengan
Perasaanku tidak pikirkan. lnilah pikiranku, kamu
penting. yang aku rasakan. salah. Perasaanmu
[image:37.595.29.458.107.461.2]Tujuan Menghindari konflik Komunikasi dan Mendapatkan apa
sikap saling yang diinginkan
menghormati meskipun harus
mengorbankan
orang lain
Suara Suara lemah dan Tegas, hangat, Suara keras dan
ragu-ragu nada dengan sombong, tempo
modulasi baik, staccato, infleksi
tempo rata menuntut atau
sarkastis
Mata Dialihkan, tunduk, Langsung, terbuka Tajam menembus,
melihatke dan jujur dingin, menatap
kejauhan kebawah
Tubuh Postur meringkuk, Santai, postur Kaku, tegang,
tidak tegak, seimbang, tangan postur bersandar,
meremas-remas kendor disamping tangan berkacak
jari, gelisah, kepala tubuh, gerak-gerik pinggang, telunjuk
sering menunduk santai menuding, tangan
terkepal, tinju
sering
menghantam
Hasil Hormat diri Hormat diri Hormat diri tidak
direndahkan. terpelihara dan kokoh. Harus
Menimbulkan terbina dengan memegang kendali
kemarahan atau baik. Tujuan yang dengan segala
rasa kasihan dari diinginkan tercapai. pengorbanan.
orang Menangani Hubungan sering
lain.kebutuhan masalah-masalah rusak dan
tidak terpenuhi. nyata. menciptakan
Sering Kepercayaan diri permusuhan dalam
tersinggung, meningkat. diri orang lain.
cemas dan Membina Mencapai tujuan
berharap ada hubungan yang lewat jalan pintas
orang yang dapat lebih efektif dengan
diinginkannya atau orang lain
dimaksudkan olehnya. Tidak ada
kemajuan dalam
masalah-masalah
nyata.
2.2.
lnteraksi dalam keluarga
2.2.1. Pengertian dan Syarat terjadinya lnteraksi
Menurut Bimo Walgito (1998: 57) interaksi adalah hubunnan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu
yang lain dan sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Menurut Chaplin (1999: 254) interaksi adalah satu pertalian sosial
antar individu sedemikian rupa, sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lain.
Menurut Soerjono Soekanto (1999) interaksi merupakan hubungan-hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorang atau antar kelompok. Gerungan (2004) interaksi merupakan suatu hubungan antara dua individui atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya.
Jadi interaksi adalah hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar
individu yang satu dengan yang lain (mutual influences).
2.2.2.
Syarat terjadinya lnteraksiMenurut Soerjono Soekanto (1999: 71) suatu interaksi ticlak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kontak sosial
dan komunikasi. o Kontak sosial
Kontak sosial merupakan aksi individu atau kelompok dalam bentuk syarat yang memiliki makna bagi si pelaku dan si penerima, dan si penerima membalas aksi tersebut dengan reaksi
o Komunikasi
Komunikasi adalah tindakan seseorang menyampaikan sinyal (pesan) kepada orang lain, dan orang lain itu memberikan tafsiran atas sinyal (pesan) tersebut dan mewujudkannya dalam perilaku.
2.2.3.
Pengertian, fungsi dan peran keluargaMenurut Rehani (2003) keluarga ditinjau dari perspektif psikologi adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama dan bertempat tinggal sama yang masing-masing anggotanya merasakan adanya pertautan batin, sehingga saling mempengaruhi dan saling memperhatikan.
Menurut Gunarsa dan Nyonya Gunarsa (1995) keluarga adalah tempat yang
penting dimana anak memperoleh keterampilan dalam membentuk
kemampuannya agar kelak menjadi orang yang berhasil didalam masyarakat, keluarga sangat penting bagi pembentukan kepribadian seseorang, karena suasana keluarga mempengaruhi perkembangan emosi, respon reaktif anak, remaja dan orang dewasa. Hal senada pun dikemukakan oleh Syamsu Yusuf
(2004: 37), beliau berpendapat keluarga merupakan lembaga (intitusi) yang memiliki peranan penting dalam upaya mengembangkan kepribadian anak.
Menurut Merril (dalam Vembrianto, 1997: 407) menyatakan
"In functional terms, the family may be viewed as an enduring relationship of parents and children that performs such function as the protection, rearing, and sosialization of children and providing of intimate responses between is
members"'.
Berdasarkan definisi diatas, secara fungsional keluarga merupakan
pengembangan hubungan antara orang tua dengan anak, yang ditunjukkan dengan adanya fungsi perlindungan, pengasuhan, dan pensosialisasian
Mengingat pentingnya peranan keluarga dalam pembentukan kepribadian
anak, maka perlu pula dikembangkan konsep mengenai keluarga bahagia. Keluarga bahagia menurut Singgih Gunarsa (1995: 209) adalah keluarga
bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia, yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan
dan keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Menurut Syamsu Yusuf (2004: 38) keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya
(terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah
memberikan rasa memiliki, rasa aman, rasa kasih ウ。ケ。ョQセN@ dan
mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebata;; perasaan, akan tetapi juga
menyangkut pemeliharaan rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman,
respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya.
Lebih lengkapnya, Syamsu Yusuf (2004: 38-42) lebih memperinci fungsi
keluarga dalam dua sudut pandang yaitu secara psikoso:siologis dan sosiopsikologis.
1. Pemberi rasa aman
2. Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis 3. Sumber kasih sayang dan penerimaan
4. Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik
5. Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap baik
6. Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan diri dalam kehidupan
7. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang diperlukan untuk penyesuaian
8. Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi baik disekolah maupun dimasyarakat
9. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi
10. Keluarga merupakan sumber persahabatan anak sampai cukup umur untuk mendapatkan teman diluar rumah atau bila teman diluar rumah tidak memungkinkan
a Secara sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Fungsi biologis
2. Fungsi Pendidikan (Edukatif)
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertarna dan utama bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut
penanaman, pembimbingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.
3. Fungsi Sosialisasi
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam
masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat/gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen.
4. Fungsi Perlindungan
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarga dari gangguan, ancaman, atau kondisi yang menimbulkan
ketidaknyamanan para anggotanya.
5. Fungsi Rekreatif
6. Fungsi Agama
Keluarga berfungsi sebagai tempat penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar.
Para anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhaclap kemajuan atau kesejahteraan masyarakat.
Jadi, keluarga merupakan kelompok pertama yang menjadi acuan seorang
individu dalam mempelajari nilai dan norma dalam bersikap terhadap orang, benda, dan kehidupan secara umum.
2.2.4. Keluarga yang ideal
Menurut Syamsu Yusuf (2004: 43) keluarga yang ideal ditandai oleh karakteristik:
1. Saling memperhatikan dan mencintai 2. Bersikap terbuka dan jujur
3. Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya, dan menghargai pendapatnya
4. Ada "sharing" masalah atau pendapat diantara anggota keluarga 5. Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya
7. Orang tua melindungi (mengayomi) anak
8. Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik 9. Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak clan mewariskan
nilai-nilai budaya
10. Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
Dalam nada yang sama, Alexander A. Schneiders (dalarn Yusuf, 2004: 45) mengemukakan bahwa keluarga yang ideal ditandai dengan ciri-ciri, sebagai berikut:
1. Minimnya perselisihan antara orang tua atau anak 2. Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan 3. Penuh kasih sayang
4. Penerapan disiplin yang tidak keras
5. Ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berpikir, merasa dan berperilaku
6. Saling menghormati dan menghargai (mutual respect) diantara orang tua dengan anak
7. Ada konferensi (musyawarah) keluarga dalam mernecahkan rnasalah 8. Menjalin kebersarnaan (kerjasama antar orang tua dengan anak) 9. Orang tua rnerniliki emosi yang stabil
10. Berkecukupan dalam bidang ekonomi dan mengarnalkan nilai-nilai moral dan agama
2.2.5.
lnteraksi dalam keluargadominan tehadap perkembangan kepribadian seorang individu. Keluarga
merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai mahkluk sosial daam hubungan interaksi dengan kelompoknya.
Keberhasilan seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar tidak terlepas dari interaksi yang diperolehnya dalam keluarga. Gerungan (2004: 195) menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman
berinteraksi individu dalam keluarga akan akan turut menentukan dan mempengaruhi pola tingkah laku inbividu terhadap orang lain dalam pergaulan sosial diluar keluarganya.
lnteraksi dalam keluarga juga merupakan faktor penentu dalam
keberfungsian keluarga dalam menciptakan iklim keluarga yang sehat. Hal ini didukung oleh Gerungan (2004) yang menyatakan jika interaksi dalam
keluarga berlangsung baik, maka iklim keluarga akan baik pula. Dan sebaliknya jika interaksi dalam keluarga kurang baik maka keluarga hanya akan menjadi tempat tinggal tanpa memiliki makna bagi perkembangan diri para anggotanya.
dengan anak sedemikian rupa sehingga individu yang bE!rsangkutan saling mempengaruhi satu sama lain.
lnteraksi dalam keluarga menurut Mussen (1988) hanya akan terjadi apabila terdapat:
1. Keeratan hubungan antar anggota keluarga
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Mussen dkk (1988) mengatakan bahwa banyak para psikolog yang memberi nasehat kepada orang tua untuk membentuk hubungan yang erat dengan anak-anak mereka, terutama pada awal-awal tahun µertama, hal ini diperlukan untuk
menentukan perilaku apa saja yang diinginkan oleh orang tua untuk ditiru, menggunakan tegur sapa yang lembut namun konsisten, dan memberikan alasan jika mereka melanggar suatu tindakan yang tidak diinginkan.
Keeratan dalam keluarga menurut Mussen ditandai oleh adanya penerimaan dan kasih sayang dari orang tua.
Menurut David 0. Sears dkk (1985) suatu hubungan dapat disebut
Namun sebelum terbina keeratan, biasanya individu yang bersangkutan menjalin keakraban terlebih dahulu. Menurut Calhoun (1990) keakraban dapat didefinisikan sebagai rasa kasih sayang yang kuat dan bercirikan adanya kepercayaan dan kekeluargaan antara dua orang atau lebih. Dalam mengembangkan keakraban diperlukan (1) Mencari keakraban (2) Adanya penyediaan waktu luang (3) Pengungkapan diri
Berdasarkan definisi diatas, keeratan hubungan antar anggota keluarga di indikatorkan oleh:
1. Adanya perhatian dan kasih sayang antar anggota keluarga 2. Minimnya perselisihan antar anggota keluarga
3. Adanya sikap saling mempercayai antar anggota keluarga 4. Adanya kemauan untuk berbagi antar anggota l<eluarga 5. Penyediaan waktu luang untuk berkumpul dengan keluarga
2. Komunikasi antar anggota keluarga
Menurut Soerjono Soekanto (1999) seperti yang dikemukakan diawal, bahwa syarat utama terjadinya interaksi salah satunya adalah komunikasi. Menurut Canggara (1998) komunikasi yang sehat dan baik dalam
tapi juga adanya sikap saling mendengarkan, mengekspresikan perasaan dan memecahkan masalah bersama-sama.
Pengaruh yang cukup besar dalam interaksi keluarga adalah komunikasi. Jalaluddin Rahmat (1992: 16) menyatakan bahwa untuk mencapai
hubungan yang harmonis perlu adanya usaha dalam komunikasi yang intensif, dimana masing-masing pihak (orang tua dan anak) perlu menunjukkan penyampaian pendapat, pesan informasi dan
pengungkapan perasaan yang dialami dengan cara berdiskusi, yang didukung dengan rasa saling percaya, menganggap status yang sama dan keterbukaan yang memberi suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan definisi diatas, komunikasi yang lancar antar anggota adalah pola komunikasi yang lebih memberikan keluwesan atas aturan-aturan yang berlaku, anak dapat mengemukakan pikiran, ide, pendapat dan saran kepada orang tuanya.
Komunikasi antar anggota keluarga ditandai oleh:
1. Adanya sikap saling mendengarkan antar anggoata keluarga 2. Adanya kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan
pengungkapan perasaan antar anggota keluarga
3. Pola asuh keluarga
Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (dalam
www.waspada.com.id). Pola asuh yang paling kondusif bagi
perkembangan kepribadian individu secara memadai adalah pola asuh yang demokratis (Hurlock, 1997).
38
Pola asuh demokratis dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang, terutama perilaku asertif, karena anak terbiasa mengemukakan
pendapatnya, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mandiri, sehingga pada usia remaja memungkinkan remaja menjadi individu yang terbuka maupun menghargai hak orang lain, peka terhadap lingkungan, bijaksana dalam bertindak, periang, mudah menyesuaikan diri dan penuh
persahabatan.
Lebih lanjut, Ustadz Budi Darmawan (2004) menyatakan bahwa landasan pola asuh Rasulullah SAW adalah pola asuh dialogis (dialogis adalah nama lain dari pola asuh demokratis). Adapun fase-fase pola asuh yang diterapkan oleh Rasulullah SAW adalah:
Usia Pola asuh ru·uan ola asuh
0-7 tahun Dia lo Man· a-terarah
7-14 tahun Dia lo
14-21 tahun Dia lo Mandiri-bertan
Jadi dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang demokratis di indikatorkan oleh:
1. Kontrol orang tua terhadap anak tidak kaku 2. Anak diakui sebagai seorang individu
2.3. Remaja
2.3.1. Pengertian Remaja
Menurut Hurlock (1994: 206) lstilah Adolescence berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh dewasa. Sedangkan menurut Chaplin (1999: 12)
adolescence merupakan periode antara pubertas dan kedewasaan. Menurut Atkinson (1996: 140) masa remaja merupakan masa transisi anak menuju kestatus orang dewasa. Jadi masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
2.3.2. Karakteristik Perkembangan Remaja
1. Pertumbuhan Fisik
Menurut Setiono (2002) pada saat seorang anak memasuki masa pubertas hormon seseorang menjadi aktif dan mengakibatkan perubahan dalam bentuk fisik yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra
2. Perkembangan cara berpikir
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (dalam Setiono, 2002) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
40
masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu
mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
3.
Perkembangan SosialMenurut Syamsu Yusuf (2004: 198) menyatakan bahwa pada masa remaja berkembang pula "sosial cognition" yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yan9 unik, baik
menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan lingkungan sekitar (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran).
4. Perkembangan ldentitas
Menurut Yusuf (2004: 201-204) fase remaja merupakan saat berkembangnya identity Oati diri). Perkembangan identity ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
dan perlakuan orang tua terhadap anak. Apabila hubungan antara anggota keluarga hangat, harmonis, sikap serta perlakuan orang tua terhadap anak positif atau penuh kasih sayang, maka remaja akan
mampu mengembangkan identitasnya secara realistik dan stabil (sehat) dan sebaliknya, yaitu hubungan keluarga penuh konflik, tegang dan perselisihan, sikap orang tua yang keras, kurang memberikan kasih sayang, maka remaja akan mengalami kegagalan dalam mencapai indentitasnya secara matang, dia akan mengalami kebingungan, konflik atau frustasi.
2. Tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya tokoh idola remaja berasal dari kalangan selebritis seperti para penyanyi, bintang film, dan olahragawan. Meskipun persentasenya sedikit, ada juga tokoh remaja itu berasal dari para tokoh masyarakat, pejuang atau pahlawan.
3. Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan utnuk melihat kedepan dan menguji dirinya dalam adegan kehidupan yang beragam. Dalam hal ini, eksperimentasi atau pengalaman dalam menyampaikan gagasan penampilan peran-peran dan bergaul dengan orang lain.
5.
Perkembangan Moralmenyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak Jagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan
mempertimbangan Jebih banyak alternatif Jainnya.
Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan
ditanamkan kepadanya. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak
diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu.
6. Keadaan Emosi
kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis, ウ。ャゥョセj@ mempercayai, saling menghargai dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya. Sebaliknya, apabila kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya dan pengakuan dari teman sebayanya, maka mereka akan merasa tertekan dan mengalami ketidak nyamanan emosional.
2.3.2. Tugas Perkembangan remaja
Menurut Havighurst (dalam Gander, 1981: 373) remaja memiliki tugas-tugas perkembangan sebagai berikut:
1. Menerirna adanya perbedaan antara jenis kelamin
2. Menerima dan memanfaatkan perubahan pada tubuhnya secara efektif 3. Membangun hubungan yang lebih matang dengan ternan sebaya dari
jenis kelamin yang mana pun
4. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi pada orang tua dan orang dewasa lainnya
5. Menempuh jalur pendidikan sebagai bekal kehidupan sekarang dan dimasa depan
6. Mempersiapkan diri untuk menempuh perkawinan dan kehidupan berkeluarga
7. Mengembangkan ideologi dan memiliki sistem nilai dan etika sebagai panduan tingkah laku
2.3.3.
Kebutuhan-kebutuhan remajaMenurut Zakiah Daradjat (1995: 17) remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan antara lain:
a. Kebutuhan akan kebebasan
Kebutuhan emosional dan materi merupakan kebutuhan remaja.
Kematangan fisik mendorong remaja untuk berusaha mandiri dan bebas dalam mengambil keputusan untuk dirinya, sehingga ia dapat mencapai kematangan emosional yang terlepas dari emosi orang tua dan
keluarganya. Banyak orang tua membatasi sikap, perilaku dan tindakan-tindakan remaja sehingga remaja merasa tidak dipercayai oleh orang tuanya.
b. Kebutuhan akan agama dan nilai-nilai
c. Kebutuhan akan penerimaan sosial
Diterima oleh keluarga merupakan faktor penting untuk mencapai rasa diterima oleh masyarakat Penerimaan sosial menjarnin rasa aman bagi remaja karena merasa ada dukungan dan perhatian. Penerimaan sosial merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai penyesuaian
sosial.Teman sebaya adalah lingkungan sosial terdekat remaja disamping keluarga. Menurut Sarwono (2005) remaja madya yang memiliki
rentangan umur 14 sampai dengan 18 tahun, sangat membutuhkan teman-teman. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan sedangkan kelompoknya dinomor satukan. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang dan diterima oleh teman sebayanya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan mereka. Dengan meningkatnya kedekatan dan arti pentingnya persahabatan dengan teman sebaya memberikan tantangan kepada remaja untuk menguasai kemampuan sosial yang lebih baik
2.3.5. Kelompok teman sebaya
Bagi remaja, hubungan dengan teman sebaya meluas dan menduduki peran utama pada kehidupan mereka. Teman sebaya secara tipikal, mengantikan peran keluarga sebagai hal utama untuk sosialisasi dan aktivitas waktu luang.
penelitian, anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya 10% dari 1 hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40% pada usia antara 7 dan 11 tahun. Dengan demikian hubungan teman sebaya
merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupan seorang anak terlebih pada remaja.
Remaja memiliki hubungan teman sebaya yang bervariasi dan membuat norma dan sistem nilai yang berbeda. Faktor resiko teman sebaya dapat digambarkan sebagai berikut: berhubungan dengan teman sebaya yang menggunakan obat-obatan memiliki kecenderungan yang besar juga menggunakan obat-obatan. Tekanan negatif dari teman sebaya dapat menjadio resiko tersendiri. Contoh: anak yang sebenarnya berasal dari keluarga yang baik-baik, mendapat nilai yang baik pula disekolah dan tinggal dilingkungan yang baik pula, namun akhirnya terperangkap mengkonsumsi narkoba karena pengaruh temannya (dalam www.sekolahindonesia.com)
Disamping hal diatas, kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang positif bagi perkembangan
kepribadiannya. Menurut Yusuf (2004: 59-61) Peter dan Anna Freud
mengemukakan bahwa kelompok teman telah memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki bencana kerusakan psikologis selama masa anak dan dapat mengembangkan hubungan yang lebih baik antar satu sama
lainnya.aspek kepribadian remaja yang berkembang secara menonjol dalam pengalamannya bergaul dengan teman sebaya, adalah:
1. Social Cognition yaitu kemampuan untuk memikirkan tentang pikiran,
memahami orang lain, memungkinkan remaja untuk lebih mampu menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan teman sebayanya. Mereka lebih mampu melihat bahwa orang itu sebagai individu yang unik, dengan perasaan, nilai-nilai, minat, dan sifat-sifat kepribadian yang
beragam. Kemampuan ini berpengaruh kuat terhadap minatnya untuk bergaul atau membentuk persahabatan dengan teman sebayanya.
2. Conformitas yaitu motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan
nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya.
Selain itu, peranan kelompok teman sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan untuk belajar tentang, diantaranya:
1. Bagaimana berinteraksi dengan orang lain 2. Mengontrol tingkah laku sosial
3. Mengembangkan keterampilan dan minat yang relevan dengan usianya 4. Saling bertukar perasaan dan masalah.
2.3.6. Lingkungan sekolah
Menurut Muhibbin Syah (2003) sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual,
emosional maupun sosial.
2.4.
Kerangka Berpikir
Keluarga adalah lernbaga pertarna dan utarna dalarn rnelaksanakan proses sosialisasi pribadi anak. Ditengah keluarga anak belajar rnengenal rnakna cinta kasih, sirnpati, loyalitas, ideologi, birnbingan dan pendidikan. Keluarga rnernberikan pengaruh rnenentukan pada pernbentukan watak dan
kepribadian anak.
lnteraksi dalarn keluarga rnerupakan salah satu faktor penting yang paling berperan dalarn rnenurnbuhkan perilaku sosial pada rernaja. Keluarga
rnerupakan kelornpok pertarna yang rnenjadi kerangka acuan seorang rernaja dalarn rnernpelajari nilai dan r.orrna agar kelak rnarnpu rnernberikan penilaian terhadap lingkungan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikernukakan oleh Gerungan (2004: 195) yang rnenyatakan bahwa
pengalarnan-pengalarnan berinteraksi sosial dalarn keluarga turut rnenentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain dalarn pergaulan sosialnya diluar lingkungan keluarga.
Kualitas rurnah tangga atau kehidupan keluarga jelas rnemainkan peranan paling besar dalarn rnernbentuk kepribadian rernaja. Hubungan baik yang tercipta antara orang tua dan anak akan rnenimbulkan perasaan arnan dan bahagia dalam diri anak. Sebaliknya hubungan yang buruk akan
berbagai bentuk tingkah laku seperti menarik diri dari lingkungan, bersedih hati, pemurung dan sebagainya (Hurlock, 1997).
Selanjut Kartini Kartono (1998: 60) mengatakan bahwa anak-anak yang kurang memperoleh perhatian dan kasih sayang orang tua (kurang
memperoleh interaksi sosial dengan orang tuanya) akan merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berpijak dan berlindung. Dikemudian hari mereka akan mengembangkan sikap dendam dan bermusuhan terhadap dunia luar. Tegasnya, anak-anak yang merasa tidak bahagia dipenuhi banyak konflik batin serta mengalami frustasi terus menerus akan menjadi sangat agersif. Sentimen hebat itu akan menghambat perkembangan relasi manusiawi anak. Muncullah kemudian disharmoni sosial dan lenyapnya kontrol diri.
Hubungan sosialisasi anak selanjutnya dilakukan antara anak dengan saudara kandung. Hubungan dengan saudara kandung merupakan faktor yang sangat mendukung dalam perkembangan sosial seorang anak, melalui hubungan ini anak belajar menilai perilakunya sendiri (melalui penilaian yang dilakukan kakak atau adik). Sebagaimana orang lain menilai dan memandang dirinya seperti orang lain memandangnya. Baik kakak maupun adik
memberikan perasaan aman dan mengajarkan kepada anak bagaimana caranya memperlihatkan kasih sayang pada orang lain dan toleransi tingkah laku (Hurlock, 1997)
mengalami keterlambatan dalam proses perkembangan sosialnya terhadap orang lain, dan ketika anak harus bergaul dengan lingkungan teman sebaya anak menjadi tidak siap. Ketidak siapan ini mendatangkan kebinggungan dan kemarahan tersendiri dalam diri anak. Kebinggungan dan kemarahan akan mendatangkan konflik internal dalam diri anak yang pada usia remaja akan menimbulkan rasa frustasi, yang akhirnya dapat memicu remaja untuk bertingkah laku menyimpang (Hurlock, 1997)
Sejalan dengan itu Havighurst (dalam Lambre,1994) menyatakan bahwa perilaku yang diperlihatkan anak atau remaja mencerminkan kehidupan keluarganya.
Bila interaksi dalam keluarga terus menerus dipenuhi konfik, maka akan menimbulkan serentetan kesulitan bagi anggota keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonisasi dalam keluarga, anak akan menj