• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

TERPAPAR SEMEN DI PT. WIJAYA KUSUMA CONTRACTORS TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

DWI AMBANG PRASETYO NIM : 107101003796

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

ii

Skripsi, Juli 2014

Dwi Ambang Prasetyo, NIM : 107101003796

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA TANGAN PEKERJA KONSTRUKSI YANG TERPAPAR SEMEN DI PT. WIJAYA KUSUMA CONTRACTORS TAHUN 2014

(xvi+ 97 halaman, 12 tabel, 8 gambar, 4 lampiran) ABSTRAK

Angka kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja di bidang konstruksi terbilang cukup tinggi. Di Indonesia, data mengenai insiden dan prevalensi penyakit kulit seperti dermatitis kontak iritan pada proyek konstruksi sulit didapat, umumnya pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut. Dermatitis kontak iritan pada pekerja konstruksi terjadi akibat kontak dengan bahan atau material yang banyak digunakan di proyek konstruksi seperti semen. semen mengandung komposisi bahan bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan karena komposisi alkali (kapur) didalamnya. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Wijaya Kusuma Contractors terhadap 10 orang pekerja yang kontak dengan semen, melalui wawancara dan observasi gejala klinis yg dilakukan oleh peneliti, ditemukan 3 orang pekerja dengan hasil wawancara dan gejala klinis yang mengarah kepada dermatitis kontak iritan kronis akibat terpapar semen pada tangan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan april-juli 2014 di PT. Wijaya Kusuma Contractors. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors sebanyak 32 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, usia, masa kerja, frekuensi mencuci tangan, jenis keahlian pekerja, riwayat penyaklit kulit sebelumnya dan penggunaan APD . Penentuan penyakit dermatitis kontak iritan didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan uji chi square dan Mann Whitney

Hasil penelitian menunjukan bahwa 34,4% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan ,.Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak iritan dalam penelitian ini yaitu frekuensi mencuci tangan ( P value 0,028) Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak iritan disarankan agar pekerja tidak terlalu sering mencuci tangan dan disiplin dalam menggunakan APD berupa sarung tangans erta adanya pengawasan yang ketat dari perusahaan mengenai penggunaan APD

(4)

iii

Paper, July 2014

Dwi Ambang Prasetyo , NIM : 107101003796

FACTORS ASSOCIATED WITH HAND IRRITANT CONTACT DERMATITIS AT CONSTRUCTION WORKERS THAT CONTACT WITH CEMENT IN PT. WIJAYA KUSUMA CONTRACTORS YEAR 2014

xvi+ 97 pages, 12 tables, 8 pictures, 4 attachments

ABSTRAK

Hand irritant contact dermatitis prevalence at construction workers are fairly high. In Indonesia, incidence and prevalence of occupational dermatitis such as irritant contact dermatitis on construction is difficult obtained. Generally, there is uncomplete report because undiagnosed and unreported these case. Irritant contact dermatitis due to construction workers occur because contact with materials that usually used in contraction such as cement. Cement consist of materials substance that cause irritant contact dermatitis because composition of alkali inside them. Based on preeliminary study at PT. Wijaya Kusuma Contractors toward 10 workers that contact with cement using interview and observation showed that 3 workers suffered hand irritant contact dermatitis.

This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in April-Juli 2014 in PT. Wijaya Kusuma Contractors. Thirty two workers was taken as total sampling in PT. Wijaya Kusuma Contractors. The independent variables are duration contact, age,years of employment, frequence of hand washing, kind of job,skin diseases history, and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and obtained by diagnose doctor, used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionnaire. Afterwards, tests such as chi square and mann whitney, are used to analyze the data.

Results showed that 34,4% workers suffered irritant contact dermatitis. Factors associated with contact dermatitis frequence of hand washing (Pvalue: 0.028). To reduce irritant contact dermatitis risk, workers should not wash his hand too frequent and should discipline wearing PPE (hand gloves) during work. Company also should improve PPE monitoring.

(5)
(6)
(7)

vi

Nama : Dwi Ambang Prasetyo

TTL : Cilacap, 13 Desember 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

2007 – Sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2004 – 2007 : SMAN 1 Cilacap (Jurusan IPA) PT. Wijaya Kusuma Contractors

Oktober 2011 : Safety Man Project Turn Around Maintenance Chandra Asri petrochemical di PT. Kota Minyak Internusa

Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih

Bekasi, Juli 2014 Saya yang bertanda tangan

(8)

vii

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.

Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti ,M.Si ; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Minsarnawati, S.K.M, M.kes; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih ibu atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi.

5. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih bapak atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.

(9)

viii

7. dr. Usep Saepul Imam, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin.

8. Bapak Andi Nugroho, S.T; selaku Project Manager, yang telah memberikan izin, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Wijaya Kusuma Contractors.

9. Para pekerja PT. Wijaya Kusuma Contractors terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data.

Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan Special Thanks To :

1. Keluargaku Tercinta; Ayah dan Ibu, Kakak- adik; terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, serta doa yang tulus sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin

2. Pacar tercinta Wiwin Widyastuti, terima kasih atas support yang kamu berikan hingga akhirnya aku bisa lulus kuliah

3. Sobat karib; Asep Muadibu , Kholil, Asep Dani,Riswanto, Toni

4. Sahabat seperjuangan; Arif, Faiz, Vai, Fadhlie, Azhara, Agista, Yogie, Ricky, Hadi, Zakiah, Rita,

5. Nur Najmi Laila, terima kasih banyak atas semua dukungan dan bantuan yang kamu berikan hingga kami ( angkatan veteran ) akhirnya bisa lulus.

6. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!

7. Sanak family ; Tegar, Oko, Mput, Bulek, Om terima kasih atas dukungan semangatnya

(10)

ix

laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Juli 2014

(11)

x

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR BAGAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.4.1 Tujuan Umum……… 9

1.4.2 Tujuan Khusus……… 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.5.2 Manfaat Bagi Perusahaan... 11

1.5.2 Manfaat Bagi Pekerja ... 11

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti ... 11

(12)

xi

2.2 Proyek Konstruksi ... 13

2.3 Tenaga Kerja di Konstruksi ... 14

2.4 Paparan Semen………. 17

2.4.1 Bahan Kimia Berbahaya yang Terkandung dalam Semen... 19

2.5 Penyakit Akibat Kerja ... 21

2.6 Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 21

2.7 Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan ... 22

2.8 Dermatitis Kontak Iritan ... 24

2.8.1 Definisi Dermatitis Kontak Iritan………. 24

2.8.2 Epidemiologi Dermatitis Kontak Iritan……… 25

2.8.3 Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan………... 26

2.8.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Iritan………... 29

2.8.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan……….. 36

2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan... 39

2.9.1 Faktor Iritan……….. 41

2.9.2 Faktor Individu……… 43

2.9.3 Faktor Lingkungan………... 51

2.10 Kerangka Teori ... 52

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ... 53

3.2 Definisi Operasional ... 58

3.3 Hipotesis ... 60

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 61

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

(13)

xii

4.4.2. Metode dan Instrumen ... 63 4.5. Pengolahan Data ... 65 4.6. Analisis Data ... 66

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Proses Kerja di Proyek Konstruksi ... 68

5.2 Analisis Univariat………. 68

5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Iritan………. 68 5.2.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak

Iritan……….. 69

5.3 Analisis Bivariat………. 73

5.3.1 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis kontak Iritan dengan Kejadian Dermatitis

Kontak Iritan………. 72

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian………. 78

6.2 Kejadian Dermatitis Kontak Iritan……… 78 6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan… 80 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan……… 95

(14)

xiii

No.Tabel Halaman

3.1. Definisi Operasional ... 58 5.1.Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan Pekerja Konstruksi

yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014…………..69 5.2. Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan

pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya

Kusuma Contractors Tahun 2014...70 5.3.Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan

pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen

di PT Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014………...70 5.4 Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan

dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan yang dialami Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors

Tahun 2014………...74

5.5 Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Tangan yang Dialami Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya Kusuma Contractors

Tahun 2014 ………..74

6.1 Tabulasi Silang Variabel Lama Kontak, Variabel Frenkuensi Mencuci Tangan dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan……….83 6.2 Tabulasi Silang Variabel Usia, Variabel Frenkuensi Mencuci Tangan dan

Variabel Dermatitis Kontak Iritan………....85 6.3 Tabulasi Silang Variabel Masa Kerja, Variabel Frenkuensi Mencuci Tangan

dan Variabel Dermatitis Kontak Iritan……….87 6.4 Tabulasi Silang Variabel Jenis Keahlian Pekerja, Variabel Frenkuensi Mencuci

(15)

xiv

6.6 Tabulasi Silang Variabel Penggunaan APD, Variabel Frenkuensi Mencuci

(16)

xv

No.Gambar Halaman

2.1. Salah Satu Jenis Semen Portland...19

2.2. Anatomi Kulit Manusia...27

2.3. DKI akut akibat penggunaan pelarut industri...30

2.4. DKI kronis akibat efek korosif dari semen...31

2.5. DKI Reaksi Iritan...33

2.6. DKI gesekan... 35

2.7. DKI Akneiform...….35

(17)

xvi

No.Bagan Halaman

(18)

1

1.1 Latar Belakang

Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor yang penting dalam pembangunan nasional. Perkembangan sektor konstruksi, khususnya dalam

pembangunan infrastruktur, mendukung terciptanya sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat. Sektor konstruksi di Indonesia telah

tumbuh sejak awal 1970an. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kontribusi sektor konstruksi nasional terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terus meningkat dari 3,9 % di tahun 1973 hingga mencapai lebih dari 8 % di tahun

1997. Meskipun sempat mengalami penurunan akibat krisis ekonomi sejak 1998 menjadi hanya sekitar 6 % di tahun 2002, namun sejak tahun 2003 sektor ini

kembali bangkit ditandai dengan peningkatan kontribusi terhadap PDB sebesar 10,33 % di triwulan kedua tahun 2013 (Suraji, 2007; BPS, 2013).

Seiring dengan berkembangnya industri konstruksi di Indonesia, berdampak

pula pada meningkatnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Sektor konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap masalah K3

disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Hal ini dikarenakan kondisi proyek konstruksi yang lokasi kerjanya

(19)

Salah satu masalah K3 yang muncul di proyek konstruksi adalah dermatitis

kontak (Australian Government,2006). Dermatitis kontak merupakan 50% dari

semua penyakit akibat kerja (PAK) (Kosasih,2004). Jika dibandingkan dengan

jenis pekerjaan lain, angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di bidang konstruksi terbilang cukup tinggi. Menurut sebuah studi di Jerman (Diepgen,2003) angka kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja di bidang konstruksi

menduduki peringkat ke 4 (dengan 8,1 kasus per 10.000 pekerja) dari 12 jenis pekerjaan yang diteliti, setelah pekerja salon di urutan pertama (46,9 kasus/10.000

orang) tukang roti di urutan kedua (23,5 kasus/10.000 orang) dan tukang masak /koki (16,9 kasus/10.000 orang).

Dermatitis kontak adalah suatu peradangan kulit yang disertai adanya spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit (Harahap M, 2000).

Dermatitis kontak dapat mengurangi produktifitas pekerja karena gejalanya yang dapat mengganggu pekerjaan. Di Amerika Serikat biaya yang digunakan untuk

menanggulangi kelainan kulit akibat kerja cukup besar,yang mencakup kehilangan penghasilan, produktifitas dan pemindahan tenaga kerja, ganti rugi, biaya pengobatan dan asuransi (Djunaedi , Lokomanto,2003). Walaupun penyakit ini

jarang membahayakan jiwa namun dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi dan penderitaan bagi pekerja, sehingga dapat mempengaruhi kebutuhan ekonomi dan

(20)

Terdapat dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang

merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik (Djuanda, 2007). Menurut Siregar (2002)

dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Sedangkan dermatitis kontak iritan didefinisikan oleh Krasteva (1993) sebagai reaksi inflamasi pada

kulit yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan bersifat iritan.

Menurut Keefner (2004) jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih

sedikit dibanding jumlah penderita dermatitis kontak iritan karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80 % dari seluruh penderita dermatitis kontak.

Dermatitis kontak pada pekerja konstruksi terjadi akibat kontak dengan bahan atau material yang banyak digunakan di proyek konstruksi seperti semen

(Winder C, Carmody M, 2002). Meskipun saat ini mekanisme kerja di proyek konstruksi sudah cukup maju dan banyak mempergunakan beton siap pasang (precast concrete section ) akan tetapi kontak antara tangan pekerja dengan semen masih banyak ditemui (Frimat P, 2002). Dari beberapa literatur yang ada, diketahui semen mengandung komposisi bahan bahan yang dapat menyebabkan

dermatitis kontak iritan karena komposisi alkali (kapur) didalamnya (Mulyono,2005 ; Fregert, 1981).

(21)

and terazzo worker (pekerja pemasang lantai/terrazzo) yaitu 19,9 kasus per 10.000 pekerja, selanjutnya adalah painter (tukang cat) 7,8 kasus per 10.000 pekerja, dan construction and cement worker ( termasuk, tukang plester, pembantu tukang, dan pekerja pengaduk semen) 5,2 kasus per 10.000 pekerja. Sebagian besar penyakit kulit yang diderita adalah dermatitis kontak, hanya sebesar 26,6 % yang menderita penyakit kulit selain dermatitis kontak. Jika dilihat dari bagian tubuh pekerja yang

menderita dermatitis, tangan merupakan bagian yang paling banyak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 73,7 % dari seluruh kasus penyakit kulit di

proyek konstruksi.

Di Indonesia, data mengenai insiden dan prevalensi penyakit kulit seperti dermatitis kontak pada proyek konstruksi sulit didapat. Umumnya pelaporan tidak

lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut (Kompas, 2007 dalam Florence,2008). Penelitian tentang penyakit kulit

akibat kerja di Indonesia sebenarnya sudah banyak dilakukan,diantanya dermatitis akibat kerja pada pekerja perkebunan karet, dermatitis akibat kerja pada pengrajin batik, dermatitis akibat kerja pada pabrik penyamakan kulit,dan

sebagainya, akan tetapi penelitian mengenai dermatitis akibat kerja pada pekerja konstruksi jarang dilakukan (Widjajahakim, 2001). Hasil penelitian Widjajahakim

(2001) pada pekerja konstruksi di Kodya Semarang menunjukkan sebanyak 25 dari 600 pekerja konstruksi yang dilakukan skrining dermatologi secara klinis

menderita dermatitis kontak.

(22)

selama ini masih minim. Sejauh ini, penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

hanya dilakukan perusahaan konstruksi skala besar. Jumlah perusahaan konstruksi di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 100 ribu unit, perusahaan konstruksi yang

berskala besar ada sekitar 150 unit, selebihnya adalah skala menengah ke bawah. Perusahaan besar umumnya memiliki sertifikasi K3 yang seperti menjadi keharusan, karena para mitra perusahaan, terutama dari luar negeri memang

menjadikannya sebagai prasyarat. Penerapan program K3 pada perusahaan konstruksi skala menengah ke bawah masih minim dikarenakan karena masih

kurangnya kesadaran dan tuntutan dari mitra perusahaan konstruksi tersebut untuk menerapkan program K3 secara maksimal (Antara News, 2011).

PT. Wijaya Kusuma Contractors merupakan salah satu perusahaan

konstruksi skala menengah yang berkantor di Jakarta. Salah satu proyek konstruksi yang dikerjakan adalah pembangunan rumah tinggal dengan tiga lantai di Jakarta

Pusat. Jenis pekerjaan yang kontak dengan semen yang ditemukan antara lain pemasangan bata, pemasangan keramik, pemlesteran dan pengacian dinding. Terdapat kurang lebih 20-30 orang pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di proyek tersebut terhadap 10 orang pekerja yang kontak dengan semen, melalui wawancara dan observasi gejala

klinis yg dilakukan oleh peneliti, ditemukan 3 orang pekerja dengan hasil wawancara dan gejala klinis yang mengarah kepada dermatitis kontak iritan

(23)

yang cukup lama yaitu 3 bulan, tidak memakai sarung tangan, bekerja dalam suhu

dan kelembaban yang tinggi, sering mencuci tangan saat bekerja, dan terus menerus melakukan pekerjaan yang kontak dengan semen. Tujuh orang pekerja

lainnya merupakan pekerja yang belum lama bekerja di proyek tersebut, sehingga belum menampakkan adanya gejala yang mengarah pada dermatitis kontak iritan, meskipun ada kemungkinan pekerja tersebut hanya menderita dermatitis kontak

iritan kategori ringan.

Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya (Fregert (1998), Safeguard (2000),

Streit (2001), Djuanda (2003), Beltrani et all (2006) , Erliana (2008), Hogan (2009), Mausulli (2010), Suryani (2011) dan Adillah (2012), diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak iritan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi 3 faktor utama yaitu dari faktor iritan itu sendiri (ukuran molekul, konsentrasi / jumlah, daya larut, vehikulum, suhu, lama kontak,

terjadinya gesekan) faktor lingkungan ( suhu dan kelembaban yang tinggi, suhu dan kelembaban yang rendah) dan faktor individu (ketebalan kulit di berbagai permukaan kulit, usia, ras, jenis kelamin, masa kerja, riwayat penyakit kulit yang

sedang dialami frekuensi mencuci tangan ketika bekerja, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja

(24)

untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak iritan di

PT. Wijaya Kusuma Contractors.

1.2 Rumusan Masalah

Dari hasil studi pendahuluan di salah satu proyek yg di kerjakan PT. Wijaya Kusuma Contractors terhadap 10 pekerja yg terpapar semen, ditemukan 3 orang pekerja dengan hasil wawancara dan gejala klinis yang mengarah kepada

dermatitis kontak iritan kronis akibat pada tangan. Berdasarkan teori dari penelitian – penelitian sebelumnya diketahui faktor –faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak iritan antara lain faktor iritan itu sendiri ( lama kontak, jenis keahlian pekerja) dan faktor individu (usia, masa kerja, riwayat penyakit kulit yang sedang dialami , frekuensi mencuci tangan ketika bekerja dan penggunaan

APD). Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak iritan pada pekerja

konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar dengan semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors?

2. Bagaimana gambaran lama kontak tangan pekerja dengan semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors?

3. Bagaimana gambaran jenis keahlian pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors?

(25)

5. Bagaimana gambaran masa kerja pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors ?

6. Bagaimana gambaran riwayat penyakit sebelumnya yang sedang diderita oleh pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors ?

7. Bagaimana gambaran frekuensi mencuci tangan yang dilakukan pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors ?

8. Bagaimana gambaran penggunaan APD di PT. Wijaya Kusuma Contractors?

9. Apakah ada hubungan antara lama kontak tangan pekerja dengan semen dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT.

Wijaya Kusuma Contractors?

10.Apakah ada hubungan antara jenis keahlian pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma

Contractors?

11.Apakah ada hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis kontak

iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma Contractors? 12.Apakah ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan kejadian dermatitis

kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma

Contractors?

13.Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit sebelumnya yang sedang

diderita pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma Contractors?

(26)

15.Apakah ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis

kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi di PT. Wijaya Kusuma Contractors?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar dengan semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors tahun 2014

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar dengan semen di PT. Wijaya Kusuma

Contractors .

2. Diketahuinya gambaran lama kontak tangan pekerja dengan semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors .

3. Diketahuinya gambaran jenis keahlian pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors .

4. Diketahuinya gambaran usia pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors. 5. Diketahuinya gambaran masa kerja pekerja di PT. Wijaya Kusuma

Contractors.

(27)

7. Diketahuinya gambaran frekuensi mencuci tangan yang dilakukan

pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors.

8. Diketahuinya gambaran penggunaan APD pada pekerja yang terpapar

semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.

9. Diketahuinya hubungan antara lama kontak tangan pekerja dengan semen dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi

yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.

10.Diketahuinya hubungan antara jenis keahlian pekerja dengan kejadian

dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors

11.Diketahuinya hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis

kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors

12.Diketahuinya hubungan antara masa kerja pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors

13.Diketahuinya hubungan antara riwayat penyakit sebelumnya yang diderita pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada tangan

pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors

(28)

15.Diketahuinya hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian

dermatitis kontak iritan pada tangan pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan

Dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap pekerja agar terhindar

dari penyakit akibat kerja khususnya resiko terjadinya dermatitis kontak iritan.

1.5.2 Manfaat Bagi Pekerja

Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahaya di tempat kerja khususnya mengenai dermatitis kontak sehingga pekerja dapat melakukan

upaya-upaya perlindungan agar terhindar dari penyakit tersebut.

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

1. Dapat mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang diterima selama kuliah dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi

sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

(29)

dilaksanakan pada bulan April – Juni 2014 oleh mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di salah satu proyek yang sedang dikerjakan oleh PT Wijaya

Kusuma Contractors yaitu Proyek Temprint yang berlokasi di Palmerah, Jakarta Barat. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode pendekatan potong lintang (cross sectional). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang kontak dengan semen (total sampling). Hal ini dikarenakan karena proyek ini tidak terlalu besar, sehingga tidak mempekerjakan banyak pekerja.

(30)

13

2. 1 Kesehatan Kerja

Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar

masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan

terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum

Tujuan dari kesehatan kerja yaitu untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat

dan produktif dan dapat dicapai bila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan kesehatan kerja

dalam bentuk operasional adalah pencegahan penyakit akibat kerja (Notoatmodjo,2003)

2.2 Proyek Konstruksi

Menurut Gould (2002) mendefinisikan proyek konstruksi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan

sumber daya baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Proyek konstruksi dilakukan secara detail dan tidak berulang.

(31)

1. Waktu proyek terbatas, artinya jangka waktu, waktu mulai (awal proyek dan

waktu finish (akhir proyek) sudah tertentu.

2. Hasilnya tidak berulang, artinya produk suatu proyek hanya sekali, bukan

produk rutin/berulang (Pabrikasi).

3. Mempunyai tahapan kegiatan-kegiatan berbeda-beda, dengan pola di awal sedikit, berkembang makin banyak, menurun dan berhenti.

4. Intensitas kegiatan-kegiatan (tahapan, perencanaan, tahapan perancangan dan pelaksanaan).

5. Banyak ragam kegiatan dan memerlukan klasifikasi tenaga beragam pula. 6. Lahan/lokasi proyek tertentu, artinya luasan dan tempat proyek sudah

ditetapkan, tidak dapat sembarang tempat.

7. Spesifikasi proyek tertentu, artinya persyaratan yang berkaitan dengan bahan, alat, tenaga dan metoda pelaksanaannya yang sudah ditetapkan dan harus

memenuhi prosedur persyaratan tersebut.

Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan proyek

konstruksi memiliki catatan yang buruk dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (Ervianto, 2005)

2.3 Tenaga Kerja di Konstruksi

Tenaga kerja adalah salah satu komponen penting dalam industri jasa

(32)

macam tenaga kerja dalam bidang konstruksi yaitu konsultan, arsitektur,

pengawas, mandor dan tukang (Wibowo dan Pasulu, 2009)

Tenaga kerja yang paling beresiko terpapar bahaya di proyek konstruksi

adalah tukang, karena tukang adalah tenaga kerja yang kontak langsung dengan hazard di tempat kerja . Tukang di kepalai oleh kepala tukang atau disebut mandor, setiap mandor biasanya membawahi belasan hingga ratusan tukang.

Dalam melakukan pekerjaannya, tukang juga dibantu oleh kenek (Wibowo dan Pasulu, 2009)

Tukang yang dibutuhkan dalam suatu proyek konstruksi untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada dilapangan akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Ikatan Arsitek Indonesia perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis

pekerjaan konstruksi yang dilakukan membutuhkan keahlian yang berbeda beda (Wibowo dan Pasulu, 2009)

Menurut Alfian (2010), pembagian spesifikasi tukang berdasarkan keahliannya adalah sebagai berikut :

a. Tukang Rangka Baja

b. Tukang Kayu

c. Tukang Listrik / Instrumen

d. Tukang Besi

e. Tukang Keramik

f. Tukang Batu

g. Tukang Cat

(33)

i. Tukang Pemasang Pipa

j. Dan lain sebagainya

Biasanya seorang tukang hanya dapat mendalami satu keahlian saja, namun ada juga tukang yang dapat menguasai lebih dari satu keahlian. Contohnya tukang keramik dapat mengerjakan tugas dari tukang batu namun tidak semua tukang batu

dapat mengerjakan tugas seorang tukang keramik.

Bock, et all (2003) dalam sebuah penelitian di Jerman tentang penyakit kulit akibat kerja di konstruksi, mengklasifikasikan tenaga kerja menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Construction and cement workers ( tukang yg berhubungan langsung dengan bangunan dan semen ) termasuk di dalamnya yaitu bricklayers ( tukang batu/tembok), cement workers ( tukang pengaduk semen), unskilled construction workers (kenek) dan plasterers ( tukang plester dan aci )

2. Tile setter and terrazzo workers ( tukang keramik dan terazo)

3. Wood processor (tukang yang berhubungan dengan perkayuan) termasuk didalamnya yaitu carpenter (tukang kayu), dan tillers (tukang pasak)

4. Painters (tukang cat).

Berdasarkan penelitian tersebut, tukang keramik dan terazo diketahui memiliki angka kejadian penyakit kulit akibat kerja tertinggi dengan 19,9 kasus

(34)

Kaitannya dengan paparan semen, tukang yang beresiko antara lain

bricklayer ( tukang batu/tembok), cement worker ( tukang pengaduk semen), unskilled construction worker (kenek), plasterers ( tukang plester dan aci ) serta setter and terrazzo workers ( tukang keramik dan terazo) karena pekerjaan tersebut menggunakan semen dalam pengaplikasiannya.

2.4 Paparan Semen

Semen merupakan bahan yang banyak digunakan di proyek konstruksi. Salah satu komposisi dari beton adalah semen. Semen berasal dari kata caementum yang berarti perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang berfungsi sebagai bahan perekat antara dua bahan atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang

kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan (Walter, 1976)

Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu semen non - hidrolik dan semen hidrolik. Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen

non-hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen non-hidrolik memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur

hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen-portland-pozzolan, semen portlan terak tanur tinggi, semen alumina, semen

(35)

Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen portland.

Semen ini dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan dicampur bahan gips. Semen portland merupakan perekat hidrolis

yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan (Puslitbang Pemukiman, 1982) Penemu semen (semen portland) adalah

Joseph Aspadin di tahun 1824, seorang tukang batu berkebangsaan Inggris dinamakannya portland cement karena semen yang dihasilkannya mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam pulau portland. Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berbagai jenis semen ditambahkan berbagai jenis material mentah

lainnya.

Bahan pembentuk semen portland antara lain :

a. Kapur (CaO) , dari batu kapur b. Silika (SiO2), dari tanah lempung c. Alumunium (Al2O3)

Sedangkan bahan utama campuran semen portland antara lain : a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) atau C3S

b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) atau C2S c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) atau C3A

d. Tetrakalsium Alumino Ferrid (4 CaO.Al2O3.Fe2O3) atau C4AF

(36)

Gambar 2.1 Salah Satu Jenis Semen Portland

2.4.1 Bahan Kimia Berbahaya Yang Terkandung Dalam Semen

Semen yang paling banyak digunakan saat ini terutama mengandung

kalsium, silikat, alumunium, dan senyawa besi. Selain itu, semen juga mengandung kromium (VI) atau disebut juga dengan kromat dalam jumlah yang sedikit. Kromat dikenal sebagai penyebab utama terjadinya dermatitis

kontak pada pekerja yang sering terpapar (kontak) dengan semen (Mulyono,2005).

Kromium adalah baja berwarna abu-abu, logam yang mengkilat, yang digunakan digunakan pada industri baja krom atau bijih nikel krom (stainless steel) dan untuk pelapis krom logam lain (Marks & Deleo, 1992). Menurut Cronin (1980), Pajanan kromium terhadap kulit dapat menimbulkan dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan,

Dermatitis kontak iritan primer dihubungkan dengan kandungan kromium yang bersifat sitotoksik (merusak sel), sementara itu dermatitis kontak alergi diakibatkan adanya respon inflamasi yang diperantarai oleh sistem imun.

(37)

diturunkan meskipun dengan melakukan penggantian bahan mentah atau

merubah proses pembuatan. Namun, telah ditemukan suatu cara yaitu dengan cara penambahan fero sulfat dapat menurunkan bentuk kromium

(VI) menjadi kromium (III) yang tidak bersifat iritan dan allergen terhadap kulit. Fero sulfat merupakan senyawa kimia yang tidak mahal, jumlah yang dibutuhkan untuk menurunkan kromat sangat sedikit dan keberadaannya

tidak mempengaruhi senyawa lain dalam semen.

Semen dapat menyebabkan dermatitis dengan mekanisme adanya

iritasi dan atau sensititasi dengan kromat. Semen yang pada kenyataannya adalah agen yang bersifat alkali, abrasif, dan hidroskopis diduga menjadi alasan mengapa lebih banyak pria yang alergi terhadap kromat dalam semen

daripada lewat kontak dengan sumber lain yang mempunyai konsentrasi kromat yang sama (Mulyono, 2005). Semen portland mempunyai pH lebih

dari 12 sehingga bersifat alkalis yang kuat yang dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan primer. Bahan alkalis pada konsentrasi yang kecil apabila kontak berulang-ulang dengan kulit juga dapat menimbulkan

dermatitis kontak iritan kumulatif, dengan gejala gatal-gatal, fisura, dan nyeri pada daerah kulit yang terpapar ( Fregert, 1981)

Menurut Cronin (1980), semen yang kering relatif tidak berbahaya dan sangat sedikit kasus dermatitis akibat semen yang terjadi di

(38)

peningkatan pH dan adanya campuran dengan pasir yang bersifat abrasif

yang secara mekanis dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan dermatitis.

2.5 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini timbul disebabkan oleh adanya

pekerjaan. Berat ringannya penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit

sehingga sering kali terjadi cacat yang berat sehingga pencegahannya lebih baik

daripada pengobatan (Anies, 2005).

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang

berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan kerja dari masyarakat

pekerja bukan hanya dipengaruhi oleh bahaya-bahaya kesehatan ditempat kerja dan

lingkungan kerja, tetapi juga faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja

serta faktor-faktor lainnya (Depkes RI, 1992)

2.6 Penyakit Kulit Akibat Kerja

(39)

Menurut Suma’mur (2009) Penyebab dari penyakit ini dapat digolongkan atas:

a. Faktor Mekanik

Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga

memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan penebalan kulit seperti pada kuli bangunan dan pelabuhan.

b. Faktor Fisik

1. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliara, combustion. 2. Suhu rendah menyebabkan chillblains, trenchfoot, frostbite.

3.Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.

c. Faktor Biologi

Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada karyawan pelabuhan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci

dan lain-lain. d. Faktor Kimia

Apabila kulit terpapar dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa

dermatitis kontak iritasi atau dermatitis kontak alergi

2.7 Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan

Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational contact dermatitis) secara medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak dimana pekerjaan merupakan

(40)

mendapatkan perhatian dalam suatu penelitian akan kecurigaan akibat pekerjaan

adalah :

1. Adanya kontak dengan bahan-bahan yang diketahui menimbulkan dermatitis,

baik produk yang sudah ada selama bertahun-tahun maupun produk yang baru saja diperkenalkan dapat menjadi penyebabnya.

2. Adanya dermatitis dengan tipe serupa pada orang lain yang bekerja pada

pekerjaan yang sama. Jika banyak orang yang terkena pada suatu tempat kerja dalam saat yang bersamaan, maka keadaan tersebut lebih mungkin merupakan

reaksi iritan dari pada reaksi alergi.

3. Adanya waktu antara kontak dan timbulnya kelainan. Adakalanya dermatitis alergik timbul tidak lebih cepat dari 4 – 5 hari setelah kontak

4. Gambaran dan lokalisasinya mempunyai persamaan dengan kasus-kasus yang sudah pasti lainnya. Namun demikian, apabila ada beberapa faktor yang turut

mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut, maka gambarannya bisa berubah. Lokasinya biasanya pada kedua belah tangan tanpa gambaran yang spesifik 5. Serangan terjadi ketika melakukan pekerjaan tertentu, sementara kesembuhan

dapat dilihat ketika melakukan pekerjaan lainnya atau ketika cuti sakit, liburan, ataupun setelah berakhir pekan

6. Kalau ada hubungan antara riwayat pemyakit dan reaksi test yang positif, maka hal ini merupakan bukti yang kuat.

(41)

satu atau dua orang karyawan menderita penyakit kulit akibat kerja sedangkan

yang lainnya penyakit kulit biasa. Dasar keluhan tersebut kerapkali berupa

“pengaruh psikologis” pada tempat kerja tersebut.

8. Kita mungkin beranggapan bahwa proses otomatisasi dalam industri berarti adanya pengaman terhadap kemungkinan kontak antara zat-zat kimia dan kulit, tetapi sebetulnya masih banyak kontak dengan yang lain, misalnya dalam

pengangkutan bahan mentah, penyimpanan dalam karung atau drum yang sudah terkontaminasi, penimbangan bahan kimia, pengisian bahan-bahan

pewarna, pengawet dan lain-lain, pengambilan sampel bahan yang sedang kontrol, pemeriksaan laboratorium, kebocoran pada lantai, bejana, kran, dan lain-lain, pembersihan bejana, perbaikan hasil akhir serta pembuangan sampah.

2.8 Dermatitis Kontak Iritan

2.8.1 Definisi Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan

(kimiawi, fisik,maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini (Wolff et all, 2008).

Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi

(42)

iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari

stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik (Chew and

Howard, 2006).

Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval

waktu antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat

keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh bahan iritan tersebut ( Buxton , 2003).

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena

banyak dan seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis (Grawkrodjer, 2002). Pencegahan bahan-bahan iritasi

kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan (Levin et all, 2006)

2.8.2 Epidemiologi Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi

penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui

(43)

Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic

menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin , 15,6 % (38.900 kasus) adalah

penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupasional. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika , menunjukkan 90-95 % dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit di dalamnya adalah

dermatitis kontak iritan (Wolff et all, 2008; Wolff C et all, 2005).

Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala

selama tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki

potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko, dan mereka yang tergolong muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal,

pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti (Dinah,2003).

2.8.3 Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 -1,75 m2 dengan

(44)

16 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki, dan paling tipis (0,5 mm)

terdapat di penis ( Harahap, 2000)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama

yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan

lemak (Tortora, Derrickson, 2009).

Gambar 2.2 Anatomi Kulit Manusia

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan

tanduk (lapisan epidermis), denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan

(toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau

(45)

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam

arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien

(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit

dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani et all., 2006; Djuanda, 2003).

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang

menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α,

suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin

(Beltrani et all., 2006).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di

(46)

orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri.

Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum

korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,

tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).

2.8.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Iritan

Gambaran klinis dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala yang bersifat akut, sedangkan iritan

lemah memberikan gejala yang bersifat kronis. (Sularsito dan Djuanda, 2008).

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu :

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Pada Dermatitis Kontak Iritan (DKI ) akut, kulit terasa pedih atau panas,eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainannya sebatas daerah yang

terkena dan berbatas tegas (Wolff et all, 2008; Wolff C et all, 2005). Pada beberapa individu , gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat)

(47)

hingga vesikel dan bahan yang dapat membakar kulit dapat

menyebabkan nekrosis (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda, 2008).

Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang, hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak

biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap (Chew and Howard , 2006).

Bentuk DKI akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak ( Grand, 2008)

Gambar 2.3 DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat

Pada dermatitis kontak iritan lambat, gejala obyektif tidak muncul

hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda, 2008; Wolff C et all, 2005 ). Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut (Wolff

(48)

serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul

keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis (Sularsito dan Djuanda, 2008) .

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif) disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, deterjen, dll) dengan pajanan yang

berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda, 2008; Wolff C et all, 2005 ) . Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun, sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis

kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejalanya berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis

dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda, 2008).

(49)

Distribusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis

kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu

rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis) (Wolff C et all, 2005).DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan. Oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan

bagian lain dari tubuh (contohnya : tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut) (Sularsito dan

Djuanda, 2008).

4. Reaksi Iritan

Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat

berupa skuama, eritema, vesikel, pustule, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah, Reaksi iritasi dapat

(50)

Gambar 2.5 DKI Reaksi Iritan

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan

penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama (Wolff et all, 2008; Sularsito dan Djuanda, 2008) Pada proses penyembuhan, akan terjadi

eritema, skuama, papul, dan vesikel.

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

Disebut juga reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histology (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard, 2006 ). Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar,

gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi

(51)

stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis) (Sularsito dan

Djuanda, 2008) .

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal,

rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah , kepala , leher. Asam Laktat

biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard, 2006; Sularsito dan Djuanda, 2008)

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard, 2006) . DKI gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan (Chew and Howard, 2006 ).

DKI gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan

bersisik, tetapi tidak gatal. Secara klinis, DKI gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh

(52)

Gambar 2.6 DKI gesekan

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah pajanan okupasional seperti oli, metal, halogen, serta

setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari

setelah pajanan. Tipe ini dapat terlihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard, 2006).

(53)

10.Dermatitis Asteatotik

Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa menggunakan pelembab kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan

skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini (Wolff ett all, 2008; Chew and Howard, 2006) .

Gambar 2.8 DKI Asteatotik

2.8.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. Dermatitis kontak

iritan (DKI) akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI

kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik (DKA) . Selain

(54)

1. Anamnesis

Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang diterima pasien. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI ( gejala

subyektif ) adalah (Wolff ett all, 2008; Buxton,3003) :

a. Pasien mengklaim adanya pajanan yang menyebabkan iritasi

kutaneus

b. Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk

DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan desinfektan ), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah

pajanan.

c. Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu

adalah DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.

d. Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa

tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.

2. Pemeriksaan Fisik

Menurut Rietsel dan Flowler, kriteria diagnosis primer untuk DKI

(55)

a. Makula eritema, hyperkeratosis, atau fisura predominan setelah

terbentuk vesikel

b. Tampakan kulit berlapis, kering atau melepuh

c. Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit d. Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan 3. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan.

Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena

dengan bahan iritan. a. Patch Tes

Patch Tes digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat

memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu).

Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan

(56)

b. Kultur Bakteri

Kultur Bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.

c. Pemeriksaan KOH

Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikologi pada infeksi jamur superficial candida, Pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi.

d. Pemeriksaan IgE

Peningkatan immunoglobulin E dapat menyokong adanya diathesis atopic atau riwayat atopi.

2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh banyak faktor, Menurut Straits

(2001) dan Djuanda (2003) dermatitis kontak iritan di sebabkan oleh tiga faktor besar yaitu faktor iritan itu sendiri, itu sendiri, faktor individu penderita dan faktor lingkungan.

Faktor iritan itu sendiri meliputi ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan, vehikulum dan suhu bahan iritan tersebut. Faktor individu penderita

meliputi usia (usia tua lebih rentan terkena dermatitis kontak), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang

(57)

berkaitan erat dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Menurut hasil penelitian

Hogan (2009) di Amerika Serikat menunjukkan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian pada pekerja yang sering terpapar ( sering mencuci tangan )

memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan dengan odds ratio 4,13. Menurut Suryani (2011) masa kerja juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja di PT Cosmar

Indonesia. Demikian halnya dengan penggunaan APD saat bekerja, hasil penelitian Mausulli (2010) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

penggunaan APD dengan dermatitis kontak iritan pada pekerja pengelolaan sampah. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap dermatitis kontak iritan yaitu faktor suhu dan kelembaban udara.

Suhu dan kelembaban udara yang tinggi juga dapat meningkatkan resiko terjadinya dermatitis kontak, begitu juga dengan suhu dan kelembaban udara yang

rendah. Ketika suhu dan kelembaban udara tinggi, seseorang akan lebih banyak mengeluarkan keringat yang itu berarti terjadi peningkatan hidrasi pada stratum corneum kulit. Fungsi Pertahanan kulit akan rusak baik oleh peningkatan hidrasi maupun penurunan hidrasi stratum corneum (Safeguards, 2000).

Menurut Fregert (1998) Kelainan kulit yang terjadi pada dermatitis kontak

iritan ditentukan oleh faktor- faktor diantaranya ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, suhu bahan iritan tersebut lama kontak, kekerapan kontak

(58)

Dari beberapa sumber referensi diatas tentang faktor-faktor penyebab

dermatitis kontak iritan, dapat disimpulkan secara garis besar faktor –faktor penyebab dermatitis kontak iritan sebagai berikut :

2.9.1 Faktor Iritan

a. Ukuran Molekul,Konsentrasi / Jumlah Iritan,Daya Larut, Vehikulum Pada orang dewasa, dermatitis kontak iritan sering terjadi akibat

paparan terhadap bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,

detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit

yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,

vehikulum, serta suhu bahan iritan itu sendiri selain juga di tentukan oleh

faktor lain seperti lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang),

adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan , trauma fisis

serta Suhu dan kelembaban lingkungan ( Fregert ,1998)

b. Frekuensi Kontak

Frekuensi kontak memiliki hubungan dengan terjadinya

dermatitis kontak. Frekuensi yang lebih sering membuat semakin banyak bahan yang mampu masuk ke kulit dan menimbulkan reaksi.

Hal ini dapat dilihat di beberapa penelitian sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Nuraga,dkk (2008) pada karyawan yang terpajan bahan kimia diperusahaan industri otomotif,

(59)

binatu. Dari kedua penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa frekuensi

kontak memiliki hubungan terhadap timbulnya dermatitis kontak.

c. Lama Kontak

Lama kontak adalah lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan iritan dengan satuan jam/ hari. Menurut Fregert (1998) , disamping sifat fisik dari bahan iritan itu sendiri (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,

vehikulum, serta suhu bahan iritan), ada faktor lain yang mempengaruhi

dermatitis kontak iritan yaitu variabel lama kontak, kekerapan, adanya

oklusi, gesekan, trauma fisis, serta suhu dan kelembaban lingkungan.

Penelitian Khadijah dan Miko (2011) pada petani rumput laut di

Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa kelompok

petani dengan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari, penderita dermatitis

kontak iritan lebih banyak (64,5 %) dibandingkan dengan kelompok petani

dengan waktu kerja kurang dari 8 jam sehari (52,7 %) , dan kelompok

petani rumput laut dengan jumlah hari kerja lebih dari 20 hari dalam

sebulan, berpeluang menderita dermatitis kontak iritan 2,6 kali disbanding

kelompok petani dengan jumlah hari kerja lebih sedikit dengan nilai p =

0,001 dan OR = 2,6 (1,48 – 4,48) 95% CI)

d. Jenis Keahlian pekerja

(60)

akibat terpapar hexavalent chromate yang larut dalam air pada semen basah.

Berdasarkan penelitian Adillah (2012) pada karyawan binatu,

spesifikasi pekerjaan yang dilakukan pekerja terbukti memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis kontak. Karyawan yang mengerjakan semua jenis pekerjaan di binatu akan lebih rentan

mengalami dermatitis kontak, karena mereka kontak dengan lebih dari 1 jenis bahan kimia sehingga potensi untuk menimbulkan dermatitis

kontak meningkat.

2.9.2 Faktor Individu a. Ketebalan Kulit

Kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang

elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang

tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang

tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala

(Djuanda, 2003). Menurut Harahap M (2000) rata-rata tebal kulit 1-2 mm,

paling tebal 16 mm terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis 0,5

mm terdapat di penis. Beltrani (2006) menyebutkan perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas. Semakin permeabel maka bahan kimia semakin mudah untuk masuk ke kulit (

Gambar

Gambaran Proses Kerja di Proyek Konstruksi  ....................................
Gambar 2.1 Salah Satu Jenis Semen Portland
Gambaran klinis dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat
gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut (Wolff
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru menugaskan siswa untuk membaca modul dan lembar kerja siswa tentang faktor pendorong/ penghambat perubahan sosial dan menjelaskan teknis penyelesaian lembar kerja siswa

PEM ERINTAH KABUPATEN KLATEN PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA.. BIDANG CIPTA KARYA DPU

Apabila peser ta lelang kegiatan ter sebut diatas keber atan atas hasil pelelangan ini, diber ikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secar a ter tulis ditujukan kepada

Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut: Koefisien modal kerja sebesar 0,00000019 menunjukkan bahwa setiap kenaikan modal kerja sebesar

Untuk medeskripsikan faktor apa saja yang mempengaruhi siswa SMK Bagimu Negeriku Semarang dalam mencapai kriteria ketuntasan minimal UTS bahasa Jepang semester

Beberapa permasalahan, hipotesis yang akan dijawab melalui analisis data kuantitif dalam penelitian ini adalah : apakah ada hubungan antara motivasi dan strategi belajar

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh komunikasi antar pribadi sponsor dan kualitas kerja anggota jaringan Tianshi di Bengkulu, maka ada beberapa saran yang