• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pembingkaian Media Pada Program Bingkai Sumatera Episode Ranah Minang Negeri Perempuan di Daai TV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pembingkaian Media Pada Program Bingkai Sumatera Episode Ranah Minang Negeri Perempuan di Daai TV"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMBINGKAIAN MEDIA PADA PROGRAM

BINGKAI SUMATERA EPISODE RANAH MINANG NEGERI

PEREMPUAN DI DAAI TV

T E S I S

Oleh :

CONNI ERVINA FRANSISKA 117045012

M A G I S T E R I L M U K O M U N I K A S I FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS PEMBINGKAIAN MEDIA PADA PROGRAM

BINGKAI SUMATERA EPISODE RANAH MINANG NEGERI

PEREMPUAN DI DAAI TV

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu

Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

CONNI ERVINA FRANSISKA 117045012

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ANALISIS PEMBINGKAIAN MEDIA PADA PROGRAM

BINGKAI SUMATERA EPISODE RANAH MINANG NEGERI

PEREMPUAN DI DAAI TV

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan menganalisis pembingkaian media pada Program Bingkai Sumatera serta untuk mengetahui keberadaan analisis framing membentuk Budaya Massa pada episode Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV.

Dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan penelitian, dilakukan berbagai metode penelaahan terhadap berbagai literatur yang ada, hasil jawaban key informan serta dilengkapi dengan informasi penting dari hasil wawancara mendalam sesuai relevansinya terhadap tujuan penelitian dan karakter Program Bingkai Sumatera episode Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV. Selanjutnya data dan informasi yang terkumpul dianalisis secara kualitatif sehingga menghasilkan kesimpulan penelitian yang komprehensif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya penentuan framing budaya massa dalam program bingkai sumatera di DAAi TV sudah dilaksanakan dengan baik. Hasil ini menguatkan bahwa Program Bingkai Sumatera juga memberikan gambaran sesuai dengan keinginan khalayak khususnya tentang nuansa Kultur di wilayah Sumatera dengan penyajian berdasarkan penerapan yang dimaksudkan dalam teori tentang framing.

(4)

FRAMING ANALYSIS OF MASS MEDIA IN THE PROGRAM OF

BINGKAI SUMATRA EPISODE RANAH MINANG NEGERI

PEREMPUAN IN DAAI TV

ABSTRACT

This study aimed to determine and analyze media framing on Bingkai Sumatra program episode Ranah Minang Negeri Perempuan in DAAI TV Frames and framing analysis to determine the existence of mass culture in the program DAAI TV.

In seeking an answer to the problems of research, carried out a review of the various methods of the existing literature, the results answer key informants and equipped with essential information on the results of in-depth interviews fit their relevance to the research purpose and character of Sumatra in DAAI Frame Program TV. Furthermore, the data and information collected qualitatively analyzed to produce a comprehensive research conclusions.

The study concluded behold framing determination of mass culture in the Bingkai Sumatra frame program in DAAI TV already implemented. These results confirm that the program also provides an overview Bingkai Sumatra in accordance with the wishes of the public, especially about the nuances of culture in Sumatra with a presentation based on the intended application of the theory of framing.

(5)

Judul Tesis : ANALISIS PEMBINGKAIAN PADA PROGRAM BINGKAI SUMATERA EPISODE RANAH MINANG NEGERI PEREMPUAN

Nama Mahasiswa : Conni Ervina Fransiska Nomor Pokok : 117045012

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

(Drs.Syafruddin, M.Si, Ph.D) (Drs.Safrin, M.Si) NIP. 195812051989031002 NIP. 196110011987011001

Ketua Program Studi Dekan,

(Dra, Lusiana Andriani Lubis, MA,Ph.D) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196704051990032002 NIP. 196007281987032002

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 November 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D Anggota : 1. Drs. Syafruddin, M.Si, Ph.D

2. Drs. Safrin, M.Si

(7)

PERNYATAAN

JUDUL TESIS

ANALISIS PEMBINGKAIAN MEDIA PADA PROGRAM BINGKAI SUMATERA EPISODE RANAH MINANG NEGERI PEREMPUAN DI

DAAI TV

Dengan ini penulis menyatakan bahwa:

1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri. 2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar

akademik (sarjana, magister, dan/atau doctor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihakmlain, kecuali arahan Komisi pembimbing dan masukan Tim Penguji

4. Dalam karaya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis oini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai denga peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 13 November 2014

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesabaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun judul penelitian ini adalah

“Analisis Pembingkaian Media Pada Program Bingkai Sumatera Episode Ranah

Minang Negeri Perempuan di Daai TV “. Laporan penelitian ini selesai atas bantuan banyak pihak sehingga kesulitan yang peneliti alami dapat teratasi sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Untuk itu izinkan peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang yang telah mencurahkan perhatiannya. Rasa terima kasih yang tulus peneliti ucapkan untuk Bapak Luddin Manullang atas kasih sayang dan do’a yang tiada henti diberikan kepada peneliti dan almarhumah Ibu Lenti Tampubolon. Kepada Abang, Kakak, Adik dan keluarga terima kasih peneliti ucapkan untuk support finansial yang diberikan selama peneliti mengikuti kuliah magister ini. Tidak lupa kepada Bang Andi dari Daii TV peneliti yang telah membantu dalam mengumpulkan data penelitian.

Terima kasih juga peneliti sampaikan kepada pihak yang turut membantu baik selama proses kuliah maupun dalam menyelesaikan Tesis ini, yaitu:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Drs. Syafruddin Pohan, MSi,PhD Pembimbing I dan Drs. Safrin Lubis MSi sebagai Pembingbing II Terima kasih atas bimbingan yang diberikan.

5. Drs. Hendra Harahap, M.Si sebagai Pembanding I , Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm sebagai Pembanding II. Terima kasih atas masukan yang diberikan. 6. Staf Administrasi Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU Sri Handayani,

S.Sos dan Nurhanifah Nasution, S.Sos.

7. Saurma MGP Siahaan, M.IKom, Dameria Hutabarat, Christian Sipayung M.IKom, Terima kasih untuk waktu, diskusi, informasi dan segala bantuan yang diberikan.

8. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya Magister Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu yang diberikan.

9. Angkatan I Magister Ilmu Komunikasi Terima kasih untuk kebersamaan yang menyenangkan. Teman-teman Angkatan 2, Angkatan 3 dan Angkatan 4. Terima kasih untuk waktu yang diluangkan sebagai peserta seminar hasil penelitian.

10. Teman Teman di Kantor PT. Raya Padang Langkat yang selalu memberi perhatian kepada penulis untuk menyelasaikan tesis ini dengan sempurna 11. Bonar Agustaf Pardomuan Matondang. Terima kasih untuk kebersamaan

yang penuh warna yang terus memberikan semangat dan mendorong saya untuk menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata peneliti berharap agar laporan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan referensi kajian sejenis.

Medan, 13 November 2014

(10)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS iv

PERNYATAAN v

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 2.1. Paradigma Penelitian 8 2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu 22

2.3 Uraian Teoritis 23

2.3.1 Komunikasi Massa 23 2.3.2 Budaya Massa 27 2.4 Televisi sebagai Media Komunikasi Massa 32 2.4.1 Sejarah dan Pengertian Televisi 32

(11)

BAB IV TEMUAN PENELITIAN 69

4.1. Profil DAAI TV 69

4.2 Program Acara Bingkai Sumatera 71 4.3 Gambaran Episode Ranah Minang Negeri Perempuan 73

BAB V PEMBAHASAN 82

5.1 Analisis Framing pada Program Bingkai Sumatera 82 5.2 Analisis Framing Model William A Gamson pada Frame

Merantau sebagai Warisan Budaya Minangkabau 83 5.3 Analisi Framing Model William A Gamson pada Frame

Peran dan Eksistensi Wanita dalam Kebudayaan Minang Kabau 87

5.3.1 Elemen Inti 91

5.3.2 Perangkat Pembingkaian 94 5.3.3 Perangkat Penalaran 95

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 99

6.1. Simpulan 99

5.2. Saran 101

(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.6 Pendekatan Konstruksionis ……….. 40

2. Tabel 2.6 Katagori Konstruksionis ………. 42

3. Tabel 2.6 Defenisi framing ………. ………. 43

4. Tabel 2.6 Tabel Perangkat Framing Gamson & Modligiani…………. 58

5. Tabel 3.4 Konstruksi Berita……… 64

6. Tabel 5.2 Rangkuman Liputan ……… 84

7. Tabel 5.2 Visual Images I …. ……… 86

8. Tabel 5.3 Rangkuman Liputan ……… 87

9. Tabel 5.2 Visual Images II …. ……… 89

DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2.5 Kerangka Berpikir ……….……….… 39

2. Gambar 4.1 Profil DAAI TV………72

(13)

ANALISIS PEMBINGKAIAN MEDIA PADA PROGRAM

BINGKAI SUMATERA EPISODE RANAH MINANG NEGERI

PEREMPUAN DI DAAI TV

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan menganalisis pembingkaian media pada Program Bingkai Sumatera serta untuk mengetahui keberadaan analisis framing membentuk Budaya Massa pada episode Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV.

Dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan penelitian, dilakukan berbagai metode penelaahan terhadap berbagai literatur yang ada, hasil jawaban key informan serta dilengkapi dengan informasi penting dari hasil wawancara mendalam sesuai relevansinya terhadap tujuan penelitian dan karakter Program Bingkai Sumatera episode Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV. Selanjutnya data dan informasi yang terkumpul dianalisis secara kualitatif sehingga menghasilkan kesimpulan penelitian yang komprehensif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya penentuan framing budaya massa dalam program bingkai sumatera di DAAi TV sudah dilaksanakan dengan baik. Hasil ini menguatkan bahwa Program Bingkai Sumatera juga memberikan gambaran sesuai dengan keinginan khalayak khususnya tentang nuansa Kultur di wilayah Sumatera dengan penyajian berdasarkan penerapan yang dimaksudkan dalam teori tentang framing.

(14)

FRAMING ANALYSIS OF MASS MEDIA IN THE PROGRAM OF

BINGKAI SUMATRA EPISODE RANAH MINANG NEGERI

PEREMPUAN IN DAAI TV

ABSTRACT

This study aimed to determine and analyze media framing on Bingkai Sumatra program episode Ranah Minang Negeri Perempuan in DAAI TV Frames and framing analysis to determine the existence of mass culture in the program DAAI TV.

In seeking an answer to the problems of research, carried out a review of the various methods of the existing literature, the results answer key informants and equipped with essential information on the results of in-depth interviews fit their relevance to the research purpose and character of Sumatra in DAAI Frame Program TV. Furthermore, the data and information collected qualitatively analyzed to produce a comprehensive research conclusions.

The study concluded behold framing determination of mass culture in the Bingkai Sumatra frame program in DAAI TV already implemented. These results confirm that the program also provides an overview Bingkai Sumatra in accordance with the wishes of the public, especially about the nuances of culture in Sumatra with a presentation based on the intended application of the theory of framing.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu TV Lokal yang konsisten dalam mengangkat isu/konten daerah adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sendiri merupakan kantor cabang dari Yayasan Buddha Tzu Chi Internasional yang berpusat di Hualien, Taiwan. Stasiun ini mulai mengudara di Indonesia secara terestrial di Jakarta dan Medan sejak 2006. DAAI TV memfokuskan diri dalam bidang kemanusiaan yang menitikberatkan pada penyebaran cinta kasih lintas agama, suku, bangsa dan negara.

Tayangan DAAI TV yang membahas tentang budaya humanis adalah program Bingkai Sumatera. Program ini merupakan sebuah program news magazine yang membahas mengenai budaya, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan hidup. Beberapa tema yang pernah diangkat dalam Bingkai Sumatera

(16)

Program ini melibatkan reporter yang menjadi presenter, kameramen yang merangkap sebagai editor gambar, produser, asisten produsen dan editor online

yang bertugas mengedit keseluruhan gambar, tulisan dan audio hingga jadi sebuah tayangan utuh. Semua posisi memang bersinergi untuk menghasilkan sebuah program yang layak tayang. Dengan terselenggarnya program Bingkai Sumatera

ini, kembali menunjukan apresiasi Budaya Massa melalui tayangan-tayangan yang ada. Budaya massa dipandang sebagai budaya yang berbasis komoditas sebagai sesuatu yang tidak autentik, manipulatif, dan tidak memuaskan.

Konten yang diangkat dalam Bingkai Sumatera yang memang mengangkat

human interest sangat dekat cakupannya dengan budaya massa. Kaum konstruksionis jelas beranggapan bahwa semua yang disampaikan oleh media massa jelas sudah dikonstruksi sedemikian rupa sesuai dengan ideologi dan kepentingan media. Hal ini juga berlaku dalam tayangan Bingkai Sumatera. Apakah DAAI TV, dengan latar belakangnya yang menolak mainstream, sengaja menciptakan tayangan yang berkaitan dengan budaya untuk mengkonstruksi budaya massa yang selama ini jarang diangkat di televisi.

(17)

Dengan begitu, media massa telah melakukan konstruksi atas realitas.Media memegang peranan penting dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Lebih dari itu, penyampaian sebuah pesan melalui tayangan ternyata menyimpan subjektivitas media . Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Tayangan akan dipandang sebagai barang yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap tayangan program acara menyimpan ideologis/latar belakang skenario. Seorang sutradara pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi tayangan sehingga akan diketahui latar belakang seorang sutradara dalam pembuatan tayangan . Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap audiens itu sendiri. Audiens akan lebih memahami mengapakah seorang sutradara mengemas sebuah tayangan sehingga seminimal mungkin menghindari terjadinya respon yang reaksional. Audiens tidak akan fanatik terhadap salah satu institusi media dengan alasan ideologi. Artinya, masyarakat akan lebih dewasa terhadap pers/media.

Dalam hal ini ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa berita, yaitu analisis isi (content analysis), analisis bingkai (frame analysis), analasis wacana (disccourse analysis), dan analisis semiotik (semiotic analysis). Semuanya memiliki tujuan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan target pelaku analisis.

(18)

sungguhan, membatasi sebuah peristiwa. Ia memetakannya agar terlihat rapi dan lebih menonjol. Dalam suatu peristiwa terlalu banyak yang menjadi perhatian, sehingga media dengan perangkat bingkainya membatasi peristiwa itu agar khalayak fokus pada hal tertentu saja. Selain itu, durasi atau halaman juga terbatas, sehingga tidak semua sudut suatu peristiwa dapat dimasukkan. Ada dua esensi utama dari framing tersebut. Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan. Digunakannya metode analisis framing dalam penelitian karena framing

merupakan analisis yang dilakukan media untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain). Pembingkaian tersebut merupakan konstruksi yang artinya realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan makna dan cara tertentu. Framing digunakan media untuk menojolkan atau memberikan penekanan aspek tertentu sesuai dengan kepentingan media. Akibatnya hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting dan lebih mengena dalam pikiran khalayak (Kriyantono, 2006 : 252).

(19)

Salah satu episode yang diangkat dalam program Bingkai Sumatera ini adalah

“Ranah Minang negeri Perempuan”.

Dimana tayangan ini merupakan salah satu episode terbaik dalam sejarah penayangan program acara ini. Tayangan ini mengetengahkan fenomena kebudayaan Minang sangat kompleks dan berbeda dari kebudayaan pada umumnya, misalnya system matrilineal yang menganggap bahwa kaum perempuan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan kaum laki-laki. Selain itu, orang Minang hampir ada di setiap penjuru Indonesia karena adanya budaya merantau bagi masyarakat Minangkabau, khususnya bagi kaum lelaki. Juga, banyak kita jumpai orang Minang yang berprofesi sebagai pedagang, terutama dalam usaha rumah makan padang yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri.

Dalam tayangan program bingkai Sumatera episode Ranah Minang Negeri Perempuan ini menampilkan fakta tentang beberapa pemikiran menyangkut realitas dan eksistensi perempuan dalam kehidupan adat budaya masyakat minang. Hal inilah yang dimaksud dengan isu ataupun pemikiran yang terkandung dalam tayangan ini yang dikemas dalam frame atau bingkai issu yang ditonjolkan. Adapun konsep pemikiran pada tayangan ini ini terbagi dalam 2 (dua) isu sentral atau frame yaitu : pertama : Merantau sebagai budaya masyarakat Minangkabau, kedua : Peran dan eksistensi perempuan dalam kehidupan Masyarakat Minangkabau. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Analisis Pembingkaian Budaya Massa Pada Program Bingkai Sumatera Episode “Ranah Minang Negeri Perempuan.

(20)

Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

“Bagaimanakah pembingkaian yang dibuat oleh media pada Program

Bingkai Sumatera Episode “Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV?”

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Pembingkaian media Pada Program Bingkai Sumatera

“Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV”

2. Untuk menganalisis Pembingkaian media Pada Program Bingkai Sumatera

Episode “Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV

1.3. Manfaat Penelitian

Adapun manfat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis,

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan kontribusi ilmu komunkasi secara umum dan secara khusus pada Analisis Framing dalam pembentukan Budaya Massa pada program Bingkai Sumatera di DAAI TV.

2. Manfaat Praktis,

(21)
(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Paradigma Penelitian

Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma positivis atau paradigma transmisi. (Eriyanto, 2011:43)

Paradigma ini melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Yang menjadi titik perhatian bukan bagaimana seseorang mengirim pesan, tetapi bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna.

Disini diandaikan tidak ada pesan dalam arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka berada. Fokus pendekatan ini adalah bagaimana pesan politik dibuat dan diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima. (Eriyanto, 2011: 46)

(23)

Bersama Thomas Luckman, ia banyak mengembangkan aliran ini dengan banyak menulis karya dan tesis mengenai konstruksi sosial atas realita. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal dalam masyarakatnya.

Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan, Berger dalam Eriyanto (2011: 16-17) menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Hal ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia, dengan kata lain manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas sui generis. Hasil dari eksternalisasi–kebudayaan-itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non-materil dalam bentuk bahasa.

(24)

dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus realitas objektif, ada di

luar kesadaran manusia, ada “disana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. ketiga, eksternalisasi. Proses internalisasi merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagi gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran.

Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, namun tidak juga turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya ia dibentuk dan dikonstruksi (Eriyanto, 2011: 18-21) dengan pemahaman seperti ini, realitas berwajah ganda atau plural. Oleh sebab itu realitas yang sama bisa ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh setiap orang. Karena setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau kehidupan sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya masing-masing. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis.

(25)

mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan hal itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bila merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisasi, wartawan dilanda oleh realitas.

Realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut. (Eriyanto, 2011: 17). Demikian halnya ketika seseorang melakukan wawancara. Ketika seseorang mewawancarai narasumber, disana terjadi interaksi antara wartawan dengan narasumber. Realitas yang terbentuk dari wawancara tersebut adalah produk interaksi antara keduanya. Realitas hasil wawancara bukan hasil operan antara apa yang dikatakan oleh narasumber dan ditulis sedemikian rupa kedalam berita. Disana juga ada proses eksternalisasi: pertanyaan yang diajukan dan juga sudut penggambaran yang dibuat oleh pewawancara yang membatasi pandangan narasumber. Proses dialektis diantara keduanya yang menghasilkan wawancara yang kita baca disurat kabar atau kita lihat di televisi.

(26)

tertentu dari wartawan. Disini tidak ada realitas yang bersifat objektif, karena realitas tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas itu berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda. Fakta atau realitas bukan sesuatu yang tinggal ambil, ada, dan menjadi bahan dari berita. Fakta atau realitas pada dasarnya dikonstruksi.

(27)

ada cara melihat yang berbeda. Perbedaan antara realitas yang sesungguhnya dengan berita dianggap tidak salah, tetapi difahami sebagai suatu kewajaran. Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaedah baku jurnalistik. Sumber proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata,gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak.

Berita Bersifat Subjektif/ Konstruksi Atas Realitas. Pandangan konstruksionis mempunyai penilaian yang berbeda dalam menilai objektivitas jurnalistik. Hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang baku. Hal ini karena berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang berbeda pula. Karenanya, ukuran yang baku dan standar tidak bisa dipakai. Jika terdapat perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya maka tidak dianggap sebagai suatu kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan mereka atas realitas.

(28)

menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan abaian dari intrinsik dalam pembentukan berita. Berita bukan hanya produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawannya. Wartawan juga dipandang sebagai aktor atau agen konstruksi. Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, melainkan juga turut mendefenisikan apa yang terjadi dan secara aktif membentuk peristiwa dalam pandangan mereka.

Etika, Pilihan Moral dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang Integral Dalam Produksi Berita. Pendekatan konstruksionis menilai aspek etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, seperti apa yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok atau nilai tertentu- umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu- adalah bagian yang integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Wartawan disini bukan hanya pelapor, karena disadari atau tidak ia menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan sbubjektivitas dalam publik. Karena fungsinya tersebut, wartawan menulis berita bukan hanya sebaggai penjelas, tapi mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.

(29)

Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian. campur tangan penelitian yang dalam banyak hal bisa berupa keberpihakan atau pilihan moral, sedikit-banyak akan mempengaruhi bagaimana realitas itu dimaknai dan dipahami. Objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan yang berbeda di tangan peneliti yang berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilan temuan yang berbeda pula.

Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita. Pandangan konstruksionis menganggap khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif. Ia juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Dalam bahasa Stuart Hall, makna dari suatu teks bukan terdapat dalam pesan/ berita yang dibaca oleh pembaca. Makna selalu potensial mempunyai banyak arti (polisemi). Makna lebih tepat dipahami bukan sebagai suatu transmisi (penyebaran) dari pembuat berita ke pembaca. Ia lebih tepat dipahami sebagai suatu praktik penandaan. Karenanya, setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. Kalau saja ada makna yang dominan atau tunggal, itu bukan berarti makna terdapat dalam teks, tetapi begitulah praktik penandaan yang terjadi. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan.

(30)

realitas yang telah dikonstruksi (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi atau alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya, penggunaan bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Sedangkan jika dicermati secara teliti, seluruh isi media baik media cetak maupun elektronik menggunakan bahasa, baik bahasa verbal seperti kata-kata tertulis atau lisan maupun menggunakan bahasa non-verbal berupa gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka dan tabel.

(31)

yang ada dalam ruang organisasi adalah unsur-unsur dinamik yang mempengaruhi pemberitaan. Terdapat mekanisme pemilihan nilai-nilai berita di dalamnya. Ketiga, pendekatan kulturalis (culturalist approach).

Pendekatan ini merupakan gabungan antara pendekatan ekonomi-politik dengan pendekatan organisasi. Proses pembentukan berita merupakan mekanisme yang rumit, karena melibatkan selain adanya rutinitas media, terdapat pula faktor eksternal media. Media yang memiliki pola aturannya sendiri tidak dapat dilepaskan dari kekuatan-kekuatan ekonomi-politik di luar media. Hanya pengaruh eksternal media terhadap internal media pada pendekatan kulturalis berbeda dengan pengaruh eksternal pada pendekatan-pendekatan ekonomi-politik. Pengaruh eksternal pada pendekatan kulturalis tidaklah secara langsung (pengaruhnya seperti tidak disadari oleh media). Sedangkan pada pendekatan ekonomi-politik, pengaruh eksternalnya langsung dan koersif. Sehingga produk media tersebut kental dengan pengaruh eksternal tadi.

(32)

juga dapat mempengaruhi pemberitaan. Kedua, level rutinitas media (media riutine). Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media tentu memiliki ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria berita yang baik. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang ada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada peristiwa yang hendak diliput, akan ditentukan bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja sebelum sampai ke proses cetak, siapa yang akan menjadi penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya. Ini semua akan mempengaruhi bagaimana bentuk akhir sebuah berita. Ketiga, level organisasi. Level ini berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan.

Pengelola media dan wartawan bukan orang tunggal yang ada di dalam organisasi berita. Mereka hanya merupakan bagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Dalam organisasi media terdapat, selain redaksi, ada bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Bagian-bagian ini tidak selalu sejalan satu sama lain karena mempunyai tujuan dan target masing-masing. Sekaligus strategi yang berbeda-beda pula dalam mewujudkan target itu ketika bagian redaksi menginginkan agar berita tertentu yang menjadi headline belum tentu bagian sirkulasi ataupun bagian lain menginginkan berita yang sama.

(33)

1. Sumber berita, sumber berita bukan sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya. Ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan. Sumber berita melakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang baik baginya dirinya, dan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Kepentingan mereka sering tidak disadari oleh media. Lalu, media secara tidak sadar pula, telah menjadi corong dari sumber berita untuk menyampaikan apa yang dirasakan oleh sumber tersebut.

2. Sumber penghasilan media. Sumber penghasilan media bisa berupa iklan, ataupun pelanggan/ pembeli produk media. Sumber ini dibutuhkan oleh

media untuk dapat “bertahan hidup.” Kadangkala media harus berkompromi

dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Media mungkin akan mengesampingkan untuk meliput peristiwa buruk (kasus) yang berkaitan dengan pihak pengiklan mereka. Pihak pengiklan sendiri pun dapat memaksakan versinya (tentang kasus) kepada media. Media juga tidak akan menyia-nyiakan untuk meliput peristiwa yang disenangi banyak khalayak. Walaupun terkadang tidak masuk dalam kriteria kelayakan berita media tersebut.

(34)

pemerintah, jika masih ingin terbit. Hal ini berbeda pada media yang tumbuh di dalam negara yang demokratis ataupun liberal. Campur tangan pemerintah sangat minim, bahkan tidak ada. Pengaruh yang besar malah datang dari lingkungan bisnis/pasar. Akan muncul persaingan-persaingan anatar media untuk menjadi yang lebih baik, yang diminati khalayaknya.

4. Ideologi. Ideologi dalam hal ini diartikan sebagai kerangka berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Level ini merupakan hal yang abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Pada level ideologi akan dapat dilihat kepada yang berkuasa di dalam masyarakat dan bagaimana media menentukannya. Media hanya akan beradaptasi dengan ideologi \yang sudah ada di dalam masyarakat.

Hal-hal inilah yang selalu berpengaruh kepada hasil akhir dari bentukan media-media massa. Hal-hal yang dipaparkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese serta yang diungkapkan dari studi media di atas yang akan dianalisis teks berparadigma konstruksionis ini.

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

Peneliti menemukan beberapa penelitian sejenis terdahulu yaitu karya

Yelmi Andriani tahun 2011 dengan judul penelitian “Perubahan Sosial dalam

(35)

Hasil penelitian terhadap novel Negeri Perempuan ini menggambarkan ideologi feodal terefleksi pada tokoh perempuan pewaris kerajaan yang selalu berpandangan masalah warisan dan tata cara penganngkatan penghulu sesuai dengan aturan adat yang berlaku, sedangkan ideologi neofeodal yang didukung oleh tokoh perempuan istri pejabat dan saudara konglomerat yang berpandangan bahwab tata cara warisan dan tata cara pengangkatan penghulu bukanlah sesuatu yang sacral tetapi amat fleksibel dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi kekinian.

Ideologi politik yang terefleksi dalam novel ini mempunyai dua corak yaitu ideologi politik yang berpotensi positif dan yang berpotensi negatif. Ideologi positif terlihat dari aktifitas keluarga pewaris kerajaan sedangkan ideologi yang berpretensi negatif terefleksi dari aktivitas keluarga di luar pewaris kerajaan.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan sosial yang terdapat dalam novel Negeri Perempuan. Perubahan sosial yang digambarkan dalam novel ini berkaitan erat dengan persoalan adat dan budaya Minangkabau yang mengalami perubahan karena perubahan zaman dan masuknya budaya asing. Ia melakukan penelitian novel Negeri Perempuan dari tinjauan sosiologi sastra, khususnya sosiologi karya. Tujuannya untuk mengungkapkan bentuk-bentuk perubahan dan faktor-faktor penyebab perubahan sosial masyarakat Minangkabau yang terjadi dalam karya sastra dengan menjabarkan teks-teks yang terdapat dalam novel.

(36)

terhadap konsep Rumah Gadang. Faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang terjadi dalam novel Negeri Perempuan adalah: (1) dijadikannya Nagariko sebagai objek pariwisata, (2) lemahnya tingkat ekonomi, rendahnya pendidikan dan dasar agama yang goyah, (3) pengaruh kebudayaan lain, (4) tidak dilaksanakannya fungsi sosial, (5) status sosial seseorang.

Penelitiannya itu berbeda dengan yang peneliti lakukan yang fokus pada analisis pembingkaian media pada program Bingkai Sumatera espisode Ranah Minang Negeri Perempuan.

2.3Uraian Teoritis

2.3.1 Komunikasi Massa

Pengertian komunikasi massa, merujuk pada pendapat Tan danWright, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2007: 3).

Menurut Bittner, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut jelaslah bahwa komunikasi massa harus menggunakan media massa, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukanlah komunikasi massa.

(37)

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media modern yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh sipenyampai pesan, misalnya pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film. Mempelajari komunikasi massa tidak ada gunanya tanpa mengkaitkan peran medianya, bahkan bisa dikatakan media massa menjadi alat utama dalam proses komunikasi massa.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan beberapa karakteristik komunikasi massa, yaitu:

1. Komunikasi massa bersifat satu arah

Komunikasi massa bersifat satu arah, artinya setiap pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak diketahui apakah pesan itu dapat diterima dan dimengerti dengan baik oleh komunikan atau tidak. Dalam komunikasi massa, komunikator tidak tahu sama sekali apakah komunikasinya berhasil atau gagal. Umpan balik terhadap pesan yang disampaikan itu tidak langsung saat ia berkomunikasi, akan tetapi jauh sesudah pesan itu disampaikan (sifatnya tertunda/delayed feedback). Artinya, komunikan tidak dapat secara langsung memberikan umpan balik atas pesan yang disampaikan oleh komunikator.

2. Komunikator bersifat melembaga

(38)

interdependensi, artinya adanya interaksi, saling keterkaitan dan saling ketergantungan antara komponen-komponen didalamnya. Jadi apabila ada satu komponen yang tidak bekerja, tentu akan memengaruhi kinerja komponen yang lainnya.

3. Pesan bersifat massa dan umum

Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan pada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang disampaikanpun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini artinya pesan itu memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Misalnya, televisi. Karena televisi ditujukan dan untuk dinikmati oleh orang banyak, maka pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pilihan katanya, sebisa mungkin memakai kata popular bukan kata-kata ilmiah. Sebab kata-kata ilmiah itu hanya dapat dimengerti oleh kelompok tertentu.

4. Menimbulkan keserempakan

(39)

5. Komunikan bersifat anonim dan heterogen

Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media massa dan tidak tatap muka. Dalam komunikasi massa, komunikannya juga heterogen karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda. Baik dari segi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, tingkat ekonomi dan lain-lain.

6. Stimuli alat indera “terbatas”

Karakteristik komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu kelemahannya adalah stimuli alat indera yang terbatas. Pada komunikasi antar pribadi yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indera pelaku komunikasi (komunikator dan komunikan) dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimuli alat indera bergantung pada jenis media massanya. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat, pada media televisi dan film, kita menggunakan indera penglihatan dan pendengaran, sedangkan pada media radio kita menggunakan indera pendengaran.

7. Dikendalikan oleh Gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut dengan penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa.

(40)

dipunyai media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu, gatekeeper

menjadi sesuatu yang pasti keberadaannya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya.

8. Umpan balik tertunda

Ciri ini berhubungan dengan ciri komunikasi massa yang bersifat satu arah. Umpan balik (feedback) merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi apa pun. Pada komunikasi massa, umpan baliknya bersifat tertunda (delayed), artinya komunikan tidak dapat secara langsung memberikan respons terhadap pesan yang telah diterimanya dari komunikator (media massa).

2.3.2 Budaya Massa

(41)

yang berdiri sendiri atau memang dua konsep itu mempunyai hubungan yang saling mengandalkan?

Sebelum masuk pada tesis utama teori masyarakat massa dan fungsi media massa, perlu diketahui terlebih posisi masing-masing teori yang mengembangkan persepsi tentang masyarakat massa dan fungsi media massa yang ada. Dalam konsiderasi teori tradisional, tekanan tema utama dalam teori ini adalah bahwa ada posisi media dalam sebuah masyarakat. Di satu pihak, teori tradisional mengenai masyarakat massa dan media massa melihat secara pesimis, dalam arti bahwa media massa mempunyai pengaruh yang kuat dalam seluruh konteks sistem pengaruh pada masyarakat. Modernisasi dengan media massa sebagai salah satu perkembangan modern yang cukup signifikan ternyata memberikan pengaruh negatif bagi perubahan sosial.

Dalam bentuknya yang mulai modern, teori masyarakat dan fungsi media massa - dalam perspektif empirik-kritis - melihat secara optimis persepsi yang berkembang dalam masyarakat atas perkembangan media massa. Artinya, bahwa masyarakat ternyata juga mempunyai kemampuan untuk mengontrol media massa berikut dampak-dampaknya.

(42)

Di satu pihak, budaya dalam konteks masyarakat massa dengan didukung oleh media massa dilihat sebagai entitas cair dan mampu menghegemoni sebuah masyarakat (terlihat bagaimana media mampu membentuk selera masyarakat atau membentuk cara pandang tertentu terhadap sebuah realitas, dan lain-lain). Tapi di lain pihak, budaya dalam konteks masyarakat harus dilihat sebagai entitas yang juga turut membentuk media massa. Isi yang biasa diproduksi dan didiseminasikan oleh media massa adalah budaya massa. Hanya masalahnya

sering makna budaya massa dipahami sebagai suatu yang “murahan”. Meskipun

sebetulnya istilah budaya massa harus dipahami sebagai sesuatu yang baik, karena merujuk sebuah proses pluralisme dan demokrasi yang kental. Budaya massa adalah hasil budaya yang dibuat secara massif demi kepentingan pasar. Budaya massa lebih bersifat massal, terstandarisasi dalam sistem pasar yang anonim,

praktis, heterogen, lebih mengabdi pada kepentingan pemuasan selera “dangkal”.

Secara evaluatif dapat dikatakan bahwa budaya massa adalah simbol kedaulatan kultural dari orang-orang yang tidak terdidik.

Berbeda dengan budaya massa, budaya tinggi mempunyai sistem nilai dan evaluasi yang berbeda. Budaya tinggi lebih dilihat sebagai hasil produksi elite, terkontrol, secara estetis ternilai dan mempunyai standar yang ketat - tidak tergantung pada konsumen produk mereka.

(43)

masyarakat membuat persepsi baru bahwa media massa, masyarakat dan budaya massa secara simultan saling berhubungan satu sama lain. Corak hubungan

faktor-faktor di atas bersifat “interplay”. Tentu saja perubahan makna sosial tersebut

juga dipengaruhi oleh perkembangan sosial baru dalam era modernisasi. Dalam proses ini ada beberapa pertimbangan yang perlu dilihat.

(44)

modern bersifat cair dan mobile. Pemahaman tentang ini juga akan mempengaruhi keseluruhan sikap yang diambil dalam proses perkembangan budaya masyarakat itu sendiri.

(45)

menentukan siapa mempengaruhi siapa dalam perkembangan dunia media massa, masyarakat massa dan budaya.

2.4 Televisi sebagai Media Komunikasi Massa

2.4.1 Sejarah dan Pengertian Televisi

Media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Penemuan televisi telah melalui berbagai eksperimen yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Lalu ditemukan

electriche telescope sebagai wujud dari gagasan seorang mahasiswa di Berlin, Jerman Timur, yang bernama Paul Nipkov. Nipkov dan William Jenkis kemudian menemukan sistem penyaluran sinyal gambar untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat lain melalui kabel. Sistem ini dianggap praktis sehingga diadakanlah percobaan pemancaran sinyal televisi tersebut. Percobaan ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya, Nipkov digelari sebagai Bapak Televisi.

(46)

Pertelevisian di Indonesia mulai berkembang pada 1961. Saat itu pemerintah memutuskan untuk memasukkan rencana pembangunan media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV. Pada tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mengadakan siaran percobaan dengan menyiarkan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta. Baru pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI secara resmi mengudara dengan menyiarkan upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno secara langsung.

Pemerintah akhirnya memberi izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada tahun 1989. RCTI merupakan televisi swasta pertama yang kemudia disusul oleh SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI.

Reformasi juga memicu perkembangan industri media massa, khususnya televisi. Jumlah stasiun televisi di Indonesia baik di Jakarta maupun di daerah-daerah berkembang pesat, ditambah dengan jaringan televisi kabel dengan siaran-siaran mengglobal dengan sajian berbagai macam acara. Semua ini pertanda bahwa industri komunikasi di Indonesia makin maju (Cangara, 2009: 144).

(47)

Televisi merupakan media yang mendominasi komunikasi massa karena sifatnya yang mampu memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan khalayak umum. Televisi mempunyai kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audiovisual (dapat didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan secara langsung dan mampu menyajikan berbagai macam peristiwa yang terjadi di luar ke dalam rumah para pemirsa, di mana pun mereka berada. Dengan ini dapat dikatakan bahwa televisi sebagai media massa dapat berfungsi secara efektif, karena selain dapat menjangkau ruang yang sangat luas, juga dapat mencapai massa dan pemirsa yang sangat banyak dalam waktu yang relatif singkat (Morissan, 2008: 35).

Effendy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, audiensnya bersifat anonim dan heterogen, dan memiliki gatekeeper atau penjaga gawang (Effendy, 2000: 66).

2.4.2 Karakteristik Televisi

Menurut Elizabeth Noelle Neuman (dalam Rakhmat, 2008: 189), sebagai media komunikasi massa, televisi memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Bersifat tidak langsung

(48)

Televisi sangat bergantung pada kekuatan peralatan elektronik yang sangat rumit.

2. Bersifat satu arah

Bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara komunikastor dengan komunikan. Pemirsa televisi hanya dapat menerima berbagai program acara yang sudah disiapkan oleh pihak pengelola televisi, tidak mencela, atau melakukan interupsi saat suatu program disiarkan. Ada beberapa siaran langsung yang memungkinkan penonton menelepon atau berinteraksi langsung tetapi masih dianggap tidak optimal karena hanya satu atau dua orang yang diterima dan disiarkan secara langsung. Dapat dikatakan umpan balik (feedback) dalam televisi bersifat tertunda.

3. Bersifat terbuka

Televisi ditujukan kepada masyarakat secara terbuka ke berbagai tempat yang dapat dijangkau oleh pemancar siaran, artinya ketika siaran televisi sedang mengudara, tidak ada lagi batas-batas yang dikenal sebagai wilayah geografis, usia, atau bahkan tingkat akademik khalayak. Khalayak yang dituju bersifat heterogen yang teridir dari berbagai jenis latar belakang, usia, suku, agama, dan kepercayaan, bahasa, budaya, perilaku sosial, lingkungan, dan sebagainya. Khalayak juga berisfat anonim yang berarti mereka tidak saling mengenal satu sama lain.

4. Publik tersebar

(49)

2.4.3 Program Televisi

Secara garis besar, berbagai jenis program dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya menjadi dua bagian, yaitu program informasi dan program hiburan. Jika dilihat dari sifatnya, maka dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu program faktual (meliputi program berita, dokumenter, dan reality show) dan program fiksi (meliputi program komedi dan drama) (Morissan, 2005).

1. Program Informasi (Berita)

Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak. Daya tarik program ini adalah informasi itu sendiri, sehingga informasi inilah yang dijual kepada audiens.

2. Program Hiburan (Entertainment)

Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audiens dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik, dan permainan (game). Jenis program televisi dapat dibedakan berdasarkan format teknisatau berdasarkan isi. Format teknis merupakan format-format umum yang menjadi acuan terhadap bentuk program televisi seperti talk show,dokumenter, film, kuis, musik, instruksional, dan lain-lain. Berdasarkan isi, program televisi berbentuk berita dapat dibedakan antara lain berupa program hiburan, yaitu drama, olahraga, dan agama. Sedangkan untuk program televisi berbentuk berita secara garis besar dikategorikan ke dalam hard news dan soft news.

(50)

kerena sifatnya yang segera untuk diketahui khalayak dan disebut dengan straight news. Contoh infotaiment yeng merupakan salah satu bentuk program berita dan fungsinya lebih besar sebagai hiburan bagi audiens. (Morissan, 2008: 219).

2. Soft news atau berita lunak adalah sebuah program berita yang menyajikan informasi penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan, misalnya news magazine,

current affair, talkshow dan lain-lain) (Morissan 2008: 207).

2.5 Kerangka Berpikir

Dijelaskan bahwa pendekatan yang digunakan untuk meneliti tayangan program Bingkai Sumatera Episode Ranah Minang Negeri Perempuan adalah pendekatan framing William A. Gamson yang mana dalam model tersebut perangkat framing dibagi menjadi dua struktur besar, yaitu: pertama, Struktur framing devices yang mencakup metaphors, exemplars, catchphrases, depictions,

dan visual images menekankan aspek bagaimana “melihat” suatu isu. Kedua

Struktur reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara

“melihat” isu, yakni roots (analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral).

Pada penelitian ini, peneliti hendak menganalisis bagaimana kebudayaan Minangkabau ditampilkan dalam tayangan program Bingkai Sumatera Episode

(51)

William A. Gamson. Gagasan Gamson terutama menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain.

3.

Gambar 2.5 : Kerangka berpikir penelitian

Sumber : Data Primer

2.6 Analisis Framing

2.6.1. Akar Historis Analisis Framing.

Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan ktegori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Namun, kemudian pengertian framing berkembang yaitu ditafsirkan untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi,

PENULIS NASKAH Program Bingkai Sumatera Episode “Ranah Minang Negeri Perempuan di DAAI TV

ANALISIS FRAMING MODEL WILLIAM GAMSON DAN ANDRE MODIGLIANI

STRUKTUR FRAMING DEVICES

1. Metaphors, 2. Exemplars, 3. Catchphrases, 4. Depictions, dan 5. Visual images

STRUKTUR REASONING DEVICES

Roots (analisis kausal) dan

(52)

analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.

Analisis framing sebagai suatu metode analisis isi media, terbilang baru. Ia berkembang terutama berkat pandangan kaum konstruksionisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Beger bersama Thomas Luckman, yang banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas. Tesis utamadari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi ia dibentuk dan direkonstruksi.

Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda / plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas objektif, merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar atau dalam istilah Berger, tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan.

(53)

wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses ekternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut.

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:

(54)

penelitian. penelitian.

(55)

para pelaku sosial.

Framing merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif, gunanya untuk melihat media mengkonstruksi (tonjolkan/dibangun) mengenai suatu realitas dan realitas lain dikonstruksi (dikaburkan). Pada akhirnya akan diketahui mana yang lebih dominan dari setiap realitas yang diinterpretasi oleh media tersebut. Analisis framing pada dasarnya adalah metode yang digunakan untuk melihat gaya bercerita atau mengemas media tentang suatu peristiwa atau realitas. Eriyanto (2002:3) mendefinisikan bahwa analisis framing dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkai tersebut tentu saja melalui proses konstruksi.

Sementara menurut pandangan Sobur (2006), framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Ada beberapa definisi tentang framing oleh para ahli, seperti di bawah ini:

Tabel 2.6 : Defenisi Framing

Robert N. Entman

Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyatakan penempatan informasi- informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.

William A. Gamson dan Andre

Modigliani

(56)

kemasan (package). Kemasan itu semacam sekema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

David E.Snow and Robert Benford

Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan system kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu

Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh

individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengedentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks kedalam bentuk

dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhongdang Pan and Gerald M.Kosicki

Stategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Sumber: Eriyanto (2002: 67:68)

(57)

Teori Analisis Framing atau Analisis bingkai (frame analysis Theory) berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajarai media, analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous, 2004:). Menurut Panuju (2003:1), frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik penulisan informasi.

Disiplin ilmu Analisis Framing bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi-bahasa, visual, dan pelaku-dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis. Beberapa model analisa bingkai telah dikembangkan:

Model William A. Gamson dan Andre Modigliani membagi struktur analisis menjadi tiga bagian:

a. Media package merupakan asumsi bahwa berita memiliki konstruksi makna tertentu.

b. Core frame merupakan gagasan sentral.

c. Condnsing symbol merupakan hasil pencermatan terhadap perangkat simbolik (framing device/perangkat framing dan reasoning device/perangkat penalaran).

(58)

a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaian

b. Catcphrase adalah perangkat berupa jargon-jargon atau slogan. c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan perspektif. d. Depiction adalah leksikon untuk melebeli sesuatu.

e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk gambar, grafis dan sebagainya.

Perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:

a. Root merupakan analisis kausal atau sebab akibat.

b. Appeals to principle merupakan premis dasar, klaim-klaim moral. c. Consequence merupakan efek atau konsekuensi

(59)

1999:107). Framing jenis ini maupun sebelumnya dapat digunakan sebagai kegiatan interpretasi dan proses informasi.

2.6.3 Tipologi Framing

Tipologi ini dapat diarahkan ke dalam tiga orientasi. Pertama, orientasi terhadap konsep framing itu sendiri dan hubungan antara framing dan variabel lainnya. Kedua, tipologi harus menyediakan informasi tentang jawaban-jawaban dari pertanyaan dalam penelitian framing.

1. Apabila dipakai orientasi media frames sebagai variabel terikat, kita seharusnya menanyakan:

 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jalan seorang wartawan atau kelompok sosial lainnya menulis/menganalisis sebuah isu?

 Bagaimana proses ini bekerja dan sebagai hasilnya, kemasan seperti apakah (bingkai) yang digunakan oleh wartawan?

2. Apabila digunakan orientasi media frames sebagai variabel bebas, kita seharusnya menanyakan:

 Media frames jenis apa yang mempengaruhi persepsi para audien terhadap isu-isu tertentu dan bagaimana proses itu bekerja?

3. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagai variabel bebas, kita seharusnya menanyakan:

 Seberapa jauh audien mampu memainkan peran aktif dalam membangun pemahaman/persepsi dan penolakan terhadap media?

(60)

 Sejauh mana analisis framing seseorang mempengruhi persepsinya terhadap suatu isu?

Ke-empat, tipologi ini masih terus dikaji untuk mendapatkan pemahaman bersama mengenai konsep framing.

Model Proses Framing Proses analisis ini dibagi menjadi empat bagian yaitu :

1. Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)

(61)

mempengaruhi penulisan berita adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik, atau yang disebut sebagai “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas.

2. Frame setting (Pengkondisian Framing)

Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing sebagai teori efek media adalah frame setting. Para ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi yang sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian agenda (agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang menonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu penting. Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi atribut yang penting. Namun, Nelson dalam Scheufele (1999:116) menyatakan bahwa analisa penulisan berita mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan pertimbangan lainnya, kemudian diikuti dengan isu-isu yang lebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkan analisa baru.

(62)

penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.

Gambar

Gambar 2.5 : Kerangka berpikir penelitian
Tabel 2.6 : Katagori Konstruksionis
Tabel 2.6 : Defenisi Framing
Gambar, grafik,
+7

Referensi

Dokumen terkait